Tata cara persidangan di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen terdiri dari 3 tiga yaitu dengan cara konsiliasi, mediasi dan arbitrase.
1. Persidangan dengan Cara Konsiliasi
Konsiliasi adalah suatu proses diantara para pihak dengan melibatkan pihak ketiga yang netral dan tidak memihak.
84
Konsiliasi dalam Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 sebagai suatu bentuk alternatif penyelesaian sengketa di luar
pengadilan adalah suatu tindakan atau proses untuk mencapai perdamaian di luar pengadilan.
85
Sesuai dengan ketentuan Pasal 6 ayat 7 jo Pasal 6 ayat 8 UU No. 30 Tahun 1999 , kesepakatan tertulis hasil konsiliasi harus didaftarkan di
pengadilan negeri dalam jangka waktu 30 tiga puluh hari terhitung sejak tanggal penandatanganan, dan dilaksanakan dalam jangka waktu 30 tiga puluh hari
terhitung sejak tanggal pendaftaran di pengadilan negeri dan kesepakatan tertulis hasil konsiliasi bersifat final dan mengikat para pihak.
86
84
Susanti Adi nugroho. Op. cit. hal. 106.
85
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani 2, Hukum Arbitrase: Seri Hukum Bisnis, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2000, hal. 37.
86
Ibid. hal. 36.
Dalam praktik istilah mediasi dan konsiliasi sering dipertukarkan, seperti juga mediator, tugas dari
konsiliator hanyalah sebagai pihak fasilitator untuk melakukan komunikasi diantara para pihak sehingga dapat diketemukan solusi oleh para pihak sendiri.
Konsiliator hanya melakukan tindakan seperti mengatur waktu dan tempat pertemuan para pihak, mengarahkan subjek pembicaraan, membawa pesan dari
satu pihak kepada pihak yang lain jika pesan tersebut tidak mungkin disampaikan lansung oleh para pihak. Bagaimanapun juga penyelesaiaan sengketa model
Universitas Sumatera Utara
konsiliasi mengacu pada pola proses penyelesaian sengketa secara konsensus antar pihak, dimana pihak netral dapat berperan secara aktif maupun tidak aktif.
87
Inisiatif salah satu pihak atau para pihak membawa sengketa ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, ditangani Majelis Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen yang bersikap pasif dalam persidangan dengan cara konsiliasi dimana dalam hal ini berperan sebagai pemerantara antara para pihak
yang bersengketa.
88
Penyelesaian sengketa konsumen melalui konsiliasi dilakukan sendiri oleh para pihak yang bersengketa dengan didampingi oleh majelis BPSK
yang bertindak pasif sebagai konsiliator. Walaupun konsiliator dapat mengusulkan solusi penyelesaian sengketa, tetapi tidak berwenang memutus perkaranya. Pihak-
pihak yang bersengketa harus menyatakan persetujuan atas usulan pihak ketiga tersebut dan menjadikannya sebagai kesepakatan penyelesaian sengketa.
89
Pada penyelesaian sengketa melalui konsiliasi ini majelis BPSK sebagai konsiliator memanggil konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa, dan
memanggil saksi-saksi serta saksi ahli, dan bila diperlukan, menyediakan forum konsiliasi bagi konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa dan menjawab
pertanyaan konsumen dan pelaku usaha, perihal peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan konsumen.
Jadi dalam hal ini majelis BPSK menyerahkan sepenuhnya proses penyelesaian
sengketa kepada para pihak, baik mengenai bentuk maupun jumlah ganti ruginya.
90
87
Susanti Adi Nugroho. Op. cit. hal. 106.
88
Yusuf Shofie. Op. cit. hal. 36.
89
Pasal 37 ayat 1 dan 2 Kepmenperindag No. 350MPPKep122001 tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen.
90
Yusuf Shofie. op. cit. hal. 107.
Universitas Sumatera Utara
Hasil musyawarah yang merupakan kesepakatan antara konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa selanjutnya dibuat dalam perjanjian tertulis yang
ditandatangani oleh para pihak yang bersengketa, dan diserahkan kepada majelis untuk dituangkan dalam keputusan majelis BPSK yang menguatkan perjanjian
tersebut. Disetiap tingkat dalam proses konsiliasi, konsiliator dapat mengajukan
proposal penyelesaian sengketa. Konsiliator dapat melakukan proses konsiliasi yang dianggapnya layak, dengan mempertimbangkan faktor-faktor antara lain:
91
a. Situasi dan kondisi dari kasus tersebut.
b. Keinginan para pihak, termasuk keinginan yang diucapkan para pihak
secara lisan. c.
Kebutuhan untuk diproses secara cepat.
2. Persidangan dengan Cara Mediasi