K.H. Abdul Wahid Hasyim dan Masyumi

anggota pimpinan pusat Masyumi. Hal ini dilanjutkan kembali pada 1951. Pada periode inilah NU mengalami perselisian kemudian berlajut perpecahan dengan Masyumi dan akhirnya memutuskan keluar dari Masyumi. Namun demikian, bahwa NU keluar dari Masyum lebih disebabkan karena pembagian kursi atau kepentingan politiknya di parlemen dan pemerintahan tidak adil dan menindas NU yang kebanyakan memberikan sumbangsihnya. Wahid Hasyim mengakomodir persoala ini agar tidak jauh menjadi perpecahan. Akan tetapi, ketika sulit diatasi maka beliau lebih memilih untuk memperjuangkan NU dan tetap menjaga hubungan baik dengan kelompok lain dengan mendirikan LMI Liga Muslim Indonesia. 28

e. K.H. Abdul Wahid Hasyim dan Liga Muslim

Pada tahun 1952 Wahid Hasyim memprakarsai berdirinya Liga Muslim Indonesia LMI, suatu badan federasi yang anggotanya terdiri atas wakil-wakil NU, Partai Serikat Islam Indonesia PSII, Persatuan Tarbiyah Islamiyah Perti, dan Darul Dakwah wa al-Irsyad. Susunan kepengurusannya adalah K.H. A. Wahid Hasyim sebagai ketua, Abikusno Cokrosuyoso sebagai wakil ketua I, dan H Sirajuddin Abbas sebagai wakil ketua II. 29

4. Karya-karya K.H. Abdul Wahid Hasyim

Wahid Hasyim adalah seorang tokoh yang aktif dan produktif dalam menulis. Namun yang disayangkan adalah belum sampai di cetak sebagai buku. Banyak artikel beliau baik yang menyangkut keagamaan, pendidikan maupun tentang politik di publikasikan di berbagai majalah dan koran. Dan pemikiran beliau di kumpulkan dalam buku yang diterbitkan oleh Kementrian Agama serta banyak para cendikia yang menuliskan pemikiran beliau dalam bentuk buku. Buku-buku yang membahas Kehidupan, pemikiran dan perjuangan beliau mungkin sudah tidak bisa ditemukan dipasaran lagi, seperti Sejarah Hidup K.H. A. Wahid Hasyim dan Karangan Tersiar. Kemudian, K.H. A. Wahid Hasyim 28 Muhammad Rifai, op. cit., hal. 68-70 29 Ensiklopedi Islam, op. cit., hal. 164 1914-1953: His Educational and Religious Thought. Buku ini berbahasa Inggris dan belum diterjemahkan. 30 Karya buku yang membahas tentang Wahid Hasyim: a. K.H. A. Wahid Hasyim; Mengapa Memilih NU?, 1985 b. Karisma Ulama: Kehidupan Ringkas 26 Tokoh NU, 1998 c. The Founding Father; Pesantren Modern Indonesia, Jejak Langkah K.H. A. Wahid Hasyim, 2006 d. Wahid Hasyim; Biografi Singkat 1914-1953, 2009 e. K.H. Abdul Wahid Hasyim, Pembaru Pendidikan Islam dan Perjuangan Kemerdekaan, 2011 f. K.H. A. Wahid Hasyim: Sejarah, Pemikiran, dan Baktinya bagi Agama dan Bangsa, 2011 g. Wahid Hasyim untuk Republik dari Tebuireng, Seri Buku TEMPO, 2011 h. Tradisi Pesantren; Studi Pandangan Hidup Kyai dan Visinya mengenai Masa Depan Indonesia, 2011 Karya berupa artikel: a. “Nabi Muhammad SAW dan Persaudaraan Manusia”. Pidatonya pada acara pembuakaan Perayaan Nabi Muhammad Saw. Di Istana Negara, Jakarta. 2 Januari 1950 b. “Kebangkitan Dunia Islam”. Di Media Mimbar Agama edisi No. 3-4, Maret-April 1951. c. “Beragamalah Dengan Sungguh dan Ingatlah Kebesaran Tuhan”. Pidato perayaan Hari Raya Idul Fitri, Indonesia masih berbentuk Serikat RIS. d. “Fanatisme dan Fanatisme”. Dalam Gempita No.I tahun ke-1 15 Maret 1955 e. “Siapakah yang Akan Meenang dalam Pemilihan Umum yang Akan Datang?” dalam Gema Muslimin, tahun ke-1 Maret 1953 30 Muhammad Rifai, op. cit., hal. 42. f. “Abdullah Oebayd sebagai Pendidik”. Dalam Suluh NU, Agustus 1941, Th. Ke-1 No. 5. g. “Kemajuan Bahasa berarti Kemajuan Bangsa”. Dalam Suara Ansor, Rajab 1360 Th. IV No.3. h. “Pendidikan Ketuhanan”. Dalam Mimbar Agama Tahun 1 No. 5-6, 17 November-17 Desember 1950. i. “Perguruan Tinggi Islam”. Pidato menyambut berdirinya Uniersitas Islam Sumatera Utara di Medan 21 Juni 1952. j. “Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri”. Pidato pembukaan dan penyerahan PTAIN di Yogyakarta 26 September 1951 k. “Pentingnya Terjemah Hadis pada Masa Pembangunan”. Termuat sebagai kata sambutan dalam kitab Tarjamah Hadis Shahih Bukhori 1953 l. “Tujuan Berfikir”. Kata pendahuluanagenda Kementrian Agama 1951-1952 m. “Islam antara Materialisme dan Mistik”. Ceramah pada malam purnama sidi Kamis malam, 4 Desembr 1952 n. “Perbaikan Perjalanan Haji”. Dalam Mimbar Agama Tahun I No. 2, 17 Agustus 1951. 31

5. Latar Belakang Pemikiran K.H. Abdul Wahid Hasyim

Wahid Hasyim adalah sosok yang pemuda yang brilian dan berpandangan kedepan melampaui kebanyakan orang pada waktu itu. Ide-ide dan gagasanya dan kiprahnya dalam memperjuangkan kemerdekaan, pergerakan, di pentas politik dan pendidikan adalah indikator utama Wahid Hasyim dalam berpandangan kedepan. Untuk mencapai ketahap itu semua selain berasal dari dirinya yang memang mumpuni, cerdas, otodidak dan mampu bergaul dengan siapapun tanpa pandang bulu, namun ada faktor eksternal pulalah yang turut mempengaruhi pemikiran Wahid Hasyim. Antara lain: 31 Aboe Bakar Atjeh, op. cit., hal. 677-886. a. K.H. Hasyim Asy’ari, ialah sosok ayah yang demokratis. Kedisiplinanya dalam memimpin dan sikap demokratisnya tampak menonjol dalam kehidupan keluarga, terutama dalam mendidik putra-putrinya. Sebagai ulama besar beliau mengharapkan puta-putrinya bisa engikuti jejak dan berkembang menjadi generasi yang berpengetahuan luas, khususnya dalam ilmu agama. Untuk itulah suasana kehidupan keluarga diciptakan sedemikian rupa sehingga mendukung proses pembelajaran seluruh angota keluarganya. Sejak dini putra-putrinya diperkenalkan dengan pengetahuan agama Islam dan dibebaskan untuk mepelajari ilmu pengetahuan umum. Tidak soal baginya bagaimana mendapatkan buku bahan bacaan bagi putra-putrinya sebab secara ekonomi tergolong mampu untuk ukuran saat itu. Dalam suasana itulah Wahid Hasyim tumbuh dan berkembang. 32 b. K.H. Muchammad Ilyas, adalah saudara sepupu K.H. Abdul Wahid Hasyim yang pernah mengenyam pendidikan Hollands Indische School HIS di Surabaya. Memiliki jasa besar dalam membimbing Wahid Hasyim sehingga tumbuh menjadi remaja yang cerdas. Muhammad Ilyas dikenal fasih dalam bahasa Arab. Ia yang memperkenalkan berbagai ilmu pengetahuan umum yang pernah didapatnya di HIS dan tidak terdapat dalam pondok pesantren. Misalnya bahasa Inggris dan Belanda. Dari sinilah terdapat interaksi antara K.H. Muhammad Ilyas dan K.H. A. Wahid Hasyim mengenai dinamika ilmu pengetahuan. Bersama K.H. Muhammad Ilyas, K.H. A. Wahid Hasyim menepuh studi di tanah suci Mekkah selama dua tahun. 33 Di Mekkah Wahid Hasyim disamping menunaikan Haji, beliau meperdalam ilmu pengetahuan seperti nahwu, sharaf, fikih, tafsir dan hadis. 34 c. Dan gurunya di Masjidil Haram ialah Syeikh Umar Hamdan, seorang ulama yang terkenal alimya ketika itu di Mekkah. Kepadanya Wahid Hasyim belajar terutama ilmu-ilmu hadis, tafsir, fiqih, tasawuf, nahwu, 32 Saifullah Ma’shum, Karisma Ulama: Kehidupan Ringkas 26 Tokoh NU, Bandung: Mizan, 1998, Cet I, hal. 301 33 Muhammad Rifai, op. cit., hal. 25-26. 34 Shofiyullah Mz ed, op. cit., hal. 56