Pembahasan HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Setelah bangsa Indonesia memenangkan “Perang Revolusi” melawan Belanda, Presiden Soekarno mengangkat K.H. A. Wahid Hasyim menjadi Mentri Agama Republik Indonesia pada tanggal 29 Desember 1949, dua hari setelah ditandatanganinya Konferensi Meja Bundar KMB di Denhag. Belanda menyerahkan kedaulatan Republik Indonesia Serikat RIS kepada Wakil Presiden Mohammad Hatta pada penutupan sidang KMB yang memungkinkan Bung Karno segera membentuk Kabinet RIS Pertama tanggal 29 Desember 1949. Wahid Hasyim selaku Menteri Agama segera menyiapkan langkah- langkah untuk mewujudkan impiannya menjadikan ilmu pengetahuan sebagai modal untuk memahami ajaran-ajaran Islam, menjadikan al- Qur’an dan Hadist sebagai tuntutan moral yang dapat menjiwai hati dan pikiran dalam upaya membangun peradaban Indonesia Modern. Langkah-langkah beliau sangat konkrit. Dalam waktu enam bulan setelah menjadi Menteri Agama, Wahid Hasyim mendirikan Pendidikan Guru Agama Negeri PGAN di hampir setiap keresidenan, Sekolah Guru dan Hakim Agama Negeri SGHAN di Yogyakarta, Bukittinggi, Bandung, Malang, serta mendirikan Perguruan Tinggi Agama Negeri PTAIN di Yogyakarta. 75 Pemikiran pendidikan guru berangkat dari pemikiran beliau bahwa guru yang mengajar di madrasah hanya lulusan HIS atau pesantren, sehingga dinilai masih kurang ilmunya untuk menjadi guru, itu sebabnya berdirinya pendidikan guru agama di setiap provinsi dan kabupaten. Enam tahun sebelum menjadi Menteri Agama, Wahid Hasyim mendirikan Sekolah Tinggi Islam. Sekolah yang diasuh K.H. Kahar Muzakkir ini berdiri di gedung Kantor Imigrasi, Gondangdia, Jakarta, pada 1944. Dari sekolah itulah bermacam Perguruan Tinggi Islam yang ada di negeri ini berhulu. 76 Empat tahun kemudian tepatnya tahun 1948, sekolah ini berubah menjadi Universitas Islam Indonesia UII dengan empat fakultas: pendidikan, agama, hukum dan ekonomi. Universitas tertua itu sejak didirikan hingga kini berada di Yogyakarta. 75 Zamakhsyari Dhofier, op. cit., hal. 152. 76 Seri Buku Tempo, op. cit., hal. 78. Pada saat Wahid Hasyim menjabat Menteri Agama pada 1950, Fakultas Agama UII di negerikan menjadi Perguruan Tinggi Agama Islam PTAIN. Adapun tiga fakultas lainnya tetap berstatus swasta dan dikelola pihak UII. Penegerian Fakultas Agama UII menjadi PTAIN diatur dalam peraturan Persiden No. 34 Tahun 1950 tertanggal 14 Agustus 1950. Yang diteken Assaat selaku Pemangku Jabatan Presiden RI. Saat peresmian PTAIN, 26 September 1951, Wahid Hasyim menyampaikan pidato berjudul “Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri”. Beliau menyampaikan, pembentukan perguruan tinggi bertujuan mencapai kemajuan dengan penekanan pada pengemabangan atmosfer berfikir secara rasional. Penyelenggaraan PTAIN selanjutnya diatur dengan Peraturan Bersama Mentri Agama dan Menteri Pendidikan tertanggal 21 Oktober 1951 yang diteken Wahid Hasyim dan Mr Wongsonegoro. Sejak didirikan, PTAIN mengalami perkembangan pesat, baik dari jumlah mahasiswanya maupun dari keluasan bidang ilmu agama Islam yang dipelajari. PTAIN kelak menjadi cikal bakal Institut Agama Islam Negeri IAIN, Universitas Islam Negeri UIN, dan Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri STAIN. Enam tahun kemudian, tepatnya 1 Januari 1957, juga berdiri Akademi Dinas Ilmu Agama ADIA sebagai kelanjutan usaha mendirikan Sekolah Guru Agama Atas serta Sekolah Guru dan Hakim Agama. 77 Jadi segenap paparan di atas, di mana Wahid Hasyim menilai bahwasannya pendidikan Islam Indonesia di nilai maju adalah pendidikan yang mengkombinasikan antara ilmu agama dan ilmu non-agama atau umum. Karena beliau ingin membekali para santri terutama dan umumnya untuk generasi muda Indonesia dengan meningkatkan sumber daya manusia dan mengikuti perkembangan zaman. 77 Ibid., hal. 79.

C. Relevansi Pemikiran K.H. Abdul Wahid Hasyim dengan

Perkembangan Pendidikan Masa Kini Cukup banyak alasan bangsa Indonesia membahas kembali kehidupan Wahid Hasyim, antara lain: 1. Terlahir dari Tradisi pesantren. 2. Wahid Hasyim adalah seorang intelektual dan budayawan besar lulusan pesantren yang memainkan peran penting dalam peletakan batu pertama bangunan peradaban modern, periode kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia 3. Wahid Hasyim juga peletak dasar modern bagi umat Islam berupa ramuan tradisi Pesantren dengan modernitas pendidikan sampai sekarang. 78 Wahid Hasyim mewarisi khazanah intelektual sang ayah dengan cara yang paling baik. Beliau mampu mengembangkan diri jauh melebihi rekan-rekannya yang mendidikan pendidikan formal. Ia membangun pergaulan yang luas, merintis dan memimpin organisasi sosial dan politik, terlibat dalam gerakan kemerdekaan, hingga menjadi menteri agama yang pertama di Republik ini. Pikiran-pikiran beliau berkarakter progresif dan berjangkau luas kedepan. Hal ini tampak dari perspektifnya mengenai ilmu pengetahuan dan juga praktik mendidik putra-putrinya. Wahid Hasyim yang bahkan lahir dan tumbuh dari keluarga pesantrenm beliau melihat pentingnya ilmu umum dan penguasaan bahasa asing selain Bahasa Arab yang diwajibkan bagi para santri. Sejalan dengan pandangan itu semua putra-putrinya di masukkan ke lembaga pendidikan modern, tanpa meninggalkan pengetahuan agama, yang merupakan basis intelektual dan kultural yang ditekankannya. Keenam putra-putrinya, akhirnya kelak menjadi tokoh yang berwawasan luas, tetap berwatak santri. 79 Perhatian Wahid Hasyim dalam menyeimbangkan antara ilmu penetahuan umum dan agama juga diimplementasikan dalam bentuk lain, yakni memberikan pelajaran agama di sekolah-sekolah umum, menyusul ditetapkannya UU Pendidikan No. 4 1950, Menteri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan dan 78 Zamakhsyari Dhofier, op. cit., hal. 151. 79 Shofiyullah Mz ed, op. cit., hal.361 Menteri Agama mengeluarkan Keputusan Bersama pada 1951, yang intinya menegaskan bahwa pelajaran agama harus diajarkan di sekolah-sekolah umum. Selain itu, keputusan bersama ini juga menyatakan bahwa belajar di sekolah agama yang telah mendapatkan pengakuan dari Kementrian Agama dianggap telah memenuhi wajib belajar. 80 Selama 2 tahun 4 bulan menjadi Menteri Agama Wahid Hasyim membidangi lahirnya Undang-undang Pendidikan RI Nomor 4 Tahun 1950. Sejumlah pasalnya tetap berlangsung sampai sekarang, antara lain: 1. Tujuan Pendidikan dan pengajaran ialah membentuk manusia susila yang cakap dan warga-warga yang demokratis serta bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan Tanah Air pasal 3 2. Belajar di sekolah agama yang telah mendapat pengakuan dari Menteri Agama dianggap telah memenuhi kewajiban belajar pasal 10 ayat 2 3. Cara menyelenggarakan pengajaran agama di sekolah-sekolah negeri diatur dalam peraturan yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan. Pengajaran dan Kebudayaan, bersama-sama dengan Menteri Agama pasal 20, ayat 21 4. Disemua sekolah negeri diadakan pelajaran agama; orang tuanya menetapkan apakah anaknya akan mengikuti pelajaran tersebut pasal 20, ayat 1 Dalam Peraturan Pemerintah PP Nomor 8 Tahun 1950, Wahid Hasyim berhasil memasukan pasal-pasal kebajikan pendidikan sebagai berikuta: 1. Menyelenggarakan, memimpin dan mengawasi pendidikan agama di sekolah-sekolah negeri 2. Memimpin, menyokong serta mengamati pendidikan dan pengajaran di madrasah dan perguruan agama lainnya 3. Mengadakan pendidikan guru dan hakim agama 4. Menyelenggarakan segala sesuatu yang bersangkut-paut dengan pengajaran rohani kepada anggota-anggota tentara, asrama, rumah- rumah penjara dan tempat-tempat lain yang dipandang perlu. 81 PTAIN yang didirikan di Yogyakarta pada tanggal 26 September 1951 itu pada tahun 2011 telah beranak-pinak menjadi: 1. Enam Universitas Islam Negeri UIN: Jakarta, Yogyakarta, Bandung, Pekanbaru, Malang, dan Makasar 80 Azyumardi Azra; Saiful Umam ed., op. cit., hal. 94. 81 Zamakhsyari Dhofier, op. cit., hal. 153-154. 2. Empat belas Institut Agama Islam Negeri IAIN: Aceh, Medan, Padang, jambi, Palembang, Lampung, Serang, Bengkulu, Semarang, Surabaya, Mataram, Manado, Gorontalo, dan Ambon 3. Tiga puluh empat Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri STAIN di sejumlah ibukota provinsi dan kabupaten. 4. Dan, sekitar 450 Perguruan Tinggi Agama Islam swasta PTAIS. 82 Upaya dan pemikiran Wahid Hasyim dalam mengembangkan pendidikan Islam dan memajukan Pendidikan Indonesia. Antara lain dengan merombak sistem pembelajaran pesantren yang di awal menggunakan sistem wetonan dan bandungan dirubah menjadi sistem tutorial agar aktif-dialogis, dan memasukan ilmu non-agama ilmu pengetahuan umum ke dalam kurikulum pesantren, serta tujuan pendidikan dengan mengusulkan agar santri tidak serta merta menjadi ulama akan tetapi diajarkan ilmu pengetahuan, bahasa dan ketrampilan mengetik untuk membekali santri di kehidupan masyarakat serta mengikuti zaman. Dan pemikiran-pemikiran beliau tentang perguruan tinggi agama Islam negeri PTAIN yang nantinya menjadi UIN itu juga mengkombinasikan antara ilmu non-agama dan ilmu agama yang mana ingin memajukan pendidikan Indonesia dan mencerdaskan bangsa. upaya serta pemikiran beliau tersebut relevan dengan tujuan pendidikan nasional, yang termuat dalam sistem pendidikan nasional Undang-undang No. 20 tahun 2003 pasal 3 bab 2, yang berbunyi: mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. 83 Serta relevan dengan Ketentuan Umum Undang-undang No. 20 Tahun 2003, pasal 1 tentang sistem pendidikan nasional, yaitu pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki 82 Ibid., hal. 160. 83 Departemen Agama RI, Undang-undang dan Peraturan Pemerintah RI tentang Pendidikan, Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Islam Departemen Agama RI, 2006, hal. 8 kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. 84 84 Ibid, hal. 5