Kelompok ini dari perorangan, tokoh masyarakat pesantren, pengelola madrasah dan dari ormas-ormas Islam seperti Muhammadiyah, Persis, Perti, al-
Irsyad dan lain-lain. Kelompok ketiga, Kelompok ini dianggap oelh kelompok Islam sendiri
sebgai terlalu akomodatif terhadap politik pendidikan Belanda. Salah seorang yang sangat terkenal adalah Abdullah Ahmad dengan madrasah Adabiyah nya di
Padang Panjang. Kelompok keempat
, Respon mereka terhadap “politik Pendidikan” pemerintah colonial Belanda dan pembaharuan pendidikan Islam, pada dasarnya
dalam sikap mendua seperti disebutkan oleh Steenbrink: menolak sambil mengikuti.
49
Jadi pada masa colonial Belanda, Pendidikan Islam dilaksanakan di pesantren dan madrasah dan hanya mempelajari ilmu agama. Kemudian
pemerintah colonial belanda mempermainkan “politik pendidikan” yang mana ingin semua sekolah, madrasah dan pesantren itu diatur oleh Belanda yang mana
sekolah agama akan dijadikan sebagai kristenisasi serta kurikulumnya dirubah menjadi; agama Kristen, bahasa Belanda dan huruf-huruf Latin.
Di sini banyak pertentangan dari kalangan pesantren, madrasah dan ormas- oramas Islam. Belanda mencurigai ada gerakan-gerakan yang tersembunyi sebagai
bentuk perlawanan terhadap pemerintahan colonial Belanda.
3. Masa Jepang
Pemerintah Belanda sejak tanggal 8 Maret 1942 lenyap di bumi Indonesia karena harus bertekuk lutut kepada Jepang. Kendati demikian, bangsa Indonesia
belum bebas dari penjajahan, sebab Jepang mengambil alih pendudukan Indonesia dari Belanda. Jepang muncul sebagai negara kuat di Asia yang bercita-cita besar
ingin menjadi pemimpin Asia Timur Raya. Hal itu sudah direncanakan Jepang sejak taun 1940 untuk mendirikan kemakmuran bersama Asia Raya. Partai-partai
Islam seakan mendapat kekuaan kembali setelah Jepang datang menggantikan posisi Belanda. Jepang berusaha mengakomodasi dua kekuatan, organisasi Islam
49
Ibid., hal. 63-64.
dan nasionalisme sekuler. Jepang berpendapat bahwa organisasi-organisasi Islamlah sebenarnya mempunyai massa yang patuh dan hanya dengan pendekatan
agama penduduk Indonesia dpat dimobilisasi. Sejak itulah organisasi-organisasi non keagamaan dibubarkan, sedangkan
organisasi-organisasi besar seperti Muhammadiyah, NU, Persyarikatan Ulama, dan Majlis Islam A’la Indonesia MIAI yang kemudian dilanjutkan dengan
Majlis Syura Muslimin Indonesia Masyumi, diperkenankan lagi meneruskan kegiatannya. Permohonan Masyumi juga diterima pemerintah Jepang untuk
mendirikan barisan Hizbullah, sebuah wadah kemiliteran bagi para santri untuk mempersiapkan tenaga-tenaga militer yang ahli. Bahkan tentara Pembela Tanah
Air PETA banyak dimiliki oleh golongan santri yang digodok dalam adah kemiliteran tersebut.
Jepang kemudian menjanjikan kemerdekaan pada rakyat Indonesia dengan janji mengeluarkan maklumat Gunseikan No. 2329 April 1945 tentang
pembentukan Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia BPUPKI. Berbeda dengan situasi sebelumnya di mana kalangan Islam mendapat
layanan dari Jepang, keanggotaan BPUPKI didominasi oleh golongan nasionalis sekuler yang ketika itu lazim disebut golongan kebangsaan, dan di dalam badan
inilah Soekarno mencetuskan ide Pancasila. Dalam rumusan Pancasila itu terdapat prinsip ketuhanan, tetapi terkesan
negara dipisahkan dari agama. Setelah itu dialog resmi ideologi antara dua golongan terbukti dalam suatu forum musyawarah. Panitia Sembilan, semacam
sebuah komisi dari forum itu membahas hal-hal yang sangat mendasar, prembule UUD. Lima orang mewakili golongan nasionalis sekuler, yakni; Soekarno, Hatta,
Yamin, Maramis dan Subardjo. Adapun yang mewakili golongan Islam ada empat orang, yakni; Abdul kahar Muzakir, Wahid Hasyim, Agus Salim dan Abikusno
Tjokrosujoso. Kompromi yang dihasilkan atas musyawarah itu dikenal dengan Piagam Jakarta. Adapun sila pertama yang merupakan prinsip ketuhanan berarti
kewajiban melakukkan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
Menjelan kemerdekaan setelah Jepang tidak dapat menghindari kekalahan dari tentara sekutu, BPUPKI ditingkatkan menjadi Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia PPKI.
50
Kebijakan Jepang terhadap Pendidikan Islam di Indonesia sangatlah bagus. Contohnya seperti mengapuskan dualisme pengajaran. Dengan begitu
habislah riwayat penyusunan pengajaran Belanda yang dualis membedakan antara pengajaran Barat dan pengajaran bumi putera. Dengan penghapusan pendidikan
bertujuan mengambil hati rakyat Indonesia dan pemerintah Jepang berdalih bahwa pendidikan itu tidak ada perbedaan, padahal Jepang mempunyai semboyan Asia
untuk bangsa Asia. Jepang menguasai Indonesia yang kaya sumber alam dan bermanfaat untuk kepentingan perang Jepang.
Sistem sekolah pada zaman Jepang banyak perbedaannya dibandingkan dengan penjajah Belanda. Hanya satu sekolah rendah yang diadakan bagi semua
lapisan masyarakat, ialah Sekolah Rakyat 6 tahun, yang dikenal dengan nama Kokumin Gakkoo. Sekolah-sekilah desa dibiarkan, tetapi namanya diganti menjadi
sekolah pertama. Adapun susunan pengajarannya menjadi; Pertama, Sekolah Rakyat 6 tahun termasuk Sekolah Pertama, Kedua, Sekolah Menengah 3 tahun.
Ketiga, Sekolah Menengah Tinggi 3 tahun SMA pada zaman Jepang. Terbukti bahwa sistem perjenjangan yang berlaku di Indonesia merupakan warisan masa
penjajahan Jepang. Kelebihan pada masa Jepang yakni menjunjung dan menetapkan bahasa
Indonesia sebagai bahasa pengantar di tiap-tiap sekolah. Pemakaian bahasa Indonesia, baik sebagai bahasa resmi maupun sebagai bahasa pengantar pada tiap-
tiap jenis sekolah telah dilaksanakan. Namun demikian sekolah-sekolah itu dipergunakan juga sebagai alat untuk memperkenalkan kebudayaan Jepang
kepada rakyat.
51
Seperti halnya seiap hari terutama pada pagi hari harus mengucapkan sumpah setia kepada Kaisar Jepang.
50
Mansur dkk, Rekonsruksi Sejarah Islam di Indonesia, Jakarta: Direktorat Jendral Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama RI, 2005, hal. 57-59.
51
Ibid, hal. 60-61.
4. Masa Kemerdekaan dan Orde lama
Dari awal kemerdekaan sampai masa pemerintahan Orde Lama dapat dibagi sebagai beriku: 1 Masa awal kemerdekaan dimulai sejak proklamasi
kemerdekaan 17 Agustus 1945 hingga saat penyerahaan kedaulatan dari pemerintahan Belanda tahun 1949. Dalam periode ini, keadaan dalam negeri
masih meliputi suasana revolusi fisik melawan Belanda dan tentara sekutu yang ingin menganulir kemerdekaan Indonesia. Disamping harus berperang melawan
Belanda dan tentara sekutu, pemerintah Indonesia harus berhadapan pula dengan anasir-anasir dalam negeri yang melakukkan makar dan pemberontakan seperti
yang dilakukan PKI di Madiun tahun 1948, peristiwa Soumokil yang memproklamasikan “Negara Maluku Utara”, pemberontakan DITII yang
dipimpin Kartosoewirjo di Jawa Barat dan Kahar Muzakar di Sulawesi Selatan, dan lain-
lain. 2 Era “Demokrasi Liberal” berlangsung antara 1952-1959 hingga saat Dekrit Persiden kembali ke Undang-Undang Dasar 1945. 3 Era
“Demokrasi Terpimpin pemerintahan Orde Lama tahun 1959, sampai meletus peristiwa makar
G30SPKI tahun 1965.” Kebijakan publik yang berkaitan dengan pendidikan Islam dalam masa
awal kemerdekaan sampai runtuhnya pemerintahan Orde Lama yang dibicarakan dalam hal ini meliputi: 1 Rancangan Pembaruan Sistem Pendidikan Nasional,
2 Penyelengaraan Pendidikan Agama di sekolah umum dan pembinaan madrasah dan pesantren, 3 Cita-cita konvergensi antara isi pendidikan umum
dan Pendidikan agama Islam, 4 Pembaruan dan revitalisasi sekolah Agama, menyusul penerbitan Undangan-undang No 12 tahun 1954 tentang Dasar-dasar
Pendidikan dan Pengajaran di sekolah. Sebagai model dalam melakukan pembaruan dan revitalisasi Sekolah
Agama itu, kementrian Agama mengembangkan proyek perintisan Madrasah Wajib Belajar MWB.
52
52
Marwan Saridjo, op. cit., hal. 65-66.