Tujuan Kurikuler TK Tujuan Pendidikan Islam
membuka lembaga pendidikan dibeberapa tempat di kawasan Indonesia Barat dan Timur.
Yang dipilih untuk diterima di lembaga pendidikan tersebut adalah dari golongan Kristen, dan untuk kaum Muslimin tertutup, terkecuali dalam kasus-
kasus tertentu. Sebagai organisasi perdagangan yang semata-mata terfokus pada usaha meraih keuntungan yang sebesar-besarnya, bersikap formal mereka adalah
“netral agama”. Tetapi dalam kenyataannya, VOC menjalankan “politik agama”. Penduduk pribumi yang beragama Islam akan dikristenkan. Dibalik konsep
mengkristekan penduduk pribumi umat Islam terkandung sejumlah tujuan yang ingin dicapai secara berjenjang. Kalau penduduk pribumi berhasil dikristenkan,
maka hambatan psikologis antara orang Belanda dan penduduk pribumi, dengan sendirinya akan hilang, dan kemungkinan timbulnya konflik dan perlawanan
pribumi terhadap bangsa Belanda dengan motif keagamaan akan sirna pula. Orang Belanda dan penduduk pribumi sudah seiman; sama-sama penganut agama
Kristen. Tetapi sejarah mencatat kenyataan lain; dalam masa VOC yang berlangsung selama hampir dua abad 1602-1799 ia gagal mengkristenkan umat
Islam Indonesia. Ketika mulai memikirkan, merencanakan dan mencari model pendidikan
bagi penduduk pribumi, diantara pejabat dan pemerintah colonial terjadi perbedaan pandangan. Sebagian beranggapan, bahwa sekolah agama yang telah
memasyarakat layak dipertanggungjawabkan sebagai wadah pendidikan bagi pribumi. sekolah agama yang telah tersebar luas dan telah memiliki sarana
pendidikan, walaupun masih sangat sederhana dan umumnya dibiayai masyarakat sendiri akan menguntungkan karena pemerintah tidak perlu mengeluarkan biaya
besar dan mulai dari nol. Tetapi sebagian pejabat kolonial menolak keras untuk menjadikan
sekolah-sekolah agama-madrasah-menjadikan model pendidikan penduduk pribumi.
Sistem pendidikan pesantren atau diniyah dan madrasah dinilai terlalu buruk. Didalamnya hanya diajarkan agama, bahasa Arab, dan al-Qur
’an. Di pesantren dan madrasah tidak diperkenalkan huruf Latin. Guru-gurunya pun tidak
bisa membaca dan menulis huruf Latin. Pendidikan pesantren madrasah, adalah pendidikan agama dank arena secara teknis sulit diadopsi untuk pendidikan
pribumi. Uraian diatas terlihat bahwa alasan menolak untuk mengadopsi pesantren
atau madrasah sebagai bentuk dan model penduduk pribumi, disamping alasan teknis adalah alasan politik dan alasan keagamaan.
Alasan politik dapat ditilik dari dua sisi. Dari sisi pandangan pemerintah colonial Belanda, yang memiliki ketentuan kata akhir bgi kebijakan di bidang
pendidikan pribumi, tidak bisa tidak ikut dipengaruhi oleh citra dan semangat keagamaan. Dari sisi pandang yang kedua, yaitu dari umat Islam pengelola dan
pemilik sekolah agama atau madrasah. Mereka tidak rela kalau pihak orang “kafir” ikut mencampuri atau mengontrol dan mengawasi lembaga pendidikan
pesantren dan madrasah.
48
Respon umat Islam dan ormas- ormas Islam atas “Politik Pendidik
Belanda” secara garis besar dapat diklasifikasikan ke dalam tiga golongan sebagai berikut:
Kelompok Pertama , menolak sama sekali segala yang berbau “kafir” tidak
ada kompromi. Untuk menghindari pegaruh Belanda, golongan ini melakukan uzlah dari kota ke desa. Pendidikan yang dikelola golongan ini menjadi sangat
eksklusif dan tertutup. Menjadilah pemerintah Kolonial Belanda mencurigai kegiatan pendidikan mereka, seperti dianggap menjadi pusat perlawanan dank
arena itu harus diawasi dan dimata-matai. Symbol-simbol bangsa Barat yang “kafir” seperti pakai pantolan, jas, dasi, pakaian, kursi, meja, bahkan papan tulis
juga dikharamkan. Mata pelajaran non agama, juga”dikharamkan” untuk
dipelajari. Kelompok kedua, mereka yang disebut Steenbrink, menolak system
Pendidikan Belanda sambil meniru. Sisi-sisi yang dianggap baik untuk pendidikan madrasah mereka terima, tapi sisi-sisi yang merusak atau yang dapat mereduksi
tujuan utama pendidikan madrasah sebgai lembaga tafaqahu fiddin mereka tolak.
48
Ibid., hal. 49-53.