Masa Permulaan Islam Gambaran Umum Pendidikan Islam dari Masa ke Masa
bisa membaca dan menulis huruf Latin. Pendidikan pesantren madrasah, adalah pendidikan agama dank arena secara teknis sulit diadopsi untuk pendidikan
pribumi. Uraian diatas terlihat bahwa alasan menolak untuk mengadopsi pesantren
atau madrasah sebagai bentuk dan model penduduk pribumi, disamping alasan teknis adalah alasan politik dan alasan keagamaan.
Alasan politik dapat ditilik dari dua sisi. Dari sisi pandangan pemerintah colonial Belanda, yang memiliki ketentuan kata akhir bgi kebijakan di bidang
pendidikan pribumi, tidak bisa tidak ikut dipengaruhi oleh citra dan semangat keagamaan. Dari sisi pandang yang kedua, yaitu dari umat Islam pengelola dan
pemilik sekolah agama atau madrasah. Mereka tidak rela kalau pihak orang “kafir” ikut mencampuri atau mengontrol dan mengawasi lembaga pendidikan
pesantren dan madrasah.
48
Respon umat Islam dan ormas- ormas Islam atas “Politik Pendidik
Belanda” secara garis besar dapat diklasifikasikan ke dalam tiga golongan sebagai berikut:
Kelompok Pertama , menolak sama sekali segala yang berbau “kafir” tidak
ada kompromi. Untuk menghindari pegaruh Belanda, golongan ini melakukan uzlah dari kota ke desa. Pendidikan yang dikelola golongan ini menjadi sangat
eksklusif dan tertutup. Menjadilah pemerintah Kolonial Belanda mencurigai kegiatan pendidikan mereka, seperti dianggap menjadi pusat perlawanan dank
arena itu harus diawasi dan dimata-matai. Symbol-simbol bangsa Barat yang “kafir” seperti pakai pantolan, jas, dasi, pakaian, kursi, meja, bahkan papan tulis
juga dikharamkan. Mata pelajaran non agama, juga”dikharamkan” untuk
dipelajari. Kelompok kedua, mereka yang disebut Steenbrink, menolak system
Pendidikan Belanda sambil meniru. Sisi-sisi yang dianggap baik untuk pendidikan madrasah mereka terima, tapi sisi-sisi yang merusak atau yang dapat mereduksi
tujuan utama pendidikan madrasah sebgai lembaga tafaqahu fiddin mereka tolak.
48
Ibid., hal. 49-53.
Kelompok ini dari perorangan, tokoh masyarakat pesantren, pengelola madrasah dan dari ormas-ormas Islam seperti Muhammadiyah, Persis, Perti, al-
Irsyad dan lain-lain. Kelompok ketiga, Kelompok ini dianggap oelh kelompok Islam sendiri
sebgai terlalu akomodatif terhadap politik pendidikan Belanda. Salah seorang yang sangat terkenal adalah Abdullah Ahmad dengan madrasah Adabiyah nya di
Padang Panjang. Kelompok keempat
, Respon mereka terhadap “politik Pendidikan” pemerintah colonial Belanda dan pembaharuan pendidikan Islam, pada dasarnya
dalam sikap mendua seperti disebutkan oleh Steenbrink: menolak sambil mengikuti.
49
Jadi pada masa colonial Belanda, Pendidikan Islam dilaksanakan di pesantren dan madrasah dan hanya mempelajari ilmu agama. Kemudian
pemerintah colonial belanda mempermainkan “politik pendidikan” yang mana ingin semua sekolah, madrasah dan pesantren itu diatur oleh Belanda yang mana
sekolah agama akan dijadikan sebagai kristenisasi serta kurikulumnya dirubah menjadi; agama Kristen, bahasa Belanda dan huruf-huruf Latin.
Di sini banyak pertentangan dari kalangan pesantren, madrasah dan ormas- oramas Islam. Belanda mencurigai ada gerakan-gerakan yang tersembunyi sebagai
bentuk perlawanan terhadap pemerintahan colonial Belanda.