52 e
Struktur Persaingan Pasar kokon di wilayah Kabupaten Bogor dan sekitarnya menghadapi
struktur persaingan yang cenderung monopsoni. Artinya hanya terdapat satu pembeli hasil produksi kokon yang dihasilkan oleh peternak ulat sutera di wilayah
Kabupaten Bogor dan sekitarnya. Namun demikian, dengan struktur persaingan yang ada tidak membuat peternakan milik Bapak Baidin mengalami penurunan
penjualan. Kualitas, kuantitas, lama produksi kokon yang cukup baik bila dibandingkan peternak ulat sutera lain yang juga menjadi mitra CV Batu Gede
serta jarak tempuh yang terdekat dengan CV Batu Gede membuat hasil produksi usaha ini selalu menjadi prioritas.
Berdasarkan analisis terhadap aspek pasar di atas, dapat disimpulkan bahwa usaha peternakan ulat sutera ini layak untuk dijalankan. Hal ini dapat
dilihat dari masih terbukanya peluang untuk memenuhi permintaan akan benang sutera, baik dalam lingkup wilayah Kabupaten Bogor, nasional, maupun dunia.
Selain itu, kepastian harga yang diterima dan keunggulan yang dimiliki usaha ini bila dibandingkan dengan para pesaingnya membuat usaha ini cukup menjanjikan
untuk mendapatkan keuntungan.
6.1.2 Aspek teknis
Analisis terhadap aspek teknis yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi kondisi fisik, teknologi, keterampilan, lokasi usaha peternakan ulat
sutera, dan proses budidaya yang dilakukan. a
Kondisi Fisik Desa Karyasari terletak diantara ketinggian 300-600 meter di atas
permukaan laut dan berada di sekitar lereng Gunung Pongkor. Suhu rata-rata sepanjang tahun di Desa Karyasari adalah sebesar 24
-28 Celcius. Berdasarkan
keadaan iklim dan ktinggian lahan yang ada, Desa Karyasari sesuai untuk dijadikan wilayah pembudidayaan ulat sutera dan tanaman murbei, karena
budidaya ulat sutera dan tanaman murbei baik dilakukan pada dataran tinggi yang bersuhu 20
-30 Celcius Atmosoedarjo et al, 2000.
53 b
Teknologi Pembudidayaan ulat sutera dan tanaman murbei menggunakan peralatan
dan teknologi yang sederhana seperti budidaya komoditas pertanian dan peternakan pada umumnya. Untuk mempersiapkan lahan murbei, peralatan yang
dipakai adalah cangkul, garpu, dan alat stek untuk memangkas batang murbei. Sedangkan peralatan yang digunakan untuk pemeliharaan ulat sutera adalah
sprayer untuk membersihkan kandang setelah selesai panen kokon dan kompor
untuk menghangatkan kandang pemeliharaan saat musim hujan. Berdasarkan peralatan dan teknologi yang digunakan, budidaya ulat sutera dan tanaman murbei
dapat diusahakan oleh para pelaku usaha lainnya, karena tidak menggunakan peralatan dan teknologi yang khusus.
c Keterampilan
Budidaya ulat sutera membutuhkan manajemen sumber daya manusia yang baik terutama dalam hal kedisiplinan. Kedispilinan dibutuhkan ketika
pemberian pakan murbei pada ulat sutera yang dilakukan 3 kali dalam sehari. Kebersihan kandang, kondisi lingkungan dan suhu kandang pemeliharaan juga
harus terjaga agar kokon yang dihasilkan memiliki kualitas yang baik. Dalam pemeliharaan murbei, penyiangan, pengairan, pendangiran, pemupukan, dan
pemberian obat-obatan rutin dilakukan sesuai aturan agar kualitas dan kuantitas
daun murbei yang dihasilkan maksimal.
d Lokasi Usaha
Peternakan ulat sutera ini terletak di Kampung Tamansari, Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Alasan pemilik mendirikan peternakan
di lokasi ini diantaranya: 1
Akses menuju lokasi Wilayah Desa Karyasari terletak di lereng Gunung Pongkor yang berada di
ketinggian 300-600 m di atas permukaan laut. Akses utama menuju desa ini adalah jalan besar beraspal yang juga menghubungkan desa dengan desa dan
kecamatan lain. Namun untuk akses dari jalan utama menuju peternakan harus melalui jalan selebar 2 meter dengan kondisi jalan berbatu dan menanjak
curam yang hanya bisa dilalui mobil berukuran kecil dan motor. Untuk
54 menuju desa, disediakan kendaraan angkutan desa non trayek dan ojek sepeda
motor dari pasar Leuwiliang, jarak antara Desa Karyasari dengan pasar Leuwiliang adalah 8 Km.
2 Letak pasar yang dituju
Pemasaran kokon hasil produksi seluruhnya diserap oleh CV Batu Gede yang berlokasi di jalan raya Ciapus, Kecamatan Ciapus, Kabupaten Bogor. Jarak
antara peternakan dengan CV Batu Gede sebagai pasar tujuan adalah 46 Km dan dapat ditempuh dalam satu jam perjalanan menggunakan sepeda motor.
3 Sarana dan prasarana
Berbagai sarana dan prasarana disediakan pemilik untuk menunjang kegiatan peternakan ulat sutera dan pemeliharaan tanaman murbei. Sarana dan
prasarana yang tersedia diantaranya: i
Lay out kandang dan lahan murbei Pemeliharaan ulat sutera dilakukan di kandang pemeliharaan yang
letaknya sekitar 1 km sebelah timur dari rumah pemilik. Pemilihan lokasi kandang yang cukup jauh dari rumah dikarenakan karakteritik ulat sutera
yang tidak tahan dengan suara yang berasal dari lingkungan penduduk. Untuk itu dibangun kandang pemeliharaan yang letaknya jauh dari
pemukiman penduduk. Kandang pemeliharaan ulat sutera yang tersedia berukuran 6x10 m dan dibuat permanen. Kandang pemeliharaan dibuat
seperti layaknya rumah penduduk lainnya namun masih beralaskan semen dan berventilasi dari bambu yang dibuat berongga. Di dalam kandang,
terdapat dua rak memanjang tempat pemeliharaan ulat sutera yang terbuat dari bambu.
Lahan murbei yang dimiliki pemilik tidak terletak pada satu hamparan. Hal ini dikarenakan keterbatasan lahan subur yang dimiliki pemilik,
sehingga untuk menjaga kualitas hasil tanaman murbei, pemilik menanam murbei di lahan subur yang letaknya cukup berjauhan. Lahan murbei yang
dimiliki dibagi menjadi 4 hamparan luas yang memiliki jarak dan luas lahan yang berbeda. Hamparan pertama terletak 2 km di sebelah selatan
kandang. Hamparan kedua terletak 1 km di sebelah barat kandang.
55 Hamparan ketiga terletak 500 m sebelah barat dari rumah pemilik dan
terdapat sedikit lahan murbei di sekitar kandang pemeliharaan ulat sutera. ii
Tenaga listrik dan air Letak kandang pemeliharaan dan lahan murbei yang jauh dari pemukiman
penduduk membuat akses listrik belum sampai di tempat. Namun demikian, tidak adanya akses listrik tidak menghambat kegiatan usaha
karena proses pemeliharaan ulat sutera dan budidaya tanaman murbei tidak memerlukan bantuan tenaga listrik. Sedangkan untuk akses air, baik
kandang pemeliharaan maupun lahan murbei letaknya dekat dengan sumber air yang dapat dimanfaatkan dengan bebas tanpa mengeluarkan
biaya. iii
Suplai tenaga kerja Tenaga kerja selama ini berasal dari penduduk sekitar yang sudah menjadi
orang kepercayaan pemilik sehingga tidak mengalami kesulitan dalam pengadaannya. Tenaga kerja terdiri dari tenaga kerja keluarga dan tenaga
kerja luar keluarga. Tenaga kerja dari luar bertugas untuk memelihara tanaman murbei.
iv Transportasi
Akses jalan dari jalan utama desa menuju rumah pemilik, peternakan dan lahan murbei hanya berupa jalan setapak yang belum beraspal, sehingga
untuk melaksanakan seluruh kegiatan operasional mulai dari pembelian bibit, pengambilan pakan murbei, pemantauan, dan pemasaran hasil
produksi menggunakan sepeda motor. v
Rencana pengembangan usaha Luas lahan yang tidak produktif di Desa Karyasari mencapai 120 Ha,
sehingga pembukaan lahan untuk perluasan usaha sangat mungkin untuk dilakukan. Perizinan untuk pembukaan lahan dari pemerintah Desa
Karyasari mudah didapat. e
Proses Produksi Kegiatan usaha peternakan ulat sutera di Desa Karyasari terdiri dari
pemeliharaan tanaman murbei dan pemeliharaan ulat sutera. Proses produksi
56 kokon melewati beberapa tahap pemeliharaan. Selama berjalannya usaha ini, tidak
ditemui kendala yang berarti. Kondisi iklim dan lahan Desa Karyasari yang memiliki persyaratan yang sesuai sebagai tempat pembudidayaan ulat sutera dan
tanaman murbei membuat usaha ini dapat terus berproduksi sepanjang tahun dan memiliki kualitas kokon di atas rata-rata kokon hasil peternakan lainnya di Jawa
Barat. Namun kapasitas produksi kokon seharusnya dapat ditingkatkan hingga empat kali lipat dari kondisi saat ini karena luasnya lahan murbei yang dimiliki.
Tetapi karena pemeliharaan tanaman murbei yang tidak dilakukan secara maksimal, kapasitas produksi kokon menjadi tidak maksimal. Selama 10 bulan
pertama, usaha ini mampu berproduksi kokon untuk 3 boks bibit ulat sutera setiap bulannya. Setelah itu, peternakan hanya mampu berproduksi kokon untuk 1 boks
bibit ulat sutera setiap bulannya karena keterbatasan pakan murbei yang dihasilkan. Pemeliharaan murbei yang dilakukan hanya sebatas melakukan
pemupukan pada saat pertama kali menanam dan penyiangan setiap musim pengokonan selesai, tanpa memperhatikan kecukupan air dan unsur hara bagi
tanaman, sehingga produktivitas daun yang dihasilkan menjadi terbatas dan mengakibatkan jumlah ulat sutera yang dipelihara setiap musim pemeliharaannya
hanya sebanyak 1 boks. Sistem pemeliharaan ini tidak sesuai dengan pelatihan yang diikuti
pemilik. Berdasarkan literatur, untuk memperoleh hasil daun murbei yang optimal, pemeliharaan air dan unsur hara tanaman harus rutin dilakukan. Setiap
satu bulan sekali pada saat musim panen kokon tiba, lahan murbei harus disiangi untuk membersihkan lahan murbei dari gulma yang tumbuh di sekitar murbei.
Adanya gulma dapat menghambat pertumbuhan murbei dan juga dapat menurunkan kesuburan tanah. Proses berikutnya adalah pendangiran lahan.
Pendangiran lahan murbei bertujuan untuk membuat tanah menjadi lunak, disamping memperbaiki aerasi tanah. Aktivitas pendangiran dilakukan setiap
kegiatan pemupukan dilakukan yaitu sebanyak empat kali dalam satu tahun. Pengelolaan pengairan juga sangat berpengaruh pada pertumbuhan
tanaman murbei. Kekurangan air pada tanaman murbei akan mengganggu bahkan menghentikan pertumbuhan tanaman. Pengelolaan pengairan dilakukan pada saat
musim kemarau tiba atau selama 6 bulan dalam satu tahun. Proses berikutnya
57 adalah pemupukan. Pemupukan dilakukan untuk meningkatkan produksi daun
murbei. Terdapat dua jenis pupuk yang harus diberikan pada tanaman murbei, yaitu pupuk kandang dan pupuk kimia. Pemberian pupuk pada tanaman murbei
dilakukan sebanyak empat kali selama satu tahun yaitu pada saat proses pendangiran dilaksanakan. Dosis pupuk yang dianjurkan adalah 1 ton per 2 Ha per
tahun untuk pupuk NPK dan 4 ton per 2 Ha per tahun pupuk kandang. Pemilik tidak melakukan pemeliharaan sesuai hasil pelatihan karena beranggapan bahwa
hasil murbei selama ini sudah cukup bagus, sehingga kurangnya kesadaran dan masih rendahnya manajemen sumber daya manusia yang dimiliki pemilik menjadi
faktor utama penyebab rendahnya produktivitas tanaman murbei yang ada. Berdasarkan analisis terhadap aspek teknis, dapat dikatakan usaha
peternakan ulat sutera ini layak untuk dijalankan. Walaupun dari penempatan lokasi usaha kurang strategis bila dilihat dari akses jalan yang cukup sulit
sehingga untuk pengembangan usaha direncanakan penambahan kandang dan lahan murbei ke lokasi yang lebih strategis. Dari sisi pembudidayaan tanaman
murbei, peternakan ini juga belum melakukan pemeliharaan secara optimal. Namun bila ditinjau dari aspek-aspek teknis lainnya menunjukkan bahwa
peternakan ini telah melakukan tahapan-tahapan yang baik sehingga menunjukkan usaha ini layak untuk dijalankan jika dilihat dari aspek teknis.
6.1.3 Aspek Manajemen