49
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1 Analisis Aspek Non Finansial
Analisis aspek-aspek non finansial dilakukan untuk mengetahui sampai sejauh mana usaha peternakan ulat sutera ini layak bila dilihat dari aspek-aspek
non finansial. Dalam penelitian ini, dikaji beberapa aspek non finansial, diantaranya aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, dan aspek sosial.
6.1.1 Aspek Pasar
Aspek pasar merupakan aspek penting yang terlebih dahulu harus dianalisis sebelum memutuskan untuk memulai atau mengembangkan suatu
usaha, termasuk usaha peternakan ulat sutera yang menjadi objek penelitian. Variabel-variabel aspek pasar yang akan dianalisis dalam penelitian ini meliputi
jumlah permintaan, harga jual produk, penawaran, pemasaran, dan struktur persaingan.
a Permintaan
Kegiatan pesuteraan alam merupakan suatu rangkaian kegiatan agroindustri yang saling terkait mulai dari kegiatan pembibitan ulat sutera,
pemeliharaan tanaman murbei, pemeliharaan ulat sutera, pemintalan benang sutera, penenunan kain sutera, pembatikanpencelupanpencapanpenyempurnaan,
garmen dan pembuatan barang jadi lainnya yang berbahan sutera termasuk pemasarannya. Hasil akhir dari kegiatan pesuteraan alam adalah kain sutera yang
juga dapat dijadikan bahan baku pembuatan pakaian berbahan sutera. Sutera merupakan komoditas yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi dan mulai
banyak diminati oleh masyarakat di dalam maupun luar negeri. Permintaan akan kokon ulat sutera di Kabupaten Bogor dan sekitarnya
salah satunya berasal dari CV Batu Gede yang merupakan industri pesuteraan alam yang berada di Kecamatan Ciapus, Kabupaten Bogor. Besarnya jumlah
permintaan disesuaikan dengan kebutuhan kokon ulat sutera untuk dijadikan benang sutera yang kemudian ditenun menjadi berbagai kerajinan berbahan kain
sutera. Jika dilihat dari kapasitas mesin pemintal benang yang dimiliki CV Batu Gede, jumlah kokon yang dibutuhkan per bulan mencapai 1-2 ton. Namun karena
keterbatasan sumberdaya, dalam satu bulan, CV Batu Gede hanya membutuhkan
50 500-700 Kg kokon ulat sutera untuk dijadikan bahan baku pembuatan kain sutera.
Jumlah permintaan yang ada selama ini dipasok oleh para peternak ulat sutera yang menjalin kemitraan dengan CV Batu Gede.
Kebutuhan dunia akan benang sutera sejak tahun 2002 hingga 2006 cukup besar dan stabil yaitu sebesar 81.546 ton. Kebutuhan ini diprediksikan akan terus
meningkat seiring dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk serta semakin membaiknya kondisi perekonomian
4
. Pertumbuhan permintaan benang sutera dunia akan meningkat 2 persen-5 persen per tahun, sedangkan untuk permintaan
dalam negeri diprediksi akan mengalami peningkatan hingga 12,24 persen per tahun Sri Utami Kuncoro, 1995 dalam Atmosoedarjo et al, 2000. Hingga tahun
2008, kebutuhan akan benang sutera di dalam negeri yang berasal dari industri pemintalan benang sutera nasional mencapai 87,5 ton atau setara dengan 700 ton
kokon ulat sutera
5
. Kebutuhan industri penenunan batik sutera akan benang sutera mencapai 1236 ton benang sutera per bulan pada tahun 2006 Direktorat Bina
Perhutanan Sosial, Ditjen RLPS, Departemen Kehutanan, 2006. b
Penawaran Untuk memenuhi kebutuhan bahan baku kokon setiap bulannya, CV Batu
Gede melakukan kemitraan dengan Bapak Baidin sebagai satu-satunya peternak ulat sutera di Kabupaten Bogor dan beberapa petani lainnya yang berasal dari
Kabupaten Sukabumi. Jumlah produksi peternakan ulat sutera di Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor milik Bapak Baidin setiap bulannya
baru mencapai 30-40 Kg atau rata-rata produksi per bulannya baru memenuhi 5,83 persen permintaan CV Batu Gede. Seluruh hasil produksi langsung diserap
oleh CV Batu Gede, dan untuk menutupi kekurangan jumlah bahan baku, CV Batu Gede membeli kokon dari petani di Sukabumi dan Sukanegara.
Tingginya jumlah permintaan dalam dan luar negeri akan produk sutera ternyata belum diiringi oleh jumlah produksi benang sutera yang ada. Sampai
tahun 2008, baik di dalam maupun luar negeri, jumlah produksi benang sutera
4
Pemerintah Daerah Kabupaten Tasikmalaya. 2008. Op.cit
5
Direktorat Jenderal In
dustri Kecil dan Menengah,
Departemen Perindustri
an.
2008
.
Kokon Nasional Defisit 450 Ton Pert Tahun.
http:www.indotextiles.comindex.php?option=com_contenttask=viewid=483Itemid=72 .
[6 Februari 2009].
51 belum mampu mencukupi permintaan yang ada. Dalam periode 2002 hingga
2008, jumlah produksi benang sutera dunia terus menurun dari 55.222 ton menjadi 52.342 ton
6
, padahal permintaan dunia jumlahnya relatif stabil. Sedangkan untuk industri dalam negeri, hingga tahun 2008 jumlah produksi kokon ulat sutera
nasional pertahun rata-rata baru sebesar 250 ton atau berkisar 31,25 ton benang sutera, sehingga untuk memenuhi kebutuhan kokon sebagai bahan baku industri
pemintalan benang sutera dilakukan impor sebesar 450 ton per tahun dari Cina dan Thailand
7
. c
Harga Sistem kemitraan yang dijalankan dengan CV Batu Gede membuat usaha
ini mendapatkan kepastian dalam harga jual kokon. Penetapan harga yang dilakukan berdasarkan kualitas kokon yang dihasilkan. Penentuan kualitas kokon
dilakukan dengan cara menimbang seluruh produksi kokon, kemudian diambil sebanyak 10 persen untuk dijadikan sample yang akan diteliti tingkat kerusakan
pada kokonnya. Sejak tahun 2005 hingga saat ini, kualitas kokon yang dihasilkan peternakan mengalami fluktuasi. Hal ini berimbas pada harga yang diterima,
harga kokon per kilogram yang diterima berkisar antara Rp 18.000 – Rp 25.000. d
Pemasaran Sistem kemitraan yang dijalin dengan CV Batu Gede selama ini meliputi
pengadaan bibit ulat sutera ukuran instar III dan pemasaran kokon hasil produksi. Selama ini perusahaan hanya memasarkan hasil produksinya pada CV Batu Gede.
Hal ini dikarenakan jarak antara peternakan dengan CV Batu Gede adalah yang terdekat bila dibandingkan dengan industri pesuteraan alam lainnya yang berada
di luar Kabupaten Bogor, sehingga biaya transportasi dan biaya perlakuan kokon saat perjalanan bisa ditekan seminimal mungkin. Namun demikian, peternakan
tidak menutup kemungkinan memasarkan kokonnya pada industri pesuteraan alam atau pihak lain yang membutuhkan dengan syarat kemitraan yang terjalin
tidak hanya dari sisi pemasaran produk agar usaha peternakan ini semakin berkembang.
6
Pemerintah Daerah Kabupaten Tasikmalaya. 2008. Op.cit
7
Direktorat Jenderal Industri Kecil dan Menengah, Departemen Perindustrian. 2008. Op.cit.
52 e
Struktur Persaingan Pasar kokon di wilayah Kabupaten Bogor dan sekitarnya menghadapi
struktur persaingan yang cenderung monopsoni. Artinya hanya terdapat satu pembeli hasil produksi kokon yang dihasilkan oleh peternak ulat sutera di wilayah
Kabupaten Bogor dan sekitarnya. Namun demikian, dengan struktur persaingan yang ada tidak membuat peternakan milik Bapak Baidin mengalami penurunan
penjualan. Kualitas, kuantitas, lama produksi kokon yang cukup baik bila dibandingkan peternak ulat sutera lain yang juga menjadi mitra CV Batu Gede
serta jarak tempuh yang terdekat dengan CV Batu Gede membuat hasil produksi usaha ini selalu menjadi prioritas.
Berdasarkan analisis terhadap aspek pasar di atas, dapat disimpulkan bahwa usaha peternakan ulat sutera ini layak untuk dijalankan. Hal ini dapat
dilihat dari masih terbukanya peluang untuk memenuhi permintaan akan benang sutera, baik dalam lingkup wilayah Kabupaten Bogor, nasional, maupun dunia.
Selain itu, kepastian harga yang diterima dan keunggulan yang dimiliki usaha ini bila dibandingkan dengan para pesaingnya membuat usaha ini cukup menjanjikan
untuk mendapatkan keuntungan.
6.1.2 Aspek teknis