30
3.6 Kerangka Pemikiran Operasional
Pesuteraan alam merupakan rangkaian kegiatan agroindustri yang saling terkait. Kegiatan pesuteraan alam dimulai dari penanaman pohon murbei,
pembibitan dan pemeliharaan ulat sutera hingga menghasilkan kokon, industri pemintalan benang sutera, hingga industri penenunan kain sutera dan pemasaran
kain sutera. Dari tahun ke tahun, industri pesuteraan alam terus mengalami perkembangan. Berdasarkan data yang diperoleh, pertumbuhan permintaan
benang sutera dunia akan meningkat 2 persen-5 persen per tahun, sedangkan untuk permintaan dalam negeri diprediksi akan mengalami peningkatan hingga
12,24 persen per tahun Sri Utami Kuncoro, 1995 dalam Atmosoedarjo et al, 2000. Selain itu, kondisi iklim tropis di Indonesia yang cocok untuk
pembudidayaan ulat sutera dan penanaman tanaman murbei serta jumlah permintaan yang belum terpenuhi dengan produksi yang ada membuat pesuteraan
alam di Indonesia berpotensi untuk dikembangkan. Kabupaten Bogor merupakan salah satu daerah di Propinsi Jawa Barat
yang memiliki lahan yang sesuai untuk dijadikan wilayah pembudidayaan ulat sutera. Namun demikian, sampai saat ini masih belum banyak masyarakat di
Kabupaten Bogor yang tertarik untuk membudidayakan ulat sutera. Sampai saat ini, baru ada dua wilayah di Kabupaten Bogor yang membudidayakan ulat sutera,
salah satu daerahnya adalah di Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Usaha peternakan ulat sutera dikelola oleh seorang pengusaha
bernama Bapak Baidin dan berjalan sejak tahun 2004. Saat ini, luas lahan di Desa Karyasari yang digunakan sebagai lahan
pesuteraan alam baru sekitar 2 Ha. Bila dibandingkan dengan luas lahan pertanian Desa yang mencapai 935,2 Ha, luas areal pembudidayaan baru 0,21 persen dari
luas lahan pertanian di Desa Karyasari. Dari 1.123,2 Ha total luas wilayah Desa, baru sekitar 1.003,2 Ha yang dimanfaatkan penduduk untuk kegiatan pertanian
maupun non pertanian, sisanya sekitar 120 Ha merupakan lahan yang tidak dimanfaatkan, sehingga perluasan areal untuk budidaya ulat sutera dan tanaman
murbei sangat memungkinkan untuk dilakukan namun masih terkendala dalam hal permodalan.
.
31 Usaha pembudidayaan ulat sutera yang dilakukan Bapak Baidin sampai
saat ini masih kesulitan memenuhi permintaan produk kokon. Dari sisi permintaan, usaha ini belum mampu memenuhi jumlah pesanan yang ada dari CV
Batu Gede di daerah Ciapus, Kabupaten Bogor dikarenakan kapasitas produksinya yang masih terbatas. Kapasitas produksi usaha yang dimiliki Bapak Baidin rata-
rata berkisar antara 30-40 Kg per bulan, jumlah produksi ini masih jauh dari jumlah permintaan pihak CV Batu Gede yang mencapai 500-700 Kg per bulan
atau baru mampu memenuhi 5,83 persen permintaan. Masih kecilnya produksi kokon yang dihasilkan dikarenakan pemeliharaan murbei yang dilakukan selama
ini belum optimal. Sebelum memulai usaha peternakan ulat sutera dan untuk pengembangan
usaha peternakan ulat sutera, perlu dilakukan penilaian kelayakan usaha peternakan ulat sutera jika diusahakan di Kabupaten Bogor. Kriteria kelayakan
ditinjau dari aspek non finansial dan aspek finansial. Aspek non finansial meliputi aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen,
dan aspek sosial. Variabel-variabel aspek pasar meliputi jumlah permintaan, harga jual produk, penawaran, pemasaran, dan struktur persaingan. Analisis terhadap
aspek teknis meliputi lokasi usaha peternakan ulat sutera, besarnya skala usaha, dan proses budidaya yang dilakukan. Analisis aspek manajemen meliputi legalitas
usaha dan struktur organisasi usaha. Analisis terhadap aspek sosial meliputi keberadaan peternakan ulat sutera dilihat dari sisi sosialnya. Sedangkan untuk
aspek finansial terdiri dari analisis finansial dan analisis sensitivitas. Pengukuran analisis finansial menggunakan kriteria kelayakan investasi NPV, IRR, Net BC,
dan Payback Period. Analisis finansial, menerapkan tiga skenario perhitungan. Analisis kelayakan finansial skenario I didasarkan pada kondisi usaha yang
dijalankan saat ini. Analisis kelayakan finansial skenario II mengacu pada kondisi pemeliharaan murbei yang optimal dengan luas lahan murbei yang sama pada
skenario I. Analisis kelayakan finansial skenario III didasarkan pada perluasan usaha untuk meningkatkan produksi untuk memenuhi permintaan yang ada.
Pemilihan skenario ini dimaksudkan untuk pengembangan usaha dalam jangka panjang.
32 Analisis sensitivitas menggunakan nilai pengganti switching value perlu
dilakukan untuk melihat sejauh mana tingkat kelayakan dari usaha ini jika terjadi perubahan-perubahan pada sisi penerimaan dan pengeluaran. Bila usaha ini layak
untuk dijalankan maka fokus untuk pengembangan usaha perlu terus dilakukan, sedangkan apabila tidak layak maka rekomendasi difokuskan pada efisiensi biaya
atau perbaikan teknologi. Kerangka pemikiran operasional usaha peternakan ulat sutera dapat dilihat pada Gambar 1.
33
•
Sutera merupakan produk bernilai tinggi
•
Permintaan sutera semakin meningkat
• Potensi Indonesia sebagai produsen sutera
• Produksi sutera nasional
yang belum mencukupi •
Usaha Peternakan Ulat Sutera Bapak Baidin -Kondisi iklim yang sesuai
-Produksi belum optimal -Belum mampu memenuhi permintaan
-Investasi yang dikeluarkan besar
Analisis Kelayakan Usaha
Kelayakan Non Finansial •
Aspek Pasar
Permintaan, penawaran,
harga, pemasaran,
struktur persaingan •
Aspek Teknis Kondisi fisik, teknologi, keterampilan, lokasi,
proses bidudaya •
Aspek Manajemen Bentuk usaha, struktur organisasi
• Aspek Sosial Kesempatan kerja,
pemanfaatan lahan tidur, ramah lingkungan
Kelayakan Finansial NPV, Net BC, IRR, PBP
Skenario I Kondisi saat ini
Skenario III Pengembangan
usaha
Tidak Layak Layak
Ulat sutera dapat dikembangkan
di Kabupaten Bogor
Usaha peternakan
ulat sutera masih perlu perbaikan
Skenario II Kondisi Saat ini dengan
pemeliharaan optimal
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Operasional
34
IV. METODE PENELITIAN