Pengokonan dan Panen Kokon

19 setiap instar nafsu makan ulat tidak begitu tinggi, tetapi akan meningkat dalam pertumbuhan selanjutnya dan kemudian menurun lagi pada akhir setiap instar. Pemeliharaan ulat besar dimulai pada instar IV dan V. Pada pemeliharaan ulat besar, khususnya ulat instar IV, pemeliharaan dititikberatkan kepada pemeliharaan lingkungan yang bebas penyakit dengan suhu dan kelembaban nisbi yang cocok, cukup pakan murbei segar dan bergizi tinggi. Pada pemeliharaan ulat instar V, suhu dan kelembaban nisbi harus dikurangi, karena ulat pada instar V tidak tahan terhadap suhu dan kelembaban nisbi yang tinggi serta peredaran udara yang buruk. Pada fase ini nafsu makan ulat sangat tinggi karena itu perlu ada ventilasi yang baik agar suhu badan dapat diturunkan. Keadaan lingkungan yang memadai akan membuat produksi kokon yang dihasilkan memiliki kualitas yang baik secara ekonomi.

2.2.6. Pengokonan dan Panen Kokon

Pengokonan dan panen kokon adalah tahap akhir dalam pemeliharaan ulat sutera. Kualitas filament kokon sangat dipengaruhi oleh setiap tahapan dalam pemeliharaan ulat sutera. Ciri-ciri ulat sutera yang akan memasuki masa pengokonan diantaranya, badan ulat sedikit berkurang besarnya, kotoran menjadi lunak, ulat berhenti makan dan mulai berputar-putar dengan mengangkat kepala dan badannya. Karena geotropism negatif, ulat-ulat mulai naik vertikal. Pada fase ini bagian badan ulat mulai tampak agak transparan. Tabel 8. Klasifikasi Kokon Berdasarkan Berat Kokon No. Berat Kokon Gram Klasifikasi 1. 2. 3. 4. 2 1,5 – 1,9 1 – 1,4 0,9 A B C D Sumber: Balai Penelitian Kehutanan Sulawesi Selatan, 2000 Tingkat kualitas filament yang dihasilkan dalam proses pengokonan dipengaruhi oleh umur ulat ketika mengokon. Bila pengokonan dilakukan pada sesaat sebelum dewasa, atau lewat matang, maka daya pintal yaitu mudahnya filament kokon terurai pada saat pemintalan menjadi kurang dan panjang filament yang didapat akan berkurang juga Atmosoedarjo el al, 2000. 20 Ulat yang akan melakukan pengokonan, mula-mula mulai berputar-mutar mencari tempat mengokon yang baik di tempat pengokonan yang telah disediakan dan kemudian menetap di tempat yang telah dipilihnya. Beberapa waktu kemudian ulat akan membuat lapisan kokon yang tipis. Ulat yang akan mengeluarkan kokon akan melakukan buang air besar dan kencing untuk terakhir kali. Material dan struktur tempat pengokonan sangat berpengaruh terhadap kualitas kokon dan filament, serta terhadap tenaga kerja untuk pengokonan dan panen kokon. Tempat pengokonan yang baik harus memiliki syarat-syarat utama, diantaranya kekuatan, struktur yang cocok untuk mengokon, mampu mengontrol kelembaban, memberi kemudahan untuk memperlakukan ulat pada waktu mengokon dan kemudahan dalam panen kokon. Tempat pengokonan dapat berbentuk bambu spiral, tempat yang berputar, tempat yang berombak, dan yang terbuat dari plastik. Kondisi iklim selama pengokonan sangat mempengaruhi kualitas filament kokon yang dihasilkan, terutama pada kualitas pemintalan. Suhu udara yang baik berkisar antara 23 -25 C, kelembaban nisbi 60 persen-75 persen, sirkulasi udara 0,2-1 ms, dan cahaya yang remang-remang dengan intensitas 10-20 lux. Tabel 9. Klasifikasi Kokon Berdasarkan Persentase Kulit Kokon No. Persentase Kulit Kokon Klasifikasi 1. 2. 3. 4. 25 20 – 24,9 15 – 19,9 14,9 A B C D Sumber: Balai Penelitian Kehutanan Sulewesi Selatan, 2000 Pemanenan kokon sangat dipengaruhi oleh keadaan iklim. Bila suhu lingkungan berada diantara 24 -27 C, maka pada hari ke-6 dan ke-7 sesudah ulat mulai mengokon, kokon yang dihasilkan sudah dapat dipanen. Setelah proses pengokonan dan pemanenan berlangsung, tempat pemeliharaan akan tertutup oleh sisa-sisa tunas murbei, kotoran ulat sutera, dan sampah lain. Sampah ini merupakan bahan yang bermanfaat sebagai pupuk organik untuk kebun murbei, 21 namun bila tidak dibersihkan akan menjadi sumber penyakit dan hama bagi ulat sutera periode pemeliharaan selanjutnya.

2.3. Pesuteraan Alam