Siklus Hidup Ulat Sutera Kondisi Lingkungan

15 Pendangiran yang terlalu sering dilakukan dapat merusak perakaran dan pertumbuhan tanaman murbei. Pengelolaan pengairan sangat berpengaruh pada pertumbuhan tanaman murbei. Kekurangan air pada tanaman murbei akan mengganggu bahkan menghentikan pertumbuhan tanaman. Pengelolaan pengairan yang harus diperhatikan adalah pada saat musim kemarau tiba. Pemupukan dilakukan untuk meningkatkan produksi daun murbei. Terdapat dua jenis pupuk yang harus diberikan pada tanaman murbei, yaitu pupuk kandang dan pupuk kimia. Pemberian pupuk pada tanaman murbei dilakukan sebanyak empat kali selama satu tahun yaitu pada saat proses pendangiran dilaksanakan. 2.2. Budidaya Ulat Sutera 2.2.1. Biologi Ulat Sutera Ulat sutera adalah sejenis serangga yang termasuk ke dalam Ordo Lepidoptera , yang mencakup semua jenis kupu-kupu dan ngengat. Ulat sutera adalah serangga holometabola yang sudah mengalami metamorphosis sempurna, dimana dalam siklus hidupnya melewati 4 stadia, yaitu telur, larva ulat, pupa dan ngengat atau yang lebih dikenal sebagai kupu-kupu. Selama proses metamorphosis, stadia larva atau ulat adalah satu-satunya masa dimana ulat makan, sehingga stadia larva merupakan masa yang sangat penting untuk sintesis protein sutera dan pembentukan telur. Sistematika ulat sutera adalah sebagai berikut: Phyllum : Arthropoda. Kelas : Insecta. Ordo : Lepidoptera. Familia : Bombycidae. Genus : Bombyx. Spesies : Bombyx mori L.

2.2.2. Siklus Hidup Ulat Sutera

Telur ulat yang menetas akan menghasilkan larva yang memiliki warna tubuh yang gelap. Panjang ulat yang baru menetas sekitar 3 mm. Setelah satu hari, 16 panjang tubuh menjadi 7 mm dan permukaan kulit mengkilap. Pada umur 2 hari, seta yang ada di permukaan tubuh akan menjadi kurang jelas dan ulat akan berhenti makan sekitar 24 jam lalu berganti kulit atau ekdisis. Dalam satu siklus hidup stadia larva akan mengalami 4 kali pergantian kulit, sehingga akan terdapat 5 periode makan atau biasa disebut instar. Masa pergantian kulit biasanya akan sama pada berbagai galur tetapi panjangnya masa makan berbeda. Ketika larva telah berkembang penuh dan berhenti makan, kulit larva menjadi transparan. Larva yang telah matang kemudian diletakkan pada alat pengokonan untuk proses mengokon. Setelah 2 hari, larva berhenti mengeluarkan serat sutera dan 24 jam kemudian larva berubah menjadi pupa. Proses keluarnya kupu-kupu dewasa dari pupa berlangsung sekitar 8 hari. Jika dihitung, waktu pemeliharaan instar I-III menghabiskan kurang lebih 12 hari dan waktu pemeliharaan instar IV-V membutuhkan 13 hari, sehingga dalam satu kali musim pemeliharaan mulai dari telur menetas hingga menjadi kokon membutuhkan waktu 25 hari.

2.2.3. Kondisi Lingkungan

Pertumbuhan ulat sutera sangat dipengaruhi oleh kondisi iklim di lokasi pemeliharaan, yaitu suhu, kelembaban nisbi, kualitas udara, aliran udara, dan cahaya. Kondisi iklim tempat pemeliharaan berpengaruh pada kualitas dan kuantitas kokon yang dihasilkan. Pada masing-masing masa makan atau instar, kondisi iklim untuk menghasilkan pertumbuhan ulat yang maksimal akan berbeda. Pada umumnya, kondisi suhu yang cocok untuk pemeliharaan ulat sutera adalah diantara 20 -30 C dan kelembaban udara yang tinggi. Tabel 7. Suhu dan Kelembaban Nisbi Optimum pada Setiap Periode Pertumbuhan Ulat Sutera Periode Pertumbuhan Suhu Optimum Kelembaban Nisbi Optimum Instar I 27 -29 C 90 Instar II 26 C 85 Instar III 25 C 80 Instar IV 24 C 70 -75 Instar V 22 -23 C 60 - 65 Sumber: Balai Penelitian Kehutanan Sulawesi Selatan, 2000 17 Secara umum, untuk periode pertumbuhan awal ulat sutera membutuhkan suhu udara dan kelembaban nisbi yang tinggi sebagai syarat pertumbuhan optimum. Semakin bertambahnya waktu pemeliharaan, suhu dan kelembaban nisbi yang dibutuhkan semakin rendah untuk mencapai hasil yang optimum. Selain suhu dan kelembaban nisbi, kecocokan iklim mikro di tempat pemeliharaan ulat sutera juga ditetapkan oleh kesegaran udara dan tingkat pergantian udara. Bila ventilasi baik, maka kisaran suhu dan kelembaban nisbi yang dapat ditahan menjadi semakin luas. Meskipun udara panas dan lembab namun bila ventilasi tempat pemeliharaan baik, kepadatan dapat dikurangi dan evaporasi air dari tubuh ulat dapat ditingkatkan, sehingga ulat mendapat kesejukan Atmosoedarjo et al, 2000. Di daerah tropis seringkali suhu udara lebih tinggi dari suhu yang dianjurkan. Penanaman pohon-pohonan di sekitar rumah pemeliharaan, untuk mengurangi panas yang dipancarkan oleh lahan terbuka dan mengusahakan masuknya udara ke dalam rumah pemeliharaan, adalah baik untuk menurunkan suhu Ohtsuki, 1987 dalam Atmosoedarjo et al, 2000. Teknik pemeliharaan dan perlakuan ulat sutera secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua kategori, pada kategori satu adalah pemeliharaan ulat dari instar I sampai IV dan pada kategori dua meliputi pemeliharaan ulat untuk instar V. Sampai instar IV titik berat pemeliharaan ulat ditekankan pada kesehatan ulat sutera, untuk itu lingkungan yang sehat harus diperhatikan. Selama instar V perlu diberikan prioritas pada peningkatan kualitas kokon dan efisiensi mengokon serta penggunaan tenaga kerja yang ekonomis.

2.2.4. Ruang Pemeliharaan dan Peralatan