Analisis Bivariat Analisa Stratifikasi standarisasi dan Interaksi Analisis Multivariat

3.7.2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat di gunakan untuk melihat sejauh mana pengaruh variabel independen konsumsi tembakau kunyah dengan variabel dependen kejadian BBLR setelah dilakukan uji table 2 x 2 un match sehingga didapatkan pengaruh anatara variabel independen dan dependen pada taraf nyata α = 0,05. Penarikan kesimpulan didasarkan pada tolak Ho bila p 0,05. Angka risiko dihitung dari faktor risiko terhadap kejadian BBLR dengan menggunakan odds ratio OR. Rumus odds ratio dapat diformulasikan Sastroasmoro , 2010 adalah: bc ad d b c a c a d d b b c a c c a a OR = = + + + + = : : Ketentuan: OR 1: faktor yang diteliti merupakan faktor protektif OR = 1: faktor yang diteliti bukan merupakan faktor risiko OR 1: faktor yang diteliti memang merupakan faktor risiko

3.7.3. Analisa Stratifikasi standarisasi dan Interaksi

Analisa stratifikasi dilakukan untuk menghilangkan pengaruh variabel perancu setelah data dikumpulkan. Noor 2008 mengatakan faktor perancu dalam suatu penelitian lebih baik di tentukan pada tahap analisa dibandingkan pada tahap pengumpulan data karena setelah data dikumpulkanlah baru dapat diketahui apakah suatu variabel perancu atau tidak. Analisa stratifikasi membagi data kedalam stratum Universitas Sumatera Utara yang dianggap dapat mempengaruhi pengaruh variabel konsumsi tembakau terhadap kejadian berat badan lahir rendah. Analisis interaksi dilakukan untuk mengetahui effek gabungan faktor dua faktor risiko atau lebih terhadap kejadan BBLR. Interaksi dianalisa berdasarkan sinergisitas dan effect modifier.

3.7.4. Analisis Multivariat

Analisis multivariat di gunakan untuk melihat pengaruh variabel independen terhadap kejadian BBLR. Tujuan analisis ini adalah untuk mengetahui apakah suatu faktor resiko berpengaruh terhadap kejadian BBLR secara independen atau tidak. Uji statistik yang digunakan adalah uji regresi logistik berganda logistic multiple regression dengan metode backward selection pada taraf nyata α = 0,05 setelah dilakukan seleksi pada nilai Probabilitas p minimal 0,25 secara individual. Untuk mengetahui seberapa besar proporsi kasus kejadian BBLR dalam populasi total akan dicegah bila faktor risiko konsumsi tembakau kunyah dihilangkan maka perlu dihitung nilai population attributable risk PAR. Population attributable risk PAR dapat diformulasikan sebagai berikut Sastroasmoro, 2011. 1 1 1 + − − = r p r P PAR p = proporsi subyek yang terpapar pada populasi, yakni � = � �+� dalam tabel 2x2 r = Oods ratio Universitas Sumatera Utara

BAB 4 HASIL PENELITIAN

4.1. Deskripsi Kabupaten Simalungun 4.1.1. Keadaan Geografi Tanaman Tembakau Kabupaten Simalungun adalah salah satu kabupaten di Provinsi Sumatera Utara yang berada pada ketinggian 20 – 1.400 m di atas permukaan laut. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Karo, sebelah Timur dengan Kabupaten Asahan, sebelah Utara dengan Kabupaten Serdang Bedagai dan sebelah Selatan dengan Kabupaten Toba Samosir. Keadaan iklim Kabupaten Simalungun bertempratur sedang dengan rata-rata suhu udara tertinggi pertahun adalah 29,3°C dan terendah 20,6°C. Penduduk Kabupaten Simalungun pada umunya adalah petani sayuran dan kopi terutama yang berada di daerah Simalungun Atas. Daerah ini terdiri dari 7 kecamatan yaitu Kecamatan Raya, Purba, Silima Kuta, Pematang Silima Kuta, Haranggaol Horizon, Dolok Silau, dan Dolok Pardamean. Di samping tanaman sayuran dan kopi, penduduk Simalungun Atas juga menanam tembakau sebagai tanaman sampingan. Hasil produksi tembakau biasanya hanya untuk dikonsumsi sendiri untuk dua jenis keperluan yaitu rokok pusuk dan suntil. Meskipun daerah ini memproduksi tembakau, tembakau yang paling banyak dijual di pasaran adalah tembakau yang berasal dari Kabupaten Karo. Wilayah persebaran tanaman tembakau di Kabupaten Simalungun dapat dilihat seperti gambar di bawah ini. Universitas Sumatera Utara