BAB 5 PEMBAHASAN
Banyak studi yang telah menunjukan hubungan antara konsumsi tembakau kunyah dengan kejadian BBLR. Semakin banyak wanita hamil mengonsumsi
tembakau kunyah semkin besar risiko melahirkan bayi BBLR. Dari 76 responden yang diteliti sekitar 80,1 pernah menggunakan tembakau kunyah dengan rata-rata
5,08 kali hari. Prevalensi tinggi penggunaan tembakau kunyah akan berdampak pada pertumbuhan janin, efek teratogenik tembakau pada perkembangan otak bayi,
manifestasi neurological neonatal yang abnormal, perilaku yang abnormal pada saat kehamilan dan masa pertumbuhan anak, dan terhambatnya perkembangan kognisi
Hernietta dkk, 2005.
5.1. Karakteristik Konsumsi Tembakau Kunyah
Berdasarkan hasil penelitian dari 38 ibu yang melahirkan bayi BBLR terdapat faktor resiko ganda antara konsumsi tembakau kunyah 5 kali hari dengan paritas
pertama sebesar 34,2, konsumsi tembakau kunyah 5 kali hari dengan masa hamil 37 minggu 18,4, dan konsumsi tembakau kunyah 5 kali hari dengan
pendapatan 2,5 juta 21,1. Meskipun dalam hasil analisis dalam penelitian ini faktor tersebut dapat dieliminasi namun, hal ini menunjukan bahwa masih rendahnya
pengetahuan ibu hamil di Kecamatan Raya, Purba, Silima Kuta, Pematang Silima Kuta, dan Haranggaol Horizon tentang dampak konsumsi tembakau kunyah terhadap
kejadian BBLR dan risiko persalinan lainya.
Universitas Sumatera Utara
Hal yang sama juga ditemukan oleh Gupta 2004 di India yang menemukan 72 pengguna tembakau kunyah pada kelas ekonomi bawah, 14,9 pada paritas
pertama, dan 24 menggunakan tembakau kunyah pada masa hamil 37 Minggu. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa ibu yang melahirkan bayi BBLR masih
sangat rendah dalam hal pemeriksaan kehamilan ke petugas kesehatan dengan rata- rata 1,9 kali. Hal ini disebabkan karna paritas anak pertama ibu yang melahirkan bayi
BBLR cukup tinggi yaitu 68,4. Hal ini sesuai dengan pendapat Wibowo dalam SKRT 1995 yang menyatakan bahwa pemeriksaan kehamilan tergantung kepada
kebiasaan kontak dengan petugas kesehatan. Ibu yang mempunyai paritas dua atau lebih, lebih banyak kontak dengan petugas kesehatan dibandingkan dengan ibu pada
paritas pertama. Selanjutnya dalam penelitian ini ditemukan 63,2 ibu yang melahirkan bayi
BBLR adalah berpendidikan SMUPT. Hal ini menunjukan bahwa ibu yang berpendidikan tinggi tidak menjamin tidak menggunakan tembakau kunyah selama
kehamilan mereka, selama hal itu mereka pandang bukan sebagai suatu risiko pada kesehatan mereka dan bayinya. Bertolak belakang dengan hal tersebut Gupta 2004
menemukan 94,1 pengguna tembakau kunyah di India adalah berpedidikan 10 tahun.
Perbedaan ini sebenarnya disebabkan karena penggunaan tembakau kunyah di India sudah menjadi masalah nasional seiring dengan banyaknya iklan prodauk
tembakau kunyah di televisi Jayant, 2011. Sedangkan di daerah Simalungun penggunaan tembakau kunyah hanya dianggap suatu bentuk tradisi bagi ibu-ibu yang
Universitas Sumatera Utara
telah lanjut usia. Namun akhir-akhir ini tradisi inipun menjadi suatu kebiasaan terutama pada wanita muda usia produktif.
5.2. Pengaruh Konsumsi Tembakau Kunyah terhadap Kejadian BBLR