Kondisi Fasilitas Umum Kesejahteraan Warga

31 permukaan sungai. Hal ini sesuai dengan pemaparan warga setempat yang menceritakan pengalaman banjir masa lalunya sebagai berikut: “Di sini warganya sudah terbiasa dengan adanya banjir. Banjir terbesar yang saya rasakan di tahun 1997, sampai kami harus diungsikan dengan perahu karet oleh petugas ke tempat-tempat yang aman untuk mengungsi.” SRT, 72 tahun Warga korban banjir pada umumnya bukan hanya mengalami kehancuran rumah sebagai tempat tinggal, tetapi juga kehancurankehilangan pekerjaan. Hal ini dikarenakan jenis pekerjaan dilakukan di rumah masing-masing, sehingga setelah diterjang banjir rumah menjadi hancur dan pekerjaan pun hancur.

4.1.4. Kondisi Fasilitas Umum

Fasilitas umum yang tersedia di sekitar RT 06, 07, dan 08 RW 12 Bukit Duri antara lain satu unit mushola, enam MCK, satu Posyandu, tiga sekretariat RT tetapi hanya dua yang digunakan. Sebagian sarana dibangun secara gotong royong oleh warga dan sebagian lagi mendapat bantuan dari donatur melalui Ciliwung Merdeka. Terbatasnya lahan milik umum yang bisa dimanfaatkan bersama maka jalan gang utama kampung menjadi ruang bersama termasuk ruang bermain dan pertemuan-pertemuan formal maupun informal warga. Sumber: Data Dokumentasi Ciliwung Merdeka 2008 Gambar 4. Kegiatan Sarasehan Warga Bersama Ciliwung Merdeka di Jalan Utama Kampung Selain itu, warga juga tidak canggung berjalan hilir mudik sambil membawa peralatan mandi, pakaian kotor, atau peralatan rumah tangga yang kotor untuk dicuci atau memasak di pinggir jalan layaknya sebuah rumah. 32

4.1.5. Kesejahteraan Warga

Tingkat kesejahteraan rumah tangga di Kampung Bukit Duri RT 06 dan07 RW 12 secara umum masih rendah. Hal ini terlihat pada indikator pengeluaran yang sebagian besar masih tertuju pada kebutuhan pangan. Selain itu, juga terlihat dari minimnya kondisi rumah. Hampir sebagian penduduk dewasa di perkampungan ini menganggur atau bekerja di sektor informal yang tidak tetap. Bahkan warga di RT 10 RW 03 Kampung Pulo, banyak anak di usia sekolah dasar sudah bekerja dengan menjajakan keliling makanan di lingkungan kampungnya. Sebagian besar perempuan dewasa berpekerjaan sebagai ibu rumah tangga yang kadang-kadang juga melakukan usaha kecil-kecilan dengan membuka warung makanan atau minuman ringan, menerima pesanan pembuatan makanan, menjual pakaian dengan cara kredit, menjadi buruh cuci dan setrika, atau membantu usaha suaminya baik usaha itu di lakukan di rumah maupun di pasar. Namun, hal ini tidak disebut oleh mereka sebagai pekerjaan karena tidak dilakukan setiap hari atau karena yang memegang perana utama dalam melakukan usaha bersama suami. Sedangkan kepala keluarga yang menganggur juga bukan sepenuhnya menganggur, melainkan mereka kerja serabutan dan tidak setiap hari mendapat order. Sedangkan pengangguran lainya adalah yang sudah tua usianya.

4.1.6. Kebersamaan Warga