82
plastik sebanyak 2 jenis di setiap rumah untuk mengumpulkan sampah organik dan anorganik.
8.1.2.2. Proses keterlibatan
Tingkat partisipasi responden berdasar derajat kekuasaan yang dimiliki dalam tahap pelaksanaan program pengelolaan sampah organik dapat dilihat pada
Gambar 19.
Gambar 19.Tingkat Partisipasi Responden dalam Pelaksanaan Program Tingkat partisipasi responden dalam pelaksanaan program sampai pada
tahap placation. Dalam tahap pelaksanaan, sudah terjadi komunikasi dua arah antara Ciliwung Merdeka dengan komunitas setempat. Namun, pada tahap ini
pula komunitas telah diperkenalkan dengan adanya insentif. Secara tersirat dengan adanya sistem “Bank Sampah” menstimulus komunitas untuk mengharapkan
insentif dari program pengelolaan sampah organik. Satu tahun belakangan jumlah peserta program semakin berkurang karena
insentif berupa hasil penjualan pupuk kompos mengalami permasalahan pembayarannya kepada komunitas. Oleh karena itu, kondisi sekarang sudah tidak
seperti di awal pelaksanaan program yang masih banyak partisipan programnya. Kondisi program saat ini yang lebih terlihat adalah pemberian kesempatan dan
hak untuk berpartisipasi hanya kepada wakil dari masing-masing RT. Saat ini hanya para wakil RT yang memperoleh insentif dari keberadaan program
pengelolaan sampah organik.
7,1 16,7
21,4
4,8 28,6
16,7 4,8
2 4
6 8
10 12
14
Jum lah Responden
Tingkat Partisipasi
83
Berikut proses pelaksanaan dalam program pengelolaan sampah organik di komunitas slum area di bantaran Sungai Ciliwung. Awal program, tahun 2008
diadakan sosialisasi tentang pembedakan jenis sampah organik dan anorganik dan melatih komunitas untuk memisahkan sampah organik dan anorganik pada tempat
sampah yang berbeda. Upaya ini dilakukan dengan pembagian dua jenis tempat sampah secara gratis yaitu warna hijau organik dan warna merah anorganik.
Sampah yang terkumpul, setiap hari diambil oleh perwakilan dari masing- masing RT baik sampah organik maupun anorganik. Sampah anorganik yang
terkumpul disortir dan yang masih bisa dimanfaatkan seperti bungkus kopi di sisihkan untuk diolah menjadi barang kerajinan sedangkan sampah lain yang lolos
proses penyortiran, diangkut menuju TPA di lapangan Ros Tebet. Sistem pengumpulan sampah organik di warga menganut sistem “Bank
Sampah”. Artinya, sampah yang terkumpul dari masing-masing rumah tetapi yang masih bisa diolah, ditimbang dan diberikan harga senilai Rp 10 rupiah per
kilogram. Namun, pembayaran ini tidak langsung diberikan oleh Ciliwung Merdeka kepada warga melainkan hanya ditulis dalam buku tabungan sampah.
Sampai sekitar 3 bulan baru dibayarkan sejumlah uang kepada warga senilai penjumlahan jumlah sampah yang dikumpulkannya. Hal ini dilakukan karena
kegiatan pengelolaan sampah merupakan kegiatan yang ” tidak langsung jadi” yang berarti melalui proses yang membutuhkan warktu sekitar 21 hari untuk
mengubah sampah organik menjadi pupuk kompos. Proses produksi pupuk kompos yang dilakukan di sekretariat Sanggar Ciliwung Merdeka, yang setiap
harinya sekitar ada 3-4 orang warga yang ikut membantu. Awalnya, pupuk kompos yang dihasilkan disebut “Kompos Biasa”
selanjutnya pada tahun 2009 terjadi perubahan menjadi “ Kompos Super” karena dari hasil kompos yang dapat dipanen sejumlah dua kai lipat lebih dari jumlah
bahan baku dari sampah organik itu sendiri. Hal ini dikarenakan adanya pencampuran bahan baku kotoran sapi, sekam bakar, tanah super, dan batu
kapurkalsit jadi, tidak hanya berasal dari sampah organik saja sebagaimana kompos biasa.
Bahan baku pembuatan pupuk kompos tidak hanya berasal dari warga masyarakat tetapi diperoleh dari berbagai tempat yaitu sampah organik tambahan
84
dari pasar Mester, pasar Atas, pasar Kampung Pulo, dan pasar puteran, kotoran sapi dari peternakan di Pengadekan Cikopo, sekam bakar dari toko bunga, tanah
super dari galian tanah merah di penggalian BKT Banjir Kanal Timur.
8.1.3. Evaluasi 8.1.3.1. Pihak yang terlibat