Partisipasi komunitas kumuh perkotaan di bantaran sungai Ciliwung dalam program pengelolaan sampah organic berbasis komunitas

(1)

PARTISIPASI PESERTA DALAM PROGRAM PENGELOLAAN SAMPAH ORGANIK DI KOMUNITAS KUMUH PERKOTAAN

BANTARAN SUNGAI CILIWUNG

YUNITA PURBO ASTUTI I34070024

DEPARTEMEN

SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011


(2)

ABSTRACT

This research aims to identify the factors that determine the level of marginal community participation in urban areas along the River Ciliwung on organic waste management programs. The second objective, to analyze the relationship between the factors that determine the participation level of participation. The third objective, knowing the extent of community participation in the program.

This research uses a quantitative approach and qualitative data supported. Analysis of data in the form of descriptive analysis and explanatory analysis. This research uses 42 respondents obtained by using the method of purposive.

The results showed a decisive factor is the participation of institutional effectiveness of Ciliwung Merdeka. All factors associated weakly with the level of participation. level of community participation in urban slums tokenisme stage. Stage indicates the level of information leading to the consultation. The community is only as beneficiaries of the program while Ciliwung Merdeka as a facilitator of the program. Ciliwung Merdeka only convey information and top-down direction of the community.

Keywords: marginal community, level of participation , degree of power  

                         


(3)

RINGKASAN

YUNITA PURBO ASTUTI. Partisipasi Komunitas Kumuh Perkotaan di Bantaran Sungai Ciliwung dalam Program Pengelolaan Sampah Organik Berbasis Komunitas. Di bawah bimbingan TITIK SUMARTI.

Program pengelolaan sampah organik merupakan salah satu upaya pemberdayaan yang dilakukan oleh sebuah organisasi masyarakat bernama Ciliwung Merdeka terhadap komunitas marginal di Kota Jakarta. Rangkaian kegiatan dalam program pengelolaan sampah organik melibatkan komunitas kumuh perkotaan di bantaran Sungai Ciliwung dalam mengidentifikasi permasalahan dan potensi yang dimiliki komunitas. Dengan demikian proses pembelajaran yang diterapkan mengarah pada prinsip buttom up.

Tujuan penelitian adalah (1) Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat partisipasi komunitas kumuh perkotaan terhadap program pengelolaan sampah organik; (2) Mengkaji hubungan antara tingkat kemauan, tingkat kemampuan, dan tingkat kesempatan yang dimiliki komunitas kumuh perkotaan terhadap tingkat partisipasi dalam program pengelolaan sampah organik; dan (3) Mengetahui sampai sejauh mana tingkat partisipasi (tipologi Arnstein) komunitas kumuh perkotaan dalam program pengelolaan sampah organik.

Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif yang didukung dengan data kualitatif. Metode yang digunakan adalah survei dengan instrumen pengumpulan data berupa kuesioner, wawancara mendalam, analisis dokumen, serta observasi.

Responden berjumlah 42 orang yang diperoleh dengan metode pemilihan sampel secara purposif (purposive sampling) atau sengaja, yaitu warga yang mengetahui bahwa di RT nya terdapat program pengelolaan sampah organik yang difasilitasi Ciliwung Merdeka. Lokasi penelitian adalah RT 06 dan 07 RW 12 Kelurahan Bukit Duri dan RT 10 RW 03 Kelurahan Kampung Melayu dengan pertimbangan ketiga RT tersebut terdapat program pengelolaan sampah organik yang difasilitasi Ciliwung Merdeka. Jadi, dapat dikaji tingkat partisipasi komunitas kumuh perkotaan di bantaran sungai yang termarginal dalam program pemberdayaan di bidang pengelolaan lingkungan.

Teknik analisis data menggunakan (1) Analisis deskriptif untuk memaparkan faktor-faktor yang menentukan tingkat partisipasi dan tingkat partisipasi komunitas sebagai variabel tunggal; dan (2) Analisis eksplanatori untuk melihat hubungan antara faktor-faktor pendorong partisipasi dengan tingkat partisipasi.

Hasil uji statistik menunjukkan bahwa faktor yang berhubungan signifikan dengan tingkat partisipasi adalah tingkat efektivitas kelembagaan. Secara keseluruhan, tingkat kemauan berhubungan signifikan terhadap tingkat partisipasi,


(4)

sedangkan tingkat kemampuan dan tingkat kesempatan tidak berhubungan signifikan terhadap tingkat partisipasi.

Tingkat partisipasi komunitas dalam program jika dikaji dari derajat kekuasaan dalam pengambilan keputusan, berada pada tahap tokenisme yaitu tingkat information yang mengarah ke tingkat consultation. Metode pemberdayaan yang diterapkan Ciliwung Merdeka masih bersifat top down. Derajat kekuasaan komunitas dalam program masih lemah. Komunitas hanya sebagai penerima program yang disampaikan Ciliwung Merdeka secara searah, yakni sebatas pemberitahuan.

             


(5)

PARTISIPASI PESERTA DALAM PROGRAM PENGELOLAAN SAMPAH ORGANIK DI KOMUNITAS KUMUH PERKOTAAN

BANTARAN SUNGAI CILIWUNG

Oleh:

YUNITA PURBO ASTUTI I34070024

SKRIPSI

Sebagai Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

pada

Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN

SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011


(6)

DEPARTEMEN

SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang ditulis oleh: Nama : Yunita Purbo Astuti

NRP : I34070024

Judul : Partisipasi Peserta Program Pengelolaan Sampah Organik di Komunitas Kumuh Perkotaan Bantaran Sungai Ciliwung

Dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Titik Sumarti, MS NIP. 19610927 198601 2 001

Mengetahui, Ketua Departemen Sains

Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS NIP. 19550630 198103 1 003


(7)

LEMBAR PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL

“PARTISIPASI PESERTA DALAM PROGRAM PENGELOLAAN SAMPAH ORGANIK DI KOMUNITAS KUMUH PERKOTAAN BANTARAN SUNGAI CILIWUNG” BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN BAIK OLEH PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN. KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH. DEMIKIAN PERNYATAAN INI SAYA BUAT DENGAN SESUNGGUHNYA DAN SAYA BERSEDIA BERTANGGUNGJAWAB ATAS PERNYATAAN INI.

Bogor, Februari 2011

Yunita Purbo Astuti


(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pati pada tanggal 8 Juni 1989. Penulis merupakan anak keempat dari empat bersaudara dari keluarga Bapak Suparwi dan Ibu Sarmi. Penulis menamatkan pendidikan di TK Trisula 1 tahun 1995, SD Negeri 1 Kebonsawahan tahun 2001, SLTP Negeri 1 Juwana tahun 2004, SMA Negeri 1 Pati tahun 2007. Masuk universitas pada tahun 2007 ke Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) di Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (KPM) Fakultas Ekologi Manusia (FEMA).

Prestasi yang pernah diraih yaitu lolos seleksi pemberian dana hibah Dikti satu Program Kreativitas Mahasiswa bidang Pengembangan Masyarakat (PKM-M) dan lolos menuju Pekan Ilmiah Mahasiswa Tingkat Nasional (PIMNAS XXIII) tahun 2010 yang berjudul “Pengembangan Metode Partisipatif Berbasis Masyarakat Dalam Rangka Implementasi Agroforestri Di Dataran Tinggi Dieng Melalui LEISA (Low External Input for Sustainable Agriculture)”. Pernah bergabung di organisasi secara aktif selama duduk di bangku perkuliahan, diantaranya dalam Forum Scientist IPB (FORCES) pada tahun 2007-2009 dan Koran Kampus IPB pada tahun 2008-2010. Penulis juga memiliki minat pada isu-isu pertanian dan ekologi manusia.


(9)

KATA PENGANTAR  

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena dengan rahmat dan kehendak-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Partisipasi Peserta dalam Program Pengelolaan Sampah Organik di Komunitas Kumuh Perkotaan Bantaran Sungai Ciliwung”. Penulis sangat bersyukur karena penyusunan skripsi ini dapat selesai tepat pada waktunya dan sesuai dengan yang direncanakan.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik karena dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Maka dari itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Titik Sumarti, MS sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, saran, motivasi, dan segala bantuan selama penelitian hingga skripsi ini dapat terselesaikan

2. Ir. Fredian Tonny Nasdian, MS dan Ir. Nuraini W. Prasodjo, MS sebagai dosen penguji yang memberikan masukan untuk kesempurnaan skripsi ini

3. Martua Sihaloho, SP. MSi sebagai dosen penguji petik skripsi ini

4. Dr. Ir. Amir Djahi sebagai dosen pembimbing akademik yang membantu penulis apabila mendapat masalah di bidang akademik

5. Ciliwung Merdeka, warga RT 06 dan 07 RW 12 Kelurahan Bukit Duri, serta warga RT 10 RW 03 Kelurahan Kampung Melayu yang berpartisipasi dalam proses pengumpulan data yang dibutuhkan dalam penelitian

6. Keluarga tersayang, ayahanda dan ibunda, ketiga kakak kandung penulis, serta orang-orang tercinta yang telah memberikan kasih sayang, doa, serta dukungan kepada penulis 7. Semua teman seperjuangan program akselerasi dan semua teman se-Departemen KPM

tercinta yang selalu memotivasi penulis sampai terselesaikannya skripsi ini tepat waktu 8. Semua teman di Koran Kampus dan kakak senior di UKM Seroja Putih yang memberikan

dukungan kepada penulis

9. Ibu kost dan semua teman satu kost yang telah memberikan doa dan dukungan sampai terselesaikannya skripsi ini

10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulis berharap skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan dan penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.


(10)

DAFTAR ISI

 

 

 

 

 

Halaman

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xix

DAFTAR LAMPIRAN………..………...xix

BAB I.PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Masalah Penelitian ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 4

1.4. Kegunaan Penelitian ... 4

BAB II.PENDEKATANTEORITIS ... 5

2.1. Tinjauan Pustaka ... 5

2.1.1. Pemberdayaan Masyarakat ... 5

2.1.2. Partisipasi ... 6

2.1.3. Komunitas ... 12

2.1.4. Kemiskinan ... 14

2.1.5. Pengelolaan Sampah ... 15

2.2. Kerangka Pemikiran ... 16

2.3. Hipotesis ... 18

2.4. Definisi Operasional ... 19

BAB III.PENDEKATAN LAPANG ... 24

3.1. Metode Penelitian ... 24

3.2. Lokasi dan Waktu ... 24

3.3. Metode Pengambilan Sampel ... 25

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 26

3.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 26

BABIV.GAMBARANUMUM ... 29

4.1. Gambaran Wilayah Pemukiman ... 29

4.1.1. Letak Geografis ... 29

4.1.2. Tingkat Kepadatan ... 29


(11)

4.1.4. Kondisi Fasilitas Umum ... 31

4.1.5. Kesejahteraan Warga ... 32

4.1.6. Kebersamaan Warga ... 32

4.2. Ciliwung Merdeka ... 33

4.2.1. Profil Organisasi ... 33

4.2.2. Ruang Lingkup Program Pengelolaan Sampah Organik ... 34

BAB V. KARAKTERISTIK RESPONDEN ... 37

5.1. Jenis Kelamin ... 37

5.2. Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan ... 37

5.3. Status Perkawinan ... 37

5.4. Jumlah Anggota Keluarga yang Tinggal dalam Satu Rumah ... 38

5.5. Asal Usul Tempat Tinggal ... 39

5.6. LamaTinggal ... 40

5.7. Status Kepemilikan Tempat Tinggal ... 40

5.8. Status Kepemilikan Kartu Tanda Penduduk (KTP) ... 41

5.9. Usia Angkatan Kerja ... 41

5.10. Jenis Pekerjaan ... 42

5.11. Status Pekerjaan ... 42

5.12. Jumlah Penghasilan ... 43

5.13. Lama Bekerja ... 43

5.14. Sumber Informasi tentang Program ... 44

5.15. Lama Terlibat dalam Program ... 45

5.16. Ikhtisar ... 46

BAB VI. FAKTOR-FAKTOR PENDORONGPARTISIPASI ... 47

6.1. Tingkat Kemauan ... 47

6.1.1. Persepsi terhadap Pengelolaan Lingkungan ... 47

6.1.2. Sikap terhadap Program Pengelolaan Sampah Organik ... 51

6.1.3. Motivasi untuk Terlibat dalam Program Pengelolaan Sampah Organik ... 52

6.2. Tingkat Kemampuan ... 53

6.2.1. Tingkat Pengetahuan di Bidang Pengelolaan Sampah Sebelum Ada Program Pengelolaan Sampah Organik ... 53


(12)

6.2.2. Tingkat Ketrampilan di Bidang Pengelolaan Sampah Sebelum

Ada Program Pengelolaan Sampah Organik ... 54

6.2.3. Tingkat Pengalaman di Bidang Pengelolaan Sampah Sebelum Ada Program Pengelolaan Sampah Organik ... 54

6.2.4. Tingkat Ketersediaan Waktu ... 55

6.3. Tingkat Kesempatan ... 55

6.3.1. Tingkat Efektivitas Kelembagaan ... 55

6.3.2. Tingkat Kemudahan Birokrasi ... 57

6.3.3. Tingkat Ketersediaan Regulasi ... 58

6.4. Ikhtisar ... 59

6.4.1. Tingkat Kemauan ... 59

6.4.2. Tingkat Kemampuan ... 59

6.4.3. Tingkat Kesempatan ... 60

BAB VII.HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR PENDORONGPARTISIPASI DENGAN TINGKAT PARTISIPASI ... 61

7.1. Hubungan Antara Tingkat Kemauan dengan Tingkat Partisipasi ... 61

7.1.1. Hubungan Antara Persepsi tentang Lingkungan dengan Tingkat Partisipasi Program Pengelolaan Sampah Organik di Bantaran Sungai Ciliwung Tahun 2010 ... 61

7.1.2. Hubungan Antara Sikap tentang Pengelolaan Lingkungan dengan Tingkat Partisipasi Program Pengelolaan Sampah Organik di Bantaran Sungai Ciliwung Tahun 2010 ... 63

7.2. Hubungan Antara Tingkat Kemampuan dengan Tingkat Partisipasi ... 64

7.2.1. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Sebelum Ada Program dengan Tingkat Partisipasi Program Pengelolaan Sampah Organik di Bantaran Sungai Ciliwung Tahun 2010 ... 64

7.2.2. Hubungan Antara Tingkat Ketrampilan Sebelum Ada Program dengan Tingkat Partisipasi Program Pengelolaan Sampah Organik di Bantaran Sungai Ciliwung Tahun 2010 ... 66


(13)

7.2.3. Hubungan Antara Tingkat Pengalaman Sebelum Ada Program dengan Tingkat Partisipasi Program Pengelolaan Sampah

Organik di Bantaran Sungai Ciliwung Tahun 2010 ... 67

7.2.4. Hubungan Antara Tingkat Ketersediaan Waktu dengan Tingkat Partisipasi Program Pengelolaan Sampah Organik di Bantaran Sungai Ciliwung Tahun 2010 ... 68

7.3. Hubungan Antara Tingkat Kesempatan dengan Tingkat Partisipasi . 69 7.3.1. Hubungan Antara Tingkat Efektivitas Kelembagaan dengan Tingkat Partisipasi Program Pengelolaan Sampah Organik di Bantaran Sungai Ciliwung Tahun 2010 ... 69

7.3.2. Hubungan Antara Tingkat Kemudahan Birokrasi dengan Tingkat Partisipasi Program Pengelolaan Sampah Organik di Bantaran Sungai Ciliwung Tahun 2010 ... 70

7.3.3. Hubungan Antara Tingkat Ketersediaan Regulasi dengan Tingkat Partisipasi Program Pengelolaan Sampah Organik di Bantaran Sungai Ciliwung Tahun 2010 ... 71

7.4. Ikhtisar ... 73

7.4.1. Hubungan Antara Tingkat Kemauan dengan Tingkat Partisipasi Program Pengelolaan Sampah Organik di Bantaran Sungai Ciliwung Tahun 2010 ... 73

7.4.2. Hubungan Antara Tingkat Kemampuan dengan Tingkat Partisipasi Program Pengelolaan Sampah Organik di Bantaran Sungai Ciliwung Tahun 2010 ... 74

7.4.3. Hubungan Antara Tingkat Kesempatan dengan Tingkat Partisipasi Program Pengelolaan Sampah Organik di Bantaran Sungai Ciliwung Tahun 2010 ... 75

BAB VIII. ANALISIS TINGKAT PARTISIPASI ... 77

8.1. Tingkat Partisipasi dalam Program ... 77

8.1.1. Perencanaan ... 77

8.1.2. Pelaksanaan ... 81

8.1.3. Evaluasi ... 84


(14)

8.2. Ikhtisar ... 88

BAB IX.PENUTUP ... 90

9.1. Kesimpulan ... 90

9.2. Saran ... 91

DAFTAR PUSTAKA ... 93

LAMPIRAN ……….93

 

                     

   

   


(15)

DAFTAR TABEL

      Halaman

Tabel 1. Tingkat Partisipasi (Tipologi Arnstein)………... 9 Tabel 2. Economic-Environmrntal Typology of Cities……….. 13 Tabel 3. Pedoman Pengumpulan dan Analisis Data……… 28 Tabel 4. Jumlah dan Persentase Responden di Kelurahan Kampung Melayu dan

Kelurahan Bukit Duri Menurut Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan,

Tahun 2010……… 37

Tabel 5. Jumlah dan Persentase Responden di Kelurahan Kampung Melayu dan Kelurahan Bukit Duri Menurut Status Perkawinan, Tahun 2010 …… 38 Tabel 6. Jumlah dan Persentase Responden di Kelurahan Kampung Melayu dan

Kelurahan Bukit Duri Menurut Jumlah Anggota Keluarga yang Tinggal

dalam Satu Rumah, Tahun 2010……… 38

Tabel 7. Jumlah dan Persentase Responden di Kelurahan Kampung Melayu dan Kelurahan Bukit Duri Menurut Asal Usul Tempat Tinggal, Tahun

2010……… 39

Tabel 8. Jumlah dan Persentase Responden di Kelurahan Kampung Melayu dan Kelurahan Bukit Duri Menurut LamaTinggal, Tahun 2010……….. 40 Tabel 9. Jumlah dan Persentase Responden di Kelurahan Kampung Melayu dan

Kelurahan Bukit Duri Menurut Status Kepemilikan Tempat Tinggal,

Tahun 2010………. 40

Tabel 10. Jumlah dan Persentase Responden di Kelurahan Kampung Melayu dan Kelurahan Bukit Duri Menurut Usia Angkatan Kerja, Tahun 2010…….. 41 Tabel 11. Jumlah dan Persentase Responden di Kelurahan Kampung Melayu dan

Kelurahan Bukit Duri Menurut Jenis Pekerjaan, Tahun 2010………... 42 Tabel 12. Jumlah dan Persentase Responden di Kelurahan Kampung Melayu dan

Kelurahan Bukit Duri Menurut Status Pekerjaan, Tahun 2010…………. 42 Tabel 13. Jumlah dan Persentase Responden di Kelurahan Kampung Melayu dan

Kelurahan Bukit Duri Menurut Jumlah Penghasilan, Tahun 2010…... 43 Tabel 14. Jumlah dan Persentase Responden di Kelurahan Kampung Melayu dan


(16)

Tabel 15. Jumlah dan Persentase Responden di Kelurahan Kampung Melayu dan Kelurahan Bukit Duri Menurut Sumber Informasi tentang Program Pengelolaan Sampah Organik yang Difasilitasi Ciliwung Merdeka…... 44 Tabel 16. Jumlah dan Persentase Responden di Kelurahan Kampung Melayu dan

Kelurahan Bukit Duri, Tahun 2010 Menurut Lama Terlibat dalam Program Pengelolaan Sampah Organik ………. 45 Tabel 17. Jumlah dan Persentase Responden di Kelurahan Kampung Melayu dan

Kelurahan Bukit Duri Menurut Persepsi Cara Mengatasi Sampah……… 47 Tabel 18. Jumlah dan Persentase Responden di Kelurahan Kampung Melayu dan

Kelurahan Bukit Duri Menurut Persepsi Tindakan Bagi Pelaku

Membuang Sampah di Sungai……… 48

Tabel 19. Jumlah dan Persentase Responden di Kelurahan Kampung Melayu dan Kelurahan Bukit Duri Menurut Persepsi Program Pengelolaan Sampah

Organik………... 49

Tabel 20. Jumlah dan Persentase Responden di Kelurahan Kampung Melayu dan Kelurahan Bukit Duri Menurut Persepsi Keterlibatan dalam Tahapan Program Pengelolaan Sampah Organik………. 49 Tabel 21. Jumlah dan Presentase Responden di Kelurahan Kampung Melayu dan

Kelurahan Bukit Duri Menurut Tingkat Aksesibilitas dalam Program

Pengelolaan Sampah Organik……… 56

Tabel 22. Jumlah dan Presentase Responden di Kelurahan Kampung Melayu dan Kelurahan Bukit Duri Menurut Tingkat Kemauan untuk Berpartisipasi dalam Program Pengelolaan Sampah Organik……….. 59 Tabel 23. Jumlah dan Presentase Responden di Kelurahan Kampung Melayu dan

Kelurahan Bukit Duri Menurut Tingkat Kemampuan untuk Berpartisipasi dalam Program Pengelolaan Sampah Organik……… 59 Tabel 24. Jumlah dan Presentase Responden di Kelurahan Kampung Melayu dan

Kelurahan Bukit Duri Menurut Tingkat Kesempatan untuk Berpartisipasi dalam Program Pengelolaan Sampah Organik……… 60 Tabel 25. Hubungan Antara Jenis Kelamin dengan Tingkat Partisipasi Program

Pengelolaan Sampah Organik di Bantaran Sungai Ciliwung, Tahun


(17)

Tabel 26. Hubungan Persepsi tentang Lingkungan dengan Tingkat Partisipasi Program Pengelolaan Sampah Organik di Bantaran Sungai Ciliwung,

Tahun 2010………. 62

Tabel 27. Hubungan Sikap terhadap Pengelolaan Lingkungan dengan Tingkat Partisipasi Program Pengelolaan Sampah Organik di Bantaran Sungai

Ciliwung, Tahun 2010……… 63

Tabel 28. Hubungan Tingkat Pengetahuan dalam Bidang Pengelolaan Sampah Sebelum Ada Program dengan Tingkat Partisipasi Program Pengelolaan Sampah Organik di Bantaran Sungai Ciliwung, Tahun 2010………….. 64 Tabel 29. Hubungan Tingkat Ketrampilan dalam Bidang Pengelolaan Sampah

Sebelum Ada Program dengan Tingkat Partisipasi Program Pengelolaan Sampah Organik di Bantaran Sungai Ciliwung, Tahun 2010……… 66 Tabel 30. Hubungan Tingkat Pengalaman dalam Bidang Pengelolaan Sampah

Sebelum Ada Program dengan Tingkat Partisipasi Program Pengelolaan Sampah Organik di Bantaran Sungai Ciliwung, Tahun 2010………….. 67 Tabel 31. Hubungan Tingkat Ketersediaan Waktu dengan Tingkat Partisipasi

Program Pengelolaan Sampah Organik di Bantaran Sungai Ciliwung,

Tahun 2010………. 68

Tabel 32. Hubungan Tingkat Efektivitas Kelembagaan Ciliwung Merdeka dengan Tingkat Partisipasi Program Pengelolaan Sampah Organik di Bantaran

Sungai Ciliwung, Tahun 2010……….. 69

Tabel 33. Hubungan Tingkat Kemudahan Birokrasi dengan Tingkat Partisipasi Program Pengelolaan Sampah Organik di Bantaran Sungai Ciliwung,

Tahun 2010………. 71

Tabel 34. Hubungan Tingkat Ketersediaan Regulasi tentang Pengelolaan Sampah dengan Tingkat Partisipasi Program Pengelolaan Sampah Organik di Bantaran Sungai Ciliwung, Tahun 2010……… 72 Tabel 35. Hubungan Tingkat Kemauan dengan Tingkat Partisipasi Program

Pengelolaan Sampah Organik di Bantaran Sungai Ciliwung, Tahun 2010 73 Tabel 36. Hubungan Tingkat Kemampuan dengan Tingkat Partisipasi Program


(18)

Tabel 37. Hubungan Tingkat Kesempatan dengan Tingkat Partisipasi Program Pengelolaan Sampah Organik di Bantaran Sungai Ciliwung, Tahun 2010 75 Tabel 38. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tingkat Partisipasi Program

Pengelolaan Sampah Organik di Bantaran Sungai Ciliwung, Tahun

2010……….. 77

       


(19)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Kerangka Analisis Deskriptif Partisipasi……….. 7

Gambar 2. Kerangka Pemikiran……….. 17

Gambar 3. Rumah Susun Milik Warga……… 30

Gambar 4. Kegiatan Sarasehan Warga Bersama Ciliwung Merdeka di Jalan Utama Kampung………... 31

Gambar 5. Posko Bantuan Korban Kebakaran RT 05 RW 12 Bukit Duri….. 32

Gambar 6. Posisi Perilaku terhadap Lingkungan……….. 47

Gambar 7. Persepsi tentang Pengelolaan Lingkungan……… 50

Gambar 8. Sikap terhadap Pengelolaan Sampah Organik……….. 51

Gambar 9. Model Hierarki Kebutuhan Maslow………. 52

Gambar 10. Motivasi Komunitas untuk Berpartisipasi dalam Program Pengelolaan Sampah Organik……… 52

Gambar 11. Tingkat Pengetahuan Responden di Bidang Pengelolaan Sampah Sebelum Ada Program Pengelolaan Sampah Organik…………... 53

Gambar 12. Tingkat Ketrampilan Responden di Bidang Pengelolaan Sampah Sebelum Ada Program Pengelolaan Sampah Organik………….. 54

Gambar 13. Tingkat Pengalaman Responden di Bidang Pengelolaan Sampah Sebelum Ada Program Pengelolaan Sampah Organik………….. 54

Gambar 14. Tingkat Ketersediaan Waktu Responden untuk Mengikuti Program Pengelolaan Sampah Organik………. 55

Gambar 15. Tingkat Efektivitas Kelembagaan Ciliwung Merdeka………….. 57

Gambar 16. Tingkat Kemudahan Birokrasi……….. 57

Gambar 17. Tahap-Tahap Pengolahan Informasi……….. 65

Gambar 18. Tingkat Partisipasi Komunitas dalam Perencanaan Program….... 80

Gambar 19. Tingkat Partisipasi Komunitas dalam Pelaksanaan Program……. 82

Gambar 20. Tingkat Partisipasi Komunitas dalam Evaluasi Program………... 84

Gambar 21. Keterlibatan Komunitas dalam Menikmati Hasil Program……... 86


(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Lokasi Penelitian

Lampiran 2. Struktur Organisasi Ciliwung Merdeka

Lampiran 3. Tahapan Program Pengelolaan Sampah Organik Lampiran 4. Diagram Spiral Pendidikan Pemberdayaan Masyarakat Lampiran 5. Hasil Uji Korelasi Rank Spearman

Lampiran 6. Kuesioner

Lampiran 7. Panduan Wawancara  


(21)

BAB I PENDAHULUAN  

1.1. Latar Belakang

Banjir di Jakarta terjadi hampir setiap tahun. Pendangkalan sungai menjadi salah satu faktor penyebab banjir yang melanda hilir Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung. Banjir Jakarta tidak hanya disebabkan oleh faktor alam dengan tingginya curah hujan, tetapi juga perilaku masyarakat dalam memperlakukan alam baik di hulu, maupun di hilir DAS. Perilaku menebang pohon di hulu dan tengah DAS dan perilaku membuang sampah sembarangan khususnya di sungai, sampai saat ini masih dilakukan oleh beberapa oknum masyarakat. Faktanya, Sungai Ciliwung saat ini sangat keruh akibat terjadinya degradasi lahan di bagian hulu dan tengah DAS Ciliwung. Selain itu, di bagian hilir diperparah dengan banyaknya sampah di dalamnya. Sampai saat ini di sepanjang bantaran sungai di Jakarta terdapat tumpukan sampah dan sampah-sampah tersebut hanyut terbawa aliran air sungai. Oleh karena itu, Sungai Ciliwung diibaratkan sebagai selokan terbesar karena tingginya pembuangan limbah yang merusak kelestarian DAS.

Menurut Dinas Kebersihan DKI Jakarta (2007) produksi sampah di DKI Jakarta per harinya mencapai 26.945 m3 atau setara dengan 6.000 ton per hari, yang terdiri dari 55 persen sampah organik dan 45 persen sampah anorganik.1 Hal ini menunjukkan bahwa masalah sampah di Jakarta secara tersebar telah menjadi permasalahan nasional. Keberadaan sampah yang dituding sebagai pemicu banjir, memerlukan pengelolaan komprehensif dan terpadu dari hulu ke hilir, agar memberikan manfaat bagi masyarakat maupun lingkungan. Pengelolaan sampah tentunya dapat bersifat sustainable apabila masyarakat berpartisipasi dalam pengelolaan sampah.

Inisisasi berbagai pihak seperti akademisi, LSM, wartawan, pemerintah, turut andil dalam membangun kapasitas komunitas lokal untuk bangkit mengatasi permasalahan banjir yang setiap tahun melanda Jakarta. Sebagaimana pendampingan yang dilakukan oleh Ciliwung Merdeka terhadap komunitas di Kampung Melayu dan Bukit Duri dekat bantaran sungai yang identik dengan       

1


(22)

image Komunitas Kumuh Perkotaan atau kawasan slum area. Hal ini menunjukkan bahwa ada ”pihak luar” yang masih peka terhadap permasalahan yang dihadapi kaum termarginal (disadventaged groups) di negeri ini yang tak lepas dari tudingan sebagai pihak yang turut andil menyebabkan banjir.

Tempat tinggal komunitas yang berada di bantaran sungai seringkali dianggap sebagai penyebab menyempitnya lebar sungai yang memicu pada luapan air sungai saat musim penghujan. Kondisi ini dipengaruhi semakin tingginya pertumbuhan penduduk Kota Jakarta sebagai daerah urban dengan keterbatasan lahan kosong dan sumber daya lainnya sebagai penyokong kehidupan komunitas golongan lemah yang mencoba mengadu nasib di kota perantauaan. Semakin padatnya pemukim di bantaran sungai berimpilkasi semakin susah ditemukannya lahan sebagai tempat pembuangan sampah. Selain itu, sempitnya jalan perkampungan turut menghambat akses kendaraan petugas kebersihan untuk mengangkut sampah dari pemukiman. Akibatnya, komunitas slum area di bantaran Sungai Ciliwung lebih mudah mengakases sungai sebagai tempat pembuangan sampah.

Ciliwung Merdeka melakukan penguatan kapasitas komunitas melalui program pemberdayaan di bidang pengelolaan sampah organik. Hal ini ditujukan agar masyarakat yang tidak berdaya tersebut memiliki posisi tawar (bergaining position) yang setara dengan masyarakat lainnya. Dengan demikian, komunitas menjadi berdaya dengan mampu mengidentifikasi permasalahan yang dihadapinya serta mampu mencari solusi dari permasalahan pengelolaan sampah.

Kebijakan dan peraturan seperti larangan tinggal di sekitar bantaran sungai, tidak membuang sampah di sungai, dan lain sebagainya telah dikeluarkan oleh pemerintah dengan harapan tata kelola kota menjadi lebih baik. Namun, hal ini tidak membawa perubahan yang signifikan. Kenyataanya, kebijakan yang ditetapkan tersebut justru memarginalkan kaum minoritas yang tinggal di bantaran sungai dengan keterbatasan kapasitas diri mereka. Dapat diibaratkan, bahwa kebijakan sampai saat ini masih ”menyembunyikan komunitas slum area di bawah karpet merah”. Artinya, kebijakan bersifat top down dan belum berupaya meningkatkan kapasitas golongan marginal melainkan menutupi keberadaan mereka supaya yang terlihat hanya masyarakat yang sejahtera. Padahal dalam


(23)

Pasal 34 Ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan ”Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan”.

Ketidakberdayaan yang dialami kaum marginal di negeri ini salah satu faktornya dipengaruhi adanya ketimpangan. Hal ini terlihat dari ketidakmerataan redistribusi sumber daya berupa akses dan kontrol, khususnya dalam pengambilan keputusan yang terkesan sepihak dan top down. Berdasar hasil analisis para ekonom, menghitung bahwa 20 persen rakyat Indonesia menguasai 80 persen kekayaan, sementara 80 persen rakyat Indonesia hanya menikmati 20 persen kekayaan2 .

Kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah selama ini merupakan implementasi kebijakan “top-down” dengan tidak adanya keberlanjutan program. Hal ini dikarenakan dalam penyusunan rencana sampai proses evaluasi program masih kurang memperhatikan dan mengabaikan partisipasi masyarakat.

1.2. Masalah Penelitian

Menurut latar belakang yang telah dipaparkan, adapun rumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah faktor-faktor yang menentukan tingkat partisipasi komunitas kumuh perkotaan di bantaran Sungai Ciliwung terhadap program pengelolaan sampah organik?

2. Bagaimana hubungan antara tingkat kemauan, tingkat kemampuan, dan tingkat kesempatan yang dimiliki komunitas kumuh perkotaan di bantaran Sungai Ciliwung terhadap tingkat partisipasi dalam program pengelolaan sampah organik?

3. Sejauh mana tingkat partisipasi komunitas kumuh perkotaan di bantaran Sungai Ciliwung dalam program pengelolaan sampah organik?

       2  

Krisdyatmiko, S. Eko. 2006. Kaya Proyek Miskin Kebijakan. Yogyakarta: Institut Research and Empowerment.  


(24)

1.3. Tujuan Penelitian

Sehubungan dengan rumusan permasalahan di atas, maka dalam penelitian ini bertujuan:

1. Mengidentifikasi faktor-faktor yang menentukan tingkat partisipasi komunitas kumuh perkotaan terhadap program pengelolaan sampah organik;

2. Mengkaji hubungan antara tingkat kemauan, tingkat kemampuan, dan tingkat kesempatan yang dimiliki komunitas kumuh perkotaan terhadap tingkat partisipasi dalam program pengelolaan sampah organik; dan

3. Mengetahui sampai sejauh mana tingkat partisipasi (tipologi Arnstein) komunitas kumuh perkotaan dalam program pengelolaan sampah organik.

1.4. Kegunaan Penelitian

Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak yang tertarik serta terkait dengan program-program pemberdayaan masyarakat, khususnya kepada:

1. Peneliti dan Civitas Akademika

Penelitian ini merupakan proses belajar bagi peneliti dalam menganalisis program pemberdayaan masyarakat. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi bagi penelitian sejenisnya serta dapat mencetuskan strategi yang paling tepat sebagai upaya pemberdayaan masyarakat marginal di negeri ini.

2. Masyarakat

Hasil penelitian ini semoga mampu meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat akan kapasitas diri yang dimiliki dan peranan mereka dalam pengelolaan lingkungan. Hal ini tak terlepas dari akses dan kontrol yang dapat dimiliki masyarakat dalam program pembangunan.

3. Instansi Terkait

Semoga hasil penelitian ini dapat menjadi masukan dalam merumuskan pedoman dan kebijakan untuk implementasi program-program pemberdayaan masyarakat dalam upaya pengentasan kemiskinan.


(25)

BAB II

PENDEKATAN TEORITIS  

2.1. Tinjauan Pustaka

2.1.1. Pemberdayaan Masyarakat

Secara konseptual, pemberdayaan (empowerment) berasal dari kata ‘power’ (kekuasaan atau keberdayaan). Menurut Ife dalam Krisdyatmiko (2006), pemberdayaan mengandung dua pengertian kunci yaitu kekuasaan dan kelompok lemah. Dilihat dari perspektif kekuasaan, pemberdayaan bertujuan meningkatkan kemampuan dari kelompok lemah. Jadi, pemberdayaan adalah proses membuat orang cukup kuat untuk berpartisipasi dalam pengontrolan atas dan mempengaruhi tindakan dan lembaga yang mempengaruhi kehidupannya.”

Suharto (2005) menyimpulkan bahwa pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan. Sebagai proses, pemberdayaan adalah kegiatan memperkuat kekuasaan dan keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat (khususnya golongan yang tidak beruntung/tertindas baik oleh kemiskinan maupun diskriminasi kelas sosial, gender). Sebagai tujuan, maka pemberdayaan merujuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh perubahan sosial, yaitu masyarakat menjadi berdaya. Pemberdayaan tidak menempatkan masyarakat sebagai obyek (penerima manfaat yang tergantung “pihak luar”) melainkan

subyek (partisipan yang bertindak secara mandiri). Kemungkinan terjadinya proses pemberdayaan menurut Suharto (2005) tergantung pada dua hal (1) Kekuasaan dapat berubah. Jika kekuasaan tidak dapat berubah, pemberdayaan tidak mungkin terjadi apapun (2) Kekuasaan dapat diperluas. Konsep ini menekankan pada pengertian kekuasaan yang tidak statis, melainkan dinamis.

Pengembangan masyarakat menurut Sumarti (2008) bertumpu pada dua elemen pokok, yaitu kemandirian dan partisipasi. Masyarakat mandiri karena mempunyai daya menentukan pembangunannya dan berpartisipasi seutuhnya pada seluruh prosesnya. Tanpa pemberdayaan, masyarakat akan selalu tergantung, dan tanpa pemberdayaan, hanya partisipasi semu yang terjadi. Oleh karena itu, pemberdayaan merupakan jalan menuju partisispasi “empowerment is road to participation”.


(26)

2.1.2. Partisipasi 2.1.2.1.Definisi

Parisipasi akan muncul ketika masyarakat mulai sadar akan masalah yang dihadapi dan mampu mengidentifikasi kebutuhan mereka. Kesadaran yang muncul dari diri sendiri itulah yang nantinya mendorong kepedulian masyarakat untuk tergerak mencari penyelesaian masalah tersebut dan akhirnya kebutuhan masyarakat bisa terpenuhi oleh upaya dan semangat mereka sendiri dan melibatkan pemangku kepentingan (stakeholder) yang terkait.

”Partisipasi ialah proses aktif, inisiatif yang diambil oleh warga komunitas, dibimbing oleh cara berfikir mereka sendiri, dengan menggunakan sarana dan proses (lembaga dan mekanisme) di mana mereka dapat menegaskan kontrol secara efektif ”, Adiwibowo dkk. (2007). Cohen dan Serageldin (1994) mendefinisikan partisipasi dalam empat hal “… participation in decision making, participation in implementation, participation in benefit, and participation in evaluation.” Berkaitan dengan pernyataan Cohen, Oakley dalam Hasim dan Ramiswal (2009) menambahkan bahwa partisipasi juga menunjukkan keterlibatan masyarakat secara bersama-sama untuk mendapatkan keuntungan dari program pembangunan.

2.1.2.2. Aspek Partisipasi

Menurut Oppenheim dalam Sumardjo (2009), ada dua hal yang mendukung terjadinya partisipasi yaitu person inner determinant dan environmental factors. Hal ini diperjelas oleh Sumardjo (2009) bahwa ada tiga prasyarat terjadinya partisipasi yakni faktor kemauan (sikap positif terhadap sasaran partisipasi), kemampuan (inisiatif untuk bertindak dengan komitmen dan menikmati hasilnya), dan kesempatan (peluang berpartisipasi).

Sependapat dengan pernyataan Sumardjo (2009), dikemukakan juga oleh Saharuddin (1987) agar masyarakat berpartisipasi dalam program, ada tiga syarat (1) Adanya kesempatan untuk membangun; (2) Adanya kemampuan menggunakan kesempatan; dan (3) Adanya kemauan untuk berpartisipasi.


(27)

1. Kemauan (aspek emosi dan perasaan/reaksi psikis yang dapat memotivasi untuk bertindak, melaksankan sesuatu sesuai dengan kemampuan dan kesempatan yang ada).

2. Kemampuan (kesanggupan karena adanya ‘bekal’)

3. Kesempatan (peluang yang ada untuk dapat memanfaatkan kemampuan dan kemauan yang dimiliki). 

Kerangka analisis deskriptif terhadap fenomena partisipasi yang dijelaskan oleh Uphoff, Cohen, dan Goldsmith (1979) sebagai dimensi partisipasi yang menyangkut tiga pertanyaan pokok yaitu (1) What kind of participation (partisipasi macam apa) (2) Who participates (siapa yang berpartisipasi) (3) How participation occurs (bagaimana timbulnya partisipasi). Secara garis besar kerangka analisis deskriptif terhadap fenomena partisipasi sebagai berikut:

Pengambilan keputusan

Apa Implementasi

Manfaat Evaluasi

Penduduk setempat Siapa Pemimpin setempat

Pegawai pemerintah Petugas asing

Dasar partisipasi Bagaimana Bentuk partisipasi

Lingkup partisipasi Akibat partisipasi

Sumber: Uphoff, Cohen, dan Goldsmith (1979)

Gambar 1. Kerangka Analisis Deskriptif Partisipasi

2.1.2.3. Bentuk Partisipasi

Krisdiyatmiko (2006) menyebutkan secara substantif, partisipasi mencakup tiga hal. Pertama, suara (voice) setiap warga mempunyai hak dan ruang untuk menyampaikan suaranya dalam proses pemerintahan. Kedua, akses


(28)

pembuatan kebijakan, termasuk akses pada layanan publik dan akses pada arus informasi. Ketiga, kontrol yakni setiap warga atau elemen-elemen masyarakat mempunyai kesempatan dan hak untuk melakukan pengawasan (kontrol) terhadap jalannya pemerintahan maupun pengelolaan kebijakan dan keuangan pemerintah.

Keterlibatan atau keikutsertaan baik secara langsung maupun tidak langsung dapat berupa tenaga, material (fisik) ataupun sumbangan pikiran (fisik fisik) demi kelancaran pelaksanaan kegiatan, Hasim dan Ramiswal (2009).

2.1.2.4. Tingkat Partisipasi

Partisipasi masyarakat merupakan arti sederhana dari kekuasaan masyarakat (citizen power). Hal ini ditunjukkan oleh terjadinya pembagian kekuasaan yang adil (redistribution of power) antara penyedia kegiatan dan kelompok masyarakat. Arnstein menggambarkan partisipasi adalah suatu pola bertingkat (ladder patern) dengan delapan tingkatan partisipasi3 sebagai berikut: Tabel 1. Tingkat Partisipasi (Tipologi Arnstein)

No. Tangga/tingkatan

partisipasi Hakekat kesertaan

Tingkatan pembagian kekuasaan

1. Manipulation

(Manipulasi)

Permaian oleh penyelenggara

program Tidak ada

partisipasi

2. Therapy

(Terapi)

Sekedar agar masyarakat tidak marah/mengobati

3. Information

(Pemberitahuan)

Sekedar pemberitahuan searah/sosialisasi

Degree of tokenism4 (Tokenisme/sekedar

justifikasi)

4. Consultation

(Konsultasi)

Masyarakat didengar, tapi tidak selalu dipakai sarannya

5. Placation

(Penenangan)

Saran masyarakat diterima tetapi tidak selalu dilaksanakan

6. Partnership

(Kemitraan)

Timbal balik dinegosiasikan

Degree of citizen power (Tingkat kekuasaan

di masyarakat)

7. Delegated power

(Pendelegasian kekuasaan)

Masyarakat diberi kekuasaan (sebagian atau seluruh program)

8. Citizen control

(kontrol masyarakat)

Sepenuhnya dikuasai oleh masyarakat

Sumber: Arnstein dalam Wicaksono (2010)       

3.

Menurut J. Pretty et all. dalam Sumardjo (2009) menyebut tipologi partisipasi menjadi tujuh tingkatan, yakni pasif, informatif, konsultatif, insentif, fungsional, interaktif, dan mandiri.

4

Tokenisme dapat diartikan sebagai kebijakan sekadarnya, berupa upaya superfisial (dangkal, pada permukaan) atau tindakan simbolis dalam pencapaian suatu tujuan. Jadi sekadar menggugurkan kewajiban belaka dan bukannya usaha sungguh-sungguh untuk melibatkan masyarakat secara bermakna. Masyarakat telah aktif melaksanakan kegiatan dengan posisinya sebagai objek atau penerima program. Belum ada penghargaan terhadap ide karena pelaksanaanya hanya bersifat menyampaikan informasi, konsultasi dan peredaman emosi, Hasim dan Remiswal (2009)


(29)

Arnstein (1969) menyatakan bahwa partisipasi masyarakat identik dengan kekuasaan masyarakat (citizen partisipation is citizen power). Partisipasi masyarakat bertingkat sesuai dengan gradasi kekuasaan yang dapat dilihat dalam proses pengambilan keputusan. Arnstein menggunakan metafora tangga partisipasi di mana tiap anak tangga mewakili strategi partisipasi yang berbeda yang didasarkan pada pola distribusi kekuasaan dan peran dominan stakeholder. 1. Manipulatif, yakni partisipasi yang tidak perlu menuntut respon partisipan

untuk terlibat banyak. Pengelola program akan meminta anggota komunitas yaitu orang yang berpengaruh untuk mengumpulkan tanda tangan warga sebagai wujud kesediaan dan dukungan warga terhadap program. Pada tangga partisipasi ini relatif tidak ada komunikasi apalagi dialog.

2. Terapi (therapy), yakni partisipasi yang melibatkan anggota komunitas lokal untuk memberikan jawaban atas pertanyaan yang diberikan tetapi jawaban anggota komunitas tidak memberikan pengaruh terhadap kebijakan, merupakan kegiatan dengar pendapat tetapi tetap sama sekali tidak dapat mempengaruhi program yang sedang berjalan. Pada level ini telah ada komunikasi namun bersifat terbatas. Inisiatif datang dari penyelenggara program dan hanya satu arah.

Tangga ketiga, keempat dan kelima dikategorikan sebagai derajat tokenisme dimana peran serta masyarakat diberikan kesempatan untuk berpendapat dan didengar pendapatnya, tapi mereka tidak memiliki kemampuan untuk mendapatkan jaminan bahwa pandangan mereka akan dipertimbangkan oleh pemegang keputusan. Peran serta pada jenjang ini memiliki kemungkinan yang sangat kecil untuk menghasilkan perubahan dalam masyarakat.

3. Pemberitahuan (informing) adalah kegiatan yang dilakukan oleh instansi penyelenggara program sekedar melakukan pemberitahuan searah atau sosialisasi ke komunitas sasaran program. Pada jenjang ini komunikasi sudah mulai banyak terjadi tapi masih bersifat satu arah dan tidak ada sarana timbal balik. Informasi telah diberikan kepada masyarakat tetapi masyarakat tidak diberikan kesempatan melakukan tanggapan balik (feed back).


(30)

4. Konsultasi (consultation), anggota komunitas diberikan pendampingan dan konsultasi dari semua pihak (stakeholder terkait program) sehingga pandangan-pandangan diberitahukan dan tetap dilibatkan dalam penentuan keputusan. Model ini memberikan kesempatan dan hak kepada wakil dari penduduk lokal untuk menyampaikan pendangannya terhadap wilayahnya (sistem perwakilan). Komunikasi telah bersifat dua arah, tapi masih bersifat partisipasi yang ritual. Sudah ada penjaringan aspirasi, telah ada aturan pengajuan usulan, telah ada harapan bahwa aspirasi masyarakat akan didengarkan, tapi belum ada jaminan apakah aspirasi tersebut akan dilaksanakan ataupun perubahan akan terjadi.

5. Penenangan (placation), komunikasi telah berjalan baik dan sudah ada negosiasi antara masyarakat dan penyelenggara program. Masyarakat dipersilahkan untuk memberikan saran atau merencanakan usulan kegiatan. Namun penyelenggara program tetap menahan kewenangan untuk menilai kelayakan dan keberadaan usulan tersebut. Pada tahap ini pula diperkenalkan adanya suatu bentuk partisipasi dengan materi, artinya masyarakat diberi insentif untuk kepentingan perusahaan atau pemerintah, ataupun instansi terkait. Seringkali hanya beberapa tokoh di komunitas yang mendapat insentif, sehingga tidak mewakilkan komunitas secara keseluruhan. Hal ini dilakukan agar warga yang telah mendapat insentif segan untuk menentang program.

Tiga tangga teratas dikategorikan sebagai bentuk yang sesungguhnya dari partisipasi dimana masyarakat memiliki pengaruh dalam proses pengambilan keputusan.

6. Kerjasama (partnership) atau partisipasi fungsional di mana semua pihak baik (masyarakat maupun stakeholder lainya), mewujudkan keputusan bersama. Suatu bentuk partisipasi yang melibatkan tokoh komunitas dan atau ditambah lagi oleh warga komunitas , “duduk berdampingan” dengan penyelenggara dan stakeholder program bersama-sama merancang sebuah program yang akan diterapkan pada komunitas.

7. Pendelegasian wewenang (delegated power), suatu bentuk partisipasi yang aktif di mana anggota komunitas melakukan perencanaan, implementasi, dan monitoring. Anggota komunitas diberikan kekuasaan untuk melaksanakan


(31)

sebuah program dengan cara ikut memberikan proposal bagi pelaksanaan program bahkan pengutamaan pembuatan proposal oleh komunitas yang bersangkutan dengan program itu sendiri.

8. Pengawasan oleh komunitas (citizen control), dalam bentuk ini sudah terbentuk independensi dari monitoring oleh komunitas lokal. Dalam tangga partisipasi ini, masyarakat sepenuhnya mengelola berbagai kegiatan untuk kepentingannya sendiri, yang disepakati bersama, dan tanpa campur tangan pihak penyelenggara program.

2.1.2.5. Hambatan Partisipasi

Oakley dalam Hasim dan Ramiswal (2009) mengemukakan tiga hal yang dapat menghambat partisipasi, yaitu (1) Hambatan struktural, terkait dengan redistribusi kekuasaan ekonomi politik, sistem politik terpusat sehingga hanya mengarahkan masyarakat untuk melaksanakan keputusan yang telah diputuskan. (2) Hambatan administrasi, ini erat kaitannya sengan hambatan struktural, dimana sistem administrasi yang menguasai pengendalian pengambilan keputusan, alokasi sumber, informasi dan pengetahuan yang dperlukan masyarakat untuk dapat berperan dalam pembangunan secara efektif. (3) Hambatan sosial, berkaitan dengan mental sebagai akibat dari pengalaman sejarah, seperti kesenjangan sosial, relais gender yang timpang, pembiasaan untuk hanya melaksanakan inisiatif atasan dan tidak pernah kreatif membuat keputusan.

Schrool dalam Saharuddin (1987) menjelaskan partisipasi timbul dari kepincangan struktural yang terdapat dalam sistem sosial yakni kepincangan antara kemampuan menyerap informasi dan kesempatan yang diharapkan untuk menggunakan informasi, kepincangan tersebut timbul dari:

1. Kemampuan menyerap informasi bertambah, tetapi kesempatan relatif untuk menerapkannya tidak ada.

2. Kemampuan dan kesempatan relatif keduanya bertambah tetapi tambahnya kemampuan lebih cepat daripada tambahnya kesempatan

3. Kemampuan bertambah dan bersamaan dengan itu kesempatan relatif berkurang.


(32)

Rusli dkk. (1995) menjelaskan “Semakin jauh suatu masyarakat terlibat dalam penetrasi ‘pasar dan kenegaraan’ maka akan semakin jauh pula perbedaan peluang partisipasi dalam kelembagaan-kelembagaan yang tersedia bagi tiap warga masyarakatnya.”

Menurut Hasim dan Remiswal (2009) pengetahuan adalah kekuasaan. Pengetahuan tumbuh dari proses dan hasil penelitian melalui partisipasi, bersumber dari yang dimiliki oleh penduduk lokal. Melalui monopoli informasi maka dapat digunakan untuk membuat perencanaan, mengelola keputusan.

2.1.3. Komunitas

Masyarakat dapat diartikan menurut dua konsep menurut Mayo dalam Suharto (2005), yaitu (1) Masyarakat sebagai sebuah “tempat bersama”, yakni sebuah wilayah geografi yang sama. Misal, perumahan di daerah perkotaan atau sebuah kampung di wilayah perkotaan. (2) Masyarakat sebagai “kepentingan bersama”, yakni kesamaan kepentingan berdasar kebudayaan dan identitas. Sebagai contoh, kepentingan bersama pada masyarakat etnis minoritas.

Komunitas menurut Cohen dan Serageldin (1994) mempunyai empat komponen utama, yakni people, place of territory, social interaction, dan psychological identification. Secara garis besar komunitas diartikan sekelompok orang yang bertempat tinggal di suatu wilayah dengan membentuk kehidupan sosial yang di dalamnya ditandai derajat hubungan sosial tertentu menurut lokalitas, perasaan sewarga, dan solidaritas.

Menurut Sumardjo (1991) ”Karakteristik para pemukim di pemukiman kumuh sebagian besar menyesuaikan dengan tingkat kemampuan ekonomi (pendapatannya) yang relatif rendah, sebagian besar bekerja di sektor informal dan domisili mereka bersifat sementara sebagai tempat usaha dan pasar juga. Menurut Adiwijaya dkk. (1991) perkampungan miskin dapat dianalisis dari kondisi fisik kampung, pola kehidupan sosial, kondisi ekonomi keluarga. miskin yaitu perkampungan yang memiliki kondisi lingkungan yang relatif rendah. Cirinya diantaranya rumah-rumahnya tidak permanen, relatif buruk dan sempit serta tidak teratur, tingkat kepadatan penduduk cukup tinggi, fasilitas pemukiman kurang memadai, sumur sebagai sumber air bersih tetapi belum tentu dimiliki


(33)

setiap rumah, jamban (WC) keluarga darurat dan sering berpindah-pindah karena diantaranya banyak rumah tidak memiliki jamban, selokan pembuangan air limbah sangat jarang. Permasalahan di lingkungan kumuh antara lain bersumber dari sampah, pembuangan air besar, kepadatan ruang dan kurangnya air bersih.

Menurut Cohen dan Serageldin (1994), karakteristik ekonomi dan lingkungan di daerah perkotaan dijelaskan sebagai berikut:

Tabel 2 . Economic-Environmrntal Typology of Cities

Urban environment problem Lower-income countries (<$650/capital)

Access to basic services

Water supply and sanitation Low coverage and poor quality, especially for urban poor

Drainage Low coverage, frequent flooding

Soild waste collection Low coverag, especially for urban poor

Pollution

Water pollution Problems from inadequate sanitation and raw domestic

sewage

Air pollution Severe problems in some cities using soft coal: indoor

exposure for poor

Salid waste disposal Open dumping, mixed wastes

Hazardous waste management Non-existent capacity

Rosource losses

Land management Uncontrolled land development and use: pressure from

squatter settlements Environment hazards

Natural and hazards Recurrent disaster with severe damage and loss of life

Sumber: Cohen daan Serageldin (1994)

Kondisi lingkungan perkotaan mengalami penurunan carrying capacity setiap terjadi peningkatan pertumbuhan penduduk di perkotaan. Hal ini mengakibatkan banyak munculnya permasalahan yang ada di perkotaan khususnya dalam hal daya dukung lingkungan dan perekonomian masyarakat.

Berdasar Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman, dijelaskan bahwa pemukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun pedesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. Prasarana lingkungan pemukiman diartikan kelengkapan dasar fisik lingkungan yang memungkinkan lingkungan pemukiman dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Prasarana utama meliputi jaringan jalan, jaringan air hujan, jaringan pengadaan air bersih, jaringan listrik, jaringan pembuangan limbah sampah, telepon, gas, dsb.


(34)

2.1.4. Kemiskinan

Kemiskinan disebut Sayogyo dalam Rusli dkk. (1995) adalah sebagai ciri dan dan akibat ketidaksamaan dalam masyarakat yang menjadikan sebagian golongan tak mampu mencapai tingkat hidup layak, sesuai harapan dan cita-cita hidup dalam masyarakat berdasar swadaya golongan itu. Secara politik, kemiskinan dapat dilihat dari tingkat akses terhadap kekuasaan (power).

Analisis terkecil dalam kemiskinan adalah keluarga dan bukan individu, menurut Rusli dkk. (1995). Alasanya adalah keluarga merupakan satuan sosial ekonomi terkecil dalam masyarakat.

Rusli dkk. (1995) menjelaskan pemahaman masalah kemiskinan perlu membedakan indikator kemiskinan dalam kelompok (a) ‘input’ bagi proses terjadinya kemiskinan. Merupakan faktor-faktor yang berpengaruh pada kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidup minimum yang dapat dilihat dari ketersediaan sarana, penguasaan aset, kondisi aksesibilitas (tingkat isolasi daerah) dll. (b) ‘proses’ terjadinya kemiskinan itu sendiri, isalnya orientasi usaha, tingkat teknologi, dll. (c) ‘output’ yang berupa tingkat kemiskinan, menyangkut tingkat pendapatan atau pengeluaran, daya beli, komposisi pengeluaran, kondisi rumah, dll.

Kemiskinan dapat dikategorikan menjadi dua, yakni kemiskinan struktural dan kultural. ”Kemiskinan struktural ialah kemiskinan yang diderita oleh golongan dari masyarakat karena struktur sosial, masyarakat itu tidak dapat ikut menggunakan sumber-sumber pendapatan yang sebenarnya tersedia bagi mereka”, Sumardjan (1984). Teori budaya kemiskinan yang dicetuskan Lewis dalam Krisdyatmiko (2006) memaparkan kemiskinan budaya muncul dari teralienasinya orang-orang di lingkungan slum dari kehidupan kota yang dikendalikan oleh kelas menengah di perkotaaan.

Berdasar hasil penelitian Rusli dkk. (1955), “…penyelenggaraan proyek di perkotaan pada daerah kumuh (slum) yang dihuni orang-orang miskin dapat diterapkan tanpa perlu bekerja melalui elit lokal, karena biasanya kelembagaan sosial kelompok masyarakat kumuh relatif tidak terintegrasi dengan kelembagaan formal perkotaan. Masyarakat seperti ini benar-benar mewakili suatu ciri kelompok orang yang mengalami marginalisasi secara utuh.”


(35)

Untuk memahami permasalahan kemiskinan dapat juga menggunakan analisis “pohon kemiskinan” menurut Rusli dkk. (1995), sebagai berikut:

Daun : gambaran ekosistem wilayah dimana kemiskinan itu ditemukan (kumuh, terisolir, kritis, dll.)

Bunga : ciri-ciri kemiskinan yang dapat dikenali (rumah tak layak huni, kurang pangan, pendidikan rendah, dan sebagainya).

Buah : akibat kemiskinan (gizi buruk dan dampak sosial ekonomi lainnya). Batang : stuktur sosial (pola hubungan berbagai pihak/lapisan) yang menyebabkan

timbulnya masalah kemiskinan (tingkat upah, ketimpangan penguasaan tanah, kelangkaan asset produksi, kesulitan modal, ijon, dll.).

Akar : penyebab kemiskinan, meliputi kondisi fisik/alam, sosial, ekonomi, politik, pola budaya, infrastruktur, dll.

2.1.5. Pengelolaan Sampah

Sampah merupakan zat-zat atau benda-benda yang sudah tidak lagi digunakan lagi baik berupa bahan bangunan yang berasal dari rumah tangga,

“Pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan”, Murbandono (1993). Kebijakan pemerintah tentang Pengelolaan Sampah terdapat dalam UU No. 18/2008. Tujuan dari pengelolaan sampah adalah untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan, serta menjadikan sampah sebagai sumberdaya.

Pengelolaan sampah Nainggolan dan Safrudin dalam Sasmita (2009), meliputi: 1. Pengomposan sampah, cara mengolah bahan padatan organik untuk menjadi

kompos melalui proses degradasi materi organik melalui reaksi biologi mikroorganisme. Ketersediaan bahan organik dalam sampah kota 70-80% 2. Pembakaran sampah, pengurangan sampah mencapai 80% dari sampah yang

masuk, sedangkan sisanya yakni 20% dibuang ke TPA.

3. Daur ulang sampah, komponen sampah yang mempunyai nilai tinggi untuk dimanfaatkan kembali.

Menurut Newman dan Paoletto (1999), pendekatan regulasi dan teknologi untuk sistem daur ulang, sistem pasar yang mendukung daur ulang sampah,


(36)

dorongan inisiatif daur ulang yang berbasis masyarakat, perubahan sikap publik terhadap konsumsi dan pembuangan sampah melalui informasi dan pendidikan publik merupakan beberapa metodologi yang mengkombinasikan pendekatan “atas ke bawah/top down” dan “ dan bawah ke atas/komunitarian/buttom up”.

2.2.Kerangka Pemikiran

Partisipasi merupakan elemen penting yang diharapkan terbentuk melalui upaya pemberdayaan (empowerment is road to participation). “Munculnya partisipasi komunitas dalam kegiatan pemberdayaan dapat dipengaruhi oleh faktor eskternal maupun internal individu sebagai pelaku dan pelaksana program”, Oppenheim dalam Sumardjo (2009).

Ada tiga faktor utama yang menjadi pendorong partisipasi yakni adanya kemauan, kemampuan, dan kesempatan. Ketiga faktor dijabarkan menjadi sepuluh aspek yang menjadi prasyarat pendorong partisipasi. Pertama, tingkat kemauan meliputi persepsi tentang lingkungan dan sikap terhadap pengelolaan lingkungan, serta motivasi untuk berperan serta dalam program pengelolaan sampah organik. Kedua, tingkat kemampuan meliputi tingkat pengetahuan, tingkat ketrampilan, tingkat pengalaman di bidang pengelolaan sampah sebelum adanya pendampingan program, dan ketersediaan waktu untuk terlibat dalam program. Ketiga, tingkat kesempatan yang merupakan faktor luar diantaranya tingkat efektivitas kelembagaan, tingkat kemudahan birokrasi untuk terlibat dalam program pengelolaan sampah organik, serta tingkat ketersediaan regulasi tentang pengelolaan sampah.

Komunitas kumuh perkotaan memiliki posisi termarginal di negeri ini maka partisipasi komunitas dalam program pengelolaan sampah organik erat kaitannya dengan derajat kekuasaan dalam proses pengambilan keputusan. Berdasar konsep tingkat partisipasi yang dijelaskan oleh Arnstein (1969) dan kerangka deskriptif analisis partisipasi yang dijelasakan oleh Uphoff, Cohen, dan Goldsmith (1979) mengenai “Kerangka Analisis Deskriptif Partisipasi”. Dalam penelitian ini, tingkat partisipasi komunitas kumuh perkotaan di bantaran Sungai Ciliwung dalam program pengelolaan sampah organik akan diketahui dengan menganalisis derajat kekuasaan komunitas melalui tiga aspek (1) Proses


(37)

partisipasi dalam tahapan program; (2) Pihak-pihak yang terlibat dalam program; dan (3) Bentuk partisipasi komunitas. Dengan demikian, akan diketahui sejauh mana derajat kekuasaan komunitas menggunakan tipologi Arnstein, mulai dari tingkat manipulatif, terapi, pemberitahuan, konsultatif, penenangan, kemitraan, pendelegasian, sampai kontrol masyarakat. Untuk lebih jelasnya alur kerangka pemikiran dalam penelitian ini tersaji pada Gambar 2.

Keterangan :

: mempengaruhi : dianalisis

Gambar 2. Kerangka Pemikiran

Tingkat Partisipasi 1. Manipulatif 2. Terapi 3. Pemberitahuan 4. Konsultatif 5. Penenangan 6. Kemitraan 7. Pendelegasian 8. Kontrol Masyarakat Faktor-faktor Pendorong Partisipasi Tingkat Kemauan

• Persepsi tentang lingkungan • Sikap terhadap pegelolaan

lingkungan

• Motivasi untuk terlibat dalam program pengelolaan sampah organik

Tingkat Kemampuan

• Tingkat pengetahuan di bidang pengelolaan sampah • Tingkat ketrampilan di

bidang pengelolaan sampah • Tingkat pengalaman di

bidang pengelolaan sampah • Tingkat ketersediaanwaktu

Tingkat Kesempatan

• Tingkat efektivitas kelembagaan • Tingkat kemudahan

birokrasi

• Tingkat ketersediaan regulasi

Analisis Derajat Kekuasaan dalam Pengambilan Keputusan pada Program Pengelolaan Sampah

Organik Proses Partisipasi Peran Pihak Bentuk Partisipasi Perencanaan Komunitas Pikiran Pelaksanaan Stakeholder Tenaga

Evaluasi Waktu

Menikmati hasil Uang Barang   Partisipasi


(38)

2.3.Hipotesis

1. Ada hubungan nyata antara tingkat kemauan yang dimiliki komunitas terhadap tingkat partisipasi dalam program pengelolaan sampah organik.

a. Ada hubungan signifikan antara persepsi tentang lingkungan terhadap tingkat partisipasi

b. Ada hubungan signifikan antara sikap terhadap pengelolaan lingkungan menentukan tingkat partisipasi

2. Ada hubungan signifikan antara tingkat kemampuan yang dimiliki komunitas terhadap tingkat partisipasi dalam program

a. Ada hubungan signifikan antara tingkat pengetahuan dalam bidang pengelolaan sampah sebelum ada pendampingan program terhadap tingkat partisipasi

b. Ada hubungan signifikan antara tingkat ketrampilan dalam bidang pengelolaan sampah sebelum ada pendampingan program terhadap tingkat partisipasi

c. Ada hubungan signifikan antara tingkat pengalaman dalam bidang pengelolaan sampah sebelum ada pendampingan program terhadap tingkat partisipasi

d. Ada hubungan signifikan antara tingkat ketersediaan waktu terhadap tingkat partisipasi

3. Ada hubungan signifikan antara tingkat kesempatan yang disediakan dari “lingkungan luar” terhadap tingkat partisipasi komunitas dalam program. a. Ada hubungan signifikan antara tingkat efektivitas kelembagaan terhadap

tingkat partisipasi

b. Ada hubungan signifikan antara tingkat kemudahan birokrasi dalam program terhadap tingkat partisipasi

c. Ada hubungan signifikan antara tingkat ketersediaan regulasi tentang pengelolaan sampah terhadap tingkat partisipasi.


(39)

2.4. Definisi Operasional

Definisi operasional dari variabel yang digunakan dalam penelitian ini mengenai faktor pendorong partisipasi dan tingkat pertisipasi untuk mengukur sejauh mana partisipasi komunitas terhadap program pengelolaan sampah organik. A. Faktor pendorong partisipasi ialah faktor-faktor yang mempengaruhi

responden sehingga berparanserta dalam program, diantaranya:

1. Tingkat kemauan adalah keinginan responden untuk berpartisipasi dalam program pengelolaan sampah organik. Tingkat kemauan diukur melalui akumulasi skor dari aspek psikologis individu, meliputi persepsi dan sikap responden terhadap program. Sedangkan motivasi berpartisipasi digunakan untuk melihat alasan keterlibatan komunitas dalam program.

a. Persepsi tentang lingkungan adalah cara pandang terhadap pelestarian lingkungan melalui program pengelolaan sampah organik dengan mengenali dan memahami stimulus yang diterima responden.

Pengukuran :

1. Tidak tepat = skor 1 2. Tepat = skor 2

b. Sikap terhadap pengelolaan sampah organik adalah pernyataan evaluatif yang mengindikasikan kecenderungan responden dalam menanggapi program, berupa penerimaan atau penolakaan.

Dapat diukur dengan menggunakan skalalikert dari 1 (respon paling negatif) sampai 5 (respon paling positif). Skala likert tersebut mencakup pilihan: 1. Sangat Tidak Setuju = skor 1

2. Tidak Setuju = skor 2 3. Ragu-ragu = skor 3

4. Setuju = skor 4

5. Sangat Setuju = skor 5

c. Motivasi terhadap program pengelolaan sampah organik adalah dorongan dari dalam diri responden untuk terlibat dalam program pengelolaan sampah organik. Motivasi mencakup faktor-faktor yang melatarbelakangi responden untuk berpartisipasi dalam program.


(40)

Motivasi diukur dengan menggunakan metode rangking dari faktor yang memotivasi warga untuk terlibat dalam program, mulai dari faktor motivasi tertinggi dengan skor (5) sampai terendah dengan skor (1).

Penilaian terhadap tingkat kemauan yaitu dengan mengakumulasi jumlah skor dari persepsi dan sikap.

Penentuan selang skor menurut rumus sebagai berikut:

Sehingga tingkat kemauan dapat dikategorikan menjadi: 1. Rendah, yaitu skor 24 < X ≤ 72

2. Tinggi, yaitu skor 72 < X ≤ 120

2. Tingkat kemampuan adalah daya yang dimiliki responden sehingga sanggup berpartisipasi dalam program pengelolaan sampah organik karena adanya bekal pengetauan, ketrampilan, pengalaman dalam bidang pembuatan kompos serta ketersediaan waktu yang dimiliki untuk berpartisipasi dalam program. a. Tingkat pengetahuan adalah pemahaman responden tentang pengelolaan

sampah organik menjadi pupuk kompos sebelum adanya program. Pengukuran:

1. Tidak punya = skor 1 2. Punya = skor 2

b. Tingkat ketrampilan adalah keahlian yang dimiliki responden dalam proses pembuatan pupuk kompos sebelum dicanangkannya program.

Pengukuran:

1. Tidak punya = skor 1 2. Punya = skor 2

c. Tingkat pengalaman adalah responden pernah mengalami mengolah sampah organik hingga menjadi pupuk kompos sebelum terlibat dalam program.

Pengukuran:

1. Tidak punya = skor 1 2. Punya = skor 2

d. Tingkat ketersediaan waktu adalah responden mempunyai waktu untuk berpartisipasi dalam program pengelolaan sampah organik.


(41)

Pengukuran:

1. Tidak punya = skor 1 2. Punya = skor 2

Penilaian terhadap tingkat kemampuan yaitu dengan mengakumulasi jumlah skor dari tingkat pengetahuan, tingkat ketrampilan, tingkat pengalaman, dan tingkat ketersediaan waktu. Tingkat kemampuan dapat dikategorikan menjadi: 1. Rendah, yaitu skor 4 < X ≤ 6

2. Tinggi, yaitu skor 6 < X ≤ 8

3. Tingkat kesempatan adalah faktor luar yang berasal dari lingkungan yang mempengaruhi responden sehingga mempunyai peluang untuk berpartisipasi dalam program pengelolaan sampah organik.

a. Tingkat efektivitas kelembagaan adalah sejauh mana akesibilitas yang diberikan Ciliwung Merdeka kepada komunitas untuk mendapatkan sumber daya yang dibutuhkan dalam program, berupa penyampaian saran dan kritik, mengakses informasi terkait dengan program dan kesempatan untuk turut berperan dalam proses pengambilan keputusan.

Pengukuran:

1. Tidak efektif = skor 1 2. Efektif = skor 2

b. Tingkat kemudahan birokrasi adalah adanya sistem yang mengatur persyaratan responden untuk terlibat dalam program.

Pengukuran:

1. Tidak ada = skor 1

2. Ada = skor 2

c. Tingkat ketersediaan regulasi adalah responden tahu adanya peraturan/kebijakan pemerintah yang mengatur pengelolaan sampah.

Pengukuran:

1. Tidak ada = skor 1 2. Ada = skor 2


(42)

Penilaian terhadap tingkat kesempatan yaitu dengan menjumlah skor dari tingkat efektivitas kelembagaan, tingkat kemudahan birokrasi, dan tingkat ketersediaan regulasi. Sehingga tingkat kesempatan dapat dikategorikan menjadi:

1. Rendah, yaitu skor 5 < X ≤ 7,5 2. Tinggi, yaitu skor 7,5 < X ≤ 10

B. Tingkat partisipasi ialah tingkat keterlibatan anggota komunitas dalam tahapan program pengelolaan sampah organik.

Pengukuran:

1. Tidak terlibat = skor 1 2. Terlibat = skor 2

Untuk menganalisis lebih lanjut tingkat partisipasi berdasar gradasi derajat kekuasaan, maka tingkat partisipasi dalam seluruh rangkaian kegiatan program pengelolaan sampah organik digolongkan sebagai berikut:

1. Tahap manipulasi, dinyatakan sebagai bentuk partisipasi yang tidak menuntut respon partisipan untuk terlibat banyak dalam suatu kegiatan dan Ciliwung Merdeka yang aktif karena ingin kepentingannya tercapai melalui program. 2. Tahap terapi ialah dengar pendapat, tetapi pendapat dari partisipan sama sekali

tidak dapat mempengaruhi kedudukan program yang sedang dilaksanakan. 3. Tahap pemberitahuan, sekedar pemeberitahuan searah atau sosialisasi dari

Ciliwung Merdeka kepada partisipan program yang bersifat top down.

4. Tahap konsultasi, komunitas diberikan pendampingan dan konsultasi dengan Ciliwung Merdeka sehingga komunitas dilibatkan dalam penentuan keputusan (dialog dua arah), tetapi dalam proses dialog hanya melibatkan “wakil warga”. 5. Tahap penenangan, dicirikan dalam komunikasi sudah ada negosiasi antara

pihak yang terlibat, dicirikan dengan pemberian insentif kepada warga tetapi sebatas untuk meredam keinginan warga menolak program. (partisipasi semu). 6. Tahap kemitraan, dimana partisipan dan Ciliwung Merdeka bersama

stakeholder lainnya bertindak sebagai mitra sejajar sehingga dapat mewujudkan keputusan bersama melalui negosiasi (partisipasi fungsional). 7. Tahap pendelegasian kekuasaan merupakan Ciliwung Merdeka sudah


(43)

perencanaan, implementasi dan mentoring terhadap program tetapi tetap dipantau oleh Ciliwung Merdeka.

8. Tahap kontrol masyarakat, sudah terbentuk independensi dari warga untuk mengelola program tanpa intervensi dari Ciliwung Merdeka.

Penilaian pada tingkat partisipasi yaitu akumulasi skor pertanyaan partisipasi.

Tingkat partisipasi dari keseluruhan rangkaian program (perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan menikmati hasil) diperoleh dari jumlah dari akumulasi skor pertanyaan partisipasi dan dapat dikategorikan:

1. Manipulasi (manipulative) skor 8 < X ≤ 14 2. Terapi (therapy) skor 14 < X ≤ 21 3. Pemberitahuan (informing) skor 21 < X ≤ 28

4. Konsultasi (consultation) skor 28 < X ≤ 35 

5. Penenangan (placation) skor 35 < X ≤ 42 

6. Kerjasama (partnership) skor 42 < X ≤ 49 

7. Pendelegasian wewenang (delegated power) skor 49 < X ≤ 56  8. Pengawasan oleh komunitas (citizen control) skor 56 < X ≤ 64


(44)

BAB III

PENDEKATAN LAPANG  

3.1. Metode Penelitian

Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif yang didukung dengan data kualitatif. Pendekatan kuantitatif menggunakan metode penelitian survei. Penelitian survei adalah penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data primer. Penelitian bersifat eksplanatori karena bertujuan untuk menguji hipotesis hubungan antara variabel yang diteliti.

3.2. Lokasi dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di tiga lokasi RT yang terletak di dua kotamadya yang berbeda. Pertama, di RT 10 RW 03 Kelurahan Kampung Melayu (biasa disebut Kampung Pulo), Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur. Kedua, di RT 06 RW 12 Kelurahan Bukit Duri, Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan. Ketiga, di RT 07 RW 12 Kelurahan Bukit Duri, Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan. Pemilihan ketiga lokasi RT sebagai lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan merupakan daerah pemukiman kumuh perkotaan di bantaran sungai Ciliwung. Selain itu, merupakan lokasi dilaksanakannya program pengelolaan sampah organik yang difasilitasi oleh organisasi masyarakat bernama Ciliwung Merdeka Bidang Lingkungan Hidup.

Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober-Desember 2010. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan daerah tersebut merupakan salah satu daerah pemukiman kumuh di bantaran Sungai Ciliwung yang selalu terkena bencana banjir tahunan Jakarta dan terdapat program penyelamatan lingkungan. Dengan demikian, komunitas tersebut termasuk dalam komunitas marginal dan terdapat upaya pemberdayaan di dalamnya. Oleh karena itu, dikaji aspek yang menentukan partisipasi masyarakat dalam program pemberdayaan di bidang lingkungan yang dicanangkan khususnya dalam pengelolaan sampah organik.


(45)

3.3. Metode Pengambilan Sampel

Unit analisis dalam penelitian ini adalah individu. Metode pemilihan sampel dilakukan secara purposif (purposive sampling) karena sampel yang dipilih sesuai dengan kriteria. Artinya, sampel yang dipilih hanya warga yang mengetahui bahwa di RT nya terdapat program pengelolaan sampah organik yang difasilitasi Ciliwung Merdeka. Singarimbun dan Efendi (2008) mengidentifikasi populasi menjadi dua yaitu populasi sampling dan populasi sasaran. Populasi sampling dalam penelitian ini yaitu seluruh warga RT di Kelurahan Bukit Duri dan Kampung Melayu yang terdapat program pengelolaan sampah organik yang difasilitasi oleh Ciliwung Merdeka. Populasi sasaran ialah seluruh warga yang mengetahui bahwa di RT nya terdapat program tersebut. Tidak semua warga mengetahui adanya program pengelolaan sampah organik di RT nya sejak awal program. Hal ini dikarenakan ada beberapa pendatang yang menjadi penduduk baru di lokasi penelitian. Oleh karena itu, untuk mengetahui partisipasi warga mulai dari proses perencanaan program sampai menikmati hasil dari program hanya diketahui warga yang sudah tinggal sejak tahun 2008 di lokasi penelitian.

Lokasi penelitian yang dipilih termasuk daerah urban dimana dinamika penduduk tergolong tinggi dengan jumlah yang berubah-ubah karena tingginya tingkat mobilitas penduduk. Hal ini menyebabkan nama-nama seluruh warga dari pemerintahan setempat tidak lengkap karena tidak up to date. Artinya, ketika dicari peneliti, nama responden yang bersangkutan ternyata sudah tidak tinggal di lokasi penelitian. Oleh karena itu, peneliti menentukan sampel tidak menggunkan kerangka sampling melainkan secara langsung di lapang dengan jumlah responden sebanyak 42 orang yang diperoleh secara sengaja dari warga yang mengetahui bahwa di RT nya terdapat program pengelolaan sampah organik yang difasilitasi oleh Ciliwung Merdeka. Meskipun pemilihan sampel secara purposif dan tidak dapat diperoleh generalisasi dari data populasi penelitian, tetapi data dari sampel yang dipilih dapat memberikan penjelasan yang mendalam untuk membahas tujuan penelitian ini. Hal ini dikarenakan, responden yang dipilih mengetahui keberadaan program pengelolaan sampah organik dari awal program sampai saat ini. Oleh karena itu, dapat diperoleh informasi akurat tentang partisipasi


(1)

II.

Faktor Pendorong Partisipasi

Tulisakan pendapat saudara/saudari dengan memberi tanda

Centang

(

) pada salah satu

pilihan jawaban yang tersedia.

1. Sesuai dengan kondisi tempat

tinggal saya yang padat penduduk dan di sekitar bantaran sungai, menurut saya cara mengatasi sampah yang terkumpul adalah………..

a. Dibuang ke sungai

b. Dibakar langsung

c. Ditimbun tanpa dipilah

d. Diangkut petugas kebersihan

e. Dikelola lagi menjadi pupuk

dan barang kerajinan

2. Menurut saya, tindakan yang

tepat untuk orang yang membuang sampah di sungai adalah……….………..

a. Hukuman penjara

b. Denda uang

c. Dikucilkan dari masyarakat

(dicemooh)

d. Dibiarkan saja

e. Dinasehati

3. Kesan tentang program

pengelolaan sampah di lingkungana saudara adalah….

a. Kotor dan jorok

b. Tidak praktis

c. Menyita banyak waktu

d. Peluang penghasilan tambahan

e. Penyelamatan lingkungan

4. Menurut saya, partisipasi warga

dibutuhkan dalam proses ..……...

a. Penyusunan rencana program

b. Pelaksanaan program

c. Evaluasi program

d. Menikmati hasil

e.

Semua ben

ar

No. Pernyataan

Skor Jawaban Sangat tidak setuju Tidak setuju

Ragu-ragu Setuju

Sangat setuju Sikap responden terhadap perilaku membuang sampah sampah

1. Sampah yang terkumpul lebih baik dibuang ke sungai (1) (2) (3) (4) (5)

2. Sampah yang terkumpul lebih baik dibakar (1) (2) (3) (4) (5)

3. Sampah yang terkumpul lebih baik ditimbun (1) (2) (3) (4) (5)

4. Sampah yang terkumpul di daerah saya lebih baik diangkut

oleh petugas kebersihan (1) (2) (3) (4) (5)

5. Sampah yang terkumpul lebih baik dipilah kemudian sampah

organik (sampah basah) diolah menjadi pupuk kompos (1) (2) (3) (4) (5)

Sikap responden terhadap peraturan membuang sampah

6. Orang yang membuang sampah di sungai pantas dipenjara (1) (2) (3) (4) (5)

7. Orang yang membuang sampah di sungai pantas didenda

uang sejumlah tertentu (1) (2) (3) (4) (5)

8. Orang yang membuang sampah di sungai pantas dikucilkan (1) (2) (3) (4) (5)

9. Orang yang membuang sampah di sungai dibiarkan saja (1) (2) (3) (4) (5)

10. Orang yang membuang sampah di sungai sebaiknya disuruh

mengambil lagi sampah yang sudah dibuangya (1) (2) (3) (4) (5)

Sikap responden terhadap keberadaan program

11. Program kompos tepat dilakukan di pemukiman padat

penduduk (1) (2) (3) (4) (5)

12. Pembuatan kompos ialah kegiatan yang jorok dan kotor (1) (2) (3) (4) (5)

13. Pembuatan kompos adalah kegiatan yang tidak praktis (1) (2) (3) (4) (5)

14. Pembuatan kompos menyita waktu lama (1) (2) (3) (4) (5)

15. Program kompos penting dalam menyelamatkan lingkungan (1) (2) (3) (4) (5)

Sikap responden terhadap peran serta warga dalam program pengelolaan sampah

16. Peran warga untuk memberikan ide/pendapat dalam

perencanaan program tidak penting. (1) (2) (3) (4) (5)

17. Warga sebaiknya terlibat dalam pelaksanaan program saja

(pengumpulan, pengolahan sampah) (1) (2) (3) (4) (5)

18. Warga tidak perlu ikut mengevaluasi program karena hanya

Ciliwung Merdeka yang berhak (1) (2) (3) (4) (5)

19. Warga berhak menikmati hasil dari program kelola sampah (1) (2) (3) (4) (5)

20. Warga terlibat mulai dari perencanaan, pelaksanaan,


(2)

 

No.

Faktor Motivasi

Rangking

1.

Menjadikan lingkungan bersih dari sampah dan sehat dari penyakit

2.

Mencegah terjadinya banjir

3.

Mensosialisasikan diri dalam kehidupan bermasyarakat

4.

Meningkatkan pendapatan dari penjualan kompos

5.

Melatihan kemampuan dalam berorganisasi dan penyampaian pendapat

 

 

   

     

No.

Pertanyaan

Skor Jawaban

Tidak

Ya

1.

Apakah saudara/saudari sudah mengetahui proses pembuatan pupuk

kompos sebelum adanya program?

(1) (2)

2.

Apakah saudara/saudari pernah mempraktekan pembuatan pupuk kompos

sebelum adanya program?

(1) (2)

3.

Apakah saudara/saudari pernah berkecimpung dalam usaha pembuatan

pupuk kompos sebelum adanya program

(1) (2)

Jika Ya, berapa lama?………...

4.

Apakah saudara/saudari mempunyai waktu untuk turut serta dalam

rangkaian kegiatan dari program pengelolaan sampah?

(1) (2)

Jika Tidak, jelaskan………..

No.

Pertanyaan

Skor Jawaban

Tidak

Ya

1. Apakah Ciliwung Merdeka memberikan pelayanan yang baik dalam pendampingan

program terkait hal-hal berikut ini:

a.

Memberi kesempatan ke warga untuk menyampaikan saran dan kritik

(1) (2)

b.

Memberikan kesempatan ke warga untuk mengambil keputusan

(1) (2)

c.

Memberikan informasi ke warga dari hasil penjualan pupuk kompos

(1)

(2)

2.

Apakah ada persyaratan khusus yang harus dipenuhi warga supaya bisa

terlibat dalam program pengelolaan sampah?

(1) (2)

Jika Ya, sebutkan:………

3. Apakah

saudara/saudari

mengetahui adanya peraturan yang mengatur

hak masyarakat untuk turut berpartisipasi dalam kegiatan pengelolaan

sampah

(1) (2)

Jika Ya, sebutkan:……….

Urutkan faktor yang memotivasi Saudara/Saudari dalam mengikuti program pengelolaan sampah,

dengan memberikan nilai tertinggi (5) pada motivasi tertinggi

sampai

nilai terendah (1) pada

motivasi terendah.

Tuliskan pendapat Saudara/Saudari dengan memberikan tanda

Centang

(

) pada salah satu kolom

yang tersedia.

Tuliskan pendapat Saudara/Saudari dengan memberikan tanda

Centang

(

) pada salah satu kolom

yang tersedia.


(3)

III. Tingkat Partisipasi

1. Apa yang saudara/saudari ketahui dari proses

penyusunan rencana program?

a. Tidak tahu, karena tidak pernah ada rapat

b. Ada rapat, sebatas formalitas tidak ada tindak

lanjut dari hasil rapat

c. Ada rapat, berupa penyampaian langsung

program oleh Ciliwung Merdeka

d. Ada rapat, dan hanya perwakilan dari setiap RT

yang boleh berpendapat

e. Dalam rapat, warga hanya boleh berpendapat

berupa dukungan ke program

f. Warga dan Ciliwung Merdeka berunding

bersama untuk membuat keputusan

g. Warga rumuskan sendiri rancangan program

dengan pantauan Ciliwung Merdeka

h. Warga rumuskan sendiri rancangan program

tanpa pantauan Ciliwung Merdeka

2. Siapa yang terlibat dalam perencanaan program

a. Ciliwung Merdeka dan aparat pemerintah desa

(ketua RT, RW, lurah)

b. Ciliwung Merdeka dan warga yang diundangan

rapat

c. Ciliwung Merdeka dan warga sasaran program

(warga RT 5,6,7,8,dan 10)

d. Ciliwung Merdeka dan perwakilan dari setiap

RT 5,6,7,8, dan 10

e. Ciliwung Merdeka dan warga yang diberi

bantuan oleh Ciliwung Merdeka

f. Semua pihak (Ciliwung Merdeka, aparat

pemerintah desa, warga, dll)

g. Warga sendiri dengan pengawasan dari

Ciliwung Merdeka

h. Warga sendiri secara mandiri tanpa campur

tangan pihak lain

3. Apa yang saudara/saudari ketahui dari

pelaksanaan program?

a. Tidak tahu karena tidak terlibat

b. Kurang tahu karena hanya ikut-ikutan terlibat

dalam kegiatan

c. Warga melaksanakan program sesuai perintah

Cliwung Merdeka

d. Hanya dilaksanakan oleh perwakilan RT

e. Warga terlibat karena nantinya mendapat

upah/digaji oleh Ciliwung Merdeka

f. Ciliwung Merdeka dan warga saling membantu

melaksanakan program

g. Warga melaksanakan sendiri dengan pantauan

Ciliwung Merdeka

h. Warga mampu bertindak sendiri tanpa campur

4.Siapa yang terlibat dalam pelaksanaan program

a.Ciliwung Merdeka dan aparat pemerintah desa

(ketua RT, RW, lurah)

b.Ciliwung Merdeka dan warga yang tertarik

program

c.Ciliwung Merdeka dan warga sasaran program

(warga RT 5,6,7,8,dan 10)

d.Ciliwung Merdeka dan perwakilan dari setiap

RT 5,6,7,8, dan 10

e.Ciliwung Merdeka dan warga yang diberi

bantuan oleh Ciliwung Merdeka

f.Semua pihak (Ciliwung Merdeka, aparat

pemerintah desa, warga, dll)

g.Warga sendiri dengan pengawasan dari

Ciliwung Merdeka

h.Warga sendiri secara mandiri tanpa campur

tangan pihak lain

5.Apa yang saudara/saudari ketahui dari

evaluasi/menilai program?

a.Tidak tahu karena tidak pernah ada rapat

pengevaluasian program

b.Tidak tahu karena dalam rapat saya pasif (tidak

memperhatikan)

c.Hasil evaluasi dari Ciliwung Merdeka langsung

diberitahukan ke warga

d.Hanya perwakilan RT yang mengevaluasi

e.Warga hanya boleh menyampaikan evaluasi

positif tentang program

f.Ciliwung Merdeka maupun masyarakat

mengevaluasi

g.Dilakukan oleh masyarakat sendiri dengan

pengawasan dari Ciliwung Merdeka

h.Masyarakat mengevaluasi secara mandiri tanpa

campur tangan pihak lain

6.Siapa saja yang terlibat dalam evaluasi program?

a.Ciliwung Merdeka dan aparat pemerintah desa

(ketua RT, RW, lurah)

b.Ciliwung Merdeka dan warga yang diundangan

rapat evaluasi

c.Ciliwung Merdeka dan warga sasaran program

(warga RT 5,6,7,8,dan 10)

d.Ciliwung Merdeka dan perwakilan dari setiap

RT 5,6,7,8, dan 10

e.Ciliwung Merdeka dan warga yang diberi

bantuan oleh Ciliwung Merdeka

f.Semua pihak (Ciliwung Merdeka, aparat

pemerintah desa, warga, dll)

g.Warga sendiri dengan pengawasan dari

Ciliwung Merdeka


(4)

7. Siapa saja yang merasakan manfaat dari program?

a. Ciliwung Merdeka saja

b. Ciliwung Merdeka dan warga yang terlibat di

dalam program saja

c. Ciliwung Merdeka dan warga sasaran program

(warga RT 5,6,7,8,dan 10)

d. Ciliwung Merdeka dan perwakilan dari setiap

RT 5,6,7,8, dan 10

e. Ciliwung Merdeka dan warga yang diberi

bantuan oleh Ciliwung Merdeka

f. Semua pihak (Ciliwung Merdeka, aparat

pemerintah desa, warga,) yang terlibat

g. Warga dan Ciliwung Merdeka dengan sistem

bagi hasil

h. Warga seutuhnya

8. Apakah alasan saudara/saudari mengikuti

program?

a. Terpaksa karena diwajibkan bagi seluruh

warga di bantaran sungai

b. Terpaksa karena para tetangga juga ikut

c. Karena ditunjuk penyelenggara program

langsung

d. Karena saya merupakan perwakilan dari RT

yang ditunjuk warga

e. Karena akan mendapatkan insentif berupa

upah dari Ciliwung Merdeka

f. Karena dapat kerjasama dengan banyak pihak

demi menyelesaikan masalah sampah di daerah tempat tinggal saya

g. Karena saya diserahi tanggung jawab dari

Ciliwung Merdeka untuk mengembangkan program

h. Karena ingin mewujudkan pengelolaan

sampah yang swadaya dan mandiri

IV. Bentuk Partisipasi

Tuliskan pendapat Saudara/Saudari dengan memberikan tanda

Centang

(

) pada kolom jawaban

yang tersedia (jawaban boleh lebih dari satu).

 

No.

Jenis

Kegiatan

Bentuk partisipasi

Tidak ada

Uang

Barang

Tenaga

Pikiran

Waktu

1.

Rapat

penyusunan

program

2.

Pemisahan

sampah

3.

Pengumpulan

sampah

4.

Pengangkutan

sampah

5.

Penimbangan

sampah

6.

Produksi

Pencacahan

Pengadukan

Pencampuran

Pengeringan

Pengemasan

7.

Pendistribusian

8.

Rapat penilaian keberhasilan

dan kendala dari program

 


(5)

Lampiran 7

PANDUAN PERTANYAAN

1.

Apa latar belakang dicanangkannya program pengelolaan sampah?

2.

Darimana inisiatif ide tentang dicanangkannya program berasal ?

3.

Bagaimana proses perencanaan program?

4.

Siapa saja yang dilibatkan dalam proses perencanaan program?

5.

Bagaimana kronologi proses pelaksanaan program?

6.

Siapa saja yang terlibat dalam pelaksanaan program?

7.

Bagaimana proses evaluasi dan monitoring yang dilakukan terhadap program?

8.

Siapa saja yang terlibat dalam proses evaluasi dan monitoring?

9.

Siapa saja yang berhak menikmati hasil yang diperoleh dari program ini?

10. Apakah manfaat yang diperoleh dari

stakeholder

dari program ini?

11. Apakah manfaat yang dapat diperoleh masyarakat dari program ini?

12.

Apakah peranan Sanggar Ciliwung dalam program?

13.

**

Apakah pernan aparat pemerintah desa dalam program ini?

14.

**

Apakah ada kebijakan dari pemerintah berkaitan dengan program ini atau

program pengelolaan lingkungan lainnya yang diberlakukan di daerah ini?

Jika Ya, sebutkan!

15. Bagaimana metode yang dilakukan dalam sosialisasi program?

16. Apakah ada kriteria/persyaratan khusus bagi calon peserta program?

17. Jelaskan alasan Mr X menjadi koordinator program untuk RT X!

18. Apakah ada rapat rutinan yang dilakukan untuk membahas program dalam satu

tahun terakhir ini?

19. Bagaimana menurut saudara tingkat partisipasi dari warga terhadap program?

20. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat partisipasI?

      

 Pertanyaan hanya untuk fasislitator dari Sanggar Ciliwung  ** 


(6)