Metoda Spasial dengan Software ArcGIS 9.3 Rancangan Model Spasial dan Validasi Model

waktu reaksi. Pada t=0 yaitu pada konsentrasi awalnya sama dengan c , dan persamaan di atas jika diintegrasikan menghasilkan persamaan berikut. c t c dc k dt dt − = ∫ ∫ dan ln ln c c kt c c − = = atau log 2, 303 c k t c = , bentuk persamaan ini dapat diubah menjadi log log 2, 303 k c t c = − + 17 Oleh karena itu, tetapan laju reaksi degradasi dapat ditentukan dengan membuat plot grafik antara log c c dengan t, atau membuat plot grafik antara log c dengan t. Slope yang dihasilkan dapat menentukan nilai tetapan laju reaksi degradasi k order pertama. Jenis reaksi order satu ini dapat digunakan untuk menentukan karakteristik waktu paruh dari suatu unsur kimia yaitu dengan memisalkan konsentrasi setelah degradasi sebanyak setengah dari konsentrasi awalnya, 1 2 c c = . Persamaan di atas dapat diubah menjadi 1 2 log 1 2, 303 2 c k t c = sehingga 1 2 0, 693 t k = 18 Laju degradai order reaksi kedua, ditentukan oleh satu reaktan dan satu produknya atau oleh dua reaktannya. Hukum laju reaksi kedua dapat ditulis seperti berikut ini, 2 dc kc dt − = , dan persamaan di atas jika diintegrasikan menghasilkan persamaan berikut. 2 c t c dc k dt c − = ∫ ∫ dan 1 1 kt c c − = atau c c kt c c − = 19 Nilai tetapan laju order kedua dapat ditentukan dengan memplot 1c dengan t, slope yang dihasilkan merupakan laju reaksi order kedua. Waktu paruh reaksi order kedua dapat dirumuskan menjadi persamaan berikut. 1 2 1 t kc = 20

3.4.7 Penentuan Perkiraan Luasan Radionuklida pada Kecelakaan PLTN

Luasan tanah bervegetasi dan luasan tanah non-vegetasi akan mengalami perubahan dan komposisi sesuai dengan perubahan waktu dan sesuai dengan rancangan tata wilayah. Oleh karena itu, perkiraan perubahan luasan di tahun mendatang dibuat untuk dapat meramalkan luasan cemaran yang akan terjadi akibat kecelakaan PLTN di masa depan. Prosedurnya adalah peta spasial cemaran di tanah dan divegetasi dikonversi dengan faktor perubahan lahan dari waktu ke waktu sehingga dapat menghasilkan perkiraan luasan cemaran pada kecelakaan di waktu yang akan datang.

5. SIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan PLTN jenis reaktor PWR di Muria Jateng diasumsikan mengalami kerusakan dan mendistribusikan radionuklida ke lingkungan yang dapat ditangani dalam waktu ≤ 7 hari. Distribusi radionuklida akan mencemari 260 kode wilayah desa pada radius 35 km di kabupaten Jepara, Demak, Kudus dan Pati. Pemodelan secara spasial menggunakan metoda RBF software ArcGIS 9.3 terhadap radionuklida Cs-137 dan I-131 diperoleh hasil distribusi dengan luasan tertinggi dalam waktu 7 hari setelah kecelakaan yang mengenai seluruh wilayah studi. Luasan distribusi radionuklida Cs-137 dan I-131 pada permukaan tanah dibandingkan dengan pada permukaan tanaman di wilayah darat memiliki persentase luasan distribusi yang berbeda. Tujuh hari setelah kecelakaan PLTN, radionuklida Cs-137 dan I-131 lebih banyak terdistribusi di permukaan tanah 69,979 dibandingkan dengan distribusi di permukaan tanaman 30,021, setelah 1 bulan kecelakaan distribusi radionuklida lebih banyak di permukaan tanaman 40,749 luas dari pada di permukaan tanah 22,999 luas, begitu pula setelah 2, 3 dan 4 bulan kecelakaan menghasilkan kesimpulan serupa. Oleh karena itu, waktu 7 hari setelah kecelakaan PLTN merupakan waktu yang menghasilkan distribusi radionuklida Cs-137 dan I-131 tertinggi dengan dominasi luasan distribusi berada di permukaan tanah, selanjutnya terus mengalami penurunan sejalan dengan bertambah waktu dengan dominasi luasan distribusi radionuklida berada pada permukaan tanaman. Bertambahnya jarak akan mengurangi densitas radionuklida dan penurunan densitas cukup besar terjadi mulai jarak 5 km dari sumber. Radionuklida di udara akan terdeposisi ke permukaan darat dan densitas radionuklida mengalami degradasi karena terdistribusi dan terserap di tanah non- vegetasi dan di tanah bervegetasi, nilai laju degrasi radionuklida di darat untuk I- 131 1.884E-01hari dan WD-50 = 3.68 hari lebih besar dari pada laju degrasi radionuklida Cs-137 1.013E-01hari dan WD-50 = 6.84 hari sehingga tingkat kepentingan cemaran Cs-137 lebih besar daripada I-131. Degradasi radionuklida Cs-137 dan I-131 di permukaan darat lebih banyak ditentukan oleh faktor serapan tanah 8.571E-02 hari yang berperan mencapai 81.0 ; dan faktor serapan akar 4.445E-03 hari memiliki peran sebesar 4.2 terhadap degradasi di permukaan tanah. Zona Precautionary Action Zone PAZ pada tujuh hari setelah kecelakaan PLTN terletak di seluruh wilayah stusi radius 35 km mengenai 260 wilayah desa dengan luasan distribusi radionuklida dominan di permukaan tanah. Satu bulan setelah kejadian, 154 wilayah desa pada radius 28.94 km termasuk ke dalam Zona Precautionary Action Zone PAZ. Zona PAZ setelah 2 bulan, 3 bulan dan 4 bulan kejadian luasannya terus berkurang bergeser menjadi Urgent Protective Action Planning Zone UPZ dan setelah 4 bulan zona UPZ berada pada radius 5,7 km sedangkan zona PAZ berada pada radius 2.47 km mengenai desa W001. Zona PAZ dan UPZ setelah 1,2,3, dan 4 bulan kejadian kecelakaan PLTN lebih luas distribusinya pada permukaan tanaman. Hasil perkiraan luasan distribusi Cs-137 di wilayah studi PLTN Muria ketika terjadi kecelakaan pada tahun 2010, 2020, 2025 dan tahun 2030 melalui uji peringkat bertanda Wilcoxon menghasilkan luasan distribusi yang dapat diterima tidak berbeda signifikan, sehingga memberi kesimpulan bahwa kecelakaan PLTN Muria yang terjadi di masa depan memberi dampak distribusi radionuklida di darat dengan luasan yang tidak berbeda nyata. Saran Kecelakaan PLTN Muria perlu diantisifasi dalam kaitannya dengan distribusi radionuklida yang dihasilkan apabila kecelakaan terjadi, sehingga perlu dilakukan penelitian lanjutan yang komprehensif mengenai disribusi radionuklida pada kecelakaan PLTN dengan memperhatikan secara detail kondisi fisika kimia berkaitan dengan iklim, variasi tanah dan variasi tumbuhan serta variasi kontur permukaan sehingga hasil model dapat menggambarkan kondisi nyata. Data yang dihasilkan dari pemodelan distribusi spasial radionuklida dapat dipergunakan lebih lanjut sebagai acuan untuk berbagai kepentingan dan kebijakan ketenaganukliran dan dapat digunakan stakeholder yang memiliki kepentingan dengan penataan ruang di wilayah studi.