4.1 Hasil Studi Kecelakaan PLTN 4.1.1 Risiko Kecelakan Reaktor dalam PLTN
Kecelakaan Reaktor nuklir dapat menyebabkan dampak besar terhadap kerusakan lingkungan dan ini merupakan sebuah risiko yang memerlukan
perhatian dan kajian terhadap pembangunan PLTN. Kecelakaan besar yang terjadi di Chercobyl merupakan bukti adanya efek kerusakan luas terhadap lingkungan
dalam waktu yang panjang. Reaktor PLTN Chernobyl adalah reaktor teknologi Uni-Sovyet yang memiliki kelemahan dan keunggulan dibandingkan dengan
teknologi reaktor yang dikembangkan negara-negara barat seperti Amerika Serikat dan Perancis. Kecelakaan ditentukan oleh ketepatan dalam penentuan
wilayah dan oprasional reaktor. Uni-Sovyet-Rusia pada awal perkembangan pembangunan PLTN di tahun
1950-an menggunakan teknologi Light Air Graphite Reaktor RBMK dengan menggunakan bahan bakar UO
2
diperkaya dengan menggunkan air sebagai pendingin dan menggunakan grafit sebagai penyerap neutron moderator,
sedangkan Amerika dan Perancis mengembangkan reaktor jenis Pressurised Water Reaktor PWR dan Boiling Air Reaktor BWR dengan menggunakan
bahan bakar UO
2
diperkaya dengan menggunkan air sebagai pendingin dan sekaligus sebagai penyerap neutron moderator. Kanada mengembangkan
teknologi reaktor jenis Pressurised Heavy Air Reaktor “CANDU” PHWR dengan menggunakan bahan bakar alam UO
2
dan menggunakan air berat sebagai pendingin maupun moderator. Perbedaan penggunaan teknologi ini pula
mengakibatkan efek cemaran lingkungan yang berbeda apabila terjadinya kecelakaan pada reaktor.
Kecelakaan reaktor teknolgi Rusia pada reaktor Chernobyl-4 telah menewaskan 31 orang yaitu pekerja dan petugas pemadam kebakaran dengan
cemaran radiasi 11 x 10
18
Bq yang menyebar di udara mencapai Negara-negara di Eropa Timur dan Scandinavia, sehingga reaktor ini harus ditutup total.
Sementara kecelakaan nuklir dengan teknologi Amerika di Three-Mile Island-2, USA penghasil 880 MWe pada tahun 1979 tidak mengakibatkan adanya
kematian, hanya terjadinya sebaran radiasi ke lingkungan sebesar 2 x 10
14
Bq Kr-85 yang dapat dibersihkan, sehingga reaktor dapat berjalan kembali.
Kecelakaan yang terjadi di Perancis pada reaktor Saint Laurent-A2 450 MWe, Komersial juga tidak merenggut jiwa, hanya radiasi sebesar 8 x 10
10
Bq menyebar ke lingkungan yang dapat dibersihkan dan reaktor dapat berjalan
kembali. Berbeda dengan kecelakaan PLTN Fukushima Daiichi Jepang 2011, jika
dilihat dari kronologisnya bukan kerusakan parah pada reaktor karena reaktor sudah dalam posisi shutdown tetapi dalam masa pendinginan. Mesin diesel
darurat mensuplai energi mati, proses pendingin reaktor menjadi tidak normal sehingga terjadi pelepasan uap air ke bejana pengungkung yang tidak dapat
diembunkan. Untuk menghindari kerusakan bejana pengungkung, sebagian uap terpaksa dilepaskan venting. Konsekuensi dari venting, maka permukaan air
dalam teras menurun sehingga bagian atas bahan bakar tidak terendam air. Kondisi ini akan mempercepat kenaikan suhu bahan bakar. Pada suhu tinggi 700
ºC , kelongsong zirkon alloy mulai berubah fasa sehingga menjadi rapuh dan mulai terjadi reaksi antara zirkon dengan uap air yang menghasilkan gas hidrogen.
Zr + 2H
2
O – ZrO
2
+ 2 H
2
. Venting gas hidrogen bersuhu cukup tinggi, yang bertemu dengan oksigen di udara akan menimbulkan ledakan. Artinya ledakan ini
merupakan reaksi kimia antara hidrogen dan oksigen. Bukan dari hasil fisi reaktor.
Kadar terukur I-131 satu minggu setelah kejadian PLTN Fukushima di keran air Tokyo terdapat 2.93 Bqkg, sedangkan batas aman berdasarkan tandar
Komite Keselamatan Nuklir Jepang adalah 300 Bqkg. Kadar terukur Cesium-137 di air keran di Tokyo tujuh hari setelah kejadian tidak terdeteksi batas aman
berdasarkan standar Komite Keselamatan Nuklir Jepang adalah 200 Bqkg. http:www2.indonesianembassy.jp; http:au.news.yahoo.comthewest; http:
ftp.jaist.ac.jppub emergencymonitoring.tokyo-eiken.go.jp.
4.1.2 Kerusakan Reaktor Penyebab Kecelakaan Parah
Reaktor nuklir Chernobyl memiliki pengungkung yang lemah. Beberapa saat setelah bahan bakar meleleh, terjadi ledakan uap karena tekanan yang
berlebihan dan kapasitas pendingin yang kurang mencukupi. Pada kondisi yang sangat panas, zirkalloy material pelindung pada temperatur tinggi menghasilkan
hidrogen H
2
dan graphite melepaskan CO dalam bentuk gas, akibatnya terjadi reaksi H
2
dan CO dalam kondisi yang sangat panas, tekanan uap yang berlebihan akhirnya meledakkan tabung pengungkung. Kesalahan pertama terjadinya
kecelakaan parah adalah reaktor yang tidak menggunakan containment standar. Kesalahan kedua, pada perhitungan neutron dimana oprator mengambil langkah
shutdown setelah daya dinaikkan dari 30 MW ke 200 MW, dengan menaikkan jumlah neutron secara drastis dalam orde 1-2 detik kemudian menurunkan secara
mendadak, sehingga terjadi peningkatan jumlah neutron yang sangat tinggi dan temperatur menjadi naik selanjutnya melelehkan bahan bakar dan kelongsongnya.
Reaktor PWR memiliki kemungkinan kecelakaan akibat shutdown pada kondisi tidak stabil relatif sangat kecil karena dilengkapi sistem otomatis untuk
memasukkan penyerap neutron ketika daya naik. Di samping itu, disain PWR memiliki kapasitas pendingin yang banyak terdiri dari system pendingin primer,
sekunder dan system pendingin darurat. Reaktor yang akan dibangun di Indonesia direncanakan menggunakan
reaktor Pressurised Water Reaktor PWR yang merupakan jenis reaktor paling banyak di dunia dan telah teruji handal di negara-negara pengguna PLTN. Reaktor
jenis PWR di dalamnya memiliki komponen utama yaitu teras reaktor yang merupakan sususan bahan bakar uranium yang merupakan tempat reaksi fisi
terjadi. Teras reaktor menghasilkan panas serta bahan-bahan radioaktif penghasil radiasi. Bejana tekan pressure vessel merupakan tempat teras reaktor berada
dan tempat air dingin mengalir. Bejana ini diberi tekanan sedemikian rupa sehingga pada ruang ini tidak mengalami pendidihan sebelum sampai pada
pembangkit uap steam generator. Pendinginan dilakukan pada tekanan tinggi di tempat pembangkit uap,
sehingga air berada pada suhu tinggi dan membentuk uap yang disalurkan ke turbin selanjutnya menjadi motor penggerak generator. Batang kendali berfungsi
sebagai pengontrol reaksi berantai yang berfungsi sebagai penyerap neutron lambat dan dapat mengendalikan daya reaktor. Batang kendali yang terbuat dari
kadmium dan boron yang mudah menyerap neutron lambat dan ketika batang kendali dimasukkan lebih dalam, maka reaksi berantai yang terjadi dapat diredam.
Komponen lain pressurizer yang merupakan pengendali tekanan melalui dinamika
fluktuasi pendinginan. Komponen-komponen tersebut berada dalam dalam bejana pengungkung containment sebagai pengaman lepasnya radionuklida
kelingkungan apabila terjadi kejadian kecelakaan kerusakan pada teras reaktor atau bejana tekan. Komponen lain di luar reaktor berupa kondensor yang
berfungsi mendinginkan air dalam turbin yang dilengkapi kanal buang pendingin serta pompa sekunder yang bekerja memasukkan air pendingin ke kondensor.
Reaktor jenis PWR dirancang memiliki ketahanan terhadap kenaikan temperatur pada kelongsong logam campuran zirkonium melebihi 1000
o
C. Dan jika terjadi pelelehan logam campuran pada kelongsong, diperlukan perlindungan
kedua yaitu ketahanan bejana tekan dan diperlukan ketahanan pada containment agar cemaran tidak ke luar lingkungan.
Kecelakan parah reaktor PWR pernah terjadi di Three-Mile Island-2, USA Tahun 1979 yang dapat dijadikan referensi dalam kajian-kajian reaktor serupa
termasuk reaktor yang akan dibangun di Indonesia. Kecelakaan ini telah memberi informasi teknis dalam memperkirakan pelepasan bahan radioaktif ke lingkungan
apabila terjadinya kecelakaan pada reaktor komersial PWR. Analisis pasca-kecelakaan PLTN yang pernah terjadi diketahui bahwa
paparan bahan radioaktif yang ke luar lingkungan paling utama adalah Iodium. Sehingga prosedur-prosedur analisa pengamanan lingkungan pada kecelakaan
reaktor ini adalah mengarah pada analisa karekteristik Iodium. Dan dari analisa- analisa pasca-kejadian dan dari hasil-hasil riset yang telah dilakukan bahwa secara
umum, jumlah radiasi yang dilepaskan selama kecelakaan parah tersebut lebih rendah dari perkiraan awal yang menggunakan asumsi-asumsi dasar. Studi pasca
kejadian bahwa separuh bahan bakar inti mencapai titik-lebur nya sampai 2800°C, sehingga 50 material pelindung mencair, bahan pelindung inti zirkaloy
melepaskan sekitar 460 kg hydrogen. Hasil belahan inti yang keluar pengungkung dan mencemari lingkungan atmosfir adalah iodium mencapai 20 dan Sesium
mencapai 50, radionuklida lainnya umumnya ditemukan di bagian bawah reaktor.
Asumsi kajian kecelakaan reaktor jenis PWR dipusatkan pada pelepasan radionuklida I-131 yang merupakan unsur penting yang memiliki efek biologi
menyebabkan kanker gondok. Pengamatan pada sumber iodium digunakan untuk
menentukan ambang batas keselamatan. Laporan Industry Degraded Core Rule- making Programme IDCOR, dan laporan dari Physical Society Amerika APS,
dan NRC AS memberi informasi bahwa kajian-kajian yang berkaitan dengan kecelakaan parah reaktor jenis PWR pada TMI2 yang memiliki risiko luas untuk
masyarakat terutama pada risiko akibat dari cemaran radionuklida iodium. Kesimpulan ini didukung oleh berbagi analisis dari berbagi urutan kejadian
kecelakaan, dan hasil belah-inti sebagai cemaran ke lingkungan memiliki fakta kandungan lebih rendah dari kajian teori studi awalnya IAEA 1985.
. Pengujian yang telah dilakukan baik secara menyeluruh maupun terpisah
terhadap karakteristik produk fisi yang dapat menyebar pada kejadian kecelakaan diketahui bahwa derajat emisi produk fisi yang bersifat volatil Kr, Xe, I, Cs dari
bahan bakar, sangat bergantung pada suhu bahan bakar, sementara pengaruh lingkungan hampir tidak ada. Selain itu, diantaranya radionuklida iodium yang
teremisi dari bahan bakar, sedikitnya 95 akan bergabung dengan Cesium Cs dan berubah sebagai CsI yang mudah menjadi aerosol
Produk fisi yang bersifat volatil rendah Sr, Mo, Ru, Te, Sb, Ba, Eu diketahui bahwa: selama kelongsong Zircalloy tidak teroksidasi, Te dan Sb akan
terserap oleh kelongsong, tetapi jika kelongsong teroksidasi, maka produk fisi tersebut akan teremisi; Mo dan Ru dalam kondisilingkungan uap air kondisi
oksidasi, akan berubah ke bentuk kimia yang lebih tinggi volatilitasnya; Sr, Ba dan Eu dalam lingkungan hidrogen derajat volatilitasnya meningkat; dan Emisi Ce
dan Zr sangat minim. Analisis pada kecelakaan TMI-2 dengan jenis reaktor PWR dan
kecelakaan Chernobyl jenis reaktor RBMK untuk melihat karakteristik produk belah inti. Gambar 27 menunjukan hasil analisis emisi ke lingkungan pada TMI-2
sangat kecil. Hal ini disebabkan karena pengungkungnya utuh dan kuat dan di sepanjang jalur emisi terdapat air.
Cara menghidandari terjadinya kecelakaan dimulai dari pengendalian pembuatan disain dan bangunan yang sesuai dengan standar. Kerusakan inti
reaktor dalam kecelakaan parah TMI-2 dapat diminimalisasi dengan kekuatan materi bejana tekan dan kekuatan serta ketebalan pengungkung serta ketersediaan
sistem pengamanan dengan penyemprotan air. Selain itu perlu penyempurnaan