minggu yaitu satu tahun setelah semua penebangan selesai dilaksanakan. Akan tetapi, untuk petani yang bermitra dengan PT. BKL Group penentuan harga
dilakukan secara bersama-sama dan pembayaran dilakukan secara tunai pada hari itu juga. Bila terjadi keterlambatan pembayaran, maksimum pembayaran
dilakukan 3 hari setelah kayu di kirim ke pabrik PT. BKL Group. Nilai aspek efektivitas menurut pendapat PT. BKL Group sebesar 150 dan
115 untuk Perhutani dan LMDH. Jumlah rata-rata total nilai aspek proses manajemen dari pendapat petani adalah 467,5; Perhutani sebesar 385; PT. BKL
Group sebesar 372,5 dan LMDH sebesar 405.
b. Aspek manfaat
1. Aspek ekonomi
Dalam aspek ekonomi ada 4 aspek yang dijadikan sebagai indikator penilaian yaitu aspek pendapatan, harga pasar, produktivitas dan resiko usaha.
Nilai rata-rata untuk aspek ekonomi berdasarkan pendapat Perhutani sebesar 100. Menurut Perhutani pendapatan penggarap dari komoditi yang dimitrakan sama
dengan sebelumnya. Hal ini karena produktivitas melalui kemitraan dirasa sama seperti sebelum kemitraan. Harga kayu sengon yang dimitrakan lebih rendah dari
harga pasar karena disesuaikan dengan HJD Perhutani di Kesatuan Bisnis Mandiri KBM Cirebon. Sedangkan untuk resiko usaha kemitraan ini Perhutani
menyatakan bahwa resiko usaha dibagi secara proporsional sesuai dengan perjanjian.
Nilai rata-rata aspek ekonomi menurut pendapat PT. BKL Group adalah sebesar 225, perwakilan dari pihak PT. BKL Group berpendapat bahwa
pendapatan perusahaan dari kemitraan meningkat dari sebelum kemitraan. Hal ini berdasarkan pada produktivitas perusahaan yang terus meningkat setiap harinya,
dikarenakan suplai bahan baku dari mitra berlangsung secara kontinu. Sehingga PT. BKL Group berpendapat bahwa pendapatan petani ikut meningkat seiring
dengan berjalanya kemitraan. Penentuan harga yang diberlakukan PT. BKL Group sesuai dengan harga pasar dan kurs rupiah terhadap dollar Amerika. Resiko usaha
dibagi secara proporsional berdasarkan perjanjian. Nilai rata-rata aspek ekomoni berdasarkan pendapat LMDH adalah sebesar
125 dan pendapat petani adalah 160. Pernyataan dari LMDH dan 57 orang petani
mengenai pendapatan setelah bermitra adalah sama, yaitu peningkatan pendapatan dibandingkan sebelum terjadi kemitraan. Menurut 46 orang petani produktivitas
meningkat setelah terjadi kemitraan. Pembagian resiko usaha menurut 78 orang petani akan dibagi secara proporsional berdasarkan perjanjian. Sedangkan 90
orang petani menyatakan harga jual kayu akan disamakan dengan harga pasar yang berlaku.
2. Aspek teknis
Aspek teknis meliputi dua aspek yaitu aspek mutu dan aspek penguasaan Teknologi. Nilai rata-rata aspek teknis sebesar 75 untuk petani, Perhutani dan PT.
BKL Group. Sedangkan nilai rata-rata aspek teknis untuk pendapat LMDH sebesar 50.
Mengenai aspek mutu produksi dari kemitraan, 78 orang petani berpendapat bahwa mutu produksi hasil kemitraan sama dengan mutu diluar program
kemitraan. LMDH, Perhutani dan PT. BKL Group berpendapat sama mengenai aspek mutu produksi. Hal ini dikarenakan PT. BKL Group yang berperan sebagai
penerima bahan baku hasil kemitraan telah menetapkan syarat-syarat kayu yang akan diterima oleh pabrik. Syarat-syarat tersebut diantaranya adalah kayu
memiliki keliling minimal 80 cm, tidak berpenyakit dan berbatang lurus. Mengenai aspek penguasaan teknologi, 57 orang petani dan LMDH
berpendapat bahwa pengetahuan keterampilan mengenai penanganan komoditi yang dimitrakan sama saja dengan sebelum program kemitraan. Pernyataan ini
didasarkan pada minimnya kegiatan pembinaan dan pelatihan yang diberikan kepada petani. Selama kurun waktu 6 tahun dari sejak penanaman sampai
pemanenan, kegiatan pembinaanpelatihan hanya dilakukan sebanyak 2-3 kali pada tahun pertama dan ketiga.
Perhutani dan PT. BKL Group serta 43 orang petani berpendapat bahwa keterampilan petani mengenai komoditi yang dimitrakan meningkat dari
sebelumnya. Dikarenakan, menurut Perhutani dan PT. BKL Group setiap ada permasalahan yang berkenaan dengan tanaman sengon selalu ada bimbingan
pembinaan sebelumnya. Bahkan pada tahun 2006, ketika terjadi wabah penyakit karat puru yang menyerang sebagian besar hutan di Kabupaten Tasikmalaya dan
Ciamis, perhutani dan PT. BKL Group secara bersama langsung mengunpulkan
KTH dan KT mitra untuk diberi pelatihan teknis mengenai penanganan penyakit karat puru ini.
3. Aspek sosial
Aspek sosial meliputi aspek kontinuitas kerjasama dan pelestarian lingkungan hidup. Nilai rata-rata aspek sosial berdasrkan pendapat petani sebesar
66,66; Perhutani dan LMDH sebesar 75 dan PT. BKL Group sebesar 100. 3.1 Aspek kontinuitas kerjasama
Kontinuitas kerjasama setelah penebangan menurut 30 orang petani di Kelurahan Urug dan LMDH Saronge berpendapat bahwa ada kemungkinan ingin
melanjutkan kerjasama akan tetapi hanya dengan Perhutani saja. Hal ini dikarenakan petani mengharapkan pembagian hasil sharing yang lebih besar yaitu
50 - 50 antara petani dan Perhutani. Selain itu sebagian besar petani di Kelurahan Urug berkerja sebagai penggarap lahan dan sawah milik Perhutani,
sehingga kehidupan petani sangat tergantung pada hutan milik Perhutani. Sedangkan 60 orang petani di Desa Mekarjaya dan Desa Leuwibudah berpendapat
ingin tetap melanjutkan kerjasama baik dengan Perhutani maupun dengan PT. BKL Group, dengan syarat mereka tetap boleh melakukan tumpangsari di lahan
Perhutani. Perhutani berpendapat mengenai aspek kontinuitas bahwa tidak akan
melanjutkan kerjasama dengan PT. BKL Group tetapi akan tetap melanjutkan kerjasama PHBM dengan petani. Hanya saja jenis tanaman yang akan dimitrakan
bukan sengon lagi akan tetapi tanaman jabon. Sedangkan PT. BKL group ingin tetap melanjutkan kerjasama baik dengan petani, Perhutani maupun dengan pihak
lain. Hal ini dikarenakan, PT. BKL Group berpendapat bahwa dalam kegiatan kemitraan penanaman sengon bukan keuntungan profit yang diharapkan, akan
tetapi kepastian bahan baku buffer stok kayu untuk kegiatan produksi indusrti perkayuannya. Sehingga kegiatan produksi di pabrik-pabrik PT. BKL Group bisa
tetap terus berjalan. 3.2 Aspek pelestarian lingkungan
Dalam aspek pelestarian lingkungan ini baik Perhutani, PT. BKL Group, LMDH dan 69 petani berpendapat telah melakuakan kegiatan konservasi tanah,
air, lingkungan pertanian dan penanganan limbah sesuai dengan pedoman teknis
dan kaidah konservasiperaturan yang berlaku. Sisanya 41 orang petani berpendapat tealah melakuakan konservasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku
kecuali penanganan limbah. Kegiatan PT. BKL Group dalam penanganan limbah dan konservasi sudah
diterapkan sejak perusahaan pertama kali didirikan. Penanganan limbah dari sisa proses produksi pintu dan bare core adalah berupa serbuk kayu dan potongan
kayu. Limbah serbuk yang dihasilkan sebesar 11 dari total bahan baku kayu yang digunakan, sedangkan limbah jenis potongan kayu dihasilkan sebesar 32
dari total bahan baku kayu yang digunakan. Limbah ini tidak langsung dibuang, akan tetapi digunakan kembali sebagai bahan bakar pada boiler untuk kilang
pengering dan sisa abu pembakaran biasanya diminta oleh masyarakat setempat sebagai bahan baku pupuk kompos.
Salah satu kegiatan konservasi yang dilakukan oleh PT. BKL Group yaitu berupa penanaman jenis tanaman yang cepat tumbuh dan dapat tumbuh kembali
setelah ditebang. Hal ini secara tidak langsung kegiatan konservasi sudah berjalan dengan sendirinya. Jumlah rata-rata total nilai manfaat dari petani adalah 301,66
dan Perhutani sebesar 250, sedangkan PT. BKL Group dan LMDH masing- masing sebesar 400 dan 250.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. Hutan rakyat pola kemitraan di Kabupaten dan Kota Tasikmalaya layak
secara finansial baik untuk petani, Perhutani dan PT. BKL Group. Dimana berdasarkan strata kepemilikan lahan, petani strata III memiliki kelayakan
paling tinggi dengan nilai NPV sebesar Rp.
10.288.056; BCR 5,22 dan IRR 64. Adapun berdasarkan lokasi,
Desa Leuwibudah memiliki kelayakan paling tinggi dengan NPV sebesar Rp.7.112.848; BCR 4,73 dan IRR 61.
Berdasarkan analisis finansial, petani merupakan pihak yang lebih diuntungkan daripada mitranya Perhutani dan PT. BKL Group.
2. Hasil analisis tingkat hubungan kemitraan antara keempat pihak, yaitu
petani, BKL Group, Perhutani dan LMDH termasuk kedalam kategori Kemitraan Prima Madya. Adapun kemitraan antara dua pihak, yaitu petani
dan BKL Group termasuk kedalam kategori Kemitraan Prima Utama.
6.2 Saran
1. Perhutani perlu memberikan kebebasan dan pembagian hasil yang lebih
menguntungkan kepada masyarakat, terutama dilihat dari kontribusi masyarakat dalam pengelolaan hutan yang sangat besar menuju kearah
hutan berkelanjutan. 2.
Agar kemitraan PHBM dapat lebih meluas dan meningkat, disarankan agar Perum Perhutani dan PT. BKL Group meningkatkan upaya sosialisasi dan
pembinaan yang berkelanjutan. 3.
Perlu kiranya pertemuan berkala antara kedua belah pihak untuk saling evaluasi atas hubungan kerjasama yang telah dijalankan. Sehingga
hubungan yang telah terjalin dapat lebih ditingkatkan.