tenaga kerja. Keunggulan pola ini hampir sama dengan pola inti-plasma, namun dalam pola ini lebih menekankan pada bentuk bagi hasil.
6. Waralaba
Merupakan pola hubungan antara kelompok mitra dengan perusahaan mitra, dimana perusahaan mitra memberikan hak lisensi, merek dagang, saluran
distribusi perusahaannya kepada kelompok mitra usahanya sebagai penerima waralaba. Kelebihan pola ini, kedua belah pihak sama-sama mendapatkan
keuntungan sesuai dengan hak dan kewajibannya. Keuntungan tersebut dapat berupa adanya alternatif sumber dana, penghematan modal, dan efisiensi. Selain
itu pola ini membuka kesempatan kerja yang luas. Kelemahannya, bila salah satu pihak ingkar dalam menepati kesepakatan sehingga terjadi perselisihan. Selain itu,
pola ini menyebabkan ketergantungan yang sangat besar dari perusahaan terwaralaba terhadap perusahaan pewaralaba dalam hal teknis dan aturan atau
petunjuk yang mengikat. Sebaliknya perusahaan pewaralaba tidak mampu secara bebas mengontrol atau mengendalikan perusahaan terwaralaba terutama dalam hal
jumlah penjualan. 7.
Pola Kemitraan Penyertaan Saham Dalam pola kemitraan ini, terdapat penyertaan modal equity antara usaha
kecil dengan usaha menengah atau besar. Penyertaan modal usaha kecil dimulai sekurang-kurangnya 20 dari seluruh modal saham perusahaan yang baru
dibentuk dan ditingkatkan secara bertahap sesuai kesepakatan kedua belah pihak.
2.4.3 Karakteristik kemitraan
Karakteristik umum kemitraan cenderung untuk mengganbungkan kedekatan hubungan antara taraf dimana para partner dapat bekerjasama dan
kesamaan dari hubungan itu, serta seberapa kuat keseimbangan antara mereka. Sebagai contoh, dimana salah satu definisi kemitraan dijelaskan sebagai suatu
persekutuan dimana
individu-individu masyarakat,
kelompok-kelompok masyarakat ataupun organisasilembaga, sepakat untuk bekerjasama dalam
menjalankan suatu
kegiatan, berbagi
resiko sebagaimana
berbagi manfaatkeuntungan serta menilai kembali hubungan tersebut secara periodik dan
merevisi kesepakatan apabila diperlukan Tennyson 1998 dalam Mayers Vermeulen 2002.
Menurut Nawir et al. 2003, proses kemitraan merupakan proses berkelanjutan yang dinamis dalam rangka menuju suatu keadaan yang saling
menguntungkan bagi semua pihak yang terlibat. Salah satu alasan ekonomi dari
hubungan kerjasama kemitraan adalah akan tercipta perusahaan yang berskala besar, sehingga perusahaan akan lebih efisien dan lebih kompetitif daripada skala
kecil Oktaviani Daryanto 2001. Sementara tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan kemitraan, adalah
1 meningkatkan pendapatan usaha kecil dan masyarakat, 2 meningkatkan perolehan nilai tambah bagi pelaku kemitraan, 3 meningkatkan pemerataan dan
pemberdayaan masyarakat dan usaha kecil, 4 meningkatkan pertumbuhan ekonomi pedesaan, wilayah dan nasional, 5 memperluas kesempatan kerja, dan
6 meningkatkan ketahanan ekonomi nasional Hafsah 2000. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hubungan bisnis yang terjadi
dalam kemitraan harus mampu menghasilkan integrasi bisnis yang saling berkaitan dan menjamin terciptanya keseimbangan, keselarasan, keterpaduan yang
dilandasi saling menguntungkan, saling membutuhkan dan saling membesarkan. Disamping itu, kemitraan harus mengandung konsekuensi peningkatan nilai lebih
pada semua elemen mulai dari pengadaan sarana produksi, usahatani, pengolahan hasil, distribusi dan pemasaran. Dengan kata lain, kemitraan seharusnya
mengandung makna kerjasama sinergi yang menghasilkan nilai tambah Hafsah 2000.
2.5 Analisis Kelayakan Usaha