Hasil analisis data berdasarkan Tabel 6, menunjukkan bahwa karakteristik santri tidak berhubungan positif yang signifikan dengan kompetensi wirausaha
santri baik teknis maupun manajerialnya. Hal ini didasarkan dari hasil uji korelasi Rank Spearman yang menunjukkan bahwa p-value semua variabel karakteristik
santri lebih besar dari sign correlation sebesar 0,05 atau 5 persen. Makna dari hasil uji korelasi tersebut adalah tidak terdapat hubungan positif signifikan antar
variabel. Semua variabel karakteristik tersebut tidak menjamin santri mempunyai kompetensi wirausaha pada usaha sapi potong. Hubungan antara variabel-variabel
karakteristik santri dengan kompetensi wirausahanya pada usaha sapi potong berdasarkan Tabel 6 dijelaskan secara rinci sebagai berikut.
7.1 Hubungan antara Umur dengan Kompetensi Wirausaha Santri
Salah satu variabel dalam karakteristik santri yang diduga berhubungan dengan kompetensi wirausahanya adalah umur. Umur dalam penelitian ini dibagi
menjadi tiga, yaitu muda, sedang, dan tua. Santri yang tergolong muda terdiri dari 58 persen, tergolong sedang 25 persen, dan tergolong tua 17 persen. Umur
menurut Staw 1991 dalam Riyanti 2003 dapat mempengaruhi kompetensi dalam berwirausaha, semakin bertambahnya usia seseorang yang berwirausaha
maka semakin banyak pengalaman di bidang usahanya dan usia sangat terkait dengan keberhasilan sebuah usaha. Akan tetapi berdasarkan uji korelasi Rank
Spearman yang terlampir pada Tabel 6 dapat disimpulkan bahwa umur tidak berhubungan positif yang signifikan dengan kompetensi wirausaha santri baik
teknis maupun manajerial pada usaha sapi potong yang berarti teori Staw tersebut tidak berlaku dalam penelitian ini.
Kompetensi wirausaha santri dapat dimiliki oleh berbagai kalangan umur. Karena semakin tua umur santri yang menempuh pendidikan wirausaha agribisnis
di Perwira Aba tidak menjamin memiliki pengetahuan dan keterampilan kompetensi dalam berwirausaha sapi potong. Kompetensi wirausaha saat ini
tidak hanya dimiliki seseorang yang kategori umurnya tua, banyak wirausahawan saat ini berumur muda.
7.2 Hubungan antara Pekerjaan Orang Tua dengan Kompetensi
Wirausaha Santri
Pekerjaan orang tua diduga berhubungan dengan kompetensi wirausaha santri. Pekerjaan orang tua dibagi menjadi dua kategori, yaitu non-wiraswasta dan
wiraswasta. Data yang didapat, non-wiraswasta 42 persen dan wiraswasta 58 persen. Pekerjaan orang tua sebagai wiraswasta sangat berpengaruh pada
kompetensi wirausaha seseorang, sebagaimana yang disebutkan Staw 1991 dalam Riyanti 2003. Wirausahawan mempunyai orang tua yang bekerja mandiri
atau berbasis sebagai wirausaha. Kemandirian dan fleksibilitas yang ditularkan oleh orang tua akan melekat dalam diri anak-anaknya sejak kecil. Relasi dengan
orang tua yang berwirausaha tampaknya menjadi aspek penting yang membentuk keinginan seseorang menjadi wirausaha.
Kompetensi wirausaha santri baik kompetensi teknis maupun kompetensi manajerial berdasarkan Tabel 6 tidak berhubungan positif yang signifikan dengan
pekerjaan orang tua. Teori Staw 1991 dalam Riyanti 2003 dalam penelitian ini tidak berlaku. Pekerjaan orang tua sebagai wiraswasta maupun non-wiraswasta
tidak menjamin santri memiliki kompetensi wirausaha pada usaha sapi potong. Meskipun ada beberapa santri yang menyatakan berhubungan, salah satunya
ungakapan dari PY, santri Perwira Aba. “Pekerjaan orang tua saya adalah peternak ikan, dan itu
berpengaruh sekali terhadap mental wirausaha saya mbak. Karena dari kecil, saya sudah diajari untuk menjadi seorang pengusaha”
7.3 Hubungan
antara Tingkat
Pendidikan dengan
Kompetensi Wirausaha Santri
Salah satu variabel karakteristik santri yang berhubungan dengan kompetensi wirausaha santri pada usaha sapi potong adalah tingkat pendidikan
santri. Tingkat pendidikan dalam penelitian ini adalah jenjang sekolah yang ditempuh sebelum masuk Perwira Aba. Dikategorikan menjadi tiga, yaitu rendah
Tamat SDMI, sedang tamat SMPMTs, dan tinggi tamat SMAMA. Hipotesis dalam penelitian ini adalah tingkat pendidikan terdapat hubungan positif
yang signifikan dengan kompetensi wirausaha santri. Hal ini diasumsikan dari semakin tinggi tingkat pendidikan maka seseorang akan mempunyai pengetahuan
yang tinggi juga. Seperti yang disebutkan Staw 1991 dalam Riyanti 2003, pendidikan merupakan salah satu faktor yang menunjang keberhasilan usaha
dengan asumsi bahwa pendidikan yang lebih baik akan memberikan pengetahuan yang lebih baik dalam mengelola usaha.
Kesimpulan hasil uji hubungan tingkat pendidikan dengan kompetensi wirausaha santri baik teknis maupun manajerial berdasarkan Tabel 6 tidak
berhubungan positif yang signifikan antar kedua variabel tersebut. Artinya, semakin tinggi pendidikan belum menjamin untuk mempunyai kompetensi
wirausaha dalam bidang agribisnis khususnya usaha sapi potong. Karena semua orang bisa mempunyai kompetensi wirausaha agribisnis meskipun tidak
bersekolah.
7.4 Hubungan antara Pengalaman Berwirausaha sebelum Masuk