pemberian pakan, penanganan kesehatan, dan perkawinan Yusuf, 2010. Dalam kompetensi manajerial usaha ternak sapi menurut Muatip 2008 membutuhkan
kemampuan melakukan perencanaan usaha, mengkoordinasi bidang-bidang yang menjadi tanggungjawabnya, pengawasan, evaluasi, kemampuan berkomunikasi,
kemampuan bermitra, mengatasi kendala usaha, dan memanfaatkan peluang usaha. Sedangkan Yusuf 2010, hanya menyebutkan dua kompetensi manajerial
yaitu perencanaan usaha dan evaluasi usaha.
2.2 Kerangka Pemikiran
Pesantren Wirausaha Agrobisnis Abdurrahman bin Auf sebagai suatu lembaga pendidikan keagamaan sekaligus lembaga kemasyarakatan memiliki
program pendidikan yang dapat menyelenggarakan pendidikan wirausaha agribisnis secara intensif kepada santrinya selama satu tahun. Sebagian besar
santri yang bermukim di Pesantren Wirausaha Agrobisnis Abdurrahman bin Auf berasal dari beragam latar belakang, baik dari individu itu sendiri maupun dari
keluarganya. Kompetensi wirausaha santri dipengaruhi oleh beberapa faktor yang meliputi faktor internal yaitu karakteristik santri dan faktor eksternal yaitu
pendidikan wirausaha agribisnis yang diterapkan Perwira Aba. Kompetensi wirausaha santri pada usaha sapi potong dalam penelitian ini meliputi kompetensi
teknis dan kompetensi manajerial. Karakteristik individu dari para santri terdiri dari umur, pekerjaan orang
tua, tingkat pendidikan, pengalaman berwirausaha sebelum masuk pesantren, dan motivadi mengikuti pendidikan. Hal ini terkait teori Staw 1991 dalam Riyanti
2003 tentang karakteristik individu yang mempengaruhi kompetensi wirausahanya.
Pertama, umur usia seseorang dapat mempengaruhi kompetensi dalam berwirausaha, karena menurut Staw 1991 dalam Riyanti 2003 semakin
bertambahnya usia seseorang yang berwirausaha maka semakin banyak pengalaman di bidang usahanya dan usia sangat terkait dengan keberhasilan
sebuah usaha. Kedua, pekerjaan orang tua berpengaruh pada kompetensi wirausaha seseorang. Staw 1991 dalam Riyanti 2003 membuktikan bahwa
wirausahawan mempunyai orang tua yang bekerja mandiri atau berbasis sebagai
wirausaha. Kemandirian dan fleksibilitas yang ditularkan oleh orang tua akan melekat dalam diri anak-anaknya sejak kecil. Relasi dengan orang tua yang
berwirausaha tampaknya menjadi aspek penting yang membentuk keinginan seseorang menjadi wirausaha. Ketiga, tingkat pendidikan memainkan peranan
penting dalam berwirausaha. Berdasarkan pendapat para ahli, pendidikan merupakan salah satu faktor yang menunjang keberhasilan usaha dengan asumsi
bahwa pendidikan yang lebih baik akan memberikan pengetahuan yang lebih baik dalam mengelola usaha. Keempat, pengalaman berwirausaha sebelumnya juga
mempengaruhi kompetensi wirausahanya. Staw 1991 dalam Riyanti 2003 berpendapat bahwa pengalaman dalam menjalankan usaha merupakan indikator
terbaik dalam berwirausaha, terutama bila bisnis baru itu berkaitan dengan pengalaman bisnis sebelumnya. Karakteristik individu yang lain, yang juga
mempunyai pengaruh dalam berwirausaha adalah motivasi. Motivasi menurut Djiwandono 2006 merupakan salah satu prasyarat yang sangat penting dalam
belajar. Motivasi mempunyai intensitas dan arah direction. Pendidikan wirausaha agribisnis di pesantren juga memiliki pengaruh
terhadap kompetensi wirausaha santri baik teknis maupun manajerial dalam usaha ternak sapi potong, yang meliputi lingkungan belajar di pesantren, materi
pembelajaran, tujuan pendidikan, metode pendidikan, dan materi pendidikan sebagaimana yang disebutkan Mastuhu 1994 dan Arifin 2008.
Pertama, lingkungan kehidupan pesantren oleh Mastuhu 1994 sangat mempengaruhi pendidikan di pesantren. Konsep lingkungan kehidupan pesantren
ini meliputi lingkungan kehidupan masyarakat dalam pesantren, baik lingkungan fisik maupun non fisik yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi
pembentukan dan perkembangan kepribadian anak didik atau santri. Hal ini diperkuat oleh Arifin 2008, dimana lingkungan merupakan sarana untuk
mengembangkan fitrah potensi manusia. Potensi tersebut merupakan faktor pembawaan sejak manusia lahir yang bisa dipengaruhi oleh lingkungan. Apabila
lingkungan lebih kondusif untuk mengembangkan fitrah secara maksimal, akan terjadi perkembangan yang positif. Sebaliknya, jika lingkungan bersifat destruktif,
maka akan terjadi perkembangan yang negatif. Kedua, kurikulum menurut Arifin 2008 mengandung materi yang diajarkan secara sistematis dengan tujuan yang
telah ditetapkan. Pada hakikatnya antara materi dan kurikulum mengandung arti yang sama, yaitu bahan-bahan pelajaran yang disajikan dalam proses
kependidikan. Ketiga, tujuan menurut Arifin 2008 merupakan faktor terpenting dalam proses kependidikan, karena pekerjaan tanpa tujuan yang jelas akan
menimbulkan suatu ketidakmenentuan dalam prosesnya. Keempat, metode menurut Arifin 2008 mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam upaya
pencapaian tujuan, karena metode menjadi sarana dalam menyampaikan materi pelajaran yang tersusun dalam kurikulum. Metode pendidikan yang tidak efektif
akan menjadi penghambat kelancaran proses belajar mengajar sehingga banyak tenaga dan waktu terbuang sia-sia. Fasilitas pendidikan oleh Mastuhu 1994
merupakan alat-alat yang sangat menunjang dalam proses belajar mengajar di pesantren. Oleh karena itu, kerangka pemikiran dalam penelitian ini lebih
jelasnya, dapat dilihat dalam Gambar 1.
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Keterangan: : mempengaruhi
Kompetensi Wirausaha Santri
pada Usaha Sapi Potong
Kompetensi
teknis
Kompetensi manajerial
Pendidikan Wirausaha Agribisnis
Lingkungan belajar di pesantren
Materi pembelajaran
Tujuan pendidikan
Metode pendidikan
Fasilitas pendidikan Karakteristik Santri
Umur
Pekerjaan orang tua
Tingkat pendidikan
Pengalaman berwirausaha sebelum
masuk pesantren
Motivasi mengikuti pendidikan
2.3 Hipotesis Penelitian