5.2.2. Jaminan Mutu
Menurut Retnowati 2007, terjadinya penolakan produk hasil perikanan Indonesia di pasar global adalah kurang cermatnya penanganan mutu pada
aktivitas produksi di bagian hulu misalnya perairan daerah tangkapan tercemar dan tercemarnya ikan pada saat penangkapan atau pengumpulan oleh pemasok
hingga aktivitas produksi di bagian hilir industri pengolahan. Bagi industri pengolahan berbasis ekspor, jaminan mutu terhadap bahan baku dan produk
serta dimilikinya sertifikat mutu merupakan syarat utama untuk memperoleh kepercayaan konsumen terhadap mutu produk yang dihasilkan.
a. Jaminan mutu bahan baku Jaminan mutu bahan baku diperoleh melalui pengawasan mutu terhadap
setiap ikan segar yang dipasok ke industri. Pengawasan mutu meliputi penilaian kesesuaian mutu ikan yang dipasok dengan standar mutu yang
digunakan oleh industri. Standar bahan baku pada industri berperan dalam hal pengendalian mutu, mempermudah proses pengolahan serta keseragaman
produk akhir yang dihasilkan. Standar bahan baku yang diterapkan oleh industri perikanan meliputi standar organoleptik, fisik, kimia, dan mikrobiologi.
Standar fisik bahan baku terdiri dari ketentuan ukuran bobot ikan dan suhu ikan. Standar ukuran bahan baku ikan diperlukan untuk mempermudah
dihasilkannya produk akhir sesuai dengan standar permintaan pelanggan. Suhu ikan pada saat diterima oleh bagian penerimaan bahan baku menjadi
indikator adanya perubahan mutu pada ikan selama transportasi menuju industri. Suhu ikan yang baik pada saat diterima adalah tidak lebih dari 5
C. Bila ikan yang dipasok memiliki suhu lebih dari standar, telah dapat dipastikan
adanya pertumbuhan dan peningkatan aktivitas mikroorganisme yang menurunkan mutu ikan.
Di PT DSFI, ikan yang diperoleh dari pemasok disortasi berdasarkan standar mutu organoleptik dan fisik. Sortasi dilakukan oleh pegawai yang telah
berpengalaman secara teliti. Apabila dalam sortasi bahan baku diperoleh ikan yang dianggap ragu-ragu antara diterima ataupun ditolak, karena walaupun
terlihat seperti mutu di bawah standar tetapi masih memiliki beberapa ciri mutu baik yang dapat diterima, maka ikan disayat mulai dari belakang kepala
menuju ekor, sejajar tulang belakang sepanjang sirip punggung dorsal. Perlakuan tersebut dimaksudkan untuk memeriksa apakah terdapat bercak
putih seperti panu milky white spot pada daging, daging yang berwarna
kehijauan greenish meet ataupun bau yang menusuk. Apabila diperoleh salah satu dari tiga hal di atas maka ikan dinyatakan di bawah standar dan
dikembalikan kepada pemasok, sedangkan jika tidak diperoleh ketiga hal seperti di atas, maka ikan diterima untuk diproses lebih lanjut. Pada Tabel 22
dan 23 diperlihatkan standar mutu organoleptik dan kriteria ukuran ikan yang digunakan oleh PT DSFI.
Tabel 22. Kriteria mutu organoleptik bahan baku ikan di PT DSFI
Mutu Baik BS Below Standar
• Mata jernih dan masih menonjol • Sisik melekat kuat
• Warna tubuh tidak pucat cemerlang • Warna insang merah
• Bau khas ikan segar • Daging kenyal elastis bila ditekan
dengan jari akan kembali pada keadaan semula
• Lendir sedikit dan rupa lendir cemerlang
• Tidak ada kerusakan fisik • Mata redup dan masuk ke dalam
• Sisik mudah lepas • Insang berwarna coklat hingga kekuningan
• Bau busuk yang menusuk • Daging lunak
• Terdapat bercak putih seperti panu milky white spot pada daging
• Daging yang berwarna kehijauan greenish meat
• Warna tubuh pucat dan tidak menarik • Terdapat kerusakan cacat fisik
Tabel 23. Kriteria ukuran bahan baku pada PT DSFI
Ukuran Size Bobot Weight
Al Large As Small
B C
D BS Bellow Standard
2,50 Kg – Up 1,50 Kg – 2,49 Kg
1,00 Kg – 1,49 Kg 0,50 Kg – 0,99 Kg
0,35 Kg – 0,49 Kg Tidak ditentukan
Sumber : Divisi Produksi PT DSFI, 2008
b. Jaminan mutu produk Jaminan mutu produk diperoleh melalui pengawasan titik kritis
pengolahan serta kesesuaian produk dengan standar produk dan pengolahan yang digunakan oleh perusahaan. Standar produk meliputi karakteristik fisik,
kimia, dan mikrobiologi. Standar fisik merupakan kriteria fisik produk berupa penampilan dan ukuran. Kesesuaian produk dengan batas toleransi bahaya
Sumber : Divisi Produksi PT DSFI 2008
pada standar kimia dan mikrobiologi menjadi jaminan bagi konsumen bahwa produk yang dihasilkan aman untuk dikonsumsi.
Standar mutu produk yang digunakan oleh PT DSFI mengacu pada standar Codex Alimentarius yang dikeluarkan oleh Food and Drugs
Administration FDA. Codex Alimentarius menjadi standar yang diacu secara internasional, sehingga PT DSFI yang mengekspor produknya ke Amerika
Serikat 45, Jepang 35, Uni Eropa 15 dan beberapa negara Asia lain 5 seperti Singapura, Hongkong, dan Malaysia mengikuti standar dan
persyaratan produk yang dikeluarkan oleh FDA. Perusahaan selalu mengupayakan diproduksinya produk olahan tepat mutu sesuai dengan
standar mutu yang digunakan. Untuk menjamin mutu produk yang dihasilkan, pemeriksaan mutu produk
akhir dilakukan sebelum produk dikemas oleh petugas bagian pengepakan dan pengawasan mutu. Untuk produk fillet ikan, daging fillet beku diperiksa
satu persatu berdasarkan standar organoleptik dari setiap pan pembeku yang dikeluarkan dari blast air freezer. Produk yang telah dikemas kemudian
disimpan di dalam cold storage. Penyimpanan di cold storage menggunakan sistem FIFO First-In First-Out dan master carton disusun berdasarkan jenis
ikan dan jenis potongan, di atas palet kayu agar tidak berhubungan langsung dengan lantai. Cold storage dioperasikan pada suhu -30 ºC atau lebih rendah
untuk menjaga kestabilan mutu produk. Supervisor cold storage memonitor suhu cold storage setiap satu jam sekali dan dicatat oleh pengawas Quality
Control .
c. Sertifikasi mutu Sertifikasi mutu berkaitan erat dengan diperolehnya sertifikat jaminan
mutu oleh perusahaan. Peran penting kepemilikan sertifikat mutu oleh industri adalah mampu meningkatkan daya saing industri melalui kepercayaan
pelanggan dan penerimaan produk yang dihasilkan oleh industri tersebut. Untuk meningkatkan daya saing industri pengolahan ikan Indonesia, Menteri
Kelautan dan Perikanan mengeluarkan peraturan No. 01MEN2007 tentang pengendalian sistem jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan. Peraturan
tersebut mengharuskan setiap industri pengolahan ikan memiliki sertifikat jaminan mutu yang meliputi Sertifikat Kelayakan Pengolahan SKP, Sertifikat
Penerapan Program Manajemen Mutu Terpadu PMMT atau hazard analysis critical control point
HACCP dan Sertifikat Kesehatan.
Sertifikat Kelayakan Pengolahan SKP adalah sertifikat yang diberikan kepada unit pengolahan ikan yang telah menerapkan Good Manufacturing
Practices GMP, serta memenuhi persyaratan Standard Sanitation Operating
Procedure SSOP dan Good Hygiene Practices GHP sesuai dengan standar
dan regulasi dari Otoritas Kompeten. Sertifikat Penerapan PMMT atau HACCP merupakan sertifikat yang diberikan kepada perusahaan yang telah
menerapkan konsep HACCP sebagai sistem mutu. Sertifikat Kesehatan adalah sertifikat yang dikeluarkan oleh laboratorium yang ditunjuk oleh
pemerintah yang menyatakan bahwa ikan dan hasil perikanan telah memenuhi persyaratan jaminan mutu dan keamanan untuk dikonsumsi
manusia. Penerapan HACCP dengan baik oleh DSFI dibuktikan oleh diberikannya
sertifikat SGS Verification Certificate HACCP dari Amerika Serikat dan EEC European Economic Community. Sertifikasi pengendalian mutu internasional
tersebut membuka seluruh pasar internasional bagi produk yang dihasilkan PT DSFI. Sertifikasi tersebut juga menunjukkan bahwa PT DSFI secara terus
menerus menjaga standar yang tinggi untuk higienitas unit pengolahan dan pelatihan pegawai.
d. Ketertelusuran informasi produk Hasil penilaian kesesuaian mutu ikan yang dipasok ke industri dan
produk yang dihasilkan tidak hanya satu-satunya unsur penting dalam hal jaminan mutu produk industri pengolahan ikan. Saat ini dokumen
ketertelusuran informasi produk menjadi pelengkap jaminan mutu dan semakin diperlukan bagi produsen maupun konsumen dalam bisnis pangan
global. Negara-negara Uni Eropa dan Amerika Serikat telah memberlakukan peraturan sistem ketertelusuran bagi produk perikanan yang dipasarkan di
negaranya. Pelaku usaha yang memasarkan produk ikan olahan di negara- negara tersebut harus mampu menunjukkan informasi yang berkaitan dengan
produk seperti negara asal, metode produksi dan area penangkapan NIFA, 2000; Liu, 2002.
Ketertelusuran memiliki makna kemampuan untuk menelusuri sesuatu, dimana informasi terkait harus dapat diperoleh ketika diperlukan. Informasi
yang terkait dengan pemasok, asal ikan tangkapan yang diperoleh, serta waktu pengiriman bahan baku diperlukan dalam dokumen ketertelusuran
bahan baku dan sebagai sumber evaluasi perusahaan terhadap kinerja pemasok ikan. Dokumen ketertelusuran produk mencakup informasi jenis
produk yang dihasilkan, perlakuan dalam proses pengolahan, serta pihak yang bertanggung jawab terhadap produk yang dihasilkan. Bagi industri
pengolahan ikan, pelaksanaan sistem ketertelusuran berkaitan erat dengan jaminan keamanan pangan, mutu dan pelabelan.
Pelabelan produk bukan berarti seluruh informasi yang terkait dengan produk dicantumkan pada label produk. Berdasarkan standar TraceFish yang
diterapkan di negara-negar Uni Eropa, pelabelan produk dalam sistem ketertelusuran adalah pelabelan setiap unit barang yang diperdagangkan
dengan suatu nomor ID yang unik Liu, 2002. Nomor ID tersebut mempermudah pengguna melakukan penelusuran informasi pada dokumen
ketertelusuran produk. Pada PT DSFI pelabelan dilakukan pada setiap kemasan produk yang dihasilkan. Informasi berkaitan dengan produk yang
dicantumkan pada label meliputi jenis ikan, ukuran, potongan, merk dagang, cara penyimpanan dan kode produksi. Kode produksi menunjukkan kode unit
pengolahan, tanggal, bulan dan tahun pembuatan. Pada produk yang ditujukan untuk pasar ekspor, pada label kemasan dicantumkan juga approval
number .
Bagi produsen, ketertelusuran informasi produk tidak hanya berperan dalam jaminan keamanan pangan, pertanggungjawaban pemasaran dan
keamanan produk. Ketertelusuran pada produk pangan juga diperlukan untuk alasan komersial seperti untuk efisiensi produksi dan distribusi, serta untuk
verifikasi klaim pasar terhadap suatu produk atau cara berproduksi termasuk klaim etika, moral dan lingkungan seperti produk organik dan isu perikanan
berkelanjutan. Dengan penerapan sistem ketertelusuran, asal produk cacat atau berbahaya dapat diverifikasi. Penolakan atau penghancuran secara
masal terhadap produk sejenis dari perusahaan-perusahaan pengekspor negara yang sama namun tidak menghasilkan produk bermasalah dapat
dicegah. Bagi konsumen, penerapan ketertelusuran pada rantai pasokan secara penuh untuk produk pangan memberikan keyakinan terhadap jaminan
yang baik terhadap keamanan dan kesehatan produk yang dibelinya Gregersen, 2000.
5.2.3. Kepuasan Pelanggan