Gambar 27. Beragam penyebab masalah bagi kinerja mutu rantai pasok industri pengolahan ikan laut tangkapan di wilayah utara Jawa Barat
5.3.1. Permasalahan Mutu dan Jaminan Mutu Bahan Baku
Secara umum, kondisi mutu dan jaminan mutu ikan laut tangkapan yang didaratkan di pelabuhan pendaratan ikan yang dikaji untuk bahan baku industri
pengolahan ikan masih rendah. Beragam penyebab permasalahan tersebut terdapat pada setiap tahap aktivitas dalam rantai pasok ikan untuk industri
pengolahan. Pada level nelayan, ikan hasil tangkapan tidak selalu memiliki mutu organoleptik yang baik. Adanya penanganan yang kurang baik selama aktivitas
penanganan ikan sepanjang rantai pasok menyebabkan potensi kerusakan fisik maupun kontaminasi pada ikan cukup besar. Ilustrasi masalah mutu dan jaminan
mutu bahan baku industri pengolahan ikan pada kasus yang terdapat pada rantai pasok ikan yang didaratkan di enam TPI yang dikaji diperlihatkan pada Gambar
28. Pada gambar tersebut ilustrasi permasalahan mutu dan jaminan mutu ikan dikelompokkan dalam tiga jenis aliran rantai pasok, berdasarkan kemiripan
karakteristik permasalahan mutu dan jaminan mutu utama pada masing-masing aliran rantai pasok ikan melalui TPI.
Pengaruh perubahan iklim dan musim
Persaingan dalam
memperoleh ikan laut tangkapan
Permasalahan Mutu dan Jaminan
Mutu Bahan Baku Permasalahan
Mutu dan Jaminan Mutu Produk
Masih Lemahnya Kemampuan Teknologi
Kondisi mutu ikan yang didaratkan tidak
setiap saat baik Besarnya potensi
penurunan mutu ikan akibat kerusakan fisik
serta kontaminasi Jaminan mutu
produk baik masih kurang
Sertifikasi mutu produk masih
kurang Penerapan ketertelusuran
informasi belum dapat dilakukan
Permasalahan kemampuan teknologi
pada usaha pengolahan ikan
Permasalahan rendahnya tingkat kemampuan
teknologi dalam menunjang aktivitas penangkapan ikan
Permasalahan Kinerja Mutu
Rendahnya jaminan pasokan bahan baku yang
berkesinambungan Permasalahan
dalam menerapkan SSOP
Gambar 28. Masalah mutu dan jaminan mutu bahan baku ikan laut tangkapan untuk industri pengolahan ikan
5.3.1.1. Kondisi Mutu Organoleptik Ikan Tangkapan yang Didaratkan Oleh
Nelayan dan Jaminan Keamanannya
Kondisi mutu ikan yang dibongkar dari kapal-kapal yang memasok ikan di enam TPI yang dikaji beragam. Perbandingan banyaknya ikan bermutu baik dari
total ikan yang dipasok ke TPI tidak selalu sama setiap harinya. Ikan tersebut tidak hanya ikan dengan mutu layak dikonsumsi, tetapi juga ikan bermutu rendah
yang tidak layak dikonsumsi. Ikan bermutu rendah tidak layak dikonsumsi masih bernilai ekonomis sebagai bahan baku pembuatan pakan ternak, pakan ikan atau
pupuk organik. Ketentuan peraturan daerah Jawa Barat no 5 tahun 2005 pasal 3 yang menyatakan bahwa ikan berkategori busuk atau secara organoleptik tidak
layak dikonsumsi manusia tetap harus dilelang, menyebabkan ikan hasil tangkapan nelayan dengan kondisi mutu rendah masih dapat dipasok ke TPI.
Pendaratan Ikan Ikan Cucut
dan Pari
Pendaratan Ikan
Pendaratan Ikan
Penanganan di TPI Kejawanan,
Kota Cirebon Industri
Pengolahan Ikan
Industri Pengolahan
Ikan
Industri Pengolahan
Ikan
Mutu organoleptik ikan tangkapan rendah
Penanganan yang baik untuk ikan cucut dan pari
tidak terlalu diperhatikan Pengangkutan ikan
menggunakan truk tanpa pemberian es
Ikan tidak selalu memiliki mutu
organoleptik baik Penggunaan air laut
di sekitar PPI untuk membersihkan ikan
Penerapan SSOP dan GHdP belum
seluruhnya baik Penanganan ikan dalam
transportasi belum seluruhnya baik
Penanganan di empat TPI di Subang dan Indramayu
Kondisi mutu organoleptik ikan
yang didaratkan tidak selalu sama
Belum ada jaminan keamanan akibat
kontaminasi pekerja Sanitasi
lingkungan kurang
Penanganan di TPI Mina Bumi Bahari, Kab
Cirebon
- Hasil analisis penilaian karakteristik organoleptik ikan yang didaratkan di PPP Blanakan, PPI Eretan Kulon, PPP Eretan Wetan, PPP Karangsong, dan PPN
Kejawanan. Karakteristik organoleptik ikan yang didaratkan di PPP Blanakan, PPI
Eretan Kulon, PPP Eretan Wetan, PPP Karangsong, dan PPN Kejawanan diidentifikasi bermutu rendah hingga baik. Hasil penilaian karakteristik
organoleptik ikan yang dominan dipasok ke TPI pada waktu pengamatan menunjukkan bahwa nilai organoleptik ikan yang layak dikonsumsi memiliki
rentang nilai rata-rata antara 6 - 8.3. Beberapa ikan yang diamati dengan mutu
rendah memiliki rentang nilai organoleptik rata-rata antara 4 - 5.5 Tabel 25. Tabel 25. Rentang nilai karakteristik organoleptik dan jenis ikan yang dinilai
pada pengamatan mutu ikan yang didaratkan oleh nelayan
Lokasi Jenis Ikan
yang dinilai Rentang Nilai Jenis
Karakteristik Organoleptik Rentang
Nilai Total Organoleptik
Mata Insang
Bau Kekenyalan
PPI Blanakan
Tenggiri 7-8
7-8 7-8
7-8 7 – 8
Kakap Merah 6-7
6-7 7
7 6.5 – 7
Kembung 7-8
7-8 7-8
7-8 7 – 8
Manyung 6-7
6-7 7-8
7 6.5 – 7.25
Etong 4-5
4-5 4-5
4-5 4 – 5
Remang 6-7
6-7 7
6-7 6.25 – 7
PPI Eretan Kulon
Kuniran 7-8
7-8 7-8
7-8 7 – 8
Mata Besar 7-9
8-9 8-7
7 7.5 – 8.25
Julung-julung 6-7
7 6-7
7 6.5 – 7
Selar 6-8
7 7
7 6.75 - 7.25
PPP Eretan Wetan
Lemuru 6-7
6-7 6-7
7 6.5 – 7
Bawal hitam 7-8
7-8 7
7 7 – 7.5
Tenggiri 7-8
7-8 7
7-8 7.25 - 7.8
Layur 7-8
7-8 7
7 7 – 7.5
PPI Karangsong
Tongkol 5-9
6-9 6-7
5-8 5.5 – 8.25
Kakap Merah 8-9
8-9 7
8 7.8 – 8.25
Tenggiri 8-9
8 7
7-8 7.5 – 8
Bawal 8-7
7-8 7
7-8 7 – 7.8
Manyung 7
7-6 7-6
8-7 6.5 – 7.25
Remang 6-7
6-7 6-7
7 6.5 - 6.75
PPN Kejawanan
Pari 5
5 2-4
4 4 - 4.5
Ikan dengan mutu baik merupakan ikan segar yang layak dikonsumsi dan memiliki nilai skala organoleptik lebih dari enam. Ikan dengan nilai organoleptik
lebih rendah dari enam namun belum mendekati karakteristik ikan busuk masih dapat dikonsumsi manusia setelah diolah terlebih dahulu menjadi produk
olahan seperti kerupuk atau ikan asin. Sebagian besar ikan yang didaratkan nelayan dan dipasok ke TPI yang dikaji memiliki karakteristik organoleptik yang
baik sebagai ikan yang layak dikonsumsi. Walaupun demikian nelayan tidak selalu memasok ikan dalam kondsi mutu organoleptik yang baik.
Berdasarkan hasil penilaian karakteristik organoleptik ikan hasil tangkapan yang dibongkar dari kapal, permasalahan dalam pendinginan ikan
dan teknik penanganan merupakan penyebab utama kerusakan fisik dan rendahnya mutu organoleptik ikan. Nelayan telah mengetahui pentingnya
penjagaan kesegaran ikan dengan menggunakan es balok untuk penyimpanan ikan dalam palka kapal atau kotak berinsulasi pada perahu motor. Walaupun
demikian, nelayan belum mampu mempertahankan nilai mutu maksimal ikan hasil tangkapannya akibat ketidakpastian perolehan hasil tangkapan dan
kecukupan es balok untuk mendinginkan ikan saat penyimpanannya di palka kapal.
Pada saat musim ikan tangkapan sulit diperoleh atau adanya gangguan cuaca di laut, waktu melaut nelayan menjadi lebih lama. Kurangnya jumlah es
untuk menjaga kesegaran ikan mengakibatkan penurunan kesegaran ikan menjadi lebih cepat sedangkan palka pada kapal-kapal yang memasok ikan ke
TPI di wilayah utara Jawa Barat belum dilengkapi oleh alat pendingin refrigerator. Banyaknya es balok yang dibawa oleh nelayan disesuaikan
dengan ukuran palka atau kotak pendingin yang digunakan serta rencana lama waktu melaut. Walaupun demikian banyak nelayan yang tidak membawa es
sesuai dengan jumlah yang diperlukan dengan alasan khawatir memperoleh tangkapan dalam jumlah sedikit sedangkan biaya yang dikeluarkan untuk
membeli es cukup besar dan modal nelayan terbatas. Ketika nelayan memperoleh jumlah tangkapan yang banyak, jumlah es yang dibawa oleh
nelayan tidak selalu cukup untuk mempertahankan suhu ikan di bawah 5 C
hingga ikan dibongkar di PPI.
Rata-rata jumlah es yang dibawa oleh kapal purse seine yang melaut 7- 10 hari adalah sekitar 240 balok es dengan bobot 50 kgbalok total bobot es
balok mencapai 12 ton. Kapal bubu dengan tangkapan utama ikan kakap yang berlabuh di PPN Kejawanan membawa sekitar 560 balok es dengan
bobot satu kwintalbalok total bobot es balok mencapai 56 ton untuk melaut sekitar 45 hari. Kapal dengan alat tangkap gill net dasar yang melaut sekitar 2-
3 bulan membawa balok es 800-1000 balok total bobot es balok mencapai 80- 100 ton. Pada Gambar 29 diperlihatkan aktivitas pengisian es pada palka
kapal purse sein dan kotak pendingin di perahu motor, sedangkan pada Gambar 30 diperlihatkan palka kapal dengan alat tangkap bubu dan kapal
dengan alat tangkap gill net dasar yang telah diisi es.
a b Gambar 29. Aktivitas penyiapan es yang digunakan selama melaut
a. Penyiapan es pada kapal purse sein; b. Penyiapan es di dalam kotak pendingin di perahu motor
Gambar 30. Palka kapal dengan alat tangkap bubu kiri dan palka kapal dengan alat tangkap gill net dasar kanan yang telah diisi es
Adanya penanganan diketahui berdasarkan
pada tubuh ikan yang kapal yang baik sangat
kapal. Keberhasilan pe beberapa faktor yaitu
penanganan, dan kete yang baik di kapal dapat
masih dalam kondisi bai Kerusakan fisik
tidak baik meliputi patah ikan, terlepasnya mat
sehingga tulang ikan di atas kapal yang
pelemparan ikan ke dal tidak baik, pengisian ik
alat penanganan ikan tangkapan. Pada G
terdapat pada ikan tong
Gambar 31. Ker dagi
Gambar 32. Ker lunak
pen ganan ikan yang kurang baik selama berada di k
an ciri-ciri organoleptik ikan berupa adanya keru ng dikeluarkan dari palka kapal. Penanganan ik
gat diperlukan mulai dari ikan ditangkap dan d penanganan ikan di atas kapal dapat dipeng
tu alat tangkap dan penanganan, media pendin eterampilan pekerja Junianto, 2003. Penang
dapat memperlambat laju kerusakan sehingga i baik ketika dibongkar dari kapal.
ik yang dapat diidentifikasi akibat penanganan atahnya bagian ekor dan sirip, terkelupasnya sisik
ata, dan dinding perut serta bagian tubuh lain n dapat terlihat. Teknik penanangan ikan yang t
g mengakibatkan kerusakan fisik pada ikan dalam palka, penyusunan ikan dan es di dalam p
ikan ke dalam wadah secara berlebihan, dan pe an yang tidak baik menyebabkan luka pada t
Gambar 31 dan 32 diperlihatkan kerusakan ongkol yang dipasok ke TPI PPI Karangsong.
erusakan fisik ikan berupa dinding perut d aging punggung robek, serta sirip dan ekor patah
erusakan fisik ikan berupa kulit lecet dan daging unak membentuk pola kotak-kotak dinding kera
enyimpanan ikan 89
i kapal dapat rusakan fisik
ikan di atas disimpan di
garuhi oleh ingin, teknik
nganan ikan a mutu ikan
n ikan yang sik atau kulit
innya robek tidak benar
an meliputi palka yang
penggunaan tubuh ikan
fisik yang
dan tah
ng yang ranjang
Aktivitas penangkapan ikan dan penyimpanan ikan di dalam palka kapal selama melaut termasuk titik kendali kritis dalam rangkaian penanganan ikan
laut tangkapan untuk bahan baku industri pengolahan ikan. Potensi bahaya yang terdapat pada aktivitas penangkapan dan penyimpanan ikan di dalam
palka kapal terdiri dari dekomposisi ikan, kerusakan fisik terjadinya cacat pada tubuh ikan, dan pertumbuhan bakteri patogen. Pencegahan terhadap
timbulnya potensi bahaya dapat dilakukan dengan penerapan teknik penanganan ikan yang baik dengan mempertahankan suhu ikan tidak lebih dari
5 C dan menerapkan teknik penyimpanan ikan yang benar.
Penanganan yang baik dengan meminimalkan cacat pada ikan diperlukan untuk mengurangi perkembangan bakteri pembusuk terutama bila lingkungan
penyimpanan ikan mendukung pertumbuhan bakteri tersebut. Mendinginkan ikan hasil tangkapan dengan segera dan mempertahankan suhunya tidak lebih
dari 5 C dapat memperpanjang waktu rigor ikan dan memperlambat proses
dekomposisi akibat penguraian oleh enzim maupun oksidasi lemak sehingga daya simpan ikan cukup panjang. Kondisi suhu penyimpanan antara -1
C hingga 5
C juga akan menghambat pertumbuhan dan penyebaran bakteri pembusuk menuju ke dalam daging melalui pembuluh darah dan selaput
rongga perut Ilyas, 1993. Pada Tabel 26 diperlihatkan penyebab potensi bahaya pada aktivitas penangkapan dan penyimpanan ikan selama kapal
melaut, serta tindakan pencegahan timbulnya bahaya. Tabel 26. Potensi bahaya pada aktvitas penangkapan dan penyimpanan ikan
hasil tangkapan selama kapal melaut
Tahap Proses Potensi Bahaya
Penyebab Bahaya Tindakan yang Dapat Mencegah,
Menghilangkan atau Menurunkan Bahaya Sampai Tingkat yang Dapat
Diterima
1. Penangkapan ikan di laut
Fisik
- Kerusakan fisik terjadinya
cacat pada tubuh ikan
- Dekomposisi - Cara membunuh ikan
dan penanganan ikan hasil tangkapan oleh
nelayan yang tidak baik - Ikan tidak segera
didinginkan Penerapan GHdP yang baik pada
penangkapan ikan oleh nelayan
2. Penyimpanan ikan di dalam
palka kapal selama kapal
melaut
Fisik
- Dekomposisi
Biologi
- Pertumbuhan mikroorganisme
Cara penyimpanan tidak baik
Penerapan GHdP pada penyimpanan ikan hasil tangkapan
oleh nelayan dengan baik Suhu penyimpanan
5 C
Penyimpanan ikan sesuai dengan jumlah es yang mencukupi hingga
kapal sampai di tempat pendaratan ikan; Perbaikan teknik pendinginan
ikan.
- Karakteristik organoleptik ikan teri nasi di TPI Mina Bumi Bahari Karakteristik organoleptik untuk penilaian mutu ikan teri nasi segar yang
dipasok ke TPI Mina Bumi Bahari berbeda dengan penilaian organoleptik ikan yang dipasok pada lima TPI lain yang dikaji. Ikan teri nasi segar memiliki
ukuran rata-rata 2.5 cm. Dengan ukuran yang kecil tersebut kriteria penilaian karakteristik organoleptik yang digunakan pada ikan yang dipasok di lima TPI
yang dikaji tidak dapat digunakan. Mutu ikan teri nasi segar dinilai berdasarkan warna, bau, dan teksturnya. Ikan teri nasi segar dengan mutu terbaik memiliki
karakteristik berwarna putih bening, berbau khas ikan teri nasi segar, dan memiliki tekstur tidak terlalu lemas Goenawan, 2007. Karakteristik tersebut
menjadi dasar penerimaan ikan teri nasi segar oleh perusahaan pengolahan ikan teri nasi berbasis ekspor dan penentuan harga ikan teri nasi. Selain
karakteristik organoleptik, banyaknya campuran ikan kecil lain pada teri nasi juga menjadi dasar penerimaan ikan teri nasi segar oleh perusahaan dan
penentuan harga. Campuran ikan lain yang sangat banyak akan menyebabkan rendahnya rendemen teri nasi olahan dan waktu penyortiran menjadi lebih
lama. Serupa dengan kondisi mutu pasokan ikan di TPI lain yang dikaji, mutu
pasokan ikan teri nasi segar di TPI Mina Bumi Bahari tidak selalu sama setiap waktunya. Pada saat dilakukan pengamatan terhadap pasokan ikan teri nasi di
TPI Mina Bumi Bahari, ikan teri nasi yang dipasok oleh nelayan tidak mencapai kriteria mutu ikan teri nasi terbaik. Pada saat itu penangkapan dilakukan di luar
musim tangkap ikan teri nasi sehingga nelayan tidak dengan mudah memperoleh ikan teri nasi. Waktu penangkapan yang lebih lama dan
ketersediaan es yang kurang untuk mempertahankan kesegaran ikan menjadi salah satu penyebab tidak terdapat ikan teri nasi yang mencapai mutu terbaik
ketika dipasok ke TPI pada saat tersebut. Ikan teri nasi dengan mutu terbaik biasanya dapat dipasok oleh nelayan saat musim tangkap ikan teri nasi, yaitu
antara bulan Juni hingga Agustus. Ikan teri nasi segar memiliki karakteristik laju penurunan kesegaran yang
sangat cepat dibandingkan dengan ikan lain yang berukuran lebih besar. Mempertahankan kesegaran ikan teri nasi mulai dari tahap penangkapan
sangat penting. Penanganan ikan teri nasi hasil tangkapan oleh nelayan selama pengkapan di laut termasuk titik kendali kritis. Perubahan karakteristik
fisik ikan teri nasi segar merupakan potensi bahaya utama pada penanganan
ikan teri nasi. Batas kritis untuk tindakan pencegahan bahaya tersebut adalah suhu penyimpanan ikan teri nasi tidak lebih dari 5
C. Pada Tabel 27 diperlihatkan potensi bahaya, penyebabnya dan tindakan pencegahan
timbulnya bahaya pada penanganan ikan teri nasi hasil tangkapan nelayan. Tabel 27. Potensi bahaya dan tindakan pencegahannya pada penanganan ikan
teri nasi hasil tangkapan nelayan
Tahap Proses
Potensi Bahaya
Penyebab Bahaya
Keterangan Tindakan
Pencegahan
Penanganan ikan teri nasi
hasil tangkapan
nelayan
Fisik Perubahan
karakteristik fisik ikan teri
nasi segar - Penyimpanan
ikan tidak menggunakan
es - Suhu
penyimpanan 5
C Suhu penyimpanan
ikan teri nasi yang tinggi mempercepat
kerusakan ikan teri nasi yang ditandai
perubahan warna, bau, dan tekstur
ikan yang semakin lembek.
Penggunaan tempat penyimpanan ikan teri
nasi berinsulasi yang berisi es.
5.3.1.2. Potensi Kerusakan Fisik dan Kontaminasi pada Penanganan Ikan di TPI hingga Transportasi ke Industri Pengolahan Ikan
Potensi kerusakan fisik dan kontaminasi pada ikan di sepanjang rantai pasok ikan laut tangkapan yang dipasok oleh nelayan ke TPI hingga industri
pengolahan cukup besar. Penyebab utama permasalahan tersebut adalah lemahnya penerapan good handling practices GHdP dan sanitasi yang baik
selama aktivitas penanganan ikan di TPI maupun pengangkutan ikan ke industri pengolahan ikan.
a. Penerapan Sanitation Standard Opertaion Procedure SSOP di TPI Hasil penilaian penerapan SSOP di TPI berdasarkan ketentuan Menteri
Perikanan dan Kelautan No.Kep.01men2002 tentang “Sistem Manajemen Mutu Terpadu Hasil Perikanan” menunjukan bahwa belum seluruh ketentuan SSOP di
TPI dapat diterapkan dengan baik. Pada Tabel 28 diperlihatkan hasil penilaian penyimpangan penerapan SSOP pada masing-masing TPI yang dikaji.
9 3
Tabel 28. Matriks penilaian penerapan SSOP di TPI
NO Aspek yang dinilai
TPI Mina Fajar Sidik TPI Mina Bahari
TPI Misaya Mina TPI Mina Sumitra
TPI Mina Bumi Bahari TPI PPN Kejawanan
Nilai Nilai
Nilai Nilai
Nilai Nilai
Mn My Sr Kr Ok Mn My Sr Kr Ok Mn My Sr Kr Ok Mn My Sr Kr Ok Mn My Sr Kr Ok Mn My Sr Kr Ok
1 Penanganan Sampah Limbah
• Penanganan sampah limbah dan peralatan tidak baik
• Terdapat debu yang berlebihan di jalanan dan tempat parkir
• Sistem pembuangan airsaluran kurang baik
•
Tidak ada kontrol terhadap tikusbinatang dan serangga
pengganggu lainnya
2 Konstruksi Bangunan
• Rancang bangun, bahan-bahan atau konstruksinya menghambat
program sanitasi • Lantai terbuat dari bahan yang
tidak mudah diperbaiki • Konstruksi lantai tidak sesuai
dengan persyaratan teknik sanitasi dan higiene
• Pertemuan antar lantai dan dinding tidak mudah dibersihkan
• Kemiringan lantai tidak sesuai • Tidak kedap air
Sub Jumlah Adanya Penyimpangan
- 3
- -
- 4
- -
- 1
- -
- 1
- -
2 2
- -
- 2
- -
Keterangan: X = jenis penyimpangan = kenyataan di lapangan tidak sesuai dengan pernyataan pada kolom X = kenyataan di lapangan sesuai dengan pernyataan pada kolom
X X
X X
X X
X X
X X
X X
X X
X X
X
X X
X X
X X
X X
X X
X X
X X
X X
X
X X
X X
X X
X X
X X
X X
X X
X X
X X
X
X X
X X
X X
X X
X X
X X
X
9 4
Tabel 28. Lanjutan
NO Aspek yang dinilai
TPI Mina Fajar Sidik TPI Mina Bahari
TPI Misaya Mina TPI Mina Sumitra
TPI Mina Bumi Bahari TPI PPN Kejawanan
Nilai Nilai
Nilai Nilai
Nilai Nilai
Mn My Sr Kr Ok Mn My Sr Kr Ok Mn My Sr Kr Ok Mn My Sr Kr Ok Mn My Sr Kr Ok Mn My Sr Kr Ok
• Dinding tidak tahan air, tidak halus dan tidak mudah dibersihkan serta
pada ketinggian di bawah 120 cm tidak bebas dari benda-benda
yang dapat mengganggu proses pembersihan
• Lampu di tempat penjualan ikan segar tidak amantanpa pelindung
• Terdapat kapang di ruang pengepakan ikan segar
3 Saluran Pembuangan
• Kapasitas saluran tidak mencukupi
• Dinding saluran air tidak halus dan tidak kedap air
• Saluran pembuangan tidak tertutup dan tidak dilengkapi bak
kontrol • Tidak dapat mencegah masuknya
binatang pengerat
X
X
X X
X
4 Pasokan air
• Air bersih tidak tersedia • Air laut yang digunakan tidak
layak X
X X
X X
X X
Sub Jumlah Adanya Penyimpangan
- 2
1 -
- 2
1 -
- 2
1 -
- 2
1 -
- 2
- -
- -
- -
Keterangan: X = jenis penyimpangan = kenyataan di lapangan tidak sesuai dengan pernyataan pada kolom X = kenyataan di lapangan sesuai dengan pernyataan pada kolom
X
X X
X X
X
X X
X X
X X
X X
X X
X X
X X
X
X X
X
X X
X X
X X
X X
X X
X X
X X
X X
X X
X
X X
X X
9 5
Tabel 28. Lanjutan
NO Aspek yang dinilai
TPI Mina Fajar Sidik TPI Mina Bahari
TPI Misaya Mina TPI Mina Sumitra
TPI Mina Bumi Bahari TPI PPN Kejawanan
Nilai Nilai
Nilai Nilai
Nilai Nilai
Mn My Sr Kr Ok Mn My Sr Kr Ok Mn My Sr Kr Ok Mn My Sr Kr Ok Mn My Sr Kr Ok Mn My Sr Kr Ok
Pasokan BBM
• BBM dapat mengkontaminasi misalnya berhubungan silang
dengan TPI yang bersih
X X
X X
X X
5 ES
• Tidak dibuat dari airair laut yang memenuhi persyaratan
• Tidak dibuat dari air yang telah diizinkan
• Tidak ditangani sesuai persyaratan sanitasi
• Digunakan kembali untuk ikan yang lain
X X
X X
X X
X X
X X
X X
X X
X X
X
X
X
6 Penanganan limbah
• Limbah cair tidak ditangani dengan baik
• Limbah padat tidak ditanganidikumpulkan pada
wadah yang mencukupi jumlahnya X
X X
X X
X X
X X
X X
X
7 Toilet
• Fasilitas toilet di PPITPI tidak berfungsi
X X
X X
X X
Sub Jumlah Adanya Penyimpangan
- 1
- -
- 2
1 -
- 1
- -
-
1
- -
- 1
- -
- -
- -
Keterangan: X = jenis penyimpangan = kenyataan di lapangan tidak sesuai dengan pernyataan pada kolom X = kenyataan di lapangan sesuai dengan pernyataan pada kolom
X X
X X
X
9 6
Tabel 28. Lanjutan
NO Aspek yang dinilai
TPI Mina Fajar Sidik TPI Mina Bahari
TPI Misaya Mina TPI Mina Sumitra
TPI Mina Bumi Bahari TPI PPN Kejawanan
Nilai Nilai
Nilai Nilai
Nilai Nilai
Mn My Sr Kr Ok Mn My Sr Kr Ok Mn My Sr Kr Ok Mn My Sr Kr Ok Mn My Sr Kr Ok Mn My Sr Kr Ok
• Ada namun tidak dilengkapi sabun, lap serta tidak ada
peringatan agar membiasakan diri mencuci tangan
• Air bersih tidak tersedia di toilet
X X
X X
X X
X
8 Konstruksi dan pemeliharaan
peralatan, wadah dan alat lainnya • Permukaan peralatan, wadah dan
lain-lain yang kontak dengan ikan tidak dibuat dari bahan yang
sesuai, halus, tahan air, tahan karat
• Rancang bangun, konstruksi dan penempatan peralatan dan wadah
tidak menjamin sanitasi dan tidak dapat dibersihkan secara efektif
• Peralatan dan wadah yang masih digunakan tidak dirawat dengan
baik • Tidak ada program pemantauan
untuk membuang wadah yang sudah rusaktidak digunakan
• Peralatan kebersihan tidak tersedia
X X
X X
X X
X X
X X
X X
X X
X X
X X
X X
X X
X X
X X
X X
X X
X X
X X
X X
X X
X X
X X
X X
X X
X X
X X
X X
X X
Sub Jumlah Adanya Penyimpangan
- 1
2 -
- 1
2 -
- 1
2 -
- 1
1 -
- 1
1 -
- -
1 -
Keterangan: X = jenis penyimpangan = kenyataan di lapangan tidak sesuai dengan pernyataan pada kolom X = kenyataan di lapangan sesuai dengan pernyataan pada kolom
X X
X X
X
9 7
Tabel 28. Lanjutan
NO Aspek yang dinilai
TPI Mina Fajar Sidik TPI Mina Bahari
TPI Misaya Mina TPI Mina Sumitra
TPI Mina Bumi Bahari TPI PPN Kejawanan
Nilai Nilai
Nilai Nilai
Nilai Nilai
Mn My Sr Kr Ok Mn My Sr Kr Ok Mn My Sr Kr Ok Mn My Sr Kr Ok Mn My Sr Kr Ok Mn My Sr Kr Ok
9 Peralatan untuk penanganan awal
seperti trays plastik, box, lori, karton
• Wadah terbuat dari bahan yang tidak dapat melindungi ikan dari
kerusakan fisik serta tidak kedap air
• Tidak dirawat dengan baik
•
Tidak ada lubang pembuangan air
X X
X X
X X
X X
X X
X X
X X
X X
X X
X X
X X
X X
X X
X X
X X
Sub Jumlah Adanya Penyimpangan
- 1
- -
- 1
- -
- 1
- -
- -
- -
- -
- -
- -
- -
Total Jumlah Adanya Penyimpangan
- 8
3 -
- 10
4 -
- 6
3 -
- 4
2 -
2 6
1 -
2 1
-
Keterangan: X = jenis penyimpangan = kenyataan di lapangan tidak sesuai dengan pernyataan pada kolom X = kenyataan di lapangan sesuai dengan pernyataan pada kolom
Dari enam TPI yang dikaji, baru tiga TPI yang memiliki kategori penerapan SSOP yang baik TPI Mina Sumitra, TPI Mina Bumi Bahari, dan TPI
PPN Kejawanan, sedangkan tiga TPI lainnya memiliki kategori cukup TPI Mina Fajar Sidik, TPI Mina Bahari, dan TPI Misaya Mina Tabel 29.
Berdasarkan hasil penilaian penerapan SSOP pada TPI yang dikaji dapat diketahui bahwa permasalahan yang menghambat penerapan SSOP dengan
baik di TPI terdiri dari permasalahan penanganan sampah atau limbah; kondisi lokasi, konstruksi dan tata ruang TPI; penyediaan dan penanganan es;
ketersediaan air bersih; kondisi peralatan; pengendalian TPI dari masuknya hewan sebagai agen sumber penyakit patogen; serta pengendalian sanitasi di
TPI. Tabel 29. Hasil penilaian penerapan ketentuan SSOP di TPI
TPI yang diamati Hasil Penilaian Banyaknya
Penyimpangan Total
Penyimpangan Penerapan
Kelayakan Dasar
Minor Mayor Serius Kritis
TPI Mina Fajar Sidik -
8 3
- 11
Cukup TPI Mina Bahari
- 10
4 -
14 Cukup
TPI Misaya Mina -
6 3
- 9
Cukup TPI Mina Sumitra
- 4
2 -
6 Baik
TPI Mina Bumi Bahari 2
6 1
- 9
Baik TPI PPN Kejawanan
- 2
1 -
3 Baik
i Penanganan Sampah atau Limbah Aspek penanganan sampah dan limbah merupakan permasalahan
utama hampir di seluruh TPI yang dikaji. Untuk menangani limbah padat, setiap TPI yang dikaji telah memiliki tempat pembuangan sampah yang
khusus menampung sampah atau limbah padat dari aktivitas pembongkaran ikan dari kapal hingga pengepakan ikan. Di lain pihak, limbah cair yang
dihasilkan dari TPI dialirkan melalui saluran pembuangan. Walaupun setiap TPI telah dilengkapi dengan sarana pembuangan sampah dan limbah,
kondisi sanitasi dan kebersihan antar TPI dari sampah dan limbah cair berbeda. Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh kepedulian orang atau pihak
yang berada di TPI maupun lingkungan sekitarnya dalam menangani sampah atau limbah. Dari enam TPI yang diamati, TPI PPN Kejawanan merupakan
TPI dengan penanganan sampah dan limbah cair yang paling baik.
Limbah padat utama yang dihasilkan dari TPI adalah limbah ikan hasil penyiangan seperti bagian kepala, isi perut, sirip dan ekor. Di setiap TPI
bagian-bagian tubuh ikan tersebut tidak dibuang tetapi dikumpulkan untuk dipasok pada usaha pembuatan tepung ikan. Secara umum, limbah padat
ikan tersebut tidak menjadi masalah bagi penanganan sampah atau limbah. Sampah padat lainnya yang sering ditemukan berada di dalam maupun
sekitar TPI adalah plastik bekas bungkus minuman serta puntung rokok. Banyak pekerja yang menangani ikan di TPI bekerja sambil minum untuk
mengatasi udara yang panas dan beberapa pekerja merokok. Di dalam atau di dekat bangunan TPI tidak terdapat tempat sampah, sedangkan tempat
pembuangan sampah utama berada di luar bangunan TPI yang jaraknya cukup jauh dari area lelang. Di TPI PPN Kejawanan terdapat tempat sampah
sementara di dekat bangunan TPI sehingga kebersihan lingkungan TPI dari sampah yang dibuang sembarangan dapat dikendalikan.
Limbah cair yang dihasilkan dari TPI merupakan air kotor yang mengandung lendir dan darah ikan yang keluar dari bakul atau keranjang
setelah penyiraman ikan dengan air, serta air kotor hasil pembersihan lantai di TPI. Area TPI dibersihkan setelah lelang selesai dengan menyemprot atau
menyiramkan air ke lantai. Limbah cair dari dalam TPI mengalir ke dalam saluran pembuangan air. Pada umumnya kondisi saluran pembuangan
limbah cair di setiap TPI berada dalam kondisi serupa, yaitu merupakan saluran terbuka, terdapat sudut dengan dinding saluran yang kasar. Saluran
limbah yang terbuka memungkinkan keluar masuknya binatang seperti tikus ke TPI melalui saluran pembuangan. Di beberapa bagian saluran terdapat
genangan air sehingga terdapat bau busuk di sekitar TPI. Saluran pembuangan merupakan bagian fasilitas di TPI yang kurang diperhatikan
sanitasinya. Masih dapat ditemukan sampah bungkus plastik di dalam saluran pembuangan. Di TPI Mina Bahari, belum ada usaha penanganan
pembersihan sampah rumah tangga yang menyumbat aliran pembuangan limbah cair dari TPI.
Di TPI PPI Mina Bahari kondisi kebersihan area TPI dari kotoran padat maupun cair kurang diperhatikan. Adanya aktivitas pemotongan ataupun
pembersihan ikan serta jual beli ikan yang dilakukan oleh bakul di dalam TPI setelah lelang mengakibatkan kotoran padat maupun cair selalu terdapat di
TPI tersebut. Kotor dilakukan oleh pembel
saat bakul berisi ikan lelang tidak seluruhny
Di TPI Mina Bahar limbah lebih berat
masyarakat. Sampah Sebagian sampah
menyumbat aliran memasuki perairan
33.
Gambar 33. Sampah Eretan K
Lokasi TPI PP yang melewati pasar
padat yang dibuang dan berbau busuk. B
dari air sungai tersebut rusak berserakan di
Bahari Gambar 34. oran sisik ikan dari penanganan ikan sebelum
mbeli masih banyak ditemukan berserakan di la kan akan ditempatkan untuk dilelang, kondisi lan
hnya bersih. Bahari dan TPI Mina Bumi Bahari penanganan sa
t karena lokasi TPI sangat dekat dengan p pah rumah tangga dibuang di lahan kosong d
masuk ke saluran pembuangan limbah cair pembuangan limbah cair dari TPI. Sebagia
n sekitar PPI dan mencemari perairan tersebu
pah yang berserakan di area kosong di belakang an Kulon dan mencemari perairan sekitar PPI
PI Mina Bumi Mandiri bersebelahan dengan mu ar tradisional. Di pasar tradisional tersebut banya
g di badan sungai. Air sungai telah berwarna h . Bau menyengat di sekitar TPI Mina Bumi Bah
ebut. Sampah rumah tangga serta peralatan nel di sekitar area tempat pendaratan ikan TPI M
. 100
umnya yang lantai. Pada
antai di area sampah dan
pemukiman dekat TPI.
ir sehingga ian sampah
ut Gambar
ng TPI PPI
uara sungai yak sampah
hitam pekat hari berasal
elayan yang Mina Bumi
Gambar 34. Sampah rumah tangga serta peralatan nelayan yang rusak di sekitar area tempat pendaratan ikan TPI Mina Bumi Bahari
ii Lokasi, Konstruksi, dan Tata Ruang TPI Seluruh TPI di pangkalan pendaratan ikan yang dikaji berada dekat
dengan pemukiman masyarakat yang sebagian besar merupakan keluarga nelayan. Hanya TPI PPN Kejawanan yang berada di dalam kawasan
pelabuhan perikanan dimana pada wilayah tersebut terdapat industri pengolahan hasil perikanan, sedangkan perumahan masyarakat berada
cukup jauh dari lokasi TPI. Jarak yang sangat dekat antara TPI dengan perumahan masyarakat berpengaruh terhadap penanganan sanitasi maupun
penanganan pencemaran lingkungan TPI. Kondisi masyarakat di sekitar TPI yang peduli dan menjaga kebersihan
lingkungan memberikan pengaruh positif bagi penanganan sanitasi dan sampah di TPI maupun lingkungannya. Sebaliknya penanganan sanitasi dan
sampah di TPI maupun lingkungannya menjadi sulit bila masyarakat di sekitar TPI tidak peduli dan menjaga kebersihan lingkungannya. Di TPI Mina
Bahari dan TPI Mina Bumi Bahari dapat ditemukan sampah rumah tangga yang berserakan di area kosong yang masih berada di dalam area TPI dan
PPI. Letak pemukiman yang berdekatan dengan TPI menyebabkan binatang peliharaan seperti kambing dan ayam dapat memasuki TPI yang memiliki
konstruksi bangunan terbuka. Konstruksi dan tata ruang TPI yang baik adalah yang memperhatikan
aspek pemeliharaan sanitasi, meminimalkan kontaminasi silang dan kerusakan ikan, serta memudahkan setiap aktivitas di TPI. Berikut ini
merupakan kondisi konstruksi dan tata ruang di masing-masing TPI.
- TPI Mina Fajar Sidik Rancangan bangunan TPI kurang sesuai dengan standar bangunan
TPI sehingga kurang mendukung sanitasi yang baik di TPI. Atap yang rendah dan warna lantai yang gelap menyebabkan pencahayaan di dalam
TPI kurang sehingga dapat mengelabui pembeli dalam menilai ikan maupun dalam membersihkan area penanganan ikan di dalam bangunan
TPI. Jenis lantai TPI yang bertekstur kasar bukan lantai yang baik untuk sanitasi TPI karena kotoran dapat melekat pada tekstur lantai dan menjadi
sulit untuk dibersihkan. - TPI Mina Bahari
Konstruksi bangunan yang tinggi dan atap yang baik pada TPI memberikan pencahayaan yang baik di dalam bangunan. Lantai TPI yang
berupa keramik halus telah memudahkan kegiatan sanitasi lantai TPI, namun di beberapa area terdapat lantai yang retak atau terlepas.
Penjagaan sanitasi di area lelang TPI tidak mudah. Bangunan TPI tergabung dengan area penjualan eceran yang berada di bagian depan TPI
dengan kondisi lantai yang kotor dan tampak tidak pernah dibersihkan dari lumpur atau kotoran sampah. Orang yang berlalu lalang ke TPI dari area
penjualan eceran tersebut atau hewan seperti kambing, ayam, dan kucing yang masuk ke bangunan TPI dapat menjadi sumber pembawa kotoran
dan kurang terjaganya sanitasi di TPI. - TPI Misaya Mina dan TPI Mina Sumitra
Konstruksi bangunan di TPI Misaya Mina serupa dengan TPI Mina Sumitra. Pencahayaan di dalam TPI baik dan lantai yang terbuat dari
keramik halus memudahkan sanitasi di dalam TPI. Di bagian tengah area lelang terdapat bagian lantai yang lebih rendah untuk mengalirkan air yang
menetes dari keranjang atau air buangan hasil pencucian lantai, namun kemiringan lantai yang kurang tepat di beberapa area menyebabkan
terdapatnya genangan air selama adanya aktivitas pelelangan. Di dalam area TPI Misaya Mina tidak terdapat bangunan
penyimpanan es depot es. Pengepakan ikan dengan es dilakukan di depot es yang terletak di luar area TPI. Kondisi tersebut mengakibatkan
ikan yang telah dilelang tidak dapat langsung segera dikemas Pengangkutan ikan menuju depot es dilakukan oleh kuli angkut atau becak.
Area parkir kendaraan pengangkut yang cukup jauh dari area lelang di dalam TPI dan jalan di pinggir bangunan TPI sempit menyebabkan becak
pengangkut masuk ke dalam bangunan TPI. Di TPI Mina Sumitra depot es terpisah dari bangunan TPI namun masih berada dalam area TPI. Es yang
berasal dari depot es diangkut menuju area pengepakan di dalam bangunan TPI.
- TPI Mina Bumi Bahari Bangunan TPI Mina Bumi Bahari berada di pinggir jalan perumahan
nelayan di desa Gebang. Bangunan TPI yang merupakan bangunan terbuka dan tanpa pagar menyebabkan hewan, anak kecil yang bermain
maupun pedagang dapat masuk ke dalam area lelang. Debu maupun sampah yang tertiup angin juga dapat memasuki area TPI. Dibandingkan
dengan TPI lain yang diamati, bangunan TPI Mina Bumi Bahari sangat sederhana. Beberapa papan atap sudah terbuka dan cat dinding
mengelupas. Lantai bangunan TPI terlihat sangat berdebu. - TPI PPN Kejawanan
Dibandingkan dengan TPI pada PPI lain yang diamati dengan pasokan ikan berukuran besar, luas bangunan yang digunakan untuk
aktivitas penanganan ikan di TPI PPN Kejawanan cukup kecil. Walaupun demikian bangunan tersebut masih mampu menampung ikan yang
didaratkan. Area TPI hanya digunakan untuk penimbangan dan pengepakan ikan. kondisi konstruksi bangunan TPI cukup baik untuk
menunjang terjaganya sanitasi dan mutu ikan. Pada Gambar 35 diperlihatkan kondisi bangunan TPI pada enam TPI yang dikaji.
c
e.
Gambar 35. a.
b. c.
d. e.
f. a b
c d
. f . Kondisi bangunan TPI pada enam TPI yang dik
. TPI Mina Bahari, Eretan-Indramayu; . TPI Misaya Mina, Eretan-Indramayu;
TPI Mina Fajar Sidik, Blanakan-Subang; . TPI PPI Karangsong, Indramayu;
. Kondisi TPI Mina Bumi Bahari pada saat tidak t aktivitas;
Area lelang TPI PPN Kejawanan 104
ikaji
k terdapat
iii Penyediaan dan P Es yang digun
dekat dengan wilaya dari pabrik es yang
Subang. Es balok ya dari pabrik es di Pa
memperoleh pasoka yang disediakan di T
yang tersedia hanya dan didistribusikan d
pemberian es dan t yang dibawanya.
Es balok yang dan karung. Di TPI
aktivitas lelang. Balo loket pembelian es
pembelian dipotong area pengepakan a
Mina Sidik tidak ted Es balok yang te
dihancurkan menjad
Gambar 36. Balok es pengang
Balok es yang dan Misaya Mina ti
pada depot es yang depot es. Di Mina
Penanganan Es unakan di TPI dipasok dari pabrik-pabrik es ya
yah TPI. Es yang dipasok ke TPI Mina Fajar Sid g letaknya tidak jauh dari lokasi TPI di daerah
yang dipasok ke TPI Mina Bahari dan Misaya Mi amanukan-Subang, Jatibarang dan Losari. TPI
kan es dari pabrik es yang berada di Cirebon. i TPI tidak sesuai dengan jumlah ikan yang dida
ya digunakan untuk pengepakan ikan yang aka dari TPI. Selama ikan menunggu dilelang tida
tidak seluruh pembeli ikan menggunakan es g dipasok ke TPI diangkut oleh truk dan dilapisi
I Mina Fajar Sidik, es balok didatangkan setia alok es diturunkan dari truk dan diletakkan di la
es Gambar 36. Balok es yang telah dibeli g menjadi bagian yang lebih kecil kemudian d
atau langsung dibawa dengan cara ditarik. Di dapat mesin penghancur es untuk menghasilka
telah dibawa ke area pengepakan, dipeca di potongan kecil menggunakan batang besi.
es yang diletakkan di depan loket pembelian es ngkutan es ke area pengepakan di TPI Mina Faja
g dibutuhkan untuk pengepakan ikan di TPI M tidak dikirimkan langsung menuju TPI namun
ng berada dekat TPI. Pembeli ikan memesan b Bahari, es balok dari depot es diangkut men
yang berada idik berasal
h Blanakan, ina berasal
I di Cirebon . Jumlah es
daratkan. Es an diangkut
dak terdapat s untuk ikan
i oleh terpal tiap terdapat
lantai depan li dari loket
diangkut ke Di TPI Fajar
an es curai. ahkan dan
es dan cara jar Sidik
Mina Bahari n dikirimkan
balok es di enggunakan
becak ke TPI sesuai dengan permintaan pembeli Gambar 37a. Di TPI Misaya Mina ikan yang telah dibeli diangkut ke depot es di luar TPI yang juga
merupakan tempat pengepakan. Pada Gambar 35b diperlihatkan es yang dikirimkan menggunakan truk ke depot es di Eretan Wetan.
a b Gambar 37. Depot es
a. Depot es di Eretan Kulon b. Balok es yang dikirimkan ke depot es di Eretan Wetan
Es balok yang digunakan dalam pengepakan ikan teri nasi di TPI Mina Bumi Bahari dikirim dari depot es. Di TPI, es balok tersebut dihancurkan
terlebih dahulu sebelum digunakan untuk pengepakan ikan teri nasi. Di TPI Mina Sumitra, es balok disimpan di depot es yang terletak di belakang
bangunan TPI. Berdasarkan seluruh TPI yang diamati, es balok yang digunakan selalu bersentuhan dengan lantai atau tanah Gambar 36. Es
balok yang diletakkan pada lantai yang kotor atau tanah dapat menjadi sumber kontaminasi pada ikan. Menurut Mangunsong 2000, es yang
digunakan untuk ikan harus terbuat dari air yang memenuhi persyaratan air minum, dibuat secara higienis, disimpan dan ditangani secara higienis serta
jumlah yang tersedia harus sama dengan rata-rata jumlah ikan yang didaratkan perhari. Berdasarkan SNI 01-4872.1-2006, es untuk penanganan
ikan ditangani,
disimpan, didistribusikan
dan dipasarkan
dengan menggunakan wadah, cara dan alat yang sesuai dengan persyaratan sanitasi
dan higienitas.
a b c
Gambar 38. Peletakkan es balok yang digunakan untuk mendinginkan ikan a. Peletakkan balok es di lantai sebelum dimasukkan ke dalam
mesin penghancur es di TPI PPI Karangsong b. Es balok yang diturunkan dari becak di TPI PPI Eretan Wetan
c. Es balok yang dihancurkan di TPI Mina Bumi Bahari
iv Penyediaan Air Bersih Air bersih telah tersedia di seluruh TPI dan dapat digunakan secara
gratis oleh pengguna TPI. Walaupun demikian kondisi penyediaan fasilitas penyedia air di dalam bangunan TPI yang dikaji untuk dapat digunakan oleh
seluruh pengguna tidak sama. Di TPI Mina Bumi Bahari ketersediaan air bersih cukup untuk kebutuhan mencuci peralatan lelang dan wadah teri nasi,
serta pembersihan ikan teri nasi yang akan dilelang. Di TPI Mina Sumitra, kran air bersih tersedia di area pengepakan dan area lelang. Di TPI Mina
Fajar Sidik kran air bersih hanya terdapat di area pengepakan. Di area lelang tidak terdapat kran air sehingga nelayan sering menyiram ikan dengan air
laut yang lebih mudah diambil. Di TPI Misaya Mina dan Mina Bahari air bersih untuk penyiraman ikan diambil dengan menggunakan ember dari kran air di
toilet yang berada di TPI. Kondisi air laut yang telah tercemar dari sampah rumah tangga maupun
limbah pencucian kapal tidak layak sebagai air bersih yang diperlukan dalam penanganan ikan dan sanitasi yang baik. Air laut tersebut merupakan sumber
potensi bahaya mikroorganisme dan kimia pada ikan. Pengangkutan air dari kran air yang berada di toilet juga berpotensi menjadi penyebab terjadinya
kontaminasi pada ikan terutama bila kondisi sanitasi toilet dan peralatan yang digunakan buruk. Oleh kerana itu penyediaan air bersih yang dapat diakses
oleh seluruh pelaku aktivitas yang terlibat langsung dalam penanganan ikan di TPI sangat diperlukan.
v Kondisi peralatan Secara ideal, peralatan yang digunakan dalam penanganan ikan segar
di TPI harus sesuai standar peralatan yang mendukung terjaminnya mutu dan keamanan pangan pada ikan. Peralatan yang digunakan dalam aktivitas
yang terdapat di TPI meliputi wadah pengangkut ikan dari kapal, wadah penyimpanan ikan yang akan dilelang, timbangan, alat pengangkut ikan,
serta alat penyiangan ikan. Peralatan yang sanitasinya sangat penting untuk diperhatikan adalah peralatan yang memiliki kontak langsung dengan ikan
yaitu wadah ikan dan alat penyiangan ikan. Menurut Irawan 1995, wadah yang digunakan untuk tempat ikan
sebaiknya dibuat dari aluminimum atau bahan-bahan yang mudah dibersihkan dan tidak mudah pecah seperti plastik keras, stainless steel, atau
peti kayu yang ringan. Wadah ikan yang digunakan di TPI untuk mengangkut ikan dari kapal dan melelang ikan telah sesuai dengan ketentuan wadah ikan
yang baik yaitu kuat dengan bahan yang mudah dibersihkan. Wadah ikan berupa keranjang bambu bakul menurut Irawan 1995 dapat digunakan
sebagai wadah ikan namun kebersihannya harus diperhatikan. Dari enam TPI yang diamati hanya TPI Mina Bumi Bahari dengan
kondisi kebersihan peralatan di TPI yang paling terjaga. Pembersihan peralatan dilakukan sebelum lelang dimulai dan sesudah lelang dengan
menyiramkan air tawar bersih pada wadah penyimpanan ikan teri, wadah penimbangan, dan alat penimbang serta menggosok peralatan dengan kain
lap. Pencucian tidak menggunakan sabun karena berpengaruh terhadap aroma dan rasa ikan teri nasi yang diolah.
Pada TPI lain, kebersihan wadah pengangkut ikan kurang terjaga. Pada keranjang plastik pengangkut ikan dapat ditemukan bercak-bercak kotoran
yang telah mengeras. Pembersihan keranjang dilakukan dengan menyemprotkan air pada keranjang. Kondisi bakul yang digunakan tidak
semuanya dalam kondisi bersih. Bakul dibersihkan dengan menyiramkan air tawar. Bakul ditumpuk terbalik dibawah sinar matahari untuk dikeringkan
Gambar 39. Pada bakul lama yang masih digunakan dapat ditemukan terdapat bercak-bercak hitam pada dinding bakul yang menunjukkan adanya
kapang Gambar 40.
Gambar 39. Penyim
Gambar 40. Ko Penjagaan ke
yang akan diangk kebersihannya bera
pembeli terhadap p ikan. Beberapa pem
yang disediakan d dilakukan.
vi Pengendalian dari Letak TPI yan
TPI yang terbuka m Kucing, ayam, dan
ditemukan berada d impanan bakul setelah digunakan di TPI Mina Fa
Kondisi kebersihan bakul lama yang masih digun ebersihan dan higienitas wadah pengangkut
gkut ke luar TPI dilakukan oleh pembel ragam tergantung pada kepedulian dan pe
pentingnya kebersihan dan sanitasi wadah p mbeli mencuci wadah pengangkut ikan dengan
di area pengepakan TPI sebelum pengepa
ri hewan ng berada dekat pemukiman masyarakat dan
menyebabkan hewan dapat memasuki bang an kambing, merupakan hewan yang pada
di dalam area TPI. Hanya area TPI PPN Kejaw 109
ajar Bahari
nakan t ikan yang
eli. Kondisi engetahuan
pengangkut an air bersih
pakan ikan
n bangunan gunan TPI.
a umumnya wanan yang
tidak dimasuki oleh hewan. Serangga yang ditemukan berada di TPI adalah lalat. Kontrol atau usaha pencegahan hewan maupun serangga di dalam TPI
secara umum belum ada. vii Kontrol sanitasi
Pihak pengelola TPI telah mengetahui standar penanganan ikan dan sanitasi bagi TPI-PPI yang baik. Pihak dinas perikanan daerah setempat juga
telah melakukan penyuluhan mengenai pentingnya penerapan penanganan ikan serta sanitasi. Walaupun demikian penerapan penanganan ikan dan
sanitasi secara keseluruhan masih sulit dilakukan. Kontrol sanitasi di TPI atau PPI belum dapat dilaksanakan dengan baik. Hal tersebut dipengaruhi oleh
kebiasaan nelayan atau pembelibakul yang pada umumnya belum memahami penanganan ikan dan sanitasi yang benar. Walaupun ada
nelayan atau pembeli bakul yang telah mengetahui hal tersebut, namun tidak seluruhnya penanganan maupun sanitasi yang baik dilakukan karena
ikan yang dimiliki nelayan masih tetap dibeli oleh konsumen. Pengelola belum
menerapkan kontrol
sanitasi secara
menyeluruh karena
memperkirakan akan besarnya biaya untuk hal tersebut. b. Penerapan GHdP pada Aktivitas Penanganan Ikan di TPI
Walaupun alur kegiatan penanganan ikan pada masing-masing TPI tidak seluruhnya sama, namun hampir seluruh tahap penanganan ikan di TPI
merupakan titik kendali kritis. Pada Gambar 41 diperlihatkan alur kegiatan penanganan ikan pada enam TPI yang dikaji, mulai dari pembongkaran ikan dari
palka hingga ikan ditransportasikan serta titik kendali kritisnya.
Keterangan : : Aliran penanganan ikan di TPI Mina Sumitra, Indramayu
: Aliran penanganan ikan di TPI Mina Fajar Sidik-Subang, TPI Mina Bahari-Eretan Kulon dan TPI Misaya Mina-Eretan Wetan
: Aliran penanganan ikan di TPI PPN Kejawanan, Cirebon : Aliran penanganan ikan di TPI Mina Bumi Bahari, Cirebon
: Aliran penanganan ikan untuk ikan sebagai bahan baku usaha
pembuatan ikan asin dan kerupuk ikan : Titik kendali kritis critical control pointCCP
Gambar 41. Skema alur kegiatan penanganan ikan di TPI yang dikaji
i Pembongkaran ikan dari palka kapal Pembongkaran ikan dilakukan oleh anak buah kapal dan ada juga yang
dibantu oleh anggota keluarga nelayan. Lama pembongkaran ikan dari kapal dipengaruhi oleh jumlah tenaga kerja pembongkar dan sortasi, banyaknya
jumlah dan ragam ikan tangkapan. Ikan-ikan yang berada di dalam palka kapal dimasukkan ke dalam keranjang bambu bakul atau ember plastik
untuk diangkat ke atas kapal menggunakan tambang. Pada sebagian kapal pemasok, masih terdapat sisa es di dalam palka, namun pada sebagian
kapal lainnya es di dalam palka telah habis. Bila masih terdapat es di dalam palka kapal, ikan-ikan yang dikeluarkan dari dalam kapal sebagian berada
pada kondisi beku atau seluruh ikan bersuhu dingin dan secara fisik terlihat segar. Bila sortasi ikan dilakukan di atas kapal, maka ikan dikeluarkan dari
dalam bakul atau ember pengangkut ke lantai kapal Gambar 42. Bila sortasi dilakukan di dalam area TPI seperti yang terjadi di TPI Mina Bahari, ikan
yang dikeluarkan dari dalam palka dimasukkan ke dalam bakul kemudian diangkut ke TPI.
Gambar 42. Pembongkaran ikan dari dalam palka kapal Penanganan pembongkaran ikan di kapal pada TPI yang dikaji sudah
cukup baik, dimana nelayan sangat berhati-hati terhadap timbulnya kerusakan fisik ikan misalnya akibat terinjak selama pembongkaran serta
menggunakan serok plastik yang tidak tajam saat membongkar ikan untuk mencegah terjadinya luka pada tubuh ikan. Ikan dikeluarkan dari wadah
pengangkut pada satu lokasi di lantai kapal, untuk disortir. Di lain pihak, bakul atau keranjang penyimpanan ikan yang telah disortir diletakkan di tempat
yang memudahkan pekerja mengangkut bakul atau keranjang tanpa berlalu lalang di tempat pembongkaran ikan. Hal yang perlu diperhatikan dalam
menjaga mutu ikan pada saat pembongkaran ikan adalah kebersihan lantai kapal.
Untuk mencegah kerusakan ikan akibat sengatan matahari langsung pada saat pembongkaran ikan, atap terpal dipasang pada kapal-kapal
pemasok ikan. Tetapi hal tersebut tidak selalu dilakukan oleh nelayan. Berdasarkan pengamatan, terdapat perahu motor yang membongkar ikan
ketika cahaya matahari sudah cukup terik dan suhu udara sudah terasa panas tanpa memasang atap terpal terlebih dahulu. Nelayan tersebut
memperoleh jenis ikan hasil tangkapan berukuran kecil dimana sortasi berdasarkan ukuran tidak perlu dilakukan. Pembongkaran di perahu motor
dilakukan untuk memindahkan ikan ke dalam wadah yang digunakan untuk lelang seperti bakul. Untuk mempercepat ikan diangkut ke TPI, proses
pembongkaran dilakukan juga di dermaga dekat perahu ditambat seperti terlihat pada Gambar 43.
Gambar 43. Pembongkaran ikan di darmaga Di TPI PPN Kejawanan penanganan ikan pada saat pembongkaran
berbeda sesuai dengan jenis ikan hasil tangkapan yang diperoleh. Pada kapal dengan alat tangkap gill net dasar, ikan pari dan cucut dikeluarkan dari
palka kapal dan diangkut untuk proses penimbangan tanpa disortasi terlebih dahulu Gambar 44. Pada kapal bubu, ikan hasil tangkapan langsung
disortasi di atas kapal. Setelah kapal mendarat, ikan ditimbang dan langsung
dimasukkan pada mobil pengangkut ikan berpendingin untuk dikirimkan ke industri pengolahan atau pasar ikan Muara Angke di Jakarta.
Gambar 44. Ikan pari yang telah dibongkar dari palka kapal di PPN Kejawanan
Ikan pari dan cucut yang dibongkar dari palka kapal dengan alat tangkap gill net dasar di PPN Kejawanan telah berada dalam keadaan tidak
segar. Adanya bau amoniak dan banyaknya lendir pada tubuh ikan menunjukkan ikan menuju pada kondisi busuk. Es dalam palka telah habis
sebelum kapal sampai di PPN Kejawanan sehingga ikan pari secara perlahan-lahan mengalami pembusukan di dalam kapal. Mutu ikan pari dan
hiu hasil tangkapan tidak terlalu diperhatikan. Ikan yang telah dibongkar diletakkan di lantai darmaga dan terkena panas sinar matahari yang dapat
mempercepat kerusakan ikan. Cara penanganan ikan hasil tangkapan tersebut tidak dipedulikan karena ikan tersebut sudah tidak dalam keadaan
segar dan hanya digunakan sebagai bahan baku bagi usaha ikan asin serta industri berbahan baku kulit ikan pari. Selama menunggu ikan ditimbang,
nelayan menyemprotkan air pada tumpukan ikan untuk melepaskan lendir, darah, maupun kotoran yang melekat pada ikan.
Berdasarkan analisa titik kendali kitis pada penanganan di TPI, tahap pembongkaran ikan yang dipasok ke TPI termasuk titik kendali kritis. Pada
tahap tersebut, potensi bahaya terdiri dari bahaya biologi berupa peningkatan kontaminasi mikroorganisme maupun kontaminasi cemaran kimia atau bahan
bakar minyak BBM. Penyebab yang memungkinkan timbulnya kontaminasi mikroorganisme dan senyawa kimia tersebut adalah penggunaan air laut
sekitar pelabuhan yang tidak higienis dan telah tercemar oleh ceceran BBM
dari kapal maupun limbah pencucian kapal serta sampah rumah tangga untuk membersihkan ikan yang dibongkar dari kapal.
Kontaminasi mikroorganisme juga dapat berasal dari lantai dek kapal tempat ikan yang dibongkar dari palka kapal diletakkan. Benda atau senyawa
yang dapat mencemari ikan seperti oli atau minyak harus disingkirkan dari tempat peletakkan ikan tangkapan. Lantai dek tempat peletakkan atau
penyortiran ikan sebelum dimasukkan ke dalam palka sebaiknya dilapisi dengan aluminium atau material lainnya yang mudah dibersihkan Junianto,
2003. Berdasarkan pengamatan dan hasil wawancara dengan nelayan, penjagaan kebersihan lantai kapal dilakukan dengan menyemprotkan air laut
menggunakan selang plastik dan pompa air. Pada umumnya pembersihan dan pencucian lantai kapal dilakukan pada waktu kapal berada di pelabuhan,
setelah pembongkaran dan sortasi ikan di atas kapal selesai dilakukan. Bahaya berkembangnya mikroorganisme pada ikan juga dapat terjadi pada
pembongkaran ikan di bawah sinar matahari terik dimana suhu ikan lebih dari 5
C. Pada Tabel 30 diperlihatkan potensi bahaya dan tindakan pencegahan bahaya pada tahap pembongkaran ikan dari kapal.
Tabel 30. Potensi bahaya dan tindakan pencegahan bahaya pada tahap pembongkaran ikan dari kapal
Tahap Proses Potensi
Bahaya
Penyebab Bahaya Keterangan
Tindakan yang Dapat Mencegah, Menghilangkan
atau Menurunkan Bahaya Sampai Tingkat yang Dapat
Diterima
Pembongkaran ikan dari palka
kapal di TPI Mina Fajar
Sidik, TPI Mina Bahari, TPI
Misaya Mina, TPI Mina
Sumitra dan TPI PPN
Kejawanan Biologi
Kontaminasi mikroorganisme
Kimia Cemaran BBM
atau bahan kimia lainnya
pada ikan Pembersihan ikan
dengan menggunakan air laut yang tidak
higienis dan telah tercemar oleh ceceran
BBM dari kapal maupun limbah dari
kapal dan sampah rumah tangga
- - Penerapan GHdP yang baik
saat pembongkaran ikan di kapal
- Tidak menggunakan air laut di sekitar tempat pendaratan
ikan untuk membersihkan ikan
- Penanganan limbah yang terdapat di perairan
lingkungan tempat pendaratan ikan
Pembongkaran dilakukan di bawah
sinar matahari terik sehingga suhu ikan
5 C
Peningkatan suhu ikan
dapat mempercepat
dekomposisi ikan.
Penggunaan terpal di kapal untuk melindungi ikan dari
panas sinar matahari
ii Sortasi ikan Sortasi ikan perlu dilakukan untuk mengelompokkan jenis ikan, ukuran,
dan kondisi mutu fisiknya. Selain hal tersebut, sortasi diperlukan karena kondisi mutu ikan menentukan harga ikan yang dilelang dan pada umumnya
ikan hasil tangkapan tercampur di dalam palka ikan. Nelayan telah mengetahui karakteristik mutu fisik ikan sehingga sortasi ikan berdasarkan
perbedaan mutu fisik telah dapat dilakukan dengan baik. Ikan dengan mutu baik dipisahkan dengan ikan bermutu rendah. Pada Gambar 45 diperlihatkan
proses sortasi ikan di atas kapal.
Gambar 45. Proses sortasi ikan di atas kapal Pada proses sortasi, air disiramkan pada ikan untuk membersihkan
lendir dan kotoran serta membuat ikan tampak lebih segar. Penyiraman dilakukan juga untuk membersihkan kotoran maupun lendir ikan yang
menempel pada wadah pengangkut ikan. Walaupun demikian hal tersebut tidak selalu dilakukan. Penyiraman ikan dilakukan di atas kapal atau juga di
darmaga sebelum ikan diangkut ke TPI Gambar 46.
Gambar 46. Penyiraman untuk membersihkan ikan dari kotoran dan lendir
Perahu motor atau kapal kecil dengan tempat sortasi ikan yang sempit menyebabkan nelayan tidak hanya melakukan sortasi ikan di atas kapal
tetapi juga di darmaga dekat perahu ditambat Gambar 47a atau di dalam bangunan TPI Gambar 47b. Pada saat sortasi dilakukan di darmaga
maupun di TPI, ikan diletakkan di atas lantai. Kondisi lantai yang kotor menjadi sumber kontaminasi pada ikan. Pada lantai darmaga, terdapat pasir
yang bercampur dengan sisik ikan atau ikan yang terjatuh dari bakul dan telah menjadi bangkai, serta air bekas penyiraman ikan. Di dalam bangunan
TPI, lantai dalam keadaan kotor dimana terdapat lumpur dan tetesan darah ikan yang telah mengering. Pelemparan ikan yang disortir ke dalam bakul
juga bukan penanganan yang baik karena dapat menimbulkan lecet atau memar pada tubuh ikan. Dengan adanya bagian tubuh ikan yang terluka,
penurunan kesegaran ikan semakin cepat terjadi.
a b Gambar 47. Sortasi ikan yang akan dilelang
a. Sortasi ikan di lantai darmaga dekat kapal ditambat b. Sortasi ikan di lokasi TPI
Dari hasil pengamatan kegiatan sortasi, dapat diidentifikasi bahwa potensi bahaya yang terdapat pada tahap sortasi ikan adalah timbulnya
kerusakan fisik berupa terjadinya cacat pada tubuh ikan dan kontaminasi mikroorganisme. Cara sortasi ikan dengan melempar ikan ke dalam
keranjang atau bakul merupakan penyebab terjadinya kerusakan pada ikan. Bentuk kerusakan tersebut diantaranya meliputi kulit ikan lecet hingga robek.
Bahaya kontaminasi mikroorganisme pada tahap sortasi disebabkan oleh wadah ikan yang tidak bersih dan higienis, kontaminasi dari pekerja sortasi,
ikan yang disortasi diletakkan di atas lantai darmaga atau di lantai di dalam
TPI yang berada dalam kondisi tidak bersih. Pada Tabel 31 diperlihatkan penyebab bahaya pada proses sortasi ikan dan tindaka pencegahannya.
Tabel 31. Penyebab bahaya pada proses sortasi ikan dan tindakan pencegahannya
Tahap Proses
Potensi Bahaya
Penyebab Bahaya
Keterangan Tindakan yang Dapat
Mencegah, Menghilangkan atau
Menurunkan Bahaya Sampai Tingkat yang
Dapat Diterima
Sortasi ikan
Fisik Kerusakan fisik
terjadinya cacat pada
tubuh ikan Biologi
Kontaminasi mikroorganisme
Pelemparan ikan ke dalam
wadah ikan keranjang
atau bakul Pelemparan ikan ke
dalam wadah ikan dapat menyebabkan lecet atau
luka pada kulit ikan yang menjadi tempat
masuknya kontaminasi mikroorganisme ke
dalam daging ikan. Penerapan cara sortasi
yang baik oleh pekerja sortasi
Wadah yang digunakan
tidak bersih dan higienis
Kontaminasi mikroorganisme pada
ikan dapat bersumber dari wadah ikan yang
tidak bersih. Penerapan praktik sanitasi
yang baik melalui pencucian wadah ikan
yang benar sesuai dengan persyaratan sanitasi dan
higienitas
Kontaminasi mikroorganisme
dari pekerja Pekerja yang tidak
menerapkan sanitasi dan higienitas menjadi
sumber kontaminasi Penerapan sanitasi pada
pekerja
- Sortasi dilakukan di
lantai darmaga - Sortasi
dilakukan di lantai TPI
Kondisi lantai darmaga yang tidak sesuai
dengan ketentuan sanitasi dan higienitas
dapat menjadi sumber kontaminasi ikan yang
dibongkar di lantai darmaga
- Sortasi dilakukan hanya pada satu area yang
terjamin sanitasi dan higienitasnya misalnya di
atas kapal saja atau di area khusus di TPI yang
dilengkapi fasilitas air bersih. Ikan tetap berada
pada wadah penyimpanannya.
- Penyediaan fasilitas yang mendukung SSOP
iii Pengangkutan ikan dari kapal ke TPI Berdasarkan pengamatan proses pengangkutan ikan dari kapal di TPI
Mina Fajar Sidik, TPI Mina Bahari, TPI Misaya Mina, dan TPI Mina Sumitra, cara pengangkutan ikan dari kapal menuju ke TPI telah dilakukan dengan
baik. Kontaminasi ikan dari pekerja sangat kecil kemungkinannya terjadi karena ikan diangkut dalam bakul atau keranjang plastik oleh pekerja
pengangkut secara langsung atau menggunakan kereta dorong atau bilah bambu dengan cepat Gambar 48. Proses penangkutan ikan dari kapal ke
TPI tidak termasuk titik kendali kritis kecuali pada pengangkutan ikan teri nasi ke TPI Mina Bumi Bahari.
Gambar 48. Pengangkutan ikan dari kapal ke TPI Berbeda dengan TPI lainnya, ikan teri nasi yang dipasok ke TPI Mina
Bumi Bahari disimpan dalam wadah berupa ember plastik bertutup yang juga merupakan tempat penyimpanan ikan selama berada di atas kapal. Ikan teri
nasi yang terdapat dalam wadah tersebut langsung dibawa ke tempat pelelangan untuk dilelang tanpa sortasi. Sortasi ikan teri nasi dilakukan oleh
nelayan di kapal saat menangkap ikan untuk memisahkan ikan teri nasi dengan jenis ikan lainnya yang berukuran lebih besar dan ikut terjaring pada
alat tangkap payang. Walaupun demikian, di dalam wadah penyimpanan ikan teri nasi yang dipasok dan dilelang di TPI Mina Bumi Bahari kadang-kadang
masih mengandung anak ikan yang berukuran sedikit lebih besar dari ikan teri nasi. Pada Gambar 49 diperlihatkan ikan teri nasi yang disimpan pada
ember plastik yang dipasok nelayan ke TPI Mina Bumi Bahari.
Gambar 49. Ikan teri nasi yang dipasok oleh nelayan ke TPI Mina Bumi Bahari
Potensi bahaya yang terdapat pada pengangkutan ikan teri nasi ke TPI Mina Bumi Bahari adalah kerusakan fisik teri nasi akibat suhu penyimpanan
ikan lebih dari 5 C. Perahu motor nelayan yang memasok ikan teri nasi
mendarat pada area yang cukup jauh dari TPI sehingga kurangnya es dalam wadah penyimpanan ikan dapat menurunkan mutu kesegaran ikan selama
ikan diangkut ke TPI. Pada Tabel 32 diperlihatkan potensi bahaya pada proses pengangkutan ikan teri nasi ke TPI Mina Bumi Bahari dan tindakan
pencegahannya. Tabel 32. Potensi bahaya pada proses pengangkutan ikan teri nasi ke TPI
Mina Bumi Bahari dan tindakan pencegahannya
Tahap Proses
Potensi Bahaya
Penyebab Bahaya
Keterangan Tindakan yang Dapat
Mencegah, Menghilangkan atau Menurunkan Bahaya Sampai
Tingkat yang Dapat Diterima Pengangkutan
ikan teri nasi ke TPI Mina
Bumi Bahari
Fisik
Perubahan karakteristik
fisik ikan teri nasi segar
Peningkatan suhu ikan teri
nasi lebih dari 5
C Kurangnya es yang
digunakan untuk mendinginkan ikan
teri nasi dapat meningkatkan suhu
ikan teri nasi selama pengangkutan
menuju TPI - Pengiriman ikan teri nasi ke TPI
dengan segera - Penambahan es pada teri nasi
bila es yang digunakan sebelumnya tidak cukup untuk
mendinginkan ikan - Penggunaan wadah
penyimpanan berinsulasi
iv Penimbangan ikan Penimbangan ikan yang dilelang di TPI Mina Sumitra dilakukan
sebelum ikan ditempatkan di area lelang. Setelah ikan ditimbang, pihak KUD akan memberikan kertas identitas ikan yang telah ditulis dengan nama jenis
ikan yang akan dilelang, bobot ikan dan nama pemilik kapal. Selain tiga hal tersebut, jenis mutu ikan untuk ikan bernilai ekonomis tinggi diantaranya
tongkol dan kakap merah juga dicantumkan sesuai dengan permintaan pemilik kapal. Contoh catatan hasil penimbangan ikan di TPI Mina Sumitra
diperlihatkan pada Gambar 50. Pada gambar tersebut dapat dilihat bahwa pemilik kapal yang sama memasok ikan tongkol dengan mutu yang berbeda.
Gambar kiri merupakan ikan tongkol dengan mutu baik diberi tanda A sedangkan gambar kanan merupakan ikan tongkol dengan mutu lebih rendah
diberi tanda B.
Gambar 50. Contoh catatan hasil penimbangan pada ikan yang akan dilelang di TPI Mina Sumitra, Indramayu
Berbeda dengan TPI Mina Sumitra, ikan yang dipasok ke TPI Mina Fajar Sidik, TPI Mina Bahari, dan TPI Misaya Mina tidak ditimbang.
Penentuan bobot ikan yang telah berada di dalam bakul dilakukan berdasarkan perkiraan dengan melihat jenis ikan, ukuran ikan dan penuhnya
bakul. Penimbangan dilakukan setelah pelelangan untuk ikan-ikan yang akan dipasok ke pihak perusahaan pengolahan ikan, pedagang pengumpul besar
yang memasarkan ikan segar, atau ikan hasil lelang yang dijual oleh bakul di TPI secara langsung kepada pembeli ikan dalam jumlah lebih kecil. Pembeli
yang membawa ikan tanpa pengepakan menggunakan es, langsung membawa bakul ikan untuk ditransportasikan atau memindahkan ikan dari
dalam bakul ke dalam tong penyimpanan. Di TPI PPN Kejawanan penimbangan dilakukan terhadap ikan yang
dibongkar dari palka sebelum ikan dikirimkan ke industri pengolahan. Di TPI Mina Bumi Bahari penimbangan dilakukan terhadap teri nasi yang harganya
telah disepakati antara pihak pembeli dengan nelayan. Pada Gambar 51 diperlihatkan aktivitas penimbangan ikan di PPN Kejawanan, TPI Mina Bumi
Bahari, serta TPI Mina Sumitra.
a b c Gambar 51. Aktivitas penimbangan ikan di TPI
a. TPI PPN Kejawanan; b. TPI Mina Bumi Bahari; c. TPI Mina Sumitra
Potensi bahaya yang terdapat pada tahap penimbangan untuk ikan yang telah dikeluarkan dan disortasi dari kapal seperti yang terdapat di TPI
Mina Sumitra dan TPI PPN Kejawanan adalah berkembangnya mikroorganisme. Potensi bahaya tersebut dapat terjadi pada ikan yang terlalu
lama menunggu giliran penimbangan sementara suhu ikan tidak dipertahankan dibawah 5
C. Pada penimbangan ikan teri nasi, potensi bahaya berupa kontaminasi mikroorganisme dapat terjadi bila wadah tempat
ikan teri nasi ditimbang tidak dalam kondisi bersih dan higienis. Adanya cemaran senyawa kimia pada wadah dan peralatan penimbangan juga
merupakan potensi bahaya. Untuk mencegah terjadinya potensi bahaya tersebut maka pelaksanaan sanitasi terhadap wadah maupun peralatan
penimbangan perlu dilakukan dengan baik.Penjagaan sanitasi dan higienitas wadah penimbangan ikan teri nasi saat ini telah baik dimanan wadah maupun
peralatan penimbangan dicuci menggunakan air bersih sebelum maupun sesudah digunakan. Pada Tabel 33 diperlihatkan potensi bahaya pada
proses penimbangan ikan dan tindakan pencegahannya. Tabel 33. Potensi bahaya pada proses penimbangan ikan dan tindakan
pencegahannya
Tahap Proses Potensi Bahaya
Penyebab Bahaya Keterangan
Tindakan Pencegahan
Penimbangan ikan di TPI
Mina Sumitra dan TPI PPN
Kejawanan Biologi
Pertumbuhan mikroorganisme
Ikan terlalu lama menunggu giliran
untuk ditimbang sementara suhu ikan
tidak dipertahankan tidak lebih dari 5
C -
- Mempercepat proses penimbangan
- Penimbangan dilakukan pada area
khusus dimana suhu lingkungan di sekitar
ikan yang akan ditimbang tidak
menimbulkan peningkatan suhu
pada ikan
Penimbangan ikan teri nasi di
TPI Mina Bumi Bahari
Biologi Kontaminasi
mikroorganisme
Wadah yang digunakan untuk
menimbang ikan teri nasi tidak dalam
kondisi bersih dan higienis
Wadah yang tidak higienis dapat
menjadi sumber kontaminasi
mikroorganisme pada ikan teri nasi
Pembersihan wadah dan peralatan
penimbangnya dari kotoran setiap akan
digunakan maupun setelah digunakan
v Penempatan dan penyusunan ikan di TPI Penyusunan ikan di lokasi pelelangan dilakukan dengan menempatkan
ikan yang lebih dahulu dibongkar dan sampai di tempat pelelangan sebagai ikan yang dilelang terlebih dahulu. Cara penempatan ikan yang akan dilelang
di TPI Mina Fajar Sidik serupa dengan TPI Mina Bahari dan TPI Misaya Mina, yaitu ikan dimasukkan di dalam bakul. Perbedaan pada ketiga TPI tersebut
terdapat pada penempatan bakul, dimana pada TPI Mina Bahari terdapat bakul yang diletakkan di atas bakul ikan lainnya Gambar 52. Sebaiknya
bakul tidak diletakkan di atas bakul lainnya karena tetesan air dari bakul yang berada di atas dapat masuk ke dalam bakul yang berada di bawahnya.
Tetesan air yang keluar dari bakul dapat menyebarkan kontaminasi pada ikan yang berada di bawah bakul.
a b
c Gambar 52. Penempatan ikan di dalam bakul
a. TPI Mina Fajar Sidik; b. TPI Bumi Bahari; c. TPI Misaya Mina
Di TPI Mina Sumitra, ikan disimpan di dalam keranjang. Walaupun demikian, ikan-ikan berukuran besar yang tidak dapat disimpan di dalam
keranjang seperti ikan hiu botol dan ikan layaran diletakkan di atas lantai Gambar 53. Di TPI Mina Fajar Sidik dan TPI Mina Bahari terdapat pula ikan-
ikan yang disusun di atas lantai. Di TPI Mina Bahari ikan yang diletakkan di lantai adalah ikan pari. Di TPI Mina Fajar Sidik jenis ikan yang diletakkan di
atas lantai lebih beragam diantaranya adalah ikan tenggiri, kakap merah, layur, dan tongkol Gambar 54.
Gambar 53. Penempatan ikan di TPI Mina Sumitra
a b Gambar 54. Susunan ikan yang diletakkan di lantai
a. Di TPI Mina Bahari b. Di TPI Mina Fajar Sidik Penyimpanan ikan di dalam keranjang plastik di TPI Mina Sumitra
selama menunggu akan dilelang merupakan penanganan yang baik. Namun untuk beberapa jenis ikan, sesaat akan dilelang ikan-ikan tersebut
dikeluarkan dari keranjang dan diletakkan di atas lantai Gambar 55. Penyimpanan ikan di lantai pada saat menunggu proses lelang merupakan
penanganan yang tidak baik. Kontaminasi bakteri maupun benda berbahaya yang berasal dari lantai yang kotor dapat menurunkan mutu ikan.
Kondisi lantai di area lelang TPI Fajar Mina Sidik dan TPI Mina Bahari basah dan berpasir, terdapat tetesan darah ikan, serta serpihan sisik ikan. Di
TPI Misaya Mina dan TPI Mina Sumitra kondisi lantai area lelang relatif lebih bersih namun lantai yang basah oleh lendir ikan dan darah ikan bercampur
dengan tanah yang berasal dari alas kaki orang-orang yang memasuki area lelang. Setiap orang dapat memasuki area lelang sehingga kebersihan lantai
selama lelang tidak dapat dijamin. Dengan peletakan ikan di atas lantai area lelang, ikan-ikan yang dilelang juga dapat mengalami kerusakan fisik akibat
terinjak oleh orang-orang yang berlalu lalang di area lelang.
Gambar 55. Ikan yang akan dilelang di TPI Karangsong Pada umumnya penanganan dan penjagaan mutu selama menunggu
ikan dilelang kurang diperhatikan oleh pihak pengelola TPI maupun pemasok ikan. Ikan-ikan yang telah berada di area lelang TPI selain ikan yang
digarami tidak diberi es. Pemberian es pada ikan selama menunggu lelang hanya dijumpai di TPI Mina Sumitra. Walaupun demikian hanya sedikit
pemasok ikan yang menyimpan es di atas tumpukan ikan khususnya untuk ikan dengan harga mahal seperti kakap merah. Es yang digunakan juga
merupakan sisa es yang berada di dalam palka kapal dan jumlahnya tidak mampu mempertahankan suhu ikan yang seharusnya tidak lebih dari 5
C. Lelang dimulai setelah seluruh ikan yang akan dilelang ditempatkan di
area lelang. Lama ikan menunggu untuk dilelang di masing-masing TPI berbeda. Hal tersebut dipengaruhi oleh lamanya ikan-ikan yang diturunkan
dari kapal ditempatkan di area lelang, banyaknya ikan yang dilelang, serta lamanya tawar menawar harga. Di TPI Mina Fajar Sidik lelang dimulai pukul
delapan pagi sedangkan di TPI Mina Bahari lelang dimulai sekitar pukul 11 siang. Rentang waktu menunggu ikan untuk dilelang di ke dua TPI tersebut
berkisar tiga hingga empat jam sejak ikan ditempatkan di area lelang. Di TPI Misaya Mina dan TPI Mina Sumitra lelang dimulai sekitar pukul delapan pagi
dengan rentang waktu ikan menunggu untuk dilelang berkisar antara dua hingga tiga jam. Waktu yang cukup lama saat menunggu ikan dilelang,
semakin meningkatnya suhu lingkungan dan tidak adanya pemberian es dapat mempercepat penurunan mutu ikan. Usaha mempertahankan
kesegaran ikan selama menunggu ikan dilelang hanya dilakukan dengan menyiramkan air pada tumpukan ikan.
Kondisi penyiapan ikan teri nasi yang akan dilelang di TPI Mina Bumi Bahari berbeda dengan lima TPI lainnya yang dikaji. Ikan teri nasi yang
dibawa ke TPI disimpan dalam ember plastik bertutup. Di dalam ember tersebut ikan teri nasi tercampur di dalam air dan balok es. Waktu tunggu
lelang untuk ikan teri nasi sangat singkat karena proses lelang berjalan dengan cepat. Tidak terdapat potensi bahaya pada tahap penyiapan ikan teri
nasi untuk dilelang. Kegiatan penempatan dan penyusunan ikan di TPI termasuk titik
kendali kritis. Pada tahap penyiapan ikan untuk lelang di TPI Mina Fajar Sidik, TPI Mina Bahari, TPI Misaya Mina, dan TPI Mina Sumitra, terdapat
potensi bahaya yang cukup banyak. Pada Tabel 34 diperlihatkan poteni bahaya yang terdapat pada kegiatan peletakan dan penyusunan ikan di TPI
serta tindakan pencegahan potensi bahayanya. Tabel 34. Potensi bahaya pada kegiatan peletakan dan penyusunan ikan di
TPI dan tindakan pencegahannya
Tahap Proses
Potensi Bahaya Penyebab Bahaya
Keterangan Tindakan yang Dapat
Mencegah, Menghilangkan atau
Menurunkan Bahaya Sampai Tingkat yang
Dapat Diterima
Peletakan dan
penyusunan ikan di TPI
Mina Fajar Sidik, TPI
Mina Bahari, TPI Misaya
Mina, TPI Mina Sumitra
untuk dilelang
Fisik
- Kerusakan fisik terjadinya cacat
pada tubuh ikan
- Menempelnya materi lain seperti
pasir yang berasal dari lantai yang
kotor Biologi
- Kontaminasi dan pertumbuhan
mikroorganisme
Memasukan ikan secara paksa ke
dalam keranjang ikan yang telah penuh.
Ikan yang dimasukkan secara
paksa ke dalam keranjang yang telah
penuh menyebabkan lecet
atau cacat pada ikan.
- Penerapan GHdP yang baik oleh
pekerja di area lelang - Penyediaan
keranjang ikan dengan jumlah
memadai Kontaminasi
mikroorganisme dan materi lain seperti
pasir dari lantai TPI atau alas kaki yang
kotor pada ikan yang diletakkan di lantai
maupun yang terdapat di dalam
keranjang. -
- Penerapan sanitasi di area lelang TPI dan
penerapan GHdP oleh pekerja yang
menangani ikan serta peserta lelang
- Pengaturan pihak- pihak yang dapat
memasuki area lelang oleh pengelola TPI
Kontaminasi ikan segar dari ikan lain
yang hampir membusuk yang
dilelang di TPI Kontaminasi akibat
bercampurnya penempatan ikan
segar dan ikan yang hampir busuk di
area lelang TPI. Peletakan ikan yang
berbeda tingkat kesegarannya pada
area yang berbeda untuk mencegah
kontaminasi silang
Tabel 34. Lanjutan
Tahap Proses Potensi Bahaya
Penyebab Bahaya Keterangan
Tindakan yang Dapat Mencegah,
Menghilangkan atau Menurunkan Bahaya
Sampai Tingkat yang Dapat Diterima
Peletakan dan penyusunan
ikan di TPI Mina Fajar
Sidik, TPI Mina Bahari, TPI
Misaya Mina, TPI Mina
Sumitra untuk dilelang
Fisik
- Kerusakan fisik terjadinya cacat
pada tubuh ikan - Menempelnya
materi lain seperti pasir
yang berasal dari lantai yang kotor
Biologi Kontaminasi dan
pertumbuhan mikroorganisme
Wadah yang digunakan untuk penyimpanan ikan
yang akan dilelang tidak bersih
Wadah yang tidak bersih menjadi
sumber penyebab kontaminasi
mikroorganisme bagi ikan yang disimpan.
- Penerapan sanitasi wadah penyimpanan
ikan dengan selalu membersihkannya
setelah selesai digunakan dengan air
bersih dan sabun
Suhu ikan lebih dari 5 C
Ikan semakin cepat terdekomposisi
akibat suhu ikan lebih dari 5
C selama waktu
menunggu lelang dan tanpa
penggunaan es. - Pemberian es bagi
ikan yang masih memiliki karkateristik
ikan yang layak dikonsumsi segar dan
diolah untuk pangan
- Proses lelang dilakukan dengan
cepat Kotaminasi
mikroorganisme yang dapat menyebabkan
penyakit pada manusia yang bersumber dari
hewan maupun serangga yang memasuki area
lelang - Beberapa hewan
yang masuk ke dalam area lelang
TPI seperti kucing, kambing, kecoa, dan
lalat dapat menjadi sumber kontaminasi
penyakit pada ikan - Mencegah hewan
masuk ke dalam TPI - Menjaga kebersihan
dan sanitasi di TPI
vi Proses lelang Proses lelang dilakukan setelah ikan yang akan dilelang telah tersusun
dengan baik. Penawaran ikan yang dilelang dilakukan oleh seorang juru lelang dari pihak KUD. Pembeli yang menawar dengan harga tertinggi
memperoleh ikan yang dilelang. Pada saat lelang, tidak semua peserta lelang memperhatikan tindakannya yang dapat mempengaruhi mutu ikan, seperti
berdiri di atas keranjang yang penuh berisi ikan atau menginjak ikan yang diletakkan di lantai.
Pada saat lelang beberapa ikan yang disimpan dalam bakul dikeluarkan untuk memperlihatkan kondisi ikan dan penuhnya bakul kepada peserta
lelang. Setelah dilelang, ikan yang berada di lantai dimasukkan kembali ke dalam keranjang atau bakul untuk selanjutnya disiangi atau dibawa ke area
pengepakan atau langsung diangkut ke kendaraan pengangkut. Kondisi saat lelang di TPI Mina Sumitra dan TPI Mina Fajar Sidik diperlihatkan pada
Gambar 56.
a b Gambar 56. Penawaran ikan pada saat lelang
a. Pelelangan ikan di TPI Mina Sumitra, Indramayu b. Pelelangan ikan di TPI Mina Fajar Sidik, Subang
Kegiatan lelang di TPI Fajar Mina Sidik, TPI Mina Bahari, TPI Misaya Mina, dan TPI Mina Sumitra juga termmasuk titik kendali kritis dimana
kerusakan fisik maupun kontaminasi mikroorganisme merupakan potensi bahaya utama. Pada Tabel 35 diperlihatkan potensi bahaya pada kegiatan
lelang ikan di TPI dan tindakan pencegahannya. Tabel 35. Potensi bahaya dan tindakan pencegahannya pada
kegiatan lelang ikan di TPI
Tahap Proses
Potensi Bahaya Penyebab
Bahaya Keterangan
Tindakan yang Dapat Mencegah, Menghilangkan
atau Menurunkan Bahaya Sampai Tingkat yang Dapat
Diterima Pelelangan
ikan di TPI Mina Fajar
Sidik, TPI Mina
Bahari, TPI Misaya
Mina, dan TPI Mina
Sumitra
Fisik
- Kerusakan fisik terjadinya cacat
pada tubuh ikan - Menempelnya
materi lain seperti pasir yang berasal
dari lantai yang kotor
Biologi Kontaminasi
mikroorganisme - Terinjaknya
ikan yang diletakkan di
lantai dan di dalam
keranjang.
- Kontaminasi ikan dari lantai
area lelang yang kotor
Ikan yang terinjak dapat mengalami
cacat dan terkontaminasi dari
alas kaki yang menginjak ikan
maupun alas kaki yang menginjak
keranjang ikan. - Pengaturan aktivitas di area
TPI oleh pengelola TPI sehingga orang yang tidak
berkepentingan tidak berlalu lalang di area lelang
- Ikan yang tidak diletakkan di dalam keranjang atau bakul
tetapi diletakkan di atas lantai harus menggunakan
alasyang bersih dan lebih tinggi dari permukaan lantai
agar tidak mudah terinjak
Proses lelang ikan teri nasi di TPI Mina Bumi Bahari berbeda dengan proses lelang di TPI yang melelang ikan lainnya. Ikan teri nasi akan dilelang
kepada pembeli dari perusahaan pengekspor bila karakteristik mutunya sangat baik yaitu berwarna putih bersih dan tidak lembek. Pihak pelelang dari
KUD akan menawarkan ikan teri nasi tersebut hingga harga terbaik. Bila pasokan ikan teri nasi dari nelayan tidak mencapai kondisi mutu terbaik maka
lelang hanya merupakan proses tawar menawar harga berdasarkan kesepakatan pembeli dengan nelayan. Bila karakteristik mutu ikan teri nasi
tidak sesuai dengan yang diinginkan oleh pembeli dari perusahaan pengekspor atau nelayan tidak menyetujui harga yang ditetapkan oleh pihak
perusahaan, maka nelayan mengambil kembali ikan teri nasi untuk ditawarkan kepada pembeli lokal.
Sebelum tawar menawar, ikan teri nasi yang dibawa oleh nelayan dinilai mutunya oleh pembeli untuk menetapkan harga yang ditawarkannya. Pihak
pembeli mengambil contoh ikan teri nasi dengan tangannya dan memeriksa karakteristik mutu ikan teri nasi. Pada saat tersebut, tawar menawar harga
antara pembeli dengan nelayan mulai dilakukan Gambar 57a. Sebelum ikan teri nasi ditimbang, ikan teri nasi dimasukkan ke dalam tong plastik dan
ditambahkan air tawar. Penambahan air tawar dilakukan untuk mengencerkan lendir yang melekat pada ikan teri nasi Gambar 57b. Teri
nasi kemudian dituangkan ke dalam keranjang untuk penimbangan Gambar 57c.
a b c Gambar 57. Aktivitas pada saat pelelangan ikan teri nasi
a. Penilaian mutu ikan teri nasi pada saat tawar menawar harga b. Penambahan air untuk mengencerkan lendir pada ikan teri nasi
c. Penuangan ikan teri nasi ke dalam keranjang penimbangan
Potensi bahaya yang terdapat pada kegiatan tawar menawar harga ikan teri nasi di TPI adalah kontaminasi mikroorganisme dari manusia.
Kontaminasi mikroorganisme pada saat tawar menawar bersumber dari tangan pihak yang terlibat tawar menawar pada saat menilai mutu ikan teri
nasi. Tangan yang digunakan untuk mengambil contoh ikan teri nasi bila tidak bersih atau terdapat luka merupakan sumber kontaminasi pada ikan teri nasi.
Untuk mencegah timbulnya kontaminasi pada ikan teri nasi maka penerapan sanitasi pekerja yang baik oleh seluruh pihak yang terlibat dalam tawar
menawar ikan baik nelayan. Pada tahap pembersihan lendir ikan teri nasi terdapat potensi bahaya berupa kontaminasi mikroorganisme bila air
pencucian yang digunakan bukan air bersih yang sesuai dengan persyaratan pengunaan air untuk penanganan ikan. Untuk mengatasi hal tersebut,
penyediaan air bersih yang memadai secara jumlah maupun kualitasnya sangat perlu dilakukan oleh pengelola TPI. Pada Tabel 36 diperlihatkan
potensi bahaya dan tindakan pencegahannya pada tahap aktivitas lelang di TPI Mina Bumi Bahari.
Tabel 36. Potensi bahaya dan tindakan pencegahannya pada tahap aktivitas lelang di TPI Mina Bumi Bahari
Tahap Proses
Potensi Bahaya Penyebab Bahaya
Keterangan Tindakan
Pencegahan
Tawar menawar
harga ikan teri nasi
Biologi Kontaminasi
mikroorganisme Kontaminasi
mikroorganisme dari tangan pihak yang
terlibat tawar menawar saat menilai
mutu ikan teri nasi Kontaminasi
mikroorganisme dapat bersumber
dari tangan pihak yang menilai mutu
ikan teri nasi - Pelaksanaan SSOP
yang baik oleh pihak yang terlibat dalam
pelelangan ikan teri nasi
- Mempertahankan suhu ikan teri nasi
tetap lebih rendah dari 5
C Pembersihan
lendir ikan teri nasi dengan
air tawar
Biologi Kontaminasi
mikroorganisme
Air yang digunakan untuk membersihkan
lendir ikan teri nasi yang akan ditimbang
tidak memenuhi persyaratan air bersih
Air yang tidak higienis menjadi
sumber kontaminasi mikroorganisme ikan
teri nasi Penyediaan air bersih
yang memadai baik jumlah maupun
kualitasnya
vii Penanganan ikan sebelum pengepakan Pengepakan yang dilakukan di TPI adalah aktivitas memasukkan ikan
ke dalam wadah penyimpanan yang digunakan selama pengangkutan ikan ke luar TPI. Terdapat penanganan yang berbeda terhadap ikan-ikan yang
akan dimasukkan ke dalam wadah penyimpanannya. Penanganan ikan
sebelum pengepakan meliputi proses penyiangan dan pemotongan untuk ikan yang digunakan sebagai bahan baku ikan asin dan kerupuk,
penggaraman ikan serta pencucian ikan. Ikan yang disiangi dan dipotong terdiri dari ikan pari, ikan cucut hiu, ikan remang, dan ikan etong.
Pemotongan ikan dilakukan di lantai dekat area pengepakan di TPI Gambar 58.
Gambar 58. Penyiangan dan pemotongan ikan di TPI
Di TPI Mina Bumi Bahari, ikan teri nasi yang dibeli oleh perusahaan pengolahan berorientasi ekspor langsung dimasukkan ke dalam tong plastik.
Pembeli lokal yang mengolah ikan teri nasi sebagai ikan asin memberikan garam pada ikan teri nasi sebelum dimasukkan ke dalam ember plastik
bertutup. Pemberian garam dilakukan dengan menaburkan serbuk garam pada tumpukan ikan teri nasi yang diletakkan di atas kain Gambar 59.
Garam tersebut kemudian dicampurkan dengan ikan teri nasi hingga merata.
Gambar 59. Penggaraman ikan teri nasi
Di setiap TPI telah disediakan air bersih yang dapat digunakan oleh setiap pembeli secara gratis. Walapun demikian, pencucian ikan sebelum
dimasukkan ke dalam kemasan tidak dilakukan oleh setiap pembeli walaupun ikan telah diletakkan pada lantai yang bercampur lumpur dan ceceran darah
ikan. Biasanya pembeli yang sangat memperhatikan kesegaran dan kebersihan ikan akan mencuci ikan sebelum dimasukkan ke dalam wadah
penyimpanan. Pencucian dilakukan dengan menggunakan air tawar yang mengalir atau juga mencuci ikan dalam tong berisi air Gambar 60.
Gambar 60. Pencucian ikan sebelum pengepakan Tahap penyiangan dan pemotongan ikan yang dilakukan oleh pekerja
dari pihak pembeli untuk jenis ikan pari, ikan remang dan ikan hiu memiliki potensi bahaya berupa kontaminasi mikroorganisme dan menempelnya
materi lain seperti pasir pada daging ikan. Bahaya kontaminasi dapat ditimbulkan oleh pengggunaan peralatan pemotongan yang tidak bersih.
Penyebab lainnya yang menimbulkan bahaya kontaminasi adalah pemotongan ikan dilakukan pada lantai yang tidak bersih, serta sanitasi
pekerja yang rendah. Materi lain seperti pasir yang menempel pada potongan ikan berasal dari lantai tempat ikan dipotong. Pada Tabel 37
diperlihatkan potensi bahaya pada tahap penyiangan dan pemotongan ikan serta tindakan pencegahan bahayanya.
Tabel 37. Potensi bahaya pada tahap penyianganan dan pemotongan ikan pada kegiatan penyiangan dan pemotongan ikan
Tahap Proses
Potensi Bahaya Penyebab Bahaya
Keterangan Tindakan yang Dapat
Mencegah, Menghilangkan atau Menurunkan Bahaya
Sampai Tingkat yang Dapat Diterima
Penyiangan dan
Pemotongan ikan
Biologi Kontaminasi
mikroorganisme Fisik
Adanya materi lain yang menempel
pada daging ikan seperti pasir
- Kontaminasi mikroorganisme
dapat bersumber dari peralatan
pemotongan yang tidak bersih serta
lantai tempat pemotongan ikan,
maupun pekerja.
- Materi lain seperti pasir yang
menempel pada potongan ikan
berasal dari lantai tempat ikan
dipotong yang kondisinya tidak
bersih -
- Peralatan yang digunakan untuk memotong ikan harus
selalu dicuci dengan cara yang benar setiap setelah
selesai digunakan. - Daging ikan yang telah
dipotong dicuci dengan air bersih sebelum pengepakan
- Ikan tidak bersentuhan langsung dengan lantai
- Penerapan sanitasi pekerja
viii Pengemasan atau pengepakan ikan Cara pengemasan atau pengepakan ikan yang dilakukan di TPI
beragam. Pembeli yang membeli ikan dari bakul di TPI memasukkan ikan yang dibelinya dalam karung atau tong tanpa es atau dengan es namun
jumlahnya sedikit. Bakul yang membawa ikan menuju tempat yang relatif tidak jauh dari lokasi TPI menganggap tidak perlu membawa ikan dengan es.
Pemberian es dilakukan setelah tiba dilokasi bila ikan tersebut tidak langsung diolah.
Penggunaan es curai merupakan yang terbaik untuk pengepakan ikan terutama dalam hal efisiensi pendinginan. Walaupun demikian es yang
digunakan dalam pengepakan di TPI Mina Fajar Sidik merupakan bongkahan kecil es balok. Di TPI Mina Fajar Sidik tidak terdapat alat penghancur es
sehingga es balok dihancurkan secara manual dengan batang besi sebelum dimasukkan ke dalam tong, kotak styrofoam, atau kotak berinsulasi. Es yang
digunakan tersebut masih berupa bongkahan es kecil Gambar 61.
Gambar 61. Penggunaan bongkahan es kecil dalam wadah pengangkut di TPI PPI Fajar Mina Sidik
Alat penghasil es curai baru terdapat di depot es TPI Misaya Mina, TPI Mina Sumitra, dan TPI PPN Kejawanan sehingga pengepakan ikan dengan
es curai baru dapat dilakukan di TPI tersebut Gambar 62. Walaupun demikian tidak semua pengepakan ikan yang dilakukan di TPI Mina Sumitra
dan TPI Misaya Mina menggunakan es curai. Di TPI PPI Eretan Wetan, area pengepakan yang bersatu dengan depot es berada di luar lokasi TPI. Ikan
yang akan dikemas dengan es curai harus diangkut oleh kuli pengangkut atau becak menuju tempat tersebut. Di TPI PPI Karangsong depot es terletak
di belakang bangunan TPI sehingga es balok atau es curai diangkut menuju area pengepakan yang masih berada di dalam bangunan TPI.
Gambar 62. Penggunaan es curai pada pengemasan ikan dalam kotak insulasi kiri dan styrofoam kanan
Ikan teri nasi yang akan dibawa oleh pembeli perusahaan pengekspor dimasukkan ke dalam tong plastik yang telah diisi es Gambar 63. Es yang
digunakan untuk mendinginkan ikan teri nasi merupakan bongkahan es kecil yang berasal dari balok es yang dihancurkan dengan menggunakan batang
besi. Ikan teri nasi yang telah digarami dikemas dalam ember plastik tanpa diberi es.
Gambar 63. Penyimpanan ikan teri nasi di dalam tong plastik Potensi bahaya yang terdapat pada tahap pengepakan ikan terdiri dari
bahaya fisik berupa rusak atau cacatnya ikan serta kontaminasi mikroorganisme. Potensi bahaya cacat fisik pada ikan dapat diakibatkan
oleh penggunaan bongkahan es kecil dengan permukaan yang runcing dan dapat merobek atau melecetkan daging ikan. Robeknya bagian dinding
perut ikan dapat menjadi sumber kontaminasi mikroorganisme dari dalam perut ikan kepada ikan lainnya. Potensi bahaya lainnya dapat disebabkan
oleh penyimpanan ikan yang dipaksakan menumpuk dalam wadah ikan yang telah penuh. Kontaminasi mikroorganisme dari wadah pengepakan
dapat terjadi bila wadah yang digunakan tidak dalam keadaan bersih dan higienis. Pada pengepakan ikan teri nasi segar, potensi bahaya yang dapat
terjadi adalah kontaminasi mikroorganisme yang berasal dari penggunaan wadah penyimpanan ikan yang tidak dalam kondisi higienis. Pelaksanaan
prosedur sanitasi yang baik terhadap wadah penyimpanan perlu dilakukan dengan baik. Pada Tabel 38 diperlihatkan potensi bahaya dan tindakan
pencegahannya pada kegiatan pengepakan ikan di enam TPI yang dikaji.
Tabel 38. Potensi bahaya dan tindakan pencegahan bahaya pada kegiatan pengepakan ikan dalam adah penyimpanan selama transportasi
Tahap Proses
Potensi Bahaya Penyebab Bahaya
Keterangan Tindakan yang Dapat
Mencegah, Menghilangkan atau
Menurunkan Bahaya Sampai Tingkat yang
Dapat Diterima
Pengepakan ikan di TPI
Mina Fajar Sidik, TPI
Mina Bahari, TPI Misaya
Mina, dan TPI Mina Sumitra
Fisik Kerusakan fisik
terjadinya cacat pada tubuh ikan
Biologi Kontaminasi
mikroorganisme Penggunaan
bongkahan es kecil dengan sisi yang
runcing yang dapat merobek dinding perut
ikan. -
Penyediaan es curai oleh pihak pengelola TPI dan
fasilitasnya
- Penyimpanan ikan yang terlalu padat
dalam wadah penyimpanan.
- Penyusunan ikan dan es dalam wadah
pengangkut yang tidak tepat.
- Penerapan cara
pengepakan ikan yang benar
Wadah pengemas ikan tidak bersih
Wadah dapat menjadi sumber
kontaminasi mikroorganisme
pada ikan Pembersihan wadah
penyimpanan ikan setiap akan digunakan dan
setelah digunakan
Pengepakan ikan teri nasi
segar di TPI Mina Bumi
Bahari Biologi
Kontaminasi mikroorganime
Wadah penyimpanan ikan teri nasi yang
akan didistribusikan tidak dalam kondisi
higienis Wadah yang
tidak higienis dapat menjadi
sumber kontaminasi
mikroorganisme pada ikan teri
nasi Pelaksanaan GHdP dan
SSOP yang baik
ix Pengangkutan ikan ke luar TPI Ikan dibawa oleh pembeli dengan cara dan jenis kendaraan yang
beragam. Pengangkutan ikan yang baik adalah memindahkan ikan menuju tempat yang dituju tanpa mengakibatkan kerusakan ikan atau kesegaran ikan
menurun dengan cepat. Pada enam TPI yang dikaji dapat diamati bahwa terdapat tindakan yang kurang baik dalam hal pengangkutan ikan ke luar TPI.
Ikan yang tidak disimpan dalam wadah tertutup dan tidak diberi es akan berhubungan langsung dengan panas matahari. Panas matahari
memengaruhi turunnya kesegaran ikan. Suhu tubuh ikan yang tidak didinginkan dengan es akan meningkat dan mempengaruhi peningakatan
aktivitas mikroorganisme yang terdapat pada ikan. Pada umumnya ikan yang diangkut dengan cara tersebut adalah untuk bahan baku usaha pembuatan
ikan asin atau ikan yang dibeli oleh bakul yang menetap di sekitar TPI, serta ikan yang diangkut ke pasar tradisional yang terletak tidak jauh dari TPI.
Ikan pari dan cucut yang dipasok ke TPI PPN Kejawanan diangkut menggunakan truk. Ikan-ikan tersebut tidak dimasukkan ke dalam kotak
berinsulasi tetapi langsung dimasukkan ke atas truk tanpa pemberian es. Kondisi ikan pari dan cucut tersebut dalam kondisi tidak baik dan daging ikan
hanya dimanfaatkan untuk pembuatan ikan asin. Pada Gambar 64 diperlihatkan pengangkutan bakul berisi ikan tanpa es yang diangkut oleh
becak dan mobil pick up serta pengangkutan ikan secara terbuka lainnya.
Gambar 64. Pengangkutan bakul ikan menggunakan becak dan mobil pick up serta pengangkutan ikan secara terbuka lainnya tanpa
menggunakan es
Contoh pengangkutan ikan yang baik adalah menggunakan mobil berpendingin. Pendingin pada mobil tersebut mampu mengendalikan suhu
ruang pengangkut agar tidak lebih dari standar suhu penyimpanan ikan yang baik 5
C. Bila menggunakan kendaraan tanpa alat pendingin, ikan diangkut dalam wadah berisi es dalam jumlah cukup sehingga mampu
mempertahankan suhu dingin ikan tidak lebih dari 5 C hingga tempat
tujuan. Contoh penerapan pengangkutan ikan yang baik diperlihatkan pada Gambar 65.
Gambar 65. Contoh penerapan cara pengangkutan ikan yang baik Pada tahap pengangkutan ikan segar menuju tempat pengolahan ikan,
potensi bahaya yang dapat terjadi adalah bahaya fisik dan biologi. Kedua potensi bahaya tersebut timbul bila suhu ikan meningkat akibat kurangnya es
atau tidak menggunakan es sama sekali pada saat transportasi ikan. Pada Tabel 39 diperlihatkan potensi bahaya dan tindakan pencegahanya pada
kegiatan pengangkutan ikan selama transportasi.
Tabel 39. Potensi bahaya dan tindakan pencegahannya selama transportasi ikan
Tahap Proses Potensi
Bahaya
Penyebab Bahaya Keterangan
Tindakan yang Dapat Mencegah,
Menghilangkan atau Menurunkan Bahaya
Sampai Tingkat yang Dapat Diterima
Pengangkutan ikan segar dari
TPI Mina Fajar Sidik, TPI Mina
Bahari, TPI Misaya Mina,
TPI Mina Sumitra dan
TPI PPN Kejawanan
Fisik - Dekomposisi
Biologi
- Pertumbuhan
mikroorganisme
- Suhu ikan lebih dari 5
C karena es yang digunakan kurang
atau tidak menggunakan es
sama sekali atau alat pengatur suhu pada
mobil berpendingin tidak bekerja dengan
baik
- Ikan tidak terlindung dari sengatan sinar
matahari Peningkatan
suhu ikan memacu
percepatan dekomposisi
yang menyebabkan
penurunan mutu ikan
- Penerapan cara pengangkutan ikan
segar ke luar dari TPI yang benar
- Pengontrolan alat pengatur suhu pada
kendaraan pengangkut berpendingin otomatis
Tabel 39. Lanjutan
Tahap Proses Potensi
Bahaya
Penyebab Bahaya Keterangan
Tindakan yang Dapat Mencegah,
Menghilangkan atau Menurunkan Bahaya
Sampai Tingkat yang Dapat Diterima
Pengangkutan ikan teri nasi
segar dari TPI Mina Bumi
Bahari Fisik
- Perubahan karakteristik
fisik ikan teri nasi segar
Biologi
- Pertumbuhan
mikroorganisme
- Suhu ikan lebih dari 5
C karena es yang digunakan kurang
atau tidak menggunakan es
sama sekali
- Ikan tidak terlindung dari sengatan sinar
matahari Peningkatan
suhu ikan teri nasi
mempercepat proses
dekomposisi penurunan mutu
ikan teri nasi Penggunaan es dalam
jumlah memadai untuk mempertahanan suhu di
bawah 5 C selama
pengiriman ke industri pengolahan
5.3.2. Permasalahan Mutu dan Jaminan Mutu Produk Ikan Olahan Penerapan sanitasi dan kehigienisan serta cara berproduksi yang baik
merupakan salah satu faktor untuk menghasilkan produk ikan olahan bermutu dan bernilai tambah tinggi. Saat ini penerapan sanitasi, kehigienisan serta cara
berproduksi yang baik pada usaha pengolahan ikan laut yang terdapat di wilayah Jawa Barat, sebagian besar dilakukan oleh usaha pengolahan skala besar
industri berbasis ekspor. Bagi industri pengolahan ikan tersebut, penerapan sanitasi, kehigienisan, dan cara berproduksi yang baik merupakan persyaratan
dasar agar produk yang dihasilkan dapat diterima oleh pasar negara tujuan ekspor yang memilki persyaratan jaminan mutu produk impor yang sangat ketat.
Setelah terdapat larangan ekspor komoditas perikanan Indonesia ke negara-negara Uni Eropa pada tahun 2005 terkait dengan jaminan mutu produk
perikanan, pihak pemerintah melalui DKP memperketat pengawasan mutu produk dan kegiatan produksi industri pengolahan ikan berbasis ekspor. Industri
pengolahan ikan yang akan melakukan ekspor harus memiliki surat kelayakan pengolahan SKP yang menyatakan dilaksanakannya kelayakan dasar serta
HACCP. DKP mengeluarkan atau memperpanjang SKP berdasarkan hasil penilikan terhadap pelaksanaan kelayakan dasar dan HACCP pada industri.
Kegiatan pra SKP, validasi dan audit penerapan HACCP di industri dilaksanakan oleh Unit Pengawas Mutu hasil perikanan propinsi, Pengawas Mutu hasil
perikanan BPPMHP dan Pengawas Mutu kabupatenkota yang telah mengikuti pelatihan pengawas mutu PMMTHACCP yang diselenggarakan oleh Direktorat
Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan dan telah memiliki nomor
registrasi. Audit HACCP pada industri dilakukan untuk mengajukan Approval Number
Dinas Perikanan Propinsi Jawa Barat, 2006. Bagi industri yang akan mengekspor produk olahan ikan ke negara-negara Uni Eropa, Approval Number
dapat diperoleh bila telah memiliki SKP dengan nilai A+ Poernomo, 2008. Berdasarkan data Dinas Perikanan Propinsi Jawa Barat 2008, seluruh
industri pengolahan ikan berorientasi ekspor di Jawa Barat telah menerapkan kelayakan dasar dan HACCP. Hal tersebut terbukti dari kepemilikan SKP oleh
seluruh industri pengolahan ikan dan hasil evaluasi penerapan HACCP. Dari delapan industri pengolahan ikan yang terdapat di wilayah utara Jawa Barat, satu
industri memiliki SKP bernilai A, tiga industri memiliki SKP bernilai B, dan empat industri memiliki SKP bernilai C. Industri dengan SKP bernilai A telah
mengekspor produk olahannya ke Uni Eropa, sedangkan industri dengan SKP bernilai B dan C mengekspor produk olahannya ke negara-negara di Asia Korea
Selatan, Hongkong, Cina, Jepang, dan Vietnam. Pada industri pengolahan ikan skala kecil dan menengah, sertifikasi mutu
dan keamanan produk belum berkembang. Pada umumnya pengetahuan pelaku usaha industri pengolahan ikan skala kecil terhadap terhadap sertifikasi mutu dan
keamanan produk masih lemah. Di lain pihak, masih banyak usaha pengolahan ikan yang belum mampu menerapkan standar cara berproduksi yang baik sesuai
persyaratan sertifikasi. Pada industri pengolahan ikan skala kecil dan menengah yang telah mampu memenuhi standar mutu produk maupun pengolahan yang
baik kendala tingginya biaya sertifikasi mutu menjadi permasalahan diperolehnya sertifikat mutu sebagai jaminan mutu bagi produk yang dihasilkannya. Untuk
usaha skala menengah, biaya preassessment sertifikasi produk mencapai US 10 ribu dan US 20-100 ribu untuk full assessment selama lima tahun.
Masih rendahnya jaminan mutu produk industri skala kecil dan menengah disebabkan oleh kurangnya penerapan GMP dan SSOP yang baik sebagai
kelayakan dasar penerapan HACCP dalam kegiatan produksinya. Sebagian besar usaha pengolahan ikan skala kecil dan menengah yang menghasilkan
produk ikan olahan tradisional melakukan aktivitas produksi berdasarkan metode yang diketahui secara turun temurun. Kondisi mutu produk belum menjadi
pertimbangan pelaku usaha olahan ikan tradisional skala kecil dan menengah dalam menghasilkan produknya. Menurut Heruwati 2002, aktivitas produksi
pada usaha pengolahan ikan tradisional memiliki ciri bahwa proses dan prosedur yang diterapkan berbeda menurut tempat dan pekerja; perlakuan tidak terukur
secara kuantitatif; satuan yang digunakan tidak rasional sehingga proses tidak dapat diulang dengan hasil yang identik; serta produk yang dihasilkan tidak
memiliki mutu seragam dan daya awet yang bervariasi. Berdasarkan hasil evaluasi usaha peningkatan mutu dan nilai tambah produk olahan perikanan
yang dilakukan oleh Dinas Perikanan Propinsi Jawa Barat 2006b, penerapan sanitasi dan cara berproduksi yang baik oleh usaha kecil dan menengah
dipengaruhi oleh beberapa faktor meliputi a pengetahuan dan kepedulian pemilik usaha dan pekerja terhadap mutu produk; b fluktuasi pasokan dan harga
bahan baku; c teknik pengolahan, fasilitas dan peralatan yang digunakan; serta d modal usaha.
Tenaga kerja pada usaha kecil dan menengah penghasil produk olahan tradisional pada umumnya terdiri dari keluarga nelayan dan masyarakat di sekitar
pantai pendaratan ikan. Tingkat pendidikan pelaku usaha dan pekerja di sektor
perikanan yang pada umumnya rendah menyebabkan terbatasnya pengetahuan
tentang kelayakan dasar dalam kegiatan produksi. Pelaku usaha dan pekerja terbiasa melakukan kegiatan produksi yang kurang memperhatikan syarat
kelayakan dasar berupa sanitasi dan cara berproduksi yang baik dengan anggapan bahwa produk yang dihasilkan masih diterima dengan baik oleh
konsumen walaupun tidak menerapkan GMP dan SSOP dalam kegiatan berproduksinya. Adanya anggapan para pelaku usaha bahwa untuk
menghasilkan mutu produk yang lebih baik akan meningkatkan biaya produksi dan harga produk sementara daya beli konsumennya relatif rendah, menjadi
salah satu penghambat penerapan kelayakan dasar pada aktivitas produksi produk olahan ikan tradisional.
Sifat pasokan ikan yang dipengaruhi oleh musim tangkapan dan cuaca, menyebabkan banyak usaha pengolahan ikan tidak selalu memperoleh pasokan
sesuai dengan jumlah yang diinginkan secara berkelanjutan. Pada saat pasokan ikan sangat sulit diperoleh, pihak usaha pengolahan menghadapi kendala
tingginya harga bahan baku sedangkan pasokan ikan yang tersedia tidak selalu memiliki kondisi mutu yang baik. Oleh karea itu ikan dengan mutu lebih rendah
tetap diterima oleh beberapa pelaku usaha untuk mempertahankan aktivitas produksi agar permintaan konsumen masih dapat dipenuhi.
Hambatan lain untuk menerapkan kelayakan dasar GMP dan SSOP adalah diperlukan perbaikan fasilitas dan peralatan yang mendukung
terlaksananya kelayakan dasar bagi usaha pengolahan ikan. Di lain pihak, pelaku
usaha memiliki modal terbatas sementara bantuan modal usaha tidak mudah diperoleh. Kemampuan diusahakannya fasilitas dan peralatan produksi yang
lebih baik untuk terjaminnya mutu produk lebih mampu diupayakan oleh usaha pengolahan yang memiliki modal usaha lebih besar dan menyadari pentingnya
penerapan kelayakan dasar bagi mutu produk yang dihasilkan. Dengan berbagai kendala yang dihadapi dalam kegiatan berproduksi,
mutu produk yang baik, melalui cara berproduksi yang baik, dan penerapan sanitasi maupun kehigienisan masih sulit diterapkan oleh pelaku usaha skala
kecil. Fokus utama bagi pelaku usaha tersebut adalah mampu memenuhi permintaan konsumen dengan biaya produksi cukup rendah sehingga harga jual
sesuai dengan daya beli konsumen dan usaha pengolahan mampu mengoptimalkan keuntungan. Hal tersebut dapat diperhatikan dari contoh kasus
usaha pengolahan ikan asin, yang seringkali mutu bahan bakunya kurang diperhatikan dan masih menerapkan proses pengolahan ikan dengan cara
konvensional. Pada salah satu usaha pembuatan ikan asin yang berbahan baku ikan
pari dan cucut hiu hasil penangkapan kapal penangkap ikan yang berlabuh di PPN Kejawanan, proses pengeringan ikan dilakukan hanya menggunakan panas
matahari. Kondisi tersebut menyebabkan proses pengolahan sangat bergantung pada cuaca. Proses pengolahan ikan asin dilakukan ketika tidak sedang musim
hujan dan telah terdapat pesanan. Selama menunggu kegiatan produksi dimulai, ikan yang dipasok dibersihkan kemudian disimpan dalam gudang pendingin.
Lama penyimpanan ikan dalam gudang pendingin dapat mencapai lebih dari satu bulan. Walaupun ikan yang dikeluarkan dari gudang pendingin menghasilkan
aroma busuk, ikan tersebut tetap diolah menjadi ikan asin. Hambatan lainnya dalam jaminan mutu dan keamanan produk industri
pengolahan ikan adalah belum mampu diterapkannya ketertelusuran informasi produk di sepanjang rantai pasok ikan laut tangkapan. Hal tersebut disebabkan
oleh belum terdapatnya sistem ketertelusuran informasi produk yang dapat diterapkan pada rantai pasok terutama untuk pasokan ikan yang diperoleh
melalui lelang di TPI. Adanya anggapan pelaku usaha bahwa penerapan sistem ketertelusuran adalah rumit dan tidak praktis menjadi kendala penerapan
ketertelusuran informasi produk. Selain hal tersebut kondisi SDM dan fasilitas penunjang dalam rantai pasok ikan laut tangkapan pada umumnya belum siap
menerapkan sistem ketertelusuran informasi.
5.3.3. Rendahnya Jaminan Pasokan Bahan Baku yang Berkesinambungan