Latar Belakang Disain Peningkatan Daya Saing Industri Pengolahan Ikan Berbasis Perbaikan Kinerja Mutu Dalam Rantai Pasokan Ikan Laut Tangkapan Di Wilayah Utara Jawa Barat

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Wilayah perairan Indonesia yang luas telah menyebabkan produksi komoditas perikanan dapat dihasilkan hampir di seluruh wilayah Indonesia. Dari seluruh jenis komoditas perikanan yang dapat dihasilkan Indonesia, komoditas perikanan tangkap dari perairan laut merupakan komoditas perikanan yang paling banyak dihasilkan. Pada tahun 2005 Sumatera merupakan wilayah yang paling banyak menghasilkan komoditas perikanan tangkap laut. Di lain pihak berdasarkan provinsi, Maluku merupakan provinsi penghasil perikanan tangkap laut terbanyak. Provinsi penghasil perikanan tangkap laut dengan jumlah besar lainnya adalah Sumatera Utara, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, Papua, dan Jawa Tengah BPS, 2007. Jumlah produksi perikanan tangkap maupun budidaya masing-masing provinsi di Indonesia tahun 2004-2005 diperlihatkan pada Tabel 1. Tabel 1. Produksi perikanan budidaya dan perikanan tangkap Indonesia tahun 2004-2005 Produksi Perikanan Budidaya ton Jumlah Perikanan Tangkap ton Perairan Laut Perairan umum Tahun Wilayah 2004 2005 2004 2005 2004 2005 Sumatera 282 368 373 813 1 256 624 1 162 586 136 471 102 979 J a w a 532 581 671 988 904 168 862 728 42 639 36 516 Bali dan Nusa Tenggara 279 346 487 727 241 360 285 185 3 161 3 441 Kalimantan 65 814 81 637 321 465 342 822 117 624 121 198 Sulawesi 301 951 540 931 817 331 850 970 26 273 26 301 Maluku dan Papua 6 550 7 582 779 293 904 208 4 712 6 935 Total 1 468 610 2 163 678 4 320 241 4 408 499 330 880 297 370 Dari beragam komoditas perikanan yang terdapat di Indonesia, komoditas ikan dari perairan laut merupakan sumber daya yang terbesar. Menurut DKP 2006, potensi lestari sumberdaya perikanan di perairan laut Indonesia diperkirakan mencapai 6.4 juta ton per tahun. Dari jumlah tersebut, potensi sumberdaya ikan laut merupakan yang paling banyak, yaitu terdiri dari ikan perikanan budidaya laut dan air tawar Sumber: BPS 2007 pelagis besar 1.65 juta ton, ikan demersal 1.36 juta ton, ikan pelagis kecil 3.6 juta ton, dan ikan karang 145 ribu ton. Besarnya potensi lestari sumberdaya ikan perairan laut Indonesia menyebabkan Indonesia termasuk produsen ikan utama dunia. Data statistik FAO tahun 2005 menunjukkan bahwa Indonesia merupakan penghasil ke empat terbesar produksi ikan tangkap di dunia setelah RRC, Peru dan Amerika Serikat FAO, 2007. Pada perdagangan komoditas perikanan global, Indonesia memiliki pangsa pasar produk perikanan sekitar 2.6 dari total produk perikanan dunia yang diperdagangkan. Jepang, Amerika Serikat dan negara-negara Uni Eropa merupakan negara tujuan ekspor utama Indonesia. Selama periode 2002-2007 jumlah ekspor perikanan Indonesia yang didominasi oleh kelompok produk udang dan tuna, cakalang, serta tongkol meningkat rata-rata 9.2 per tahun, sedangkan nilai ekspornya meningkat rata-rata 7.7 per tahun Tabel 2. Tabel 2. Perkembangan volume dan nilai ekspor hasil perikanan Indonesia, tahun 2000-2007 Tahun Total Volume ton NIlai US 2002 537 173 1 543 097 2003 817 609 1 605 903 2004 851 344 1 749 671 2005 788 504 1 844 675 2006 830 888 2 040 475 2007 763 697 2 229 834 Kenaikan rata-rata per tahun 9.2 7.7 Sumber: DKP 2008 Peningkatan jumlah ekspor maupun nilai produk perikanan Indonesia masih memiliki peluang yang besar. Peluang tersebut juga didukung oleh adanya peningkatan konsumsi produk perikanan global. Walaupun demikian, kondisi perdagangan global dengan tingkat persaingan yang tinggi menuntut daya saing yang kuat dalam perdagangan berbagai barang dan jasa termasuk juga perdagangan produk perikanan. Industri pengolahan ikan harus mampu menghasilkan beragam produk kompetitif dengan mutu yang baik sehingga memuaskan konsumen dan mampu bersaing dengan produk yang dihasilkan oleh negara-negara lain. Berkaitan dengan kepuasan konsumen terhadap produk perikanan, saat ini unsur kesehatan, nutrisi serta keamanan pangan semakin ditekankan disamping terpenuhinya unsur karakteristik mutu produk. Negara-negara pengimpor hasil perikanan utama dunia seperti Amerika Serikat, Jepang, dan negara-negara Uni Eropa semakin memperketat pengawasan mutu dan keamanan pangan yang bertujuan melindungi masyarakatnya dari bahaya keamanan pangan. Amerika Serikat menerapkan Bioterorism Act pada tahun 2002 yang lebih menekankan persyaratan impor pangan. Jepang mengeluarkan kebijakan dan regulasi tentang residu kimia pada produk pangan Saragih, 2007. Di lain pihak, Uni Eropa melakukan inspeksi terhadap industri-industri perikanan yang aktif melakukan ekspor ke wilayah Uni Eropa. Di dalam memenuhi kepuasan konsumen, komoditas ekspor perikanan Indonesia masih menghadapi permasalahan mutu dan keamanan pangan. Amerika Serikat telah beberapa kali mengeluarkan detention list pada produk perikanan Indonesia akibat benda asing atau kotoran filth dan cemaran mikrobiologi yang melebihi ambang batas indikator penanganan sanitasi dan kehigienisan yang buruk Poernomo, 2008. Beragam kasus mutu dan keamanan pangan produk perikanan Indonesia lainnya juga terdapat pada hasil inspeksi UE dalam The Rapid Alert System for Food and Feed RASFF. Beragam kasus keamanan pangan komoditas perikanan Indonesia dalam RASFF pada tahun 2004-2006 diperlihatkan pada Tabel 3. Tabel 3. Notifikasi RASFF pada produk perikanan Indonesia tahun 2004-2006 Parameter Jumlah Kasus Komoditas Senyawa Spesifik Tahun 2004 2005 2006 Obat-obatan 10 5 9 Udang Nitrofuran, Chloramfenikol Ikan LelePatin, Ikan Bandeng, Ikan Mas, Ikan Nila Malachite Green BelutSidat Malachite Green + Crystal Violet Histamin 21 3 5 Ikan Tuna Logam Berat 20 4 17 Ikan Marlin, Cumi-cumi, Lobster, Ikan Hiu, Ikan Setan Butterfish CO 4 21 3 Ikan Tuna Mikrobiologi 6 6 - Udang TPC, Salmonella sp., V. parahaemolyticus, V. cholerae, Pseudomonas sp., Shigella sp. Ikan Tuna TPC TOTAL 61 39 34 Sumber: DKP 2007 Beragam kasus mutu dan keamanan pangan produk perikanan Indonesia seperti yang terdapat pada RASFF telah berpengaruh pada penurunan citra hasil perikanan Indonesia di pasar global dan mengurangi keunggulan daya saingnya DKP, 2007. Oleh karena itu beragam opsi yang dapat memecahkan permasalahan yang dihadapi industri pengolahan ikan diperlukan agar Indonesia mampu meningkatkan kemampuan dan daya saing industri perikanannya. Menurut Porter 1998 keunggulan daya saing dapat dicapai melalui kinerja dengan kegiatan berbiaya rendah atau memimpin diferensiasi untuk membedakannya secara unik dengan para pesaing. Kegiatan berbiaya rendah merupakan keunggulan produktivitas sedangkan diferensiasi adalah bagian dari keunggulan nilai Indrajit dan Djokopranoto, 2002. Pengelolaan rantai kegiatan dari penangkapan ikan hingga konsumen yang baik secara nilai maupun biaya memungkinkan industri pengolahan ikan mencapai keunggulan daya saing yang tinggi. Rantai kegiatan tersebut pada hakikatnya merupakan rantai pasok yang mengalirkan bahan baku ikan menuju industri pengolahan ikan untuk diolah kemudian didistribusikan hingga konsumen. Secara umum rantai pasok ikan laut tangkapan dimulai dari pasokan ikan hasil tangkapan dari nelayan penangkap ke pedagang pengumpul, yang kemudian memasoknya untuk kebutuhan konsumsi segar atau pada perusahaan pengolahan ikan yang menghasilkan produk olahan untuk pasar lokal maupun ekspor. Untuk mencapai keunggulan daya saing industri perikanan yang mampu menghasilkan produk bermutu dan menyehatkan, diperlukan upaya perbaikan kinerja mutu yang tepat. Oleh karena itu, kajian terhadap rantai pasok industri perikanan, khususnya industri pengolahan ikan laut tangkapan sangat diperlukan. Untuk optimasi sumberdaya dan waktu, kajian terhadap rantai pasok pada penelitian ini dibatasi hanya dilakukan pada daerah sentra produksi ikan laut tangkapan wilayah utara Jawa Barat yaitu Kabupaten Subang, Indramayu, dan Cirebon serta industri pengolahan ikan berorientasi ekspor PT Dharma Samudera Fishing Industries, Tbk.

1.2. Perumusan Masalah