Konsep Nilai untuk Sumberdaya Alam Bahan Galian

masyarakat berperilaku terhadap ekstraksi SDA dan bagaimana mereka menilai SDA itu sendiri Hanley and Spash 1995 dalam Fauzi 2006.

2.2. Konsep Nilai untuk Sumberdaya Alam

Pengertian nilai atau value, khususnya yang menyangkut barang dan jasa yang dihasilkan oleh SDA dan lingkungannya, memang bisa berbeda jika dipan- dang dari berbagai disiplin ilmu. Salah satu tolok ukur yang relatif mudah dan bisa dijadikan persepsi bersama berbagai disiplin ilmu tersbut adalah pemberian price tag harga pada barang dan jasa yang dihasilkan SDA dan lingkungan. Dengan demikian digunakan apa yang disebut nilai ekonomi SDA. Menurut Fauzi 2006, nilai ekonomi didefinisikan sebagai pengukuran jumlah maksimum seseorang ingin mengorbankan barang dan jasa untuk mempe- roleh barang dan jasa lainnya. Secara formal, konsep ini disebut keinginan mem- bayar willingness to pay seseorang terhadap barang dan jasa yang dihasilkan oleh SDA dan lingkungan. Dengan menggunakan pengukuran ini, nilai ekologis ekosistem bisa “diterjemahkan” ke dalam bahasa ekonomi dengan mengukur nilai moneter barang dan jasa. Sebagai contoh, jika ekosistem pantai mengalami keru- sakan akibat polusi, nilai yang hilang akibat degradasi lingkungan bisa diukur dari keinginan seseorang untuk membayar agar lingkungan tersebut kembali ke aslinya atau mendekati aslinya. Keinginan membayar juga dapat diukur dalam bentuk kenaikan pendapatan yang menyebabkan seseorang berada dalam posisi indiffe- rent terhadap perubahan eksogenous. Perubahan eksogenous ini bisa terjadi ka- rena perubahan harga misalnya akibat SDA makin langka atau karena peruba- han kualitas SDA.

2.3. Bahan Galian

Menurut Soedarmo dan Hadiyan 1981 yang dimaksud bahan galian adalah semua endapan-endapan alam yang berupa unsur-unsur kimia, mineral bijih dan segala macam batu-batuan termasuk batu-batu mulia. Terbentuknya endapan bahan galian memerlukan proses dan waktu yang lama, ratusan dan bahkan jutaan tahun akibat proses geologi, differensiasi magma pada waktu menerobos lapisan kulit bumi, poses vulkanisme, pelapukan dan erosi, trans- portasi dan pengendapan kembali dan dapat pula akibat proses metamorphosis. Dalam penghitungan Produk Domestik Bruto PDB yang dilakukan oleh BPS, sektor pertambangan dan penggalian merupakan salah satu dari 9 sektor usaha dalam perekonomian di Indonesia. Menurut BPS 2009b, pertambangan adalah suatu kegiatan yang meliputi pengambilan dan persiapan untuk pengolahan lanjutan dari benda padat, benda cair, dan gas. Pertambangan dapat dilakukan di atas permukaan bumi tambang terbuka maupun di bawah tanah tambang dalam termasuk penggalian, pengerukan, dan penyedotan dengan tujuan mengambil benda padat, cair atau gas yang ada di dalamnya. Hasil kegiatan ini antara lain, minyak dan gas bumi, batubara, pasir besi, bijih timah, bijih nikel, bijih bauksit, bijih tembaga, bijih emas dan perak, dan bijih mangan. Penggalian adalah suatu kegiatan yang meliputi pengambilan segala jenis barang galian. Barang galian adalah unsur kimia, mineral dan segala macam batuan yang merupakan endapan alam tidak termasuk logam, batubara, minyak bumi dan bahan radio aktif. Bahan galian ini biasanya digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong sektor industri maupun konstruksi. Hasil kegiatan penggalian antara lain, batu gunung, batu kali, batu kapur, koral, kerikil, batu marmer, pasir, pasir silika, pasir kuarsa, kaolin, tanah liat, dan lain-lain. Batu kapur gamping dapat terjadi dengan beberapa cara, yaitu secara organik, secara mekanik, atau secara kimia. Sebagian besar batu kapur yang terdapat di alam terjadi secara organik, jenis ini berasal dari pengendapan cangkangrumah kerang dan siput, foraminifera atau ganggang, atau berasal dari kerangka binatang koralkerang. Batu kapur dapat berwarna putih susu, abu muda, abu tua, coklat bahkan hitam, tergantung keberadaan mineral pengotornya. Penggunaan batu kapur sudah beragam diantaranya untuk bahan kaptan, bahan campuran bangunan, industri karet dan ban, kertas, dan lain-lain. Potensi batu kapur di Indonesia sangat besar dan tersebar hampir merata di seluruh kepulauan Indonesia. Sebagian besar cadangan batu kapur Indonesia terdapat di Sumatera Barat Departemen ESDM 2005.

2.4. Model Ekonomi Sumberdaya Non Renewable