Analisis Resiko HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 12 Tingkat penggunaan kapasitas pabrik semen dan kebutuhan bahan baku semen No Tahun Kapasitas pa- brik semen Tingkat penggunaan Kebutuhan pokok bahan baku Batu kapur Lempung 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 sd 30 1.700.000 1.700.000 3.400.000 3.400.000 3.400.000 3.400.000 82 100 59 81 88 96 1.867.960 2.278.000 2.688.040 3.690.360 4.009.280 4.373.760 376.380 459.000 541.620 743.580 807.840 881.280 Sumber : Studi Kelayakan Rencana Penambangan Batu Kapur dan Lempung PT TSS, 2007, diolah Penentuan ekstraksi optimal pada penambangan batu kapur dan lempung dengan umur tambang 30 tahun dan jumlah cadangan stok batu kapur dan lem- pung sebesar 148.770.000 metrik ton MT menghasilkan NPV sebesar Rp 73.754.009.851,-. Constrainkendala yang digunakan pada solver excell adalah kapasitas pabrik semen, tingkat penggunaan kapasitas pabrik semen dan kompo- sisi kebutuhan bahan baku untuk tiap ton semen. Nilai penerimaan bersih NPV yang diperoleh setelah dilakukan ekstraksi optimal lebih kecil jika dibandingkan dengan nilai penerimaan bersih sesuai dengan rencana penambangan PT TSS tanpa adanya kendala kapasitas pabrik semen dan tingkat penggunaan kapasitas pabrik semen. Perhitungan selengkapnya beserta parameter solver excel disajikan pada Lampiran 8 dan Lampiran 9.

4.6. Analisis Resiko

Analisis resiko yang dilakukan dalam kegiatan penambangan batu kapur dan lempung oleh PT TSS di kawasan hutan yang dikelola oleh KPH Sukabumi, menggunakan dua metode, yaitu metode kuantitatif dan metode kualitatif. Ber- dasarkan metode kuantitatif maka resiko dilakukannya kegiatan penambangan batu kapur dan lempung oleh PT TSS di dalam kawasan hutan produksi adalah berupa hilangnya nilai ekonomi atau penerimaan bersih dari pengusahaan hutan selama kawasan hutan tersebut diusahakan untuk kegiatan pertambangan. Ber- dasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan skenario yang diterapkan oleh KPH Sukabumi dengan menggunakan daur 25 tahun diketahui bahwa selama umur tambang tersebut 30 tahun maka besarnya penerimaan bersih atau NPV yang diperoleh dari pengusahaan hutan untuk manfaat kayu dan getah adalah Rp 8.855.679.950,-. Sedangkan NPV yang diperoleh dalam kegiatan penambangan batu kapur dan lempung selama umur tambang adalah sebesar Rp 75.930.244.504,-. Sehingga apabila kawasan hutan tersebut tetap akan dikelola sebagai hutan maka akan diperoleh penerimaan bersih sebesar Rp 8.855.679.950,- dan apabila akan dikelola untuk kegiatan pertambangan maka penerimaan bersih yang akan diperoleh adalah sebesar Rp 67.074.564.554,- 75.930.679.504 - 8.855.679.950. Sedangkan berdasarkan skenario daur optimal dan ekstrasi opti- mal, maka nilai penerimaan bersih maksimal untuk hutan sebesar Rp 14.295.059.027,- dan untuk kegiatan penambangan sebesar Rp 59.458.950.832,- 73.754.009.851 - 14.295.059.027. Berdasarkan metode kualitatif, analisis resiko dibatasi pada akibat yang akan ditimbulkan atas dilakukannya kegiatan penambangan batu kapur dan lem- pung di dalam kawasan hutan secara deskriptif. Kegiatan penambangan batu ka- pur dan lempung di dalam kawasan hutan yang dilakukan dengan pola penam- bangan terbuka open pit mining akan menimbulkan dampak positif maupun dampak negatif terhadap masyarakat dan lingkungan di sekitar kawasan hutan. Dampak positif berupa peningkatan perekonomian bagi masyarakat sekitar lokasi penambangan yaitu dengan terbukanya lapangan kerja dan kesempatan berusaha, peningkatan penerimaan bersih asli daerah dan memperlancar akses masyarakat karena dibangunnya fasilitas jalan untuk mobilisasi alat PT TSS. Berdasarkan buku rencana kegiatan penambangan batu kapur dan lempung bahwa jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan selama masa operasi penambangan sebanyak 125 – 175 orang. Tenaga kerja tersebut akan diprioritaskan diambil dari penduduk di sekitar lokasi kegiatan penambangan. Kondisi ini didukung dengan jumlah ang- katan kerja umur 15-55 tahun untuk desa yang berada di sekitar lokasi pe- nambangan batu kapur dan lempung Desa Sukamaju dan Desa Tanjungsari sekitar 55-80 Tabel 1. Jika diperkirakan 60 tenaga kerja diambil dari penduduk sekitarnya maka tenaga kerja yang dibutuhkan sebanyak 75-105 orang atau 10 angkatan kerja di desa tersebut dapat diserap karena adanya kegiatan penambangan oleh PT TSS. Menurut Laoh 1989, adanya kegiatan penam- bangan emas di Propinsi Sulawesi Utara membuka lapangan kerja sebesar 53 dari penduduk di sekitar lokasi penambangan dan 47 dari daerah lain. Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Hamzah 2005 menyatakan bahwa kon- tribusi kegiatan penambangan batubara di Kabupaten Bontang dan Kabupaten Kutai Timur terhadap penerimaan bersih daerah PDRB dan penyerapan tenaga kerja masing-masing sebesar 86,46 dan 14,21 untuk Kabupaten Bontang serta 64,31 dan 9,54 untuk Kabupaten Kutai Timur. Rencana pembangunan jalan dilakukan di tempat yang akan dibangun pabrik semen. Lokasi tersebut letaknya berbatasan langsung dengan kawasan hu- tan yang akan dilakukan kegiatan penambangan. Sedangkan jalan yang ada me- nuju kawasan hutan adalah merupakan jalan aspal dengan lebar 3 – 4 meter de- ngan kondisi kurang bagus. Sehingga dengan adanya pembangunan jalan, baik pembuatan jalan baru maupun perbaikan jalan yang ada, akan memperlancar akses masyarakat. Dampak negatif kegiatan penambangan batu kapur dan lempung di dalam kawasan hutan lebih banyak terjadi pada lingkungannya, yaitu : kualitas udara dan kebisingan, kualitas air permukaan, limpasan air, erosi dan sedimentasi, peru- bahan bentang alam dan gangguan terhadap flora dan fauna. Adanya dampak negatif akibat kegiatan penambangan di dalam kawasan hutan tersebut harus menjadi perhatian utama oleh PT TSS dan harus ditindak lanjuti, misalnya dengan melakukan studi analisis mengenai dampak lingkungan sebelum melakukan kegiatan penambangan. Hal ini dimaksudkan agar dapat diidentifikasi perkiraan terjadinya dampak pada setiap tahapan penambangan. Pada prakteknya per- tambangan terbuka mengakibatkan kerusakan tanah yang dibagi dalam tiga bagian Widyati 2007 dalam Sari 2008 yaitu kerusakan fisik, kimia dan biologi. Lebih lanjut menurut Kusnoto dan Kusumodirdjo 1995 dalam Qomariah 2003 kegiatan pertambangan selain meningkatkan pendapatan dan devisa Negara juga berdampak terhadap lingkungan antara lain menyebabkan penurunan produktivitas tanah, pemadatan tanah, terjadinya erosi dan sedimentasi, ter- ganggunya flora dan fauna, serta terganggunya keamanan dan kesehatan pen- duduk, terjadinya perubahan iklim mikro. Suatu pemanfaatan akan meningkatkan kesejahteraan sosial hanya bila manfaat yang diperoleh lebih besar dari pengorbanan yang harus dikeluarkan Soedomo, 2009b. Agar pemanfaatan sumber daya alam benar-benar memberi- kan kemakmuran yang sebesar-besarnya kepada rakyat Indonesia, maka seluruh manfaat dan pengorbanan harus diperhitungkan sebelum mengambil keputusan. Kesejahteraan pihak yang tidak terlibat tidak boleh berkurang akibat dari eksploi- tasi sumber daya tambang.

5. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan hasil analisis kelayakan ekonomi kegi- atan penambangan batu kapur dan lempung oleh PT Tambang Semen Sukabumi PT TSS di kawasan hutan yang dikelola KPH Sukabumi, dapat dirumuskan be- berapa kesimpulan sebagai berikut : 1. PT TSS merencanakan kegiatan penambangan batu kapur dan lempung di dalam kawasan hutan melalui proses pinjam pakai kawasan hutan yang ber- lokasi di petak 11, 12, 13 dan 27 kelompok Hutan Cimerang, RPH Cikembar, BKPH Cikawung, KPH Sukabumi seluas ± 493,54 ha. Fungsi hutan pada lo- kasi yang akan dilakukan penambangan merupakan Hutan Produksi Terbatas dengan vegetasi mayoritas pinus Kelas Perusahaan Pinus. 2. Daur yang digunakan di KPH Sukabumi saat ini adalah 25 tahun. Nilai pe- nerimaan bersih pengusahaan hutan pinus sampai dengan jumlah daur tak berhingga sebesar Rp 9.739.200.118,-. NPV tersebut akan diperoleh KPH Su- kabumi apabila kawasan hutan tersebut dikelola untuk pengusahaan KP Pinus pada saat ini. Namun karena pada saat sekarang kawasan hutan tersebut akan dilakukan kegiatan penambangan oleh PT TSS selama 30 tahun, maka KPH Sukabumi baru akan memperoleh penerimaan bersih setelah kegiatan pe- nambangan selesai sebesar Rp 883.520.168,-. Akibat dari kehilangan kesempatan selama 30 tahun itu, KPH Sukabumi menderita kerugian sebesar Rp 8.855.679.950,-. Nilai terakhir tersebut harus digantikan oleh perusahaan pertambangan sebagai akibat hilangnya opportunity cost hutan produksi. 3. Nilai ekonomi kegiatan penambangan batu kapur dan lempung selama umur tambang adalah sebesar Rp 75.930.244.504,-. Karena penambangan dilaku- kan di dalam kawasan hutan maka PT TSS harus menanggung nilai ekonomi yang seharusnya diperoleh apabila kawasan hutan tersebut diusahakan sebagai hutan produksi yang menghasilkan kayu dan getah. Nilai ekonomi tersebut harus dibebankan kepada PT TSS sebagai tambahan biaya yang harus diper- hitungkan dalam perhitungan finansialnya. Sehingga nilai NPV akan menjadi lebih kecil lagi dibandingkan dengan yang telah dihitung di atas.