Kelayakan Ekonomi Kegiatan Pertambangan di Kawasan Hutan Produksi : Studi Kasus di PT Tambang Semen Sukabumi, KPH Sukabumi, Propinsi Jawa Barat:
KELAY
STUD
YAKAN E
DI KA
DI KASUS
KPH SUK
SE
INS
EKONOM
AWASAN
S DI PT T
KABUMI
TRIASTU
EKOLAH
STITUT P
MI KEGIA
N HUTAN
AMBANG
PROPIN
UTI NUGR
H PASCAS
PERTANIA
BOGOR
2010
TAN PER
PRODUK
G SEMEN
SI JAWA
RAHENI
SARJANA
AN BOGO
RTAMBAN
KSI :
N SUKABU
A BARAT
A
OR
NGAN
UMI
(2)
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kelayakan Ekonomi Kegiatan Pertambangan di Kawasan Hutan Produksi : Studi Kasus di PT Tambang Semen Sukabumi, KPH Sukabumi, Propinsi Jawa Barat adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Mei 2010
Triastuti Nugraheni NRP E151070211
(3)
ABSTRACT
TRIASTUTI NUGRAHENI. The economic Feasibility of Mining Activity in Production Forest Area : Case Study in PT Tambang Semen Sukabumi, Sukabumi Forest Management Unit, West Java Province. Under direction of SUDARSONO SOEDOMO and M. BUCE SALEH.
Natural resources management, both renewable resources and non-re-newable resources, should be utilized for the greatest prosperity of the people. Potential economic value for every kind of natural resources at the landscapes needs to be known. It is important to give input to decision makers in determining priority management of natural resources. The goals of this research are to know the economic feasibility of mining activities in forest area and to solve optimum extraction from forest and mineral deposit to gain the maximum net present value (NPV). This research uses secondary data that were analyzed quantitatively and qualitatively. This study concludes that NPV from forest using rotation implemented by Sukabumi Forest Management Unit (25 years) is Rp 8.855.679.950,- and the maximum NPV using optimum rotation (obtained at 13th years) is Rp 14.295.059.027,-. NPV from mining of limestones and clays based on existing plan of PT TSS is Rp 75.930.244.504,- and NPV from mining of limestones and clays based on optimum extraction is Rp 73.754.009.851,-. Constraint used in Solver Excel is the capacity of cement factory, utilization rate of the factory, and composition of the raw material requirements for each ton of cement produced.
Mining activities in forest area produce positive and negative impacts, both on physical and social economic aspects, especially to the environment and people in surrounding mining area.
Keywords : economic feasibility, forest management, mining, optimal extraction, NPV
(4)
Kawasan Hutan Produksi : Studi Kasus di PT. Tambang Semen Sukabumi, KPH Sukabumi, Propinsi Jawa Barat. Dibimbing oleh SUDARSONO SOEDOMO dan M. BUCE SALEH
Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat 3 mengamanatkan bahwa “bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.” Hal ini berarti bahwa pemanfaatan sumberdaya alam (SDA), baik SDA yang dapat pulih maupun SDA yang tidak dapat pulih, harus dilakukan seoptimal mungkin.
Nilai potensi ekonomi masing-masing SDA dalam suatu bentang alam perlu diketahui. Nilai ekonomi didefinisikan sebagai pengukuran jumlah maksimum seseorang ingin mengorbankan barang dan jasa untuk memperoleh barang dan jasa lainnya. Adanya pengusahaan kegiatan penambangan bahan galian kapur/gamping dan lempung di dalam kawasan hutan akan mengakibatkan kegiatan pengusahaan hutan tidak dapat dilakukan untuk beberapa saat. Akibat penundaan kegiatan pengusahaan hutan, pengusaha pertambangan harus menanggung biaya sebesar nilai ekonomi pengusahaan hutan ditambah dengan biaya produksi pengusahaan penambangan bahan galian batu kapur/gamping.
Nilai ekonomi hutan dan batu kapur yang merupakan bagian dari SDA sangat perlu diketahui sehingga akan dapat diketahui apakah pilihan keputusan dalam pengambilan kebijakan pengelolaan SDA itu memang benar-benar memberikan kesejahteraan masyarakat yang tertinggi. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kelayakan ekonomi dari kegiatan pertambangan di dalam kawasan hutan dan untuk menentukan ekstraksi optimal pengusahaan hutan dan pengusahaan pertambangan yang menghasilkan nilai kini penerimaan bersih maksimal.
Penelitian mencakup wilayah kawasan hutan dimana akan dilakukan ke-giatan penambangan batu kapur dan lempung oleh PT Tambang Semen Sukabumi (PT TSS) yang meliputi luas 493,54 Ha, berlokasi di petak 11, 12, 13 dan 27 Bagian Hutan Nyalindung, Kelompok Hutan Cimerang, RPH Cikembar, BKPH Cikawung, KPH Sukabumi. Berdasarkan administrasi pemerintahan, lokasi pe-nelitian terletak di Desa Tanjungsari Kecamatan Jampang Tengah dan Desa Sukamaju Kecamatan Nyalindung Kabupaten Sukabumi Propinsi Jawa Barat.
Data yang dikumpulkan adalah data sekunder yang diambil dari Buku Rencana Pengaturan Kelestarian Hasil (RPKH) KP Pinus KPH Sukabumi jangka perusahaan 2004 – 2010, Buku Evaluasi Hasil Kerja, Buku Tarif Upah dan Buku Pengamatan Anggaran KPH Sukabumi, Laporan Produksi Getah, Buku Rencana Kerja Penggunaan Kawasan Hutan PT TSS, Buku Studi Kelayakan PT TSS. Data-data yang dikumpulkan secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi data pertumbuhan potensi kayu per hektar pada tiap kelas umur, data produktivitas getah, data cadangan galian gamping/kapur dan galian lempung, kelompok data pendapatan dan kelompok data biaya.
Nilai ekonomi pengusahaan hutan pinus berdasarkan daur yang digunakan KPH Sukabumi (25 tahun) menghasilkan nilai penerimaan bersih (NPV) dari tegakan pinus daur pertama sebesar Rp 8.421.142.877,-. Sedangkan nilai
(5)
peneri-maan bersih sampai dengan jumlah daur tak berhingga sebesar Rp 9.739.200.118,- NPV tersebut akan diperoleh oleh KPH Sukabumi apabila kawasan hutan tersebut dikelola untuk pengusahaan KP Pinus pada saat ini. Namun karena pada saat ini kawasan hutan tersebut akan dilakukan kegiatan penambangan oleh PT TSS se-lama 30 tahun, maka KPH Sukabumi baru akan memperoleh penerimaan bersih setelah kegiatan penambangan selesai sebesar Rp 883.520.168,-. Akibat dari ke-hilangan kesempatan selama 30 tahun itu, KPH Sukabumi menderita kerugian se-besar Rp 8.855.679.950,- (9.739.200.118 - 883.520.168). Nilai terakhir tersebut harus digantikan oleh perusahaan pertambangan sebagai akibat hilangnya oppor-tunity cost hutan produksi.
Berdasarkan skenario daur optimal, penerimaan bersih maksimal yang diperoleh adalah sebesar Rp 15.721.259.276,- dengan daur 13 tahun. NPV mak-simal pengusahaan hutan pinus tersebut akan diperoleh KPH Sukabumi apabila kawasan hutan tersebut dikelola untuk saat ini. Namun karena pada saat sekarang kawasan hutan tersebut akan dilakukan kegiatan penambangan batu kapur dan lempung oleh PT TSS, maka KPH Sukabumi baru akan memperoleh penerimaan bersih setelah kegiatan penambangan selesai sebesar Rp 1.426.200.249,-. Akibat-nya, kompensasi yang harus digantikan oleh pengusaha pertambangan sebagai akibat hilangnya opportunity hutan produksi selama 30 tahun karena kegiatan per-tambangan adalah sebesar Rp 14.295.059.027,- (15.721.259.276 - 1.426.200.249). Nilai ekonomi pengusahaan penambangan batu kapur dan lempung berdasarkan kondisi yang ada di PT TSS menghasilkan NPV sebesar Rp 75.930.244.504,-. Sedangkan nilai ekonomi berdasarkan ekstraksi optimal pada penambangan batu kapur dan lempung dengan umur tambang 30 tahun dan jumlah cadangan (stok) batu kapur dan lempung sebesar 148.770.000 metrik ton (MT) menghasilkan NPV sebesar Rp 73.754.009.851,-. Kendala yang digunakan pada solver excell adalah kapasitas pabrik semen, tingkat penggunaan kapasitas pabrik semen dan komposisi kebutuhan bahan baku untuk tiap ton semen.
Kegiatan penambangan batu kapur dan lempung di dalam kawasan hutan yang dilakukan dengan pola penambangan terbuka (open pit mining) akan me-nimbulkan dampak positif maupun dampak negatif terhadap masyarakat dan ling-kungan di sekitar kawasan hutan. Dampak positif berupa peningkatan perekono-mian bagi masyarakat sekitar lokasi penambangan yaitu dengan terbukanya la-pangan kerja dan kesempatan berusaha, peningkatan pendapatan asli daerah dan memperlancar akses masyarakat karena dibangunnya fasilitas jalan untuk mobili-sasi alat PT TSS. Dampak negatif kegiatan penambangan batu kapur dan lem-pung di dalam kawasan hutan lebih banyak terjadi pada lingkungannya, yaitu : kualitas udara dan kebisingan, kualitas air permukaan, limpasan air, erosi dan se-dimentasi, perubahan bentang alam dan gangguan terhadap flora dan fauna.
Adanya dampak negatif akibat kegiatan penambangan di dalam kawasan hutan tersebut harus menjadi perhatian utama oleh PT TSS dan harus ditindak lanjuti, misalnya dengan melakukan studi analisis mengenai dampak lingkungan sebelum melakukan kegiatan penambangan. Hal ini dimaksudkan agar dapat di-identifikasi perkiraan terjadinya dampak pada setiap tahapan penambangan.
Kata kunci : kelayakan ekonomi, pengelolaan hutan, kegiatan pertambangan, ekstraksi optimal, NPV
(6)
STUD
DI KASUS
KPH SUK
SE
INS
S DI PT T
KABUMI
TRIASTU
EKOLAH
STITUT P
AMBANG
PROPIN
UTI NUGR
H PASCAS
PERTANIA
BOGOR
2010
G SEMEN
SI JAWA
RAHENI
SARJANA
AN BOGO
N SUKABU
A BARAT
A
OR
(7)
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kelayakan Ekonomi Kegiatan Pertambangan di Kawasan Hutan Produksi : Studi Kasus di PT Tambang Semen Sukabumi, KPH Sukabumi, Propinsi Jawa Barat adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Mei 2010
Triastuti Nugraheni NRP E151070211
(8)
TRIASTUTI NUGRAHENI. The economic Feasibility of Mining Activity in Production Forest Area : Case Study in PT Tambang Semen Sukabumi, Sukabumi Forest Management Unit, West JavaProvince. Under direction of SUDARSONO SOEDOMO and M. BUCE SALEH.
Natural resources management, both renewable resources and non-re-newable resources, should be utilized for the greatest prosperity of the people. Potential economic value for every kind of natural resources at the landscapes needs to be known. It is important to give input to decision makers in determining priority management of natural resources. The goals of this research are to know the economic feasibility of mining activities in forest area and to solve optimum extraction from forest and mineral deposit to gain the maximum net present value (NPV). This research uses secondary data that were analyzed quantitatively and qualitatively. This study concludes that NPV from forest using rotation implemented by Sukabumi Forest Management Unit (25 years) is Rp 8.855.679.950,- and the maximum NPV using optimum rotation (obtained at 13th years) is Rp 14.295.059.027,-. NPV from mining of limestones and clays based on existing plan of PT TSS is Rp 75.930.244.504,- and NPV from mining of limestones and clays based on optimum extraction is Rp 73.754.009.851,-. Constraint used in Solver Excel is the capacity of cement factory, utilization rate of the factory, and composition of the raw material requirements for each ton of cement produced.
Mining activities in forest area produce positive and negative impacts, both on physical and social economic aspects, especially to the environment and people in surrounding mining area.
Keywords : economic feasibility, forest management, mining, optimal extraction, NPV
(9)
RINGKASAN
TRIASTUTI NUGRAHENI. Kelayakan Ekonomi Kegiatan Pertambangan di Kawasan Hutan Produksi : Studi Kasus di PT. Tambang Semen Sukabumi, KPH Sukabumi, Propinsi Jawa Barat. Dibimbing oleh SUDARSONO SOEDOMO dan M. BUCE SALEH
Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat 3 mengamanatkan bahwa “bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.” Hal ini berarti bahwa pemanfaatan sumberdaya alam (SDA), baik SDA yang dapat pulih maupun SDA yang tidak dapat pulih, harus dilakukan seoptimal mungkin.
Nilai potensi ekonomi masing-masing SDA dalam suatu bentang alam perlu diketahui. Nilai ekonomi didefinisikan sebagai pengukuran jumlah maksimum seseorang ingin mengorbankan barang dan jasa untuk memperoleh barang dan jasa lainnya. Adanya pengusahaan kegiatan penambangan bahan galian kapur/gamping dan lempung di dalam kawasan hutan akan mengakibatkan kegiatan pengusahaan hutan tidak dapat dilakukan untuk beberapa saat. Akibat penundaan kegiatan pengusahaan hutan, pengusaha pertambangan harus menanggung biaya sebesar nilai ekonomi pengusahaan hutan ditambah dengan biaya produksi pengusahaan penambangan bahan galian batu kapur/gamping.
Nilai ekonomi hutan dan batu kapur yang merupakan bagian dari SDA sangat perlu diketahui sehingga akan dapat diketahui apakah pilihan keputusan dalam pengambilan kebijakan pengelolaan SDA itu memang benar-benar memberikan kesejahteraan masyarakat yang tertinggi. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kelayakan ekonomi dari kegiatan pertambangan di dalam kawasan hutan dan untuk menentukan ekstraksi optimal pengusahaan hutan dan pengusahaan pertambangan yang menghasilkan nilai kini penerimaan bersih maksimal.
Penelitian mencakup wilayah kawasan hutan dimana akan dilakukan ke-giatan penambangan batu kapur dan lempung oleh PT Tambang Semen Sukabumi (PT TSS) yang meliputi luas 493,54 Ha, berlokasi di petak 11, 12, 13 dan 27 Bagian Hutan Nyalindung, Kelompok Hutan Cimerang, RPH Cikembar, BKPH Cikawung, KPH Sukabumi. Berdasarkan administrasi pemerintahan, lokasi pe-nelitian terletak di Desa Tanjungsari Kecamatan Jampang Tengah dan Desa Sukamaju Kecamatan Nyalindung Kabupaten Sukabumi Propinsi Jawa Barat.
Data yang dikumpulkan adalah data sekunder yang diambil dari Buku Rencana Pengaturan Kelestarian Hasil (RPKH) KP Pinus KPH Sukabumi jangka perusahaan 2004 – 2010, Buku Evaluasi Hasil Kerja, Buku Tarif Upah dan Buku Pengamatan Anggaran KPH Sukabumi, Laporan Produksi Getah, Buku Rencana Kerja Penggunaan Kawasan Hutan PT TSS, Buku Studi Kelayakan PT TSS. Data-data yang dikumpulkan secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi data pertumbuhan potensi kayu per hektar pada tiap kelas umur, data produktivitas getah, data cadangan galian gamping/kapur dan galian lempung, kelompok data pendapatan dan kelompok data biaya.
Nilai ekonomi pengusahaan hutan pinus berdasarkan daur yang digunakan KPH Sukabumi (25 tahun) menghasilkan nilai penerimaan bersih (NPV) dari tegakan pinus daur pertama sebesar Rp 8.421.142.877,-. Sedangkan nilai
(10)
peneri-kawasan hutan tersebut akan dilakukan kegiatan penambangan oleh PT TSS se-lama 30 tahun, maka KPH Sukabumi baru akan memperoleh penerimaan bersih setelah kegiatan penambangan selesai sebesar Rp 883.520.168,-. Akibat dari ke-hilangan kesempatan selama 30 tahun itu, KPH Sukabumi menderita kerugian se-besar Rp 8.855.679.950,- (9.739.200.118 - 883.520.168). Nilai terakhir tersebut harus digantikan oleh perusahaan pertambangan sebagai akibat hilangnya oppor-tunity cost hutan produksi.
Berdasarkan skenario daur optimal, penerimaan bersih maksimal yang diperoleh adalah sebesar Rp 15.721.259.276,- dengan daur 13 tahun. NPV mak-simal pengusahaan hutan pinus tersebut akan diperoleh KPH Sukabumi apabila kawasan hutan tersebut dikelola untuk saat ini. Namun karena pada saat sekarang kawasan hutan tersebut akan dilakukan kegiatan penambangan batu kapur dan lempung oleh PT TSS, maka KPH Sukabumi baru akan memperoleh penerimaan bersih setelah kegiatan penambangan selesai sebesar Rp 1.426.200.249,-. Akibat-nya, kompensasi yang harus digantikan oleh pengusaha pertambangan sebagai akibat hilangnya opportunity hutan produksi selama 30 tahun karena kegiatan per-tambangan adalah sebesar Rp 14.295.059.027,- (15.721.259.276 - 1.426.200.249). Nilai ekonomi pengusahaan penambangan batu kapur dan lempung berdasarkan kondisi yang ada di PT TSS menghasilkan NPV sebesar Rp 75.930.244.504,-. Sedangkan nilai ekonomi berdasarkan ekstraksi optimal pada penambangan batu kapur dan lempung dengan umur tambang 30 tahun dan jumlah cadangan (stok) batu kapur dan lempung sebesar 148.770.000 metrik ton (MT) menghasilkan NPV sebesar Rp 73.754.009.851,-. Kendala yang digunakan pada solver excell adalah kapasitas pabrik semen, tingkat penggunaan kapasitas pabrik semen dan komposisi kebutuhan bahan baku untuk tiap ton semen.
Kegiatan penambangan batu kapur dan lempung di dalam kawasan hutan yang dilakukan dengan pola penambangan terbuka (open pit mining) akan me-nimbulkan dampak positif maupun dampak negatif terhadap masyarakat dan ling-kungan di sekitar kawasan hutan. Dampak positif berupa peningkatan perekono-mian bagi masyarakat sekitar lokasi penambangan yaitu dengan terbukanya la-pangan kerja dan kesempatan berusaha, peningkatan pendapatan asli daerah dan memperlancar akses masyarakat karena dibangunnya fasilitas jalan untuk mobili-sasi alat PT TSS. Dampak negatif kegiatan penambangan batu kapur dan lem-pung di dalam kawasan hutan lebih banyak terjadi pada lingkungannya, yaitu : kualitas udara dan kebisingan, kualitas air permukaan, limpasan air, erosi dan se-dimentasi, perubahan bentang alam dan gangguan terhadap flora dan fauna.
Adanya dampak negatif akibat kegiatan penambangan di dalam kawasan hutan tersebut harus menjadi perhatian utama oleh PT TSS dan harus ditindak lanjuti, misalnya dengan melakukan studi analisis mengenai dampak lingkungan sebelum melakukan kegiatan penambangan. Hal ini dimaksudkan agar dapat di-identifikasi perkiraan terjadinya dampak pada setiap tahapan penambangan.
Kata kunci : kelayakan ekonomi, pengelolaan hutan, kegiatan pertambangan, ekstraksi optimal, NPV
(11)
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2010
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
(12)
STUDI KASUS DI PT TAMBANG SEMEN SUKABUMI
KPH SUKABUMI PROPINSI JAWA BARAT
TRIASTUTI NUGRAHENI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Pengelolaan Hutan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
(13)
(14)
Nama : Triastuti Nugraheni
NRP : E 151070211
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Sudarsono Soedomo, MS, MPPA Dr. Ir. M. Buce Saleh, MS Ketua Anggota
Diketahui
Koordinator Mayor Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Pengelolaan Hutan
Dr. Ir. Hariadi Kartodihardjo, M.S Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S
(15)
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas se-gala karunia-Nya penulis mampu menyelesaikan karya ilmiah ini. Penelitian yang dilaksanakan pada bulan Nopember-Desember 2009 ini menitikberatkan pada tema Kelayakan Ekonomi Kegiatan Pertambangan di Kawasan Hutan Produksi : Studi Kasus di PT. Tambang Semen Sukabumi, KPH Sukabumi, Propinsi Jawa Barat.
Penulisan karya ilmiah ini tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati penulis menghaturkan rasa terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada :
1. Dr. Ir. Sudarsono Soedomo, MS, MPPA dan Dr. Ir. M. Buce Saleh, MS
selaku dosen pembimbing serta Dr. Ir. Bramasto Nugroho, MS selaku dosen penguji.
2. Pimpinan serta staf KPH Sukabumi dan PT Tambang Semen Sukabumi yang
telah membantu selama pengumpulan data.
3. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor khususnya Departemen Manaje-men Hutan yang telah banyak membantu dalam penyelesaian karya ilmiah ini. 4. Departemen Kehutanan sebagai sponsor dan pimpinan Direktorat Penggunaan
Kawasan Hutan yang telah memberikan kepercayaan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang S2 ini.
5. Kepada teman-teman mahasiswa IPH angkatan 2007, terima kasih atas segala kebersamaan, keceriaan, dan ketulusan persahabatan yang mewarnai derap langkah melintasi masa pendidikan.
6. Orangtua dan saudara-saudaraku, anak-anakku tersayang : Naufal, Tata dan Zakki serta suamiku tercinta, Saslihadi; terima kasih atas segala doa, dorongan semangat, pengorbanan, cinta dan kasih sayang serta pengertiannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Mei 2010
(16)
Penulis dilahirkan di Madiun pada tanggal 10 Mei 1970 sebagai puteri ke-tiga dari lima bersaudara pasangan Alm. H. Harijanto dan Hj. Asfiatin. Pendidi-kan SD-SMP diselesaiPendidi-kan di Pacitan dan SMA diselesaiPendidi-kan di Jombang. Sedang-kan pendidiSedang-kan Sarjana Strata I ditempuh pada Jurusan Manajemen Hutan Fakul-tas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, lulus pada tahun 1994. Kesempatan untuk melanjutkan pendidikan pada Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dipero-leh pada tahun 2007 dan diterima di Mayor Ilmu Pengelolaan Hutan melalui beasiswa pendidikan dari Departemen Kehutanan. Penulis menikah dengan Saslihadi pada ta-hun 1996 dan dikarunia tiga orang buah hati yaitu Sulthan Naufal Rabbani, Talitha Naura Khairunnisa dan Ghazy Abrar Muzakki.
Penulis bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil Departemen Kehutanan mulai tahun 1995 dan saat ini bertugas pada Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan, Sub Direktorat Penggunaan Kawasan Hutan Wilayah II.
(17)
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL iii
DAFTAR GAMBAR iv
DAFTAR LAMPIRAN v
1 PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Perumusan Masalah 2
1.3 Tujuan Penelitian … 5
1.4 Manfaat Penelitian 5
1.5 Kerangka Pemikiran 6
2 TINJAUAN PUSTAKA 9
2.1 Sumberdaya Alam 9
2.2 Konsep Nilai untuk Sumberdaya Alam 11
2.3 Bahan Galian 11
2.4 Model Ekonomi Sumberdaya Non Renewable 12
2.5 Hutan 14
2.6 Pinus merkusii Jungh, et de Vriese 15
2.7 Daur 15
2.8 Analisis Kelayakan Proyek 17
3 METODOLOGI PENELITIAN 19
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 19
3.2 Metode Penelitian 19
3.2.1 Pengumpulan Data 19
3.2.2 Asumsi Penelitian 20
3.2.3 Analisis Data 20
3.2.3.1 Nilai Ekonomi Pengusahaan Hutan 20
3.2.3.2 Nilai Ekonomi Penambangan Batu Kapur dan
Lempung 22
3.2.3.3 Analisis Finansial Pengusahaan Hutan dan
Penambangan Batu Kapur dan Lempung. 23
3.2.3.4 Menduga Ekstraksi Optimal 25
3.2.3.5 Analisis Resiko 26
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 29
4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian 29
4.1.1 Letak Geografis dan Administrasi Wilayah 29
4,1.2 Kependudukan dan Tenagakerja 29
4.1.3 KPH Sukabumi 30
(18)
ii
4.2 Nilai Ekonomi Pengusahaan Hutan Kelas Perusahaan Pinus
Berdasarkan Daur Yang Berlaku di KPH Sukabumi 35
4.2.1 Penaksiran Produksi Kayu 35
4.2.2 Penaksiran Produksi Getah 36
4.2.3 Pendapatan Pengusahaan Hutan Kelas Perusahaan
Pinus 37
4.2.4 Biaya Produksi Pengusahaan Hutan Kelas Perusahaan
Pinus 37
4.2.5 Perhitungan Analisis Finansial 39
4.3 Nilai Ekonomi Pengusahaan Hutan Kelas Perusahaan
Pinus Berdasarkan Daur Optimal 40
4.3.1 Menduga Persamaan Pertumbuhan 40
4.3.2 Menduga Daur Optimal 45
4.3 Nilai Ekonomi Penambangan Batu Kapur dan Lempung Kondisi
Saat Ini di PT Tambang Semen Sukabumi 47
4.4.1 Penaksiran Cadangan Batu Kapur dan Lempung 47
4.4.2 Pendapatan Kegiatan Penambangan Batu Kapur
dan Lempung 47
4.4.3 Biaya Kegiatan Penambangan Batu Kapur dan
Lempung 48
4.4.4 Perhitungan Analisis Finansial 48
4.5 Nilai Ekonomi Penambangan Batu Kapur dan Lempung
Berdasarkan Ekstraksi Optimal 49
4.6 Analisis Resiko 50
5 SIMPULAN DAN SARAN 55
5.1 Simpulan 55
5.2 Saran 56
DAFTAR PUSTAKA 57
(19)
iii
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Komposisi penduduk di lokasi penelitian 29
2 Jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian 30
3 Rincian kelas perusahaan hutan di KPH Sukabumi 32
4 Luas penambangan dan deposit batu kapur dan lempung 33
5 Penaksiran produksi getah di KPH Sukabumi 36
6 Volume rata-rata hasil penjarangan dan tebangan akhir 37
7 Rekapitulasi Biaya Pengusahaan KP Pinus 38
8 Perhitungan volume pohon pinus dengan menggunakan Tabel
Volume Lokal 40
9 Perhitungan volume pohon pinus dengan menggunakan Tabel
Tegakan Normal Jenis Pinus Merkusii (Puslitbang Kehutanan, 1975) 42 10 Cadangan Batu Kapur dan Lempung di lokasi yang dipinjam pakai
PT TSS 47
11 Rincian biaya kegiatan penambangan batu kapur dan lempung oleh
PT TSS 48
12 Tingkat penggunaan kapasitas pabrik semen dan kebutuhan bahan
(20)
iv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Diagram alir kerangka pemikiran 7
2 Grafik hubungan umur dan volume berdasarkan tabel volume lokal 41
3 Kurva hubungan volume dan umur tegakan pinus berdasarkan tabel
tegakan normal jenis Pinus merkusii 43
4 Kurva hubungan ln volume dan ln umur tegakan pinus 43
5. Kurva hubungan umur dan volume tegakan pinus berdasarkan
persamaan (2) 44
6 Kurva hubungan antara tambahan volume/V’(T) dengan umur
berdasarkan persamaan (5) 44
(21)
v
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Peta Lokasi Penelitian 59
2 Luas dan kondisi tegakan yang dipinjam pakai oleh PT Tambang Semen
Sukabumi di RPH Cikembar, BKPH Cikawung, KPH Sukabumi 60
3 Analisis Finansial Pengusahaan Hutan Kelas Perusahaan Pinus pada areal yang dipinjam pakai PT Tambang Semen Sukabumi di KPH
Sukabumi 62
4 Analisis Regresi Persamaan Pertumbuhan Tegakan Pinus 67
5 Perhitungan volume/V(T) dan tambahan volume/V’(T) 68
6 Perhitungan daur optimal pengusahaan tegakan pinus 70
7 Analisis finansial kegiatan penambangan batu kapur dan lempung oleh
PT Tambang Semen Sukabumi di KPH Sukabumi 72
8 Perhitungan daur optimal penambangan batu kapur dan lempung oleh
PT Tambang Semen Sukabumi 76
9 Solver untuk perhitungan ekstraksi optimal penambangan batu kapur dan
(22)
1.1. Latar Belakang
Sumberdaya alam (SDA) terdiri atas SDA yang dapat diperbaharui (rene-wable resources) dan SDA yang tidak dapat diperbaharui (non renewable resources). SDA yang dapat diperbaharui mempunyai sifat terus menerus ada dan dapat diper-baharui baik oleh alam sendiri maupun dengan bantuan manusia seperti sumberdaya hutan, air dan lainnya. Terjadinya SDA yang tidak dapat diperbaharui atau diolah kembali memerlukan waktu ribuan tahun, seperti mineral, batubara, minyak bumi dan lainnya.
Dalam pengelolaan dan penentuan peruntukan SDA, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu efesiensi dan efektifitas pemanfaatan yang optimal sesuai daya dukung lingkungan, tidak mengurangi potensi dan kelestarian sumberdaya lain yang berkaitan dengan suatu ekosistem, memberikan kemungkinan alternatif peman-faatan di masa depan sehingga ekosistem tidak dirombak secara drastis. Hal ini pen-ting, sebab SDA memiliki kemampuan untuk dipergunakan sesuai kapasitas daya dukungnya sehingga pemanfaatannya perlu dilakukan secara bijaksana agar mem-berikan manfaat yang sebesar-besarnya secara seimbang dan berkelanjutan bagi ke-makmuran rakyat, baik manfaat lingkungan, sosial maupun ekonomi.
Hutan, bahan mineral dan bahan tambang sebagai bagian dari sumberdaya alam nasional memiliki arti dan peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan sosial dan ekonomi. Dalam kurun waktu tiga dasawarsa terakhir, sumberdaya hu-tan telah menjadi modal utama pembangunan ekonomi nasional, dengan mem-berikan dampak yang positif bagi peningkatan penerimaan pemerintah, penye-rapan tenaga kerja, mendorong pengembangan wilayah dan pertumbuhan eko-nomi. Kontribusi sub sektor kehutanan (kehutanan termasuk salah satu sub sektor perekonomian di dalam sektor pertanian) terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada tahun 2003 tercatat sebesar 18 triliun dan pada tahun 2007 mengalami pe-ningkatan menjadi sebesar 35 triliun (BPS, 2008). Rata-rata kontribusi sub sektor kehutanan terhadap PDB kurang dari 2%.
Sektor pertambangan dan penggalian merupakan salah satu sektor penting dalam perekonomian Indonesia, terutama dalam perannya sebagai penghasil de-visa. Pada tahun 2003, sektor pertambangan dan penggalian yang terdiri atas sub
(23)
2
sektor minyak dan gas bumi, sub sektor pertambangan bukan migas, dan sub sektor penggalian, memberikan sumbangan sebesar 167 triliun rupiah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Sumbangan ini mengalami peningkatan sehingga pada tahun 2007 sektor pertambangan dan penggalian memberikan sumbangan sebesar 440 triliun rupiah (Badan Pusat Statistik, 2008). Sub sektor penggalian memberikan sumbangan 19 triliun rupiah pada tahun 2003 dan meningkat pada tahun 2007 menjadi sebesar 46 triliun rupiah terhadap PDB. Rata-rata kontribusi sub sektor penggalian terhadap PDB kurang dari 3%.
Kontribusi yang diberikan oleh kedua SDA tersebut terhadap perekono-mian di Indonesia cukup besar, oleh karena itu pengelolaan hutan dan bahan tam-bang harus senantiasa berjalan beriringan. Namun kenyataannya, sering terjadi tumpang tindih kepentingan antar sektor terutama apabila bahan tambang tersebut berada di dalam kawasan hutan.
Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kelayakan ekonomi dari kegiatan pertambangan di dalam kawasan hutan dan untuk menentukan ekstraksi optimal pengusahaan hutan dan pengusahaan pertambangan yang menghasilkan nilai kini penerimaan bersih maksimal sehingga diharapkan dengan mengetahui nilai ekonomi dari kedua SDA tersebut dapat di-ketahui apakah pilihan keputusan dalam pengambilan kebijakan pengelolaan SDA itu memang benar-benar memberikan kesejahteraan bagi masyarakat.
1.2. Perumusan Masalah
Paradigma baru sektor kehutanan memandang hutan sebagai sistem sumberdaya yang bersifat multi fungsi, multi guna dan memuat multi kepentingan serta pemanfaatannya diarahkan untuk mewujudkan sebesar-besarnya kemak-muran rakyat. Paradigma ini makin menyadarkan kita bahwa keberadaan hutan dengan berbagai fungsi yang dapat diberikannya sangat penting dalam menjaga dan mempertahankan kehidupan di muka bumi.
Smith dalam Siahaan (2007) menyatakan bahwa terdapat 7 faktor yang menjadi sumber tekanan perusakan hutan, yaitu :
1. Pembalakan (logging) komersial, baik dilakukan secara legal maupun illegal (illegal logging)
(24)
2. Pertambangan, baik dilakukan oleh penambang kecil dengan teknologi tradi-sional maupun oleh penambang besar dengan teknologi canggih
3. Transmigrasi, termasuk juga pemukiman kembali penduduk lokal perambah hutan sekaligus dengan pencetakan areal pertanian menetap
4. Perkebunan dan hutan tanaman industri (timber estate) 5. Perladangan berpindah
6. Eksploitasi hutan non kayu
7. Berbagai proyek pembangunan infrastruktur besar yang kebanyakan dibiayai oleh Bank Dunia, termasuk juga sektor pariwisata
Sebagaimana disebutkan di atas bahwa salah satu penyumbang kerusakan hutan di Indonesia adalah pembukaan kawasan hutan dalam skala besar untuk berbagai keperluan pembangunan, contohnya adalah pembukaan hutan untuk ke-giatan pertambangan. Namun di sisi lain bahwa pengusahaan pertambangan me-miliki peran yang strategis dan kontribusi yang besar terhadap perekonomian ne-gara. Sebab dengan adanya pengusahaan pertambangan di kawasan hutan akan memberikan lapangan kerja bagi masyarakat sekitar hutan, pembangunan infra-stuktur berupa jalan yang dapat membuka akses bagi masyarakat di sekitar hutan, dan memberikan kontribusi berupa devisa bagi negara. Kondisi ini menjadi di-lema bagi pemerintah karena kebijakan di sektor kehutanan seringkali tidak men-dukung kebijakan di sektor pertambangan. Misalnya : adanya larangan melaku-kan penambangan dengan pola pertambangan terbuka di hutan lindung (Pasal 38 UU No. 41 Tahun 1999).
Sektor pertambangan memang memberikan kontribusi yang besar terhadap penerimaan negara, namun kegiatan pertambangan tersebut belum berpihak pada masyarakat. Menurut Hamzah (2005), kegiatan pertambangan relatif belum mem-berikan kontribusi terhadap pengembangan masyarakat khususnya yang berada di sekitar lokasi pertambangan. Kontribusi langsung perusahaan terhadap masyara-kat antara lain kesempatan kerja, pertumbuhan usaha kecil, pelayanan pendidikan dan kesehatan, umumnya hanya menyentuh masyarakat lapisan atas, sedangkan kontribusi terhadap masyarakat lapisan menengah dan bawah relatif masih ku-rang. Hal ini disebabkan kegiatan community development yang dilaksanakan oleh perusahaan bersifat top-down sehingga tidak sesuai dengan kebutuhan
(25)
masyara-4
kat. Kontribusi tidak langsung berupa pembangunan infrastruktur lebih banyak dilakukan di pusat pemerintahan daripada desa/kelurahan yang berada di sekitar lokasi tambang. Akibat kurang berpihak pada masyarakat, sering kali muncul ke-cemburuan dari masyarakat di sekitar lokasi pertambangan yang ditandai dengan munculnya berbagai konflik antara masyarakat dengan perusahaan pertambangan. Selain itu, wilayah operasi pertambangan yang seringkali tumpang tindih dengan wilayah hutan dan wilayah hidup masyarakat adat dan lokal telah menimbulkan konflik atas hak kelola dan hak kuasa masyarakat setempat. Hal ini mengaki-batkan kelompok masyarakat akan terusir dan kehilangan sumber-sumber kehidu-pannya baik akibat tanah yang dirampas maupun akibat tercemar oleh rusaknya lingkungan atau limbah operasi penambangan.
Potensi nilai ekonomi beberapa SDA yang terdapat pada satu bentang alam perlu diketahui. Nilai ekonomi didefinisikan sebagai pengukuran jumlah maksimum seseorang ingin mengorbankan barang dan jasa untuk memperoleh barang dan jasa lainnya. Dengan mengetahui nilai ekonomi batu kapur dan nilai ekonomi hutan akan memberi masukan dalam menentukan prioritas peman-faatannya sehingga akan mencegah terjadinya tumpang tindih kepentingan antar sektor.
Adanya pengusahaan bahan galian kapur di dalam kawasan hutan akan mengakibatkan kegiatan pengusahaan hutan tidak dapat dilakukan untuk beberapa saat. Akibat penundaan kegiatan pengusahaan hutan, pengusaha pertambangan harus menanggung biaya sebesar nilai ekonomi pengusahaan hutan di tambah dengan biaya produksi pengusahaan penambangan bahan galian batu kapur.
Dalam suatu kegiatan proyek, dapat dilakukan melalui dua pendekatan ya-itu kelayakan finansial (hanya memperhya-itungkan keuntungan dari kegiatan ter-sebut) dan kelayakan ekonomi (memperhitungkan dampak/eksternalitas kegiatan tersebut terhadap perekonomian secara keseluruhan). Eksternalitas adalah dampak (positif atau negatif) dari tindakan satu pihak terhadap pihak lain. Menurut Fauzi (2006), eksternalitas terjadi jika kegiatan produksi atau konsumsi dari satu pihak mempengaruhi utilitas (kegunaan) dari pihak lain secara tidak diinginkan, dan pihak pembuat eksternalitas tidak menyediakan kompensasi terhadap pihak yang terkena dampak.
(26)
Menurut Suparmoko (2008), pengambilan SDA secara optimal harus mempertimbangkan sifat dari kedua SDA tersebut. Untuk SDA yang tidak dapat diperbaharui, jumlah SDA tersebut terbatas dan bersifat tak dapat dihasilkan kem-bali dalam waktu singkat. Hal ini berarti bahwa pengambilan dan pengkonsum-sian SDA saat ini akan berakibat pada tidak tersedianya barang tersebut di kemu-dian hari. Atau dengan kata lain akan ada biaya alternatif (opportuniy cost disebut juga manfaat sosial bersih/rent/nilai bersih/user cost/royalty), yang berupa hilang-nya nilai SDA yang dapat diperoleh pada masa yang akan datang. Biaya alternatif ini harus diperhitungkan dalam menentukan bagaimana mengalokasikan SDA yang tidak dapat diperbaharui tersebut sepanjang waktu. Sedangkan pengambilan secara optimal bagi SDA yang dapat diperbaharui seyogyanya didasarkan pada konsep steady state yaitu pengambilan SDA yang optimal dengan mengindahkan pemeliharaan cadangan.
Berdasarkan uraian diatas, maka dalam penelitian ini terdapat per-masalahan dalam pengusahaan pertambangan di dalam kawasan hutan, yaitu : 1. Bagaimana kelayakan ekonomi pengusahaan pertambangan di kawasan hutan ? 2. Berapa ekstraksi optimal yang menghasilkan nilai kini penerimaan bersih
maksimal masing-masing untuk pengusahaan hutan dan pertambangan ? 1.3. Tujuan Penelitian
1. Mengestimasi kelayakan ekonomi pengusahaan pertambangan di dalam kawa-san hutan
2. Menentukan jumlah ekstraksi optimal yang akan menghasilkan nilai kini nerimaan bersih maksimal masing-masing untuk pengusahaan hutan dan pe-ngusahaan pertambangan.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan penentuan kebijakan pemberian ijin kegiatan per-tambangan di dalam kawasan hutan sehingga benturan kepentingan antar sektor dapat dihindari dan potensi SDA dapat dimanfaatkan secara optimal dan lestari.
(27)
6
1.5. Kerangka Pemikiran
Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat 3 mengamanatkan bahwa “bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.” Hal ini berarti bahwa pemanfaatan sumberdaya alam, baik SDA yang dapat pulih maupun SDA yang tidak dapat pulih, harus dilakukan seoptimal mungkin.
Hutan dan batu kapur yang merupakan bagian dari SDA, sangat perlu untuk diketahui nilai ekonominya sehingga akan dapat diketahui apakah pilihan keputusan dalam pengambilan kebijakan pengelolaan SDA itu memang benar-benar memberikan nilai bagi kesejahteraan. Terdapat tiga kriteria untuk menge-tahui kelayakan suatu kegiatan yaitu NPV, BCR dan IRR. Kriteria yang paling mendekati untuk mengetahui besarnya nilai kesejahteraan yang diterima ma-syarakat adalah pendapatan bersih atau NPV.
SDA yang dapat diperbaharui dan SDA yang tidak dapat diperbaharui mempunyai perbedaan dalam ekstraksinya. Oleh karena itu, perlu untuk menge-tahui ekstraksi optimal yang akan menghasilkan NPV maksimal baik untuk kegiatan pengusahaan hutan (renewable resources) maupun kegiatan pengusahaan pertambangan batu kapur dan lempung (non renewable resources).
Secara garis besar kerangka pemikiran dalam penelitian ini digambarkan sebagai berikut :
(28)
N
Gambar 1. Diagram alir kerangka penelitian Sumber Daya Alam
Ekstraksi Optimal, NPV maksimal Identifikasi Pendapatan dan Biaya
Kelayakan Ekonomi Kawasan Hutan
Nilai Ekonomi
Hutan
Nilai Ekonomi Bahan Tambang
Penentuan Prioritas Pengelolaan SDA
Kemakmuran rakyat
(29)
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sumberdaya Alam
Menurut Rees (1990) dalam Fauzi (2006), sesuatu untuk dapat dikatakan sebagai sumberdaya harus : 1) ada pengetahuan, teknologi atau ketrampilan untuk memanfaatkannya dan 2) harus ada permintaan (demand) terhadap sumberdaya tersebut. Dengan kata lain definisi sumberdaya alam (SDA) terkait dengan kegunaan (usefulness), baik untuk masa kini maupun mendatang bagi umat manusia.
Owen (1980) dalam Ramdan et al. (2003) mendefinisikan SDA sebagai bagian dari lingkungan alam (tanah, air, padang penggembalaan, hutan, kehidupan liar, mineral atau populasi manusia) yang dapat digunakan manusia untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Secara umum SDA dapat diklasifikasikan ke dalam 2 kelompok, yaitu :
1) Kelompok Stok ; sumberdaya ini dianggap memiliki cadangan yang terbatas, sehingga eksploitasinya terhadap sumberdaya tersebut akan menghabiskan cadangan sumberdaya, sumberdaya stok dikatakan tidak dapat diperbaharui (non renewable) atau terhabiskan (exhaustible)
2) Kelompok flows (alur) ; jumlah dan kualitas fisik dari sumberdaya ini berubah sepanjang waktu. Berapa jumlah yang kita manfaatkan sekarang, dapat mem-pengaruhi atau dapat juga tidak memmem-pengaruhi ketersediaan sumberdaya di masa mendatang. Sumberdaya ini dikatakan dapat diperbaharui (renewable) dimana regenerasinya ada yang tergantung pada proses biologi dan ada yang tidak.
Pengukuran ketersediaan SDA dapat digunakan beberapa konsep, yaitu (Rees 1990 dalam Fauzi 2006) :
1) Kelompok sumberdaya stok
a. Sumberdaya hipotetikal, adalah konsep pengukuran deposit yang belum diketahui namun diharapkan ditemukan pada masa mendatang berdasarkan survey yang dilakukan saat ini.
(30)
b. Sumberdaya spekulatif, konsep pengukuran ini digunakan untuk mengukur deposit yang mungkin ditemukan pada daerah yang sedikit atau belum dieksplorasi dimana kondisi geologi memungkinkan ditemukannya deposit c. Cadangan kondisional (conditional reserve), adalah deposit yang sudah
diketahui atau ditemukan namun dengan kondisi harga output dan teknologi yang ada saat ini belum dimanfaatkan secara ekonomis
d. Cadangan terbukti (proven resource), adalah sumberdaya alam yang sudah diketahui dan secara ekonomis dapat dimanfaatkan dengan teknologi, harga dan permintaan yang ada saat ini.
2) Kelompok sumberdaya flow
a. Potensi maksimun sumberdaya, didasarkan pada pemahaman untuk mengetahui potensi atau kapasitas sumberdaya guna menghasilkan barang dan jasa dalam jangka waktu tertentu
b. Kapasitas lestari, adalah konsep pengukuran keberlanjutan dimana keter-sediaan sumberdaya diukur berdasarkan kemampuannya untuk menye-diakan kebutuhan bagi generasi kini dan juga generasi mendatang
c. Kapasitas penyerapan, adalah kemampuan SDA dapat pulih (misalnya air, udara) untuk menyerap limbah akibat aktivitas manusia
d. Kapasitas daya dukung, didasarkan pada pemikiran bahwa lingkungan me-miliki kapasitas maksimum untuk mendukung suatu pertumbuhan organisme
Ekstraksi SDA merupakan proses pengambilan keputusan yang bersifat intertemporal. Hal ini disebabkan karena SDA (renewable dan non renewable) adalah asset atau kapital yang pemanfaatannya tidak hanya ditentukan oleh produktivitas kapital itu sendiri, namun juga menyangkut ketersediaan (supply) untuk konsumsi di masa mendatang serta adanya resiko dan ketidakpastian dari ekstraksi SDA. Keputusan intertemporal dari sisi produsen menyangkut biaya oportunitas dari kapital sedangkan dari sisi konsumen menyangkut preferensi waktu.
Salah satu kunci dari penentuan pengambilan keputusan yang bersifat intertemporal tersebut adalah melalui proses discounting dengan penentuan discount rate yang tepat. Proses discounting merupakan cerminan dari bagaimana
(31)
11
masyarakat berperilaku terhadap ekstraksi SDA dan bagaimana mereka menilai SDA itu sendiri (Hanley and Spash 1995 dalam Fauzi 2006).
2.2. Konsep Nilai untuk Sumberdaya Alam
Pengertian nilai atau (value), khususnya yang menyangkut barang dan jasa yang dihasilkan oleh SDA dan lingkungannya, memang bisa berbeda jika dipan-dang dari berbagai disiplin ilmu. Salah satu tolok ukur yang relatif mudah dan bisa dijadikan persepsi bersama berbagai disiplin ilmu tersbut adalah pemberian price tag (harga) pada barang dan jasa yang dihasilkan SDA dan lingkungan. Dengan demikian digunakan apa yang disebut nilai ekonomi SDA.
Menurut Fauzi (2006), nilai ekonomi didefinisikan sebagai pengukuran jumlah maksimum seseorang ingin mengorbankan barang dan jasa untuk mempe-roleh barang dan jasa lainnya. Secara formal, konsep ini disebut keinginan mem-bayar (willingness to pay) seseorang terhadap barang dan jasa yang dihasilkan oleh SDA dan lingkungan. Dengan menggunakan pengukuran ini, nilai ekologis ekosistem bisa “diterjemahkan” ke dalam bahasa ekonomi dengan mengukur nilai moneter barang dan jasa. Sebagai contoh, jika ekosistem pantai mengalami keru-sakan akibat polusi, nilai yang hilang akibat degradasi lingkungan bisa diukur dari keinginan seseorang untuk membayar agar lingkungan tersebut kembali ke aslinya atau mendekati aslinya. Keinginan membayar juga dapat diukur dalam bentuk kenaikan pendapatan yang menyebabkan seseorang berada dalam posisi indiffe-rent terhadap perubahan eksogenous. Perubahan eksogenous ini bisa terjadi ka-rena perubahan harga (misalnya akibat SDA makin langka) atau karena peruba-han kualitas SDA.
2.3. Bahan Galian
Menurut Soedarmo dan Hadiyan (1981) yang dimaksud bahan galian adalah semua endapan-endapan alam yang berupa unsur-unsur kimia, mineral bijih dan segala macam batu-batuan termasuk batu-batu mulia. Terbentuknya endapan bahan galian memerlukan proses dan waktu yang lama, ratusan dan bahkan jutaan tahun akibat proses geologi, differensiasi magma pada waktu menerobos lapisan kulit bumi, poses vulkanisme, pelapukan dan erosi, trans-portasi dan pengendapan kembali dan dapat pula akibat proses metamorphosis.
(32)
Dalam penghitungan Produk Domestik Bruto (PDB) yang dilakukan oleh BPS, sektor pertambangan dan penggalian merupakan salah satu dari 9 sektor usaha dalam perekonomian di Indonesia. Menurut BPS (2009b), pertambangan adalah suatu kegiatan yang meliputi pengambilan dan persiapan untuk pengolahan lanjutan dari benda padat, benda cair, dan gas. Pertambangan dapat dilakukan di atas permukaan bumi (tambang terbuka) maupun di bawah tanah (tambang dalam) termasuk penggalian, pengerukan, dan penyedotan dengan tujuan mengambil benda padat, cair atau gas yang ada di dalamnya. Hasil kegiatan ini antara lain, minyak dan gas bumi, batubara, pasir besi, bijih timah, bijih nikel, bijih bauksit, bijih tembaga, bijih emas dan perak, dan bijih mangan.
Penggalian adalah suatu kegiatan yang meliputi pengambilan segala jenis barang galian. Barang galian adalah unsur kimia, mineral dan segala macam batuan yang merupakan endapan alam (tidak termasuk logam, batubara, minyak bumi dan bahan radio aktif). Bahan galian ini biasanya digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong sektor industri maupun konstruksi. Hasil kegiatan penggalian antara lain, batu gunung, batu kali, batu kapur, koral, kerikil, batu marmer, pasir, pasir silika, pasir kuarsa, kaolin, tanah liat, dan lain-lain.
Batu kapur (gamping) dapat terjadi dengan beberapa cara, yaitu secara organik, secara mekanik, atau secara kimia. Sebagian besar batu kapur yang terdapat di alam terjadi secara organik, jenis ini berasal dari pengendapan cangkang/rumah kerang dan siput, foraminifera atau ganggang, atau berasal dari kerangka binatang koral/kerang. Batu kapur dapat berwarna putih susu, abu muda, abu tua, coklat bahkan hitam, tergantung keberadaan mineral pengotornya. Penggunaan batu kapur sudah beragam diantaranya untuk bahan kaptan, bahan campuran bangunan, industri karet dan ban, kertas, dan lain-lain.
Potensi batu kapur di Indonesia sangat besar dan tersebar hampir merata di seluruh kepulauan Indonesia. Sebagian besar cadangan batu kapur Indonesia terdapat di Sumatera Barat (Departemen ESDM 2005).
2.4. Model Ekonomi Sumberdaya Non Renewable
Sumberdaya alam tidak dapat terbarukan atau sering juga disebut sebagai sumberdaya terhabiskan adalah sumberdaya alam yang tidak memiliki kemam-puan regenerasi secara biologis. Sumberdaya alam ini terbentuk melalui proses
(33)
13
geologi yang memerlukan waktu sangat lama untuk dapat dijadikan sebagai sumberdaya alam yang siap diolah atau siap pakai. Jika diambil (eksploitasi) sebagian, maka jumlah yang tinggal tidak akan pulih kembali seperti semula.
Salah satu yang termasuk dalam golongan sumberdaya tidak dapat terbarukan adalah batu kapur untuk bahan baku semen. Batu kapur memerlukan waktu ribuan bahkan jutaan tahun untuk terbentuk karena ketidakmampuan sumberdaya tersebut untuk melakukan regenerasi. Sumberdaya ini sering kita sebut juga sebagai sumberdaya yang mempunyai stok yang tetap.
Sifat-sifat tersebut menyebabkan masalah eksploitasi sumberdaya alam tidak terbarukan (non renewable) berbeda dengan ekstrasi sumberdaya terbarukan (renewable). Pengusaha pertambangan, harus memutuskan kombinasi yang tepat dari berbagai faktor produksi untuk menentukan produksi yang optimal, dan juga seberapa cepat stok harus diekstraksi dengan kendala stok yang terbatas.
Teori ekonomi sumber daya alam tidak terbarukan pertama kali diperke-nalkan oleh Hotelling (1931). Levhari dan Liviatan (1977) melakukan kajian apa-kah ekstraksi sumber daya alam akan dilakukan hingga benar-benar terkuras habis atau tidak. Masalah utama dari problem pemanfaatan sumber daya alam yang ti-dak dapat diperbaharui adalah menentukan ekstraksi optimal.
Dasar dari teori ekstraksi sumberdaya tidak terbarukan secara optimal ada-lah model Hotelling yang dikembangkan oleh Harold Hotelling pada tahun 1931. Problem dasar Hotelling dapat dimodifikasi lebih lanjut ke berbagai arah, seperti menambah efek kumulatif pada biaya (Levhari dan Liviatan 1977; Livernois dan Martin 2001), harga komoditas sumber daya yang stokastik (Pindyck 1981), keti-dakpastian cadangan dan biaya (Hoel 1978) dan perubahan aspek lainnya.
Hukum Hotelling mengatakan bahwa ekstraksi sumberdaya tidak terbarukan yang efisien dan optimal mengharuskan manfaat bersih dari sumberdaya harus tumbuh secara proporsional sesuai dengan tingkat suku bunga. Jika suka bunga adalah 15 %, maka berdasarkan hukum Hotelling ekstraksi yang efesien dan optimal mengharuskan manfaat dan dari sumberdaya harus tumbuh secara proporsional sebesar 15 % setiap tahun (Fauzi 2006; Sahat 2006 dalam Nahib 2006).
(34)
Agar pemilik sumberdaya indifferent antara mengekstrasi kini dan masa mendatang, manfaat yang diperoleh kini (capital gain) harus sama dengan discount rate. Penentuan kapan ekstraksi dilakukan dengan optimal tergantung opportunity, yang dicerminkan oleh tingkat suku bunga bank. Penghargaan terhadap pentingnya keberadaan sumberdaya tak pulih berbanding terbalik dengan besaran suku bunga.
2.5. Hutan
Hutan merupakan sumberdaya terbarukan yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Hutan tidak saja memberikan manfaat pada saat ditebang (manfaat eksploitasi), namun juga banyak memberikan manfaat tatkala sumber-daya ini dibiarkan (manfaat konservasi).
Pengelolaan sumberdaya hutan memiliki perbedaan dengan sumberdaya terbarukan lainnya, yaitu (Fauzi 2006) :
1. Sumberdaya hutan kebanyakan tidak bersifat common property resource. Hampir sebagian besar hutan di Indonesia dikuasai oleh pemerintah dan hak pengelolaan hutan diberikan kepada individu atau swasta melalui mekanisme perizinan. Namun pada kenyataannya di lapangan, hutan bersifat common property resource, misalnya kawasan hutan yang terkena kebijakan mora-torium kegiatan penebangan saat ini dimanfaatkan oleh penduduk sekitarnya. 2. Skala waktu (time scale). Hutan memiliki skala waktu pertumbuhan yang
sa-ngat panjang, mulai saat ditanam sampai ditebang.
3. Lahan dimana hutan tumbuh memiliki nilai pilihan (option value).
4. Harga per unit diharapkan meningkat tergantung umur pohon dan volume kayu
5. Adanya konflik pemanfaatan (multiple use resource conflict), misalnya antara pemanfaatan hutan untuk komersial dan rekreasi
Arief (2001) menjelaskan hasil-hasil hutan dibedakan berdasarkan sifat tangible dan intagible. Sifat-sifat intagible terdiri atas hasil yang berkaitan dengan sistem alami misalnya hidrologi dan wisata alam. Sedangkan sifat-sifat tangible berupa hasil hutan berupa kayu. Salim (1997) menggolongkan manfaat hutan ke dalam manfaat langsung dan manfaat tidak langsung. Manfaat langsung adalah
(35)
15
manfaat yang dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat yaitu masyarakat dapat menggunakan dan memanfaatkan hasil hutan, antara lain kayu yang merupakan hasil utama hutan, serta berbagai hasil hutan ikutan seperti rotan, getah, buah-buahan, madu dan lain-lain.
2.6. Pinus merkusii Jungh, et de Vriese
Hutan pinus di Indonesia termasuk hutan yang potensial terutama di Jawa dan Sumatera. Peran dan manfaatnya semakin meningkat setelah ditetapkan sebagai salah satu jenis tanaman Hutan Tanaman Industri (HTI). Pengusahaan hutan pinus di Jawa (oleh PT Perhutani) merupakan andalan kedua setelah jati. Kelebihan jenis tanaman pinus adalah dapat menghasilkan produk ganda yaitu kayu dan getah (Kasmudjo 1997).
Soediono (1983) menyatakan bahwa hutan Pinus merkusii Jungh, et de Vriese mempunyai potensi yang cukup besar dalam menunjang pembangunan, berkat kemampuannya yang majemuk sebagai sumberdaya yang menguntungkan. Sifat-sifat yang menguntungkan dari kayu pinus seperti mudah dikerjakan, mempunyai penampilan yang menarik dan mudah diawetkan, dapat digunakan untuk berbagai keperluan seperti korek api, chopstick, kayu konstruksi, kayu lapis dan sebagainya. Disamping itu, kayu pinus mempunyai sifat yang kurang menguntungkan, antara lain : mengandung mata kayu, batang kebanyakan bengkok, keawetan rendah (kelas awet IV), mudah mengalami pewarnaan (blue stain dan mold), kadar air segar yang tinggi (sampai di atas 100%).
Getah pinus diambil dari pohon melalui proses penyadapan. Menurut Soediono (1983), getah dapat disadap pada umur 7 tahun dengan hasil 0,5 ton per tahun dengan cara penyadapan quarre dan penyadapan berhenti pada saat penebangan tiba. Sedangkan menurut Tedja (1997) penyadapan dilakukan apabila telah mencapai umur 11 – 30 tahun atau kelas umur (KU) III – KU VI.
2.7. Daur
Daur adalah jangka waktu antara penanaman dan penebangan atau antara penanaman dan penanaman berikutnya di tempat yang sama, yang ditentukan oleh jenis, hasil yang diinginkan, nilai tanah dan suku bunga usaha yang tersedia. Konsep daur dipakai untuk pengelolaan hutan seumur, sedangkan untuk hutan
(36)
tidak seumur istilah yang memiliki arti yang sama adalah siklus tebang (cutting cycle).
Istilah daur berkaitan erat dengan adanya konsep hutan normal. Secara ideal, hutan normal akan terdiri atas kelompok tegakan dari semua umur yang mempunyai potensi sama, mulai dari umur satu tahun sampai akhir daur. Oleh karena itu, menentukan panjang daur merupakan salah satu faktor kunci dalam pengelolaan hutan seumur sesuai dengan definisinya. Masalah penentuan panjang daur sangat berkaitan erat dengan cara menentukan waktu yang diperlukan oleh suatu jenis tegakan untuk mencapai kondisi masak tebang atau siap panen. La-manya waktu tersebut tergantung pada sifat pertumbuhan, jenis yang diusahakan, tujuan pengelolaan dan pertimbangan ekonomi. Dari sinilah lahir beberapa macam atau cara dalam menentukan panjang daur (Departemen Kehutanan 1992).
Menurut Osmaton (1968), lamanya daur tergantung pada interaksi bebe-rapa faktor, yaitu :
a. Tingkat kecepatan pertumbuhan tegakan, yang tergantung pada jenis pohon, lokasi tempat tumbuh serta intensitas penjarangan.
b. Karakteristik jenis atau spesies tanaman, dimana harus diperhatikan umur maksimal secara alami, umur menghasilkan benih, umur kecepatan tumbuh terbaik dan umur kualitas terbaik.
c. Pertimbangan ekonomi, dimana harus memperhitungkan ukuran yang dapat dipasarkan dan harga terbaik yang dapat diperoleh.
d. Respon tanah terhadap penggunaan yang berulang-ulang, hal ini erat hubu-ngannya dengan batuan induk, pelapukan tanah dan alelopathy
Hiley (1956) dalam Gunawan (2002) menyatakan bahwa ada beberapa macam daur yang ditetapkan berdasarkan keadaan sifat tegakan sesuai dengan tu-juan pengelolaan hutan yang bersangkutan, yaitu :
1. Daur silvikultur, yaitu daur yang ditetapkan berdasarkan keadaan saat tega-kan dapat tumbuh mempertahantega-kan kualitasnya atau mengadatega-kan permudaan dan reproduksi
2. Daur teknis, yaitu daur yang ditetapkan berdasarkan keadaan dimana tegakan telah mencapai ukuran yang sudah ditetapkan untuk keperluan produk yang akan dihasilkan
(37)
17
3. Daur pendapatan tertinggi (daur produksi maksimal), yaitu daur yang dite-tapkan berdasarkan keadaan dimana tegakan dapat menghasilkan pendapatan atau volume tertinggi per satuan luas per tahun tanpa memperhitungkan jum-lah modal untuk mendapatkannya. Daur ini dapat ditentukan dengan melihat perpotongan kurva riap CAI dan kurva riap MAI dari jenis yang bersangkutan 4. Daur finansial, yaitu daur yang ditujukan untuk menghasilkan keuntungan
atau nilai finansial terbesar. Di kehutanan, keuntungan dapat dilihat dari dua sudut pandang yang berbeda, yaitu nilai harapan lahan dan dari hasil finansial. a. Nilai harapan tanah adalah nilai yang didasarkan pada pendapatan bersih yang dapat diperoleh dari suatu lahan, dihitung pada tingkat suku bunga tertentu. Pendekatan yang terkenal dikemukakan oleh Martin Faustman, pada tahun 1849.
b. Hasil finansial, pendekatan ini menggunakan kriteria-kriteria investasi, yaitu NPV, IRR dan BCR yang dihitung dari biaya-biaya yang dikeluarkan dan pendapatan yang diperoleh sampai tegakan tersebut ditebang habis (umur daur).
Besar kecilnya nilai harapan lahan dan hasil finansial tersebut akan menentu-kan keputusan yang amenentu-kan diambil dalam penentuan daur finansialnya.
2.8. Analisis Kelayakan Proyek
Pendekatan yang dilakukan dalam menganalisis manfaat dan biaya suatu proyek terdiri dari dua macam tergantung pada pihak yang berkepentingan langsung dalam proyek, yaitu analisis ekonomi dan analisis finansial. Menurut Djamin (1984), Gittinger (1986) dan Gray et al. (1992) bahwa akan dilakukan analisis finansial bila yang berkepentingan langsung dalam benefit dan biaya proyek adalah individu/pengusaha. Dalam hal ini yang dihitung dalam benefit adalah apa yang diperoleh individu/pengusaha yang menanamkan modalnya lam proyek tersebut. Sedangkan analisis ekonomi bila yang berkepentingan da-lam benefit dan biaya proyek adalah pemerintah dada-lam rangka peningkatan taraf hidup masyarakat. Pada dasarnya dalam analisis finansial dan analisis ekonomi berbeda menurut lima hal yaitu dalam hal penggunaan harga, perhitungan pajak, subsidi, biaya investasi dan pelunasan pinjaman dan dalam hal bunga.
(38)
Penilaian suatu proyek dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, tetapi yang paling banyak dan sering digunakan adalah Discounted Cash Flow Analysis (analisis arus tunai yang didiskonto). Metoda yang digunakan dalam menghitung pengaruh waktu adalah metoda pendiskontoan. Semua biaya dan pendapatan dikurangi menjadi nilai sekarang dengan prosentase tahunan tertentu (Darusman 1981).
Karena dalam investasi proyek selama periode waktu tertentu (umur proyek) akan selalu menerima ataupun mengeluarkan sejumlah uang, maka perlu dipertimbangkan bahwa uang yang diterima pada masa yang akan datang tidak sama dengan uang yang diterima pada saat sekarang karena adanya faktor interest rate tertentu. Oleh karena itu, untuk kepentingan perhitungan nilai uang tersebut perlu dievaluasi pada satu waktu tertentu yaitu waktu sekarang (Gaspersz 1992).
Menurut Gray et al. (1992), dalam rangka mencari suatu ukuran menyeluruh tentang baik tidaknya suatu proyek telah dikembangkan berbagai macam indeks. Indeks-indeks tersebut disebut “Investment Criteria”. Terdapat tiga macam kriteria dalam melakukan suatu evaluasi terhadap investasi proyek yang sekarang ini banyak digunakan, yaitu :
a. Net Present Value (NPV); adalah metoda untuk menghitung selisih antara nilai sekarang investasi dengan nilai sekarang penerimaan-penerimaan kas bersih di masa yang akan datang. Dalam evaluasi suatu proyek, kriteria keputusan layak dinyatakan oleh NPV yang lebih besar atau sama dengan nol.
b. Benefit-Cost Ratio (BCR); merupakan angka perbandingan antara jumlah present value yang positif dengan present value yang negatif. Kriteria kelayakan proyek adalah jika BCR ≥ 1 dan tidak layak jika BCR < 1.
c. Internal Rate of Return (IRR); Menurut Djamin (1984), cara lain untuk mengevaluasi suatu kelayak proyek adalah dengan menghitung tingkat investasi atau tingkat penghasilan lebih. IRR adalah suatu tingkat bunga (discount rate)yang menunjukkan jumlah nilai sekarang netto (NPV) sama dengan jumlah seluruh ongkos investasi proyek (investment cost). Didalam analisis IRR, akan mencari pada tingkat bunga berapa akan dihasilkan NPV sama atau mendekati K0, atau NPV = 0.
(39)
3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian mencakup wilayah kawasan hutan dimana akan dilakukan kegiatan penambangan batu kapur dan lempung oleh PT Tambang Semen Sukabumi (PT TSS) yang meliputi luas 493,54 Ha, berlokasi di petak 11, 12, 13 dan 27 Bagian Hutan Nyalindung, Kelompok Hutan Cimerang, RPH Cikembar, BKPH Cikawung, KPH Sukabumi. Berdasarkan administrasi pemerintahan, lokasi penelitian terletak di Desa Tanjungsari Kecamatan Jampang Tengah dan Desa Sukamaju Kecamatan Nyalindung Kabupaten Sukabumi Propinsi Jawa Barat. Penelitian mengenai kelayakan ekonomi kegiatan pertambangan di kawasan hutan produksi dilakukan pada bulan Nopember – Desember 2009.
3.2. Metode Penelitian 3.2.1. Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan adalah data sekunder yang diambil dari Buku Rencana Pengaturan Kelestarian Hasil (RPKH) KP Pinus KPH Sukabumi jangka perusahaan 2004 – 2010, Buku Evaluasi Hasil Kerja, Buku Tarif Upah dan Buku Pengamatan Anggaran KPH Sukabumi, Laporan Produksi Getah, Buku Rencana Kerja Penggunaan Kawasan Hutan PT TSS serta data lain yang diperlukan dalam perhitungan.
Data-data yang dikumpulkan secara garis besar dapat dikelompokkan se-bagai berikut :
1. Data pertumbuhan potensi kayu per hektar pada tiap kelas umur 2. Data produktivitas getah
3. Data cadangan batu gamping/kapur dan lempung 4. Kelompok data pendapatan
5. Kelompok data biaya
Dari Buku Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan (RPKH) KP Pinus dipe-roleh data luas, bonita, tahun tanam, KBD dan jumlah pohon per hektar yang da-pat digunakan untuk menaksir produksi kayu untuk setiap kelas umur. Sedangkan
(40)
dari buku Laporan Produksi Getah akan dapat diketahui berapa produktifitas getah per hektar per tahun.
Data cadangan batu gamping/kapur dan lempung diperoleh dari Buku Rencana Kerja PT TSS. Selain diketahui data cadangannya, juga diketahui berapa rencana penambangan untuk tiap tahunnya sampai dengan umur tambangnya. Selain data potensi kayu dan produktivitas getah serta data cadangan gam-ping/kapur dan lempung, juga diperlukan data pembiayaan dan data pendapatan yang diperoleh selama pengelolaan (umur daur/umur tambang) serta data lain yang diperlukan untuk perhitungan.
3.2.2. Asumsi Penelitian
Didalam pengumpulan dan pengolahan data dalam penelitian ini diguna-kan asumsi penelitian sebagai berikut :
a. Perhitungan nilai manfaat hutan belum memasukkan faktor lingkungan. b. Biaya operasional dalam pengusahaan hutan adalah semua pengeluaran yang
diperlukan dalam pengelolaan hutan pinus saja.
c. Penerimaan tahunan dalam pengusahaan hutan hanya dibatasi pada hasil tebangan akhir dan produksi getah pinus saja.
d. Pembiayaan dan penerimaan pengusahaan hutan didasarkan pada laporan keuangan berupa laporan laba rugi KPH Sukabumi tahun 2008.
e. Harga jual produk pengusahaan hutan dan pertambangan berdasarkan harga jual rata-rata tahun 2008 dan dianggap konstan sepanjang daur.
f. Analisis didasarkan atas penerimaan sebelum pajak.
g. Semua hasil produksi kayu, getah maupun batu kapur dapat diserap pasar. h. Struktur pasar kompetitif untuk pengusahaan hutan dan pengusahaan
per-tambangan sehingga harga yang digunakan adalah harga pasar (price taker).
3.2.3. Analisis Data
3.2.3.1. Nilai Ekonomi Pengusahaan Hutan A. Pendapatan
Nilai kayu
Untuk mengetahui nilai kayu pinus maka harus diketahui pertumbuhan potensi kayu per hektar pada tiap kelas umur baik tegakan tinggal maupun
(41)
21
penjarangan. Penaksiran produksi kayu dilakukan dengan mengelompokkan anak petak menurut bonita pada tingkat kelas umur untuk dilakukan per-hitungan atau penaksiran volume produksi kayu per hektar. Untuk men-dapatkan volume produksi kayu per hektar pada setiap anak petak, baik untuk tegakan tinggal maupun tegakan penjarangan digunakan Tabel Tegakan Nor-mal Jenis Pinus Merkusii yang dikeluarkan Puslitbang Kehutanan tahun 1975.
Menghitung nilai manfaat dari hasil kayu dengan cara mengalikan jumlah produksi hasil taksiran dengan harganya dengan persamaan berikut :
Keterangan :
Nk = Nilai manfaat kayu (Rp) Vt = Volume taksiran (m3/ha) Li = Luas petak ke-i (ha) H = Harga (Rp/m3) Nilai Sadapan Pinus
Nilai sadapan Pinus (NSP) diperoleh dari hasil penyadapan getah pinus. Penyadapan getah pinus dilakukan pada setiap tahun penyadapan dimulai pada umur 11 tahun sampai dengan daur. Untuk menghitung nilai manfaat dari penyadapan getah pinus dengan mengalikan jumlah produksi dengan harga jualnya, dengan persamaan sebagai berikut :
Keterangan :
NSP = Nilai sadapan pinus (Rp) Pg = Produksi getah per-ha (ton/ha) Li = Luas petak ke-i (ha)
H = Harga (Rp/ton)
B. Biaya
Biaya yang dimaksudkan adalah biaya yang dikeluarkan oleh KPH Suka-bumi dalam proses pembentukan tegakan menjadi kayu bulat, yaitu terdiri dari : a) Biaya tahunan, merupakan biaya bersama dengan produksi lainnya sehingga
(42)
Biaya tahunan KPH terdiri dari biaya perencanaan di KPH, biaya sosial (PMDH), biaya pengamanan hutan, pemeliharaan dan penyusutan sarana prasarana, biaya pendidikan dan penyuluhan dan biaya administrasi umum. b) Biaya sekali selama daur, merupakan biaya yang langsung dibebankan
dalam pengelolaan produksi kayu pinus, terdiri dari biaya produksi seperti ; biaya persemaian, penanaman dan penyulaman; biaya pemeliharaan tegakan (penjarangan dan pemangkasan/prunning); biaya eksploitasi kayu dan angkutan, termasuk biaya produksi sadapan pinus serta biaya non produksi seperti pemasaran kayu dan getah pinus
Besarnya biaya pada masing-masing kegiatan maupun biaya yang dikeluarkan tiap tahunnya dalam pengusahaan hutan pinus mengacu pada Buku Evaluasi Hasil Kerja, Buku Tarif Upah dan Buku Pengamatan Anggaran KPH Sukabumi.
3.2.3.2. Nilai Ekonomi Penambangan Batu Kapur dan Lempung A. Pendapatan
Kegiatan penambangan batu kapur dan lempung sebagai bahan baku industri semen akan dilakukan oleh PT TSS di areal seluas 493,54 ha berada di kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) yang dikelola oleh KPH Sukabumi. Berdasarkan buku Rencana Kerja PT TSS, diketahui bahwa rencana penambangan dilakukan untuk jangka waktu minimum 30 tahun yang terbagi dalam 6 periode (masing-masing periode jangka waktunya 5 tahun). Selain itu juga diperoleh data-data sebagai berikut :
a. Jumlah cadangan terbukti (proven resource) atau volume batu kapur dan lempung yang akan ditambang
b. Cakupan luas areal yang ditambang
c. Penataan blok rencana quarry batu kapur dan lempung d. Target produksi untuk tiap periode
e. Jenis kegiatan untuk tiap periode
f. Tahapan kegiatan operasional penambangan
Untuk menduga besarnya pendapatan yang akan diperoleh oleh PT TSS yaitu dengan menggunakan persamaan :
(43)
23
Keterangan :
P = Pendapatan (Rp)
Vi = Volume produksi batu kapur dan lempung pada tahun ke-i (ton)
H = Harga (Rp/ton)
B. Biaya
Dalam pengusahaan penambangan, komponen biaya secara garis besar terdiri dari pengelompokkan biaya menurut jenis komponen biaya (Batubara, 1985) :
a. Komponen biaya pegawai, diuraikan lagi menjadi biaya langsung dan biaya pengawasan
b. Komponen biaya alat; mencakup suku cadang, bahan bakar, pelumas dan berbagai jenis bahan lain
c. Komponen biaya pembebanan, seperti ; harga bahan, upah jasa, sewa alat, biaya listrik/energi, penghapusan alat, dsb.
d. Komponen biaya penghapusan; dibedakan menjadi penghapusan untuk fixed assets dan capitalised assets.
e. Komponen biaya pihak ketiga, komponen biaya ini timbul sebagai akibat diterimanya jasa dari pihak diluar organisasi tambang yang ada
f. Komponen biaya lain, seperti ; kewajiban kepada pemerintah yang dapat digolongkan sebagai biaya, komponen biaya bersifat umum yaitu jenis biaya yang tidak termasuk dalam kelompok biaya di atas.
Karena kegiatan pertambangan batu kapur dan lempung dilakukan di dalam kawasan hutan, maka biaya reklamasi kawasan hutan harus ditambahkan dan dihitung dari mulai penanaman sampai dengan penebangan (satu daur). 3.2.3.3. Analisis Finansial Pengusahaan Hutan dan Penambangan Batu
Kapur dan Lempung
Inti dari analisis finansial adalah membandingkan antara pendapatan (arus kas masuk/cash in flow) dengan pengeluaran/investasi (arus kas keluar/cash out flow). Dimana suatu kegiatan/proyek dikatakan layak/feasible apabila pen-dapatannya lebih besar dari pengeluaran. Analisis finansial disini dimaksudkan
(44)
untuk melihat tingkat keuntungan dari investasi yang ditanamkan untuk kegiatan pengusahaan hutan dan kegiatan pertambangan di dalam kawasan hutan.
Setelah semua biaya dan manfaat teridentifikasi kemudian ditabulasikan dalam bentuk tabel aliran kas (cash flow) setiap tahun untuk memproyeksikan biaya dan manfaat dalam satu umur kegiatan/proyek baik untuk pengusahaan hutan maupun untuk kegiatan pertambangan di dalam kawasan hutan. KPH Suka-bumi menggunakan daur untuk KP Pinus adalah 25 tahun, sedangkan PT TSS merencanakan untuk melakukan kegiatan penambangan batu kapung/gamping selama 30 tahun. Dari arus ini kemudian dapat dihitung nilai sekarang (Present Value) dengan menggunakan Discount Factor (DF). Penggunaan DF untuk mencari berapa nilai future value (F) pada saat ini (present value/P), ini berarti mendiscount future value dengan tingkat bunga (i) yang berlaku saat ini, dengan rumus sebagai berikut :
1 Jika ingin mencari faktor P, berarti :
atau atau Jadi
Keterangan :
DF = Discount faktor F = Future value P = Present value
i = tingkat bunga
t = umur proyek
Dalam penelitian ini, untuk mengetahui nilai ekonomi kegiatan/proyek baik untuk pengusahaan hutan maupun untuk kegiatan pertambangan diketahui dari kriteria NPV dengan persamaan sebagai berikut :
1 Keterangan :
NPV = Net Present Value
Bt = benefit sosial bruto pada tahun ke-t
Ct = biaya sosial bruto sehubungan proyek pada tahun ke-t i = tingkat suku bunga
(45)
25
3.2.3.4. Menduga Ekstraksi Optimal A. Pengusahaan Hutan
Penentuan daur optimal dari pengusahaan hutan (merupakan sumberdaya alam yang dapat diperbarui), yang akan menghasilkan manfaat bersih yang mak-simal, didasarkan pada skenario yang diterapkan oleh KPH Sukabumi dalam mengelola hutan tanaman KP Pinus yaitu menggunakan konsep Faustmann. Pengelolaan hutan merupakan proses yang terus menerus yaitu ketika hutan ditebang penanaman dilakukan kembali sehingga proses tanam dan tebang dapat dilakukan secara terus menerus sampai tak terhingga. Dengan asumsi bahwa parameter ekonomi seperti harga, biaya dan suku bunga tidak berubah sepanjang waktu, maka untuk menduga nilai penerimaan bersih dari seluruh daur menggunakan persamaan sebagai berikut (Soedomo, 2009) :
(1) Keterangan :
PV = Present value atau nilai kini dari penerimaan bersih (Rp/ha) L = luas (ha)
V(T) = Pertumbuhan tegakan sebagai fungsi dari waktu (m3/ha) p = Harga (Rp/m3)
c = Biaya pengadaan tegakan (Rp/ha) T = daur optimal yang dipilih (tahun)
r = suku bunga
Menentukan Persamaan Pertumbuhan
Data yang diperlukan untuk membuat persamaan pertumbuhan adalah umur dan volume. Volume diketahui dari Tabel Tegakan Normal Jenis Pinus Merkusii setelah data tegakan yang diperoleh dari KPH Sukabumi dikelompokkan menurut kelas umur dan bonita. Data umur dan volume kemudian diplotkan da-lam bentuk kurva dan dari bentuk kurva tersebut dapat diduga persamaan yang mendekati bentuk tersebut. Persamaan regresi diperoleh dengan cara menentukan terlebih dahulu nilai natural logarithm (ln) data umur dan volume, kemudian dengan program minitab akan diketahui persamaan pertumbuhan tegakan pinus.
Setelah diperoleh persamaan regresi kemudian diturunkan terhadap waktu dan turunan dari persamaan itu digunakan untuk menghitung daur optimal (T) yang akan menghasilkan NPV maksimal.
(46)
Untuk memaksimumkan jumlah nilai kini dari penerimaan bersih (NPV) dilakukan dengan memilih daur optimal T dengan persyaratan yang akan dicirikan oleh persamaan :
(2)
Persamaan (2) dapat juga ditulis sebagai berikut :
(3)
Ruas kiri adalah tambahan manfaat sebagai hasil kali dari harga dan tambahan volume tegakan, sedangkan ruas sebelah kanan adalah bunga dari pendapatan bersih terdiskonto
B. Penambangan bahan galian kapur dan lempung
Batu kapur (limestone) dan lempung merupakan salah satu contoh dari sumberdaya alam tidak terbarukan dimana dalam mengeksploitasinya dibatasi oleh stok atas sumberdaya itu sendiri. Dalam pengelolaan pertambangan, agar dapat memberikan kesejahteraan bagi masyarakat maka sistem pendekatan yang digunakan adalah Model Hotelling, yang dikembangkan Harold Hotelling 1931 (Fauzi, 2004). Menurut Sahat (2006) Model Hotelling menggunakan pendekatan konsumen surplus untuk menghitung kesejahteraan masyarakat. Model ekstraksi optimal dengan biaya ekstraksi non linier dan tergantung pada jumlah yang diekstraksi (q) dan juga stok sumberdaya (S) atau secara matematis ditulis C(q,S); dapat ditulis sebagai berikut :
, dengan kendala :
St+1 – St = −qt S0 diketahui qt≥ 0, St≥ 0
Pemecahan ekstraksi optimal dilakukan dengan menggunakan fasilitas Solver Excell.
3.2.3.5. Analisis Resiko
Resiko merupakan kombinasi dari probabilitas suatu kejadian dan konsekuensi dari kejadian tersebut, dengan tidak menutup kemungkinan bahwa
(47)
27
ada lebih dari satu konsekuensi untuk satu kejadian, dan konsekuensi bisa merupakan hal yang positif maupun negatif (Shortreed, et.al 2003 dalam Santosa, 2009). Analisis resiko adalah rangkaian proses yang dilakukan dengan tujuan untuk memahami signifikasi dari akibat yang akan ditimbulkan suatu resiko terhadap tingkat kesehatan dan kelangsungan proyek (Santosa, 2009). Metode yang digunakan dalam analisis resiko ada 2 yaitu (1) kuantitatif (analisis berdasarkan angka-angka nyata (nilai finansial) terhadap besarnya kerugian yang terjadi), dan (2) kualitatif (analisis yang menentukan resiko tantangan organisasi dimana penilaian tersebut dilakukan berdasarkan intuisi, tingkat keahlian dalam menilai jumlah resiko yang mungkin terjadi dan potensi kerusakannya).
Dalam penelitian yang akan dilakukan mengenai kegiatan pertambangan di dalam kawasan hutan, hanya menghitung nilai manfaat hutan dan belum memasukkan faktor lingkungan. Analisis resiko kuantitatif dari segi finansial dihitung berdasarkan hasil NPV dari kegiatan pertambangan dan NPV dari pengusahaan hutan. Sedangkan analisis resiko kualitatif dibatasi pada akibat yang akan ditimbulkan atas dilakukannya kegiatan penambangan batu kapur dan lempung di dalam kawasan hutan secara deskriptif berdasarkan studi literatur.
(48)
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian
4.1.1 Letak Geografis dan Administrasi Wilayah
Lokasi penelitian terletak di Kabupaten Sukabumi Propinsi Jawa Barat te-patnya di Desa Tanjungsari Kecamatan Jampang Tengah dan Desa Sukamaju Ke-camatan Nyalindung. Secara geografis terletak diantara 6o59’30” – 7o1’30” LS dan 106o51’00”-106o52’00” BT.
Kabupaten Sukabumi beriklim tropis dengan curah hujan setahun sebesar 1.885 mm dari 116 hari hujan pada tahun 2004 (BPS 2008). Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Nopember dengan curah hujan 310 mm dan hari hujan 15 hari. Suhu udara berkisar 19,6o – 31,2oC dengan suhu rata-rata 24oC. Bentuk topografi wilayah Kabupaten Sukabumi pada umumnya meliputi permukaan yang berge-lombang dan bergunung dengan ketinggian berkisar antara 0 – 2.960 m. Keadaan topografi yang demikian menyebabkan wilayah Kabupaten Sukabumi menjadi rawan terhadap longsor, erosi tanah dan lain-lain. Potensi geologis Kabupaten Sukabumi antara lain sumber panas bumi di Daerah Gunung Salak dan Cisolok, bahan tambang dan bahan galian emas, perak, batubara, pasir kwarsa, marmer, pasir besi, bentonit, teras, batu kapur, tanah liat dan lain-lain.
4.1.2 Kependudukan dan Tenagakerja
Jumlah penduduk di daerah penelitian yang meliputi Desa Sukamaju Ke-camatan Nyalindung dan Desa Tanjungsari KeKe-camatan Jampang Tengah Kabu-paten Sukabumi sebesar 10.800 jiwa. Berdasarkan pengelompokkan usia, kompo-sisi penduduk Desa Sukamaju dan Desa Tanjungsari secara lengkap disajikan pada tabel di bawah.
Tabel 1 Komposisi penduduk di lokasi penelitian
No Kelompok
Umur (tahun)
Desa Sukamaju
Jiwa (%)
Desa Tanjungsari
Jiwa (%)
Jumlah (%)
1 0 – 4 467 10,7 285 4,4 752 7,0
2 5 – 14 844 19,3 1.054 16,4 1.898 17,6
3 15 – 54 2.280 52,2 5.011 77,9 729 67,5
4 > 55 774 17,8 85 1,3 859 7,9
Jumlah 4.365 100,0 6.435 100,0 10.800 100,0
(1)
Lampiran 7 Analisis finansial kegiatan penambangan batu gamping dan lempung oleh PT Tambang Semen Sukabumi di KPH Sukabumi
2009 2010 2011 2012 2013 2014
1 2 3 4 5 6
A. PENDAPATAN
1 Produksi batu gamping 2,170,000 2,170,000 3,616,667 3,616,667 3,616,667 4,340,000 2 Produksi lempung 418,500 418,500 747,667 747,667 747,667 880,000 3 Pendapatan batu gamping 73,237,500,000 67,812,500,000 104,648,919,753 96,897,147,920 89,719,581,407 99,688,423,786 4 Pendapatan lempung 14,124,375,000 13,078,125,000 21,633,873,457 20,031,364,312 18,547,559,548 20,213,320,952 Jumlah pendapatan 87,361,875,000 80,890,625,000 126,282,793,210 116,928,512,231 108,267,140,955 119,901,744,737 B. BIAYA
1 Biaya Operasional 13,014,300,000 12,050,277,778 11,157,664,609 10,331,170,934 9,565,899,013 8,857,313,901 2 Biaya Variabel 76,606,657,500 70,932,090,278 110,735,978,224 102,533,313,170 94,938,252,935 105,140,507,719 Jumlah biaya 89,620,957,500 82,982,368,056 121,893,642,833 112,864,484,104 104,504,151,948 113,997,821,620 JUMLAH (A-B) (2,259,082,500) (2,091,743,056) 4,389,150,377 4,064,028,127 3,762,989,007 5,903,923,118
NPV 75,930,244,504
(2)
2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022
7 8 9 10 11 12 13 14
4,340,000
4,340,000 4,340,000 4,340,000 4,340,000 4,340,000 4,340,000 4,340,000 880,000
880,000 880,000 880,000 880,000 880,000 880,000 880,000 92,304,096,098
85,466,755,646 79,135,884,857 73,273,967,461 67,846,266,167 62,820,616,821 58,167,237,798 53,858,553,516 18,716,037,918
17,329,664,739 16,045,985,870 14,857,394,324 13,756,846,596 12,737,820,922 11,794,278,632 10,920,628,363 111,020,134,016
102,796,420,385 95,181,870,727 88,131,361,784 81,603,112,763 75,558,437,744 69,961,516,429 64,779,181,879
8,201,216,575
7,593,719,051 7,031,221,344 6,510,390,133 6,028,139,012 5,581,610,196 5,168,157,589 4,785,331,101 97,352,321,962
90,141,038,853 83,463,924,864 77,281,411,911 71,556,862,881 66,256,354,519 61,348,476,407 56,804,144,821 105,553,538,537
97,734,757,904 90,495,146,208 83,791,802,044 77,585,001,893 71,837,964,716 66,516,633,996 61,589,475,922 5,466,595,479
(3)
2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030
15 16 17 18 19 20 21 22
4,340,000
4,340,000 4,340,000 4,340,000 4,340,000 4,340,000 4,340,000 4,340,000 880,000
880,000 880,000 880,000 880,000 880,000 880,000 880,000 49,869,031,034
46,175,028,735 42,754,656,236 39,587,644,663 36,655,226,540 33,940,024,574 31,425,948,680 29,098,100,629 10,111,692,928
9,362,678,637 8,669,146,887 8,026,987,858 7,432,396,165 6,881,848,301 6,372,081,760 5,900,075,704 59,980,723,962
55,537,707,372 51,423,803,123 47,614,632,521 44,087,622,705 40,821,872,875 37,798,030,439 34,998,176,333
4,430,862,131
4,102,650,121 3,798,750,112 3,517,361,215 3,256,815,940 3,015,570,314 2,792,194,736 2,585,365,496 52,596,430,390
48,700,398,509 45,092,961,583 41,752,742,206 38,659,946,487 35,796,246,747 33,144,672,914 30,689,511,958 57,027,292,521
52,803,048,630 48,891,711,695 45,270,103,421 41,916,762,427 38,811,817,062 35,936,867,650 33,274,877,454 2,953,431,442
(4)
2031 2032 2033 2034 2035 2036 2037 2038
23 24 25 26 27 28 29 30
4,340,000
4,340,000 4,340,000 4,340,000 4,340,000 4,340,000 4,340,000 4,340,000 880,000
880,000 880,000 880,000 880,000 880,000 880,000 880,000 26,942,685,768
24,946,931,266 23,099,010,432 21,387,972,622 19,803,678,354 18,336,739,216 16,978,462,237 15,720,798,368 5,463,033,059
5,058,363,943 4,683,670,318 4,336,731,776 4,015,492,385 3,718,048,505 3,442,637,504 3,187,627,319 32,405,718,827
30,005,295,210 27,782,680,750 25,724,704,398 23,819,170,739 22,054,787,721 20,421,099,742 18,908,425,687
2,393,856,941
2,216,534,204 2,052,346,486 1,900,320,820 1,759,556,315 1,629,218,810 1,508,535,935 1,396,792,533 28,416,214,776
26,311,309,977 24,362,324,053 22,557,707,457 20,886,766,164 19,339,598,300 17,907,035,463 16,580,588,391 30,810,071,716
28,527,844,182 26,414,670,539 24,458,028,276 22,646,322,478 20,968,817,109 19,415,571,398 17,977,380,924 1,595,647,110
(5)
76
Lampiran 8 Perhitungan ekstraksi optimal penambangan batu gamping dan
lempung
t qt St cost pendapatan revenue
1 2,244,340 148,770,000 79,435,542,300 75,746,475,000 (3,689,067,300) 2 2,737,000 146,525,660 87,051,680,556 85,531,250,000 (1,520,430,556) 3 3,229,660 143,788,660 93,103,641,718 93,450,810,185 347,168,467 4 4,433,940 140,559,000 114,499,785,903 118,793,402,778 4,293,616,874 5 4,817,120 136,125,060 114,353,714,712 119,499,536,402 5,145,821,690 6 5,255,000 131,307,940 114,703,592,384 120,706,602,426 6,003,010,042 7 5,255,040 126,052,900 106,207,029,985 111,765,372,617 5,558,342,631 8 5,255,040 120,797,860 98,339,842,579 103,486,456,127 5,146,613,548 9 5,255,040 115,542,820 91,055,409,795 95,820,792,710 4,765,382,914 10 5,255,040 110,287,780 84,310,564,625 88,722,956,213 4,412,391,587 11 5,255,040 105,032,740 78,065,337,616 82,150,885,382 4,085,547,766 12 5,255,040 99,777,700 72,282,720,015 76,065,634,613 3,782,914,598 13 5,255,040 94,522,660 66,928,444,458 70,431,143,160 3,502,698,702 14 5,255,040 89,267,620 61,970,781,906 65,214,021,445 3,243,239,539 15 5,255,040 84,012,580 57,380,353,616 60,383,353,190 3,002,999,573 16 5,255,040 78,757,540 53,129,957,052 55,910,512,213 2,780,555,160 17 5,255,040 73,502,500 49,194,404,678 51,768,992,789 2,574,588,111 18 5,255,040 68,247,460 45,550,374,702 47,934,252,583 2,383,877,881 19 5,255,040 62,992,420 42,176,272,872 44,383,567,206 2,207,294,334 20 5,255,040 57,737,380 39,052,104,511 41,095,895,561 2,043,791,050 21 5,255,040 52,482,340 36,159,356,029 38,051,755,149 1,892,399,121 22 5,255,040 47,227,300 33,480,885,212 35,233,106,620 1,752,221,408 23 5,255,040 41,972,260 31,000,819,641 32,623,246,870 1,622,427,230 24 5,255,040 36,717,220 28,704,462,630 30,206,710,065 1,502,247,435 25 5,255,040 31,462,180 26,578,206,139 27,969,175,986 1,390,969,847 26 ,255,040 26,207,140 24,609,450,129 25,897,385,172 1,287,935,044 27 5,255,040 20,952,100 22,786,527,897 23,979,060,345 1,192,532,448 28 5,255,040 15,697,060 21,098,636,942 22,202,833,653 1,104,196,711 29 5,255,040 10,442,020 19,535,774,946 20,558,179,308 1,022,404,362 30 5,186,980 5,186,980 17,872,497,585 18,788,817,216 916,319,631
(6)
77