Dampak Ekonomi Wisata Alam di Tingkat Lokal

wisatawan antara lain, adalah penginapan homestay, konsumsi catering, souvenir , jasa pemandu guide, transportasi antar pulau dan lainnya. Kegiatan wisata bahari membawa dampak ekonomi yang terlihat jelas di sekitar pulau. Baik di wilayah Utara maupun Selatan, tingginya transaksi ekonomi berdampak pada penyerapan tenaga kerja lokal dan peningkatan pendapatan masyarakat. Secara ringkas, aliran pengeluaran wisatawan terhadap perekonomian lokal dapat ditunjukkan pada Gambar 5. Selain itu, pembangunan sarana infrastruktur oleh pemerintah pun menjadi salah satu indikator terjadinya dampak ekonomi yang positif. Hingga saat ini upaya mengkuantifikasi dampak ekonomi di pada level mikro belum dilakukan. Penilaian dampak ekonomi dapat dilakukan dengan melakukan survei langsung kepada wisatawan, unit usaha penyedia fasilitas wisata, tenaga kerja lokal dan investor yang membuka usaha di lokasi penelitian. Estimasi dampak ekonomi dilakukan dengan menghitung aliran uang pada aktivitas yang dilakukan oleh para pelaku wisata. Sumber: Marine Ecotourism for Atlantic Area 2001. Gambar 5. Aliran Pengeluaran Wisatawan pada Perekonomian Lokal pengeluaran wisatawan Penyedia barang dan jasa untuk kegiatan wisata bahari akomodasi, restoran, transportasi lokal, penyewaan alat supplier tenaga kerja investor Informasi yang ditelusuri sangat terkait dengan hasil analisis yang diharapkan. Marine Ecotourism for Atlantic Area META, 2001 memberikan panduan untuk analisis dampak ekonomi dari kegiatan wisata bahari. Analisis dampak ini dilakukan pada masing-masing kelompok pelaku kegiatan wisata. Kelompok pertama adalah unit usaha lokal penyedia barang dan jasa untuk kegiatan wisata. Informasi penting terkait dengan dampak ekonomi, adalah: 1 proporsi perputaran uang yang berasal dari pengeluaran turis ke unit usaha tersebut, 2 proporsi kesempatan kerja yang diciptakan oleh unit usaha, apakah bersifat full time, part time, atau seasonal, 3 proporsi perputaran aliran uang terhadap tenaga kerja lokal, supplier, investor, pajak, 4 tipe dan kuantitas bahan baku yang dibutuhkan, apakah berasal dari luar atau dalam wilayah, dan 5 rencana investasi ke depan. Sejumlah informasi tersebut memberikan estimasi mengenai dampak langsung direct impact dari pengeluaran wisatawan terhadap masyarakat lokal, estimasi biaya sumberdaya yang diperlukan untuk menyediakan barang dan jasa yang diperlukan oleh wisatawan serta estimasi rencana investasi ke depan. Kelompok kedua adalah pengusaha investor. Informasi penting terkait dengan dampak ekonomi, adalah: 1 rencana investasi ke depan, 2 investasi alternatif yang sedang dilakukan saat ini, 3 jumlah tenaga kerja yang dapat direkrut, dan 4 faktor pendukung atau penghambat yang dirasakan dalam berinvestasi. Sejumlah data tersebut memberikan informasi mengenai displacement effect dari kegiatan wisata di lokasi tersebut. Kelompok ketiga adalah tenaga kerja lokal pada unit usaha lokal penyedia barang dan jasa untuk kegiatan wisata. Informasi penting terkait dengan dampak ekonomi, adalah: 1 jumlah tenaga kerja di lokasi wisata, 2 jumlah jam kerja dan tingkat upah, 3 proporsi pengeluaran sehari-hari pekerja yang dilakukan di dalam dan luar wilayah, 4 kondisi pekerjaan sebelum bekerja di unit usaha saat ini, dan 5 pelatihan yang pernah diikuti. Sejumlah data tersebut memberikan estimasi mengenai efek tidak langsung indirect impact dan induced impact dari pengeluaran wisatawan serta displacement effect of employment dari kegiatan wisata. Kelompok terakhir adalah masyarakat lokal. Informasi penting terkait dengan dampak ekonomi adalah informasi mengenai manfaat dan biaya yang ditimbulkan dari kegiatan wisata tersebut, kebanggaan di tingkat masyarakat lokal, sejauh mana mereka menilai sumberdaya yang tersedia serta WTP untuk mencegah kedatangan wisatawan yang nilainya akan semakin meningkat jika masyarakat merasa dirugikan. Sejumlah data tersebut memberikan informasi mengenai manfaat dan biaya yang dirasakan masyarakat lokal dari kegiatan wisata. Dampak ekonomi pariwisata secara umum mengukur tingkat pengeluaran wisatawan pada unit usaha yang menyediakan produk dan jasa terkait kegiatan wisata. Informasi penting lainnya adalah estimasi jumlah kunjungan wisatawan pada periode tertentu misal per tahun. Estimasi ini tidak hanya terkait jumlah wisatawan namun juga rata-rata lama tinggal. Sehingga dapat terukur pengeluaran rata-rata wisatawan pada periode tertentu. Umumnya setiap negara memiliki data statistik mengenai hal ini. Tetapi untuk cakupan studi yang terbatas pada lokasi tertentu seperti penelitian ini maka informasi diperoleh melalui survei langsung kepada wisatawan. Estimasi nilai aliran uang dari keseluruhan transaksi pada suatu lokasi wisata akan lebih lengkap jika turut pula dihitung nilai kebocoran ekonomi leakage dan nilai pengganda multiplier ekonomi. Nilai kebocoran menunjukkan sejumlah aliran uang yang dari pengeluaran wisatawan yang keluar dari perekonomian lokal atau tidak sampai ke masyarakat lokal. Semakin tinggi kebocoran maka dampak ekonomi yang diterima ditingkat lokal pun akan semakin rendah. Nilai multiplier ekonomi merupakan nilai yang menunjukkan sejauhmana pengeluaran wisatawan akan menstimulasi pengeluaran lebih lanjut, sehingga pada akhirnya meningkatkan aktivitas ekonomi di tingkat lokal. Menurut terminologi, terdapat tiga efek multiplier, yaitu efek langsung direct effect, efek tak langsung indirect effect dan efek lanjutan induced effect. Wells 1997 menyatakan multiplier ekonomi hanya akan tercipta pada lokasi wisata yang sumberdayanya belum dimanfaatkan secara optimal, misalnya masih terdapat pengangguran. Ketiga efek ini digunakan untuk menghitung ekonomi yang selanjutnya digunakan untuk mengetimasi dampak ekonomi di tingkat lokal. Terdapat banyak terminologi multiplier pariwisata, dimana setiap tipe memiliki arti tersendiri. Tourism Income Multiplier TIM merupakan terminologi yang paling banyak mendapat perhatian. TIM menunjukkan kaitan antara tambahan pengeluaran wisatawan dan perubahannya sebagai hasil dari tingkat pendapatan pada perekonomian. Sebagai respon terhadap multiplier pendapatan, lebih lanjut multiplier ini dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu ortodox income multiplier disebut juga ratio multiplier dan unortodox income multiplier. Vanhove 2005 membedakan kedua tipe multiplier pendapatan tersebut berdasarkan komponen pembagi dari pendapatan yang dihasilkan pada kegiatan pariwisata. Adapun teknik penghitungan dari masing-masing tipe multiplier adalah sebagai berikut: 1. Orthodox Income Multiplier a. Tipe I adalah pendapatan langsung + tak langsung pendapatan langsung. b. Tipe II adalah pendapatan langsung + tak langsung + induced pendapatan langsung. 2. Unortodox Income Multiplier a. Tipe I adalah pendapatan langsung + tak langsung perubahan permintaan akhir tambahan pengeluaran. b. Tipe II adalah pendapatan langsung + tak langsung + induced perubahan permintaan akhir tambahan unit pengeluaran. Banyak teknik yang digunakan untuk menghitung TIM. Salah satunya adalah penghitungan multiplier pendapatan baik ortodox maupun unortodox multiplier dengan formulasi persamaan multiplier keynesian tradisional, yaitu dengan rumus sebagai berikut Vanhove, 2005: MPC 1 1 m c 1 1 k .........................................................................3.1 dimana: K = multiplier pendapatan MPC = Marginal Propensity to consume MPS = Marginal Propensity to save Selanjutnya perhitungan ini dilakukan tidak hanya melibatkan persamaan tabungan tetapi juga pajak dari pendapatan dan pengeluaran untuk impor. Sehingga persamaan di atas disempurnakan menjadi: MPS]MPM} - MTR - {[1 MPS MTR 1 k ........................................3.2 MPS]MPM} - MTR - {[1 MPS MTR L - 1 k ........................................3.3 dimana: L = Leakage Persamaan di atas sangat sederhana dan tidak dapat mengukur variasi bentuk dan keterkaitan antar sektor dan kebocoran dalam perekonomian. Copper 1998 menyatakan model keynesian yang lebih kompleks dan komprehensif sekalipun yang dibangun untuk sejumlah studi tidak akan mampu membuktikan tingkat yang lebih detail yang dibutuhkan dalam pengambilan keputusan dan perencanaan. Selanjutnya mereka menyarankan penggunaan Model Ad Hoc. Model ini hampir sama dengan dengan prinsip pendekatan keynesian. Model ini cocok untuk analisis regional, dimana bila digunakan analisis input output yang lengkap akan sangat mahal dan tidak praktis. Model Ad Hoc adalah sebagai berikut: BC 1 1 A …………………………………………………………..3.4 dimana A: Proporsi tambahan pengeluaran wisatawan yang merupakan sisa ekonomi dari kebocoran putaran pertama, dimana A = 1-L B: Propensity konsumsi masyarakat lokal terhadap perekonomian lokal C: Proporsi pengeluaran masyarakat lokal yang terjadi sebagai pendapatan pada perekonomian lokal Model lebih lanjut dari model Ad Hoc dibangun oleh Archer dan Owen 1971, menjadi: N 1 j n 1 i n 1 i i i i i ij j V Z X c 1 1 . V K Q ................................................................3.5 dimana: j : kategori wisatawan, j = 1 hingga n I : tipe unit bisnis, i = j = 1 hingga n Q j : proporsi pengeluaran wisatawan yang dibelanjakan oleh tipe turis ke j K ji : proporsi pengeluaran dari wisatawan ke j pada unit bisnis ke i V i : pendapatan langsung dan tak langsung yang dihasilkan dari pengeluaran unit bisnis ke i X i : proporsi pengeluaran total dari penduduk suatu wilayah pada unit bisnis ke i Z i : proporsi dari X i yang terjadi di dalam area C : Marginal Propensity to Consume Pengukuran TIM juga dapat dilakukan dengan analisis Input-Output I-O yang menyediakan pendekatan keseimbangan umum untuk mengukur dampak ekonomi yang lebih akurat dibandingkan pendekatan keseimbangan parsial, yang telah didiskusikan sebelumnya. Analisis I-O sangat sering digunakan untuk mengestimasi penciptaan pendapatan dan kesempatan kerja. Metode ini disebut paling baik namun diperlukan dukungan data sekunder yang lengkap. Sejumlah informasi dan teknik penghitungan di atas dapat digunakan untuk mengestimasi dampak ekonomi serta kebocoran yang terjadi di tingkat lokal pulau. Informasi ini diharapkan dapat digunakan untuk mengidentifikasi produk yang dibutuhkan namun belum tersedia, besarnya permintaan akan barang tersebut dan manfaat apa yang akan diterima oleh masyarakat. Hal ini memungkinkan pengambil keputusan mampu menentukan prioritas pembangunan input yang dibutuhkan wisatawan dan masyarakat lokal agar dampak ekonomi semakin meningkat. Dampak ekonomi terhadap kehidupan ekonomi masyarakat, khususnya pendapatan masyarakat lokal perlu diketahui dan dipahami. Hal ini merupakan indikator penting mengenai sejauhmana pengembangan wisata alam menguntungkan masyarakat sesuai dengan tujuannya meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat setempat.

3.2 Pengukuran Economic Value

Penilaian dampak ekonomi wisata alam berfokus pada kontribusi ekonomi kegiatan wisata pada suatu wilayah, namun penilaian ini tidak dapat menunjukkan nilai manfaat jasa lingkungan dari atraksi dan jasa wisata yang diberikan suatu sumberdaya. Khususnya pada kegiatan rekreasi yang tidak memiliki harga pasar unpriced recreation, manfaat yang dirasakan wisatawan berguna untuk menilai jasa lingkungan yang juga merupakan nilai guna langsung keberadaan suatu sumberdaya untuk kegiatan non ekstraktif. Nilai manfaat jasa lingkungan yang dirasakan wisatawan dari keberadaan sumberdaya untuk wisata alam diwujudkan oleh keseluruhan kesediaan membayar aggregate WTP wisatawan untuk menikmati kegiatan rekreasi. WTP diekpresikan oleh pengeluaran wisatawan, namun pengeluaran wisatawan semata bukan merupakan penilaian yang tepat akan economic value suatu sumberdaya, karena sejumlah wisatawan membayar melakukan pembelanjaan lebih rendah dibandingkan kesediaan membayarnya Dixon dan Sherman, 1990; Linberg, 1991. Perbedaan antara WTP wisatawan dengan pengeluaran aktual wisatawan disebut surplus konsumen consumer surplus. WTP total atau total economic value dari jasa lingkungan untuk kegiatan wisata adalah pengeluaran aktual wisatawan ditambah surplus konsumen. Surplus konsumen diperoleh dengan menganalisis permintaan wisata fasilitas atau jasa rekreasi terlebih dahulu. Permintaan individu terhadap suatu kunjungan rekreasi didasarkan pada harapan akan manfaat benefit dari kegiatan tersebut. Jika manfaat harapan lebih kecil dibandingkan biaya yang dikeluarkan maka wisatawan tidak akan melakukan suatu perjalanan wisata. Sebaliknya ketika manfaat harapan lebih besar dibandingkan biaya yang dikeluarkan maka perjalanan wisata akan dilakukan dan wisatawan akan memperoleh manfaat bersih net benefit. Manfaat bersih ini dalam literatur ekonomi dikenal sebagai surplus konsumen dan hal ini merepresentasikan suatu nilai value yang sangat berguna bagi penentu kebijakan, manajer dan pengambil keputusan yang berkaitan dengan kegiatan rekreasi dan industri wisata Marsinko et al. 2002. Sejumlah metode telah dibangun untuk mengetimasi WTP dan surplus konsumen wisatawan serta telah diaplikasikan di sejumlah negara berkembang sejak tahun 1990. Metode yang umumnya digunakan adalah CVM yang merupakan metode langsung dan TCM sebagai metode tidak langsung. Khususnya TCM sering digunakan untuk mengestimasi nilai manfaat yang dirasakan pengguna dari suatu kawasan wisata seperti pantai, taman dan lokasi bersejarah Liston dan Heyes, 1999. Dengan TCM pengeluaran wisatawan yang terkait dengan perjalanan rekreasi diperlakukan sebagai biaya perjalanan yang merupakan penjumlahan dari biaya yang dikeluarkan terkait dengan jarak tempuh dan nilai waktu selama berwisata Englin dan Shonkwiler, 1995. Selanjutnya keseluruhan biaya yang