Pengukuran Economic Value KERANGKA PEMIKIRAN

value dari jasa lingkungan untuk kegiatan wisata adalah pengeluaran aktual wisatawan ditambah surplus konsumen. Surplus konsumen diperoleh dengan menganalisis permintaan wisata fasilitas atau jasa rekreasi terlebih dahulu. Permintaan individu terhadap suatu kunjungan rekreasi didasarkan pada harapan akan manfaat benefit dari kegiatan tersebut. Jika manfaat harapan lebih kecil dibandingkan biaya yang dikeluarkan maka wisatawan tidak akan melakukan suatu perjalanan wisata. Sebaliknya ketika manfaat harapan lebih besar dibandingkan biaya yang dikeluarkan maka perjalanan wisata akan dilakukan dan wisatawan akan memperoleh manfaat bersih net benefit. Manfaat bersih ini dalam literatur ekonomi dikenal sebagai surplus konsumen dan hal ini merepresentasikan suatu nilai value yang sangat berguna bagi penentu kebijakan, manajer dan pengambil keputusan yang berkaitan dengan kegiatan rekreasi dan industri wisata Marsinko et al. 2002. Sejumlah metode telah dibangun untuk mengetimasi WTP dan surplus konsumen wisatawan serta telah diaplikasikan di sejumlah negara berkembang sejak tahun 1990. Metode yang umumnya digunakan adalah CVM yang merupakan metode langsung dan TCM sebagai metode tidak langsung. Khususnya TCM sering digunakan untuk mengestimasi nilai manfaat yang dirasakan pengguna dari suatu kawasan wisata seperti pantai, taman dan lokasi bersejarah Liston dan Heyes, 1999. Dengan TCM pengeluaran wisatawan yang terkait dengan perjalanan rekreasi diperlakukan sebagai biaya perjalanan yang merupakan penjumlahan dari biaya yang dikeluarkan terkait dengan jarak tempuh dan nilai waktu selama berwisata Englin dan Shonkwiler, 1995. Selanjutnya keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk mencapai lokasi wisata menjadi suatu harga pengganti surrogate price yang dibayarkan oleh wisatawan kepada lokasi tersebut. Hal ini yang mendasari bahwa fungsi permintaan rekreasi merupakan estimasi terhadap surplus konsumen dari lokasi wisata dan beragam aktivitasnya dengan menghitung wilayah di bawah kurva permintaan dan di atas harga implisit Freeman, 1993 dalam Iamtrakul et al. 2005 Asumsi yang mendasari TCM adalah biaya yang dikeluarkan untuk berpergian ke tempat rekreasi merefleksikan nilai dari lokasi rekreasi tersebut. Keputusan individu untuk melakukan perjalanan wisata sangat dipengaruhi oleh biaya perjalanan merupakan biaya yang dikeluarkan oleh pengunjung untuk kegiatan rekreasi dalam satu kali kunjungan. Biaya tersebut diperoleh dari penjumlahan dari biaya transportasi, biaya dokumentasi, biaya konsumsi selama di lokasi rekreasi, biaya menginap, biaya penyewaan peralatan dan biaya pembelian souvenir. Secara teori biaya perjalanan akan berpengaruh negatif pada permintaan rekreasi. Selain faktor biaya perjalanan, sejumlah faktor sosial ekonomi juga turut mempengaruhi permintaan rekreasi. Faktor sosial ekonomi tersebut diantaranya adalah pendapatan, pendidikan, usia, jarak dan keberadaan objek wisata substitusi. Umumnya model permintaan rekreasi konvensional hanya menganalisis faktor- faktor yang mempengaruhi permintaan rekreasi seperti biaya, waktu, jarak, pendapatan dan pendidikan, seperti yang dilakukan oleh Garrod dan Kenneth 1999, dalam mengestimasi fungsi permintaan rekreasi pada sejumlah FRA di Malaysia. Model yang diduga dengan ITCM tersebut dirumuskan sebagai berikut: M , N , H , A , Y , S , E , C f V i i i i i ij ij ij ij ....................................................3.6 dimana: V ij : Jumlah kunjungan yang dilakukan individu i ke lokasi j. C ij : Biaya rekreasi yang dihabiskan individu i di lokasi j. E ij : Perkiraan individu ke i terhadap waktu yang akan dihabiskan di lokasi j. Y i : Pendapatan rumahtangga individu ke i. A i : Usia individu ke i. H i : Jumlah anggota keluarga individu ke i. N i : Jumlah rombongan ingdividu ke i. M i : Dummy, D=1 jika individu ke i merupakan anggota outdoor organization dan D=0 sebaliknya. Sementara Nam dan Tran 2001, juga membangun fungsi permintaan dalam mengestimasi fungsi permintaan rekreasi ke objek wisata terumbu karang di Vietnam. Model permintaan rekreasi yang dibangun dengan ITCM adalah sebagai berikut: V i = fTC i , S i ........................................................................................3.7 dimana V i : Jumlah kunjungan individu i selama 1 tahun terakhir. TC i : Biaya perjalanan yang dikeluarkan. S i : Faktor-faktor lain yang mempengaruhi permintaan rekreasi ke lokasi tersebut, yang meliputi: pendapatan, biaya substitusi, usia, jenis kelamin, status pernikahan dan tingkat pendidikan. Selain dua model permintaan rekreasi di atas, model permintaan rekreasi pooled data formulasi dari Bockstael, Strand dan Hanemann 1987 sedikit berbeda. Model ini diterapkan untuk individu, yang mempunyai corner solution untuk pasar tenaga kerja dan formulasi konvensional biaya penuh untuk individu yang mampu mensubstitusikan dengan mudah antara waktu dengan pendapatan. Formulasi biaya penuh ini adalah pengeluaran out money of pocket ditambah pendapatan rata-rata aktual yang diaplikasikan terhadap waktu perjalanan. Individu dalam contoh dikategorikan dalam mampu atau tidak mampu mensubstitusikan waktu dengan pendapatan. Model permintaan rekreasi formulasi McKean et al. 1995, adalah sebagai berikut: r = b + D r {b 1 c r + r I + b 2 c a + a I} + b 3 I + D d {b 4 c r + b 5 r + b 6 a + b 7 DT} + e i ..........................................................................3.8 dimana: r : Jumlah kunjungan selama satu tahun. c r : Biaya perjalanan ke lokasi. c a : Biaya perjalanan lokasi substitusi. r : Waktu untuk melakukan perjalanan ke lokasi. a : Waktu perjalanan ke lokasi substitusi. I : Pendapatan. DT : Waktu diskrit. e i : Error term. D r : Dummy, D=1 jika individu memiliki karakteristik pasar tenaga kerja dalam keseimbangan dan D=0 jika sebaliknya. D d : Dummy, D=1 jika individu terlihat memiliki karakteristik pasar tenaga kerja dalam ketidakseimbangan dan D=0 jika sebaliknya. Permintaan rekreasi merupakan cerminan dari jumlah kunjungan rekreasi selama periode waktu tertentu, sebagai independent variable adalah biaya perjalanan ke lokasi, biaya perjalanan ke lokasi wisata substitusi alternatif, waktu tempuh ke lokasi, waktu tempuh ke lokasi wisata alternatif, pendapatan dan jumlah hari libur waktu diskrit. Kendala waktu dan biaya tidak dapat digabung menjadi satu untuk responden yang memiliki karakteristik pasar tenaga kerja dalam ketidakseimbangan, oleh karena itu waktu dan biaya muncul sebagai independent variable yang terpisah Ward, 1983. Setelah persamaan di atas diregresikan maka nilai surplus konsumen akan diperoleh dengan menegatif- inverskan koefisien biaya perjalanan Hellerstein, 1993.

3.3 Analisis Kebijakan Pengelolaan Wisata

Pengelolaan wisata alam tidak lepas dari prinsip ekonomi, konservasi dan pelibatan masyarakat lokal. Demikian halnya dengan pengembangan wisata bahari di Kepulauan Seribu, masyarakat dipandang dapat terlibat dan menunjang kegiatan ini. Keterlibatan dan partisipasi masyarakat dalam kegiatan ini diharapkan akan mampu memberikan tambahan pendapatan kepada masyarakat lokal secara memadai, di samping pendapatan dari sektor pembangunan lainnya. Pengembangan pariwisata idealnya akan menciptakan berbagai jenis lapangan pekerjaan bagi masyarakat pulau in situ maupun masyarakat di luar pulau. Kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan pelibatan, partisipasi dan peran serta masyarakat setempat secara aktif didalamnya, sebab masyarakat lokal merupakan pemilik lokasi wisata tersebut dan umumnya kehidupannya masih tergantung dari potensi sumberdaya alam yang ada di sekitar pulau natural endowment, di samping tingkat kehidupan sosial ekonominya masih sederhana sehingga perlu ditingkatkan. Guna meningkatkan dampak ekonomi, harus diupayakan sedemikian rupa agar terjadi peningkatan jumlah aliran uang yang berasal dari pengeluaran wisatawan. Oleh karena itu potensi, produk dan jasa yang ditawarkan terkait wisata alam harus terus ditingkatkan. Suatu potensi wisata alam, budaya dan buatan akan menjadi produk wisata setelah objek wisata dilengkapi dengan unsur aksesibilitas, amenitas dan hospitality yang menyatu dengan objek wisata. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah sifat seasonal kegiatan wisata bahari, dimana terdapat kecenderungan jumlah kunjungan yang tinggi pada waktu-waktu tertentu, hal ini akan berdampak pada kondisi lingkungan sumberdaya alam dan juga pendapatan masyarakat. Antisipasi terhadap kedua dampak tersebut menjadi sangat penting guna memelihara keberlanjutan kualitas lingkungan sumberdaya alam yang merupakan modal kegiatan wisata serta guna