Dampak Aktifitas Wisata Bagi Masyarakat Pulau

Rasa ketergangguan masyarakat umumnya dikarenakan cara berpakaian para wisatawan dan tingkah laku wisatawan yang sedikit bebas tidak mempertimbangkan norma masyarakat sekitar. Umumnya masyarakat mengkhawatirkan dampaknya bagi kaum muda di wilayah tersebut. Keuntungan yang dirasakan masyarakat lokal dari pariwisata, pada praktiknya masih terbatas. Kesempatan kerja yang tersedia pun masih pekerjaan kelas rendahan. Sejumlah kendala penting terjadi dalam upaya peningkatan keterlibatan penduduk setempat dalam wisata berbasis masyarakat lokal, yaitu: 1 keterbatasan keterampilan dan pengalaman, 2 keterbatasan akses terhadap pasar, 3 kurangnya modal untuk investasi, 4 minimnya legal aspek atau hak kepemilikikan tempat wisata, 5 ketidakmampuan bersaing dengan usaha wisata yang lebih besar, 6 kurangnya dukungan untuk sektor informal, dan 7 kurangnya ketersediaan finansial Ashley, 1995. Beberapa negara maju mempunyai usaha yang sistematis untuk mengatasi kendala-kendala ini. Salah satu kendala signifikan pada pelibatan masyarakat lokal dalam wisata alam adalah kurangnya dukungan finansial. Tanpa kredit bersuku bunga rendah dan mekanisme yang workable, kesempatan masyarakat lokal untuk berpartisipasi dalam wisata sangat terbatas. Partisipasi masyarakat dalam wisata alam dapat direalisasikan melalui join venture dengan sektor swasta atau pemerintah. Hal tersebut akan membutuhkan capacity building dalam masyarakat dan peranan LSM dalam hal ini sangat penting. Selain itu, dari kedua pulau terlihat bahwa masyarakat lokal menghadapi situasi yang berbeda dengan pihak swasta dalam memutuskan produk wisata apa yang akan dihasilkan. Pihak swasta investor menentukan produk berdasarkan permintaan pasar potensial market driven, namun masyarakat lokal berdasarkan model penawaran supply driven yaitu unit usaha lokal mampu mengidentifikasi jasa wisata apa yang diperlukan wisatawan dan kemudian mampu menawarkannya kepada wisatawan berdasarkan sumberdaya lokal. Hal ini terlihat dari bentuk homestay yang ada di P. Pramuka. Terlihat perbedaan tipe homestay yang disediakan oleh investor luar pulau dengan yang dimiliki oleh masyarakat lokal. Umumnya homestay yang dibangun oleh investor lebih baik dari segi kondisi dan standar pelayanannya. Awalnya pendekatan market driven penting untuk mengeksploitasi hal baru yang potensial di pasar guna meminimalisir resiko berusaha. Akan tetapi supply driven lebih sesuai dalam menjamin kelayakan suatu unit usaha, dimana unit usaha jasa wisata disesuaikan dengan kondisi fisik, ekologi dan budaya lokal. Keterbatasan dalam mengakses informasi, keterampilan dan modal juga menjadi kendala dalam menyesuaikan keinginan masyarakat penyedia jasa wisata dengan permintaan pasar wisata Ashley dan Garland, 1994. Masyarakat lokal pun dirugikan akibat minimnya informasi mengenai pasar wisata dan supplier jasa wisata lainnya, akibatnya terjadi over supply dalam menghasilkan handiracft atau produk kerajinan lokal, contohnya pada kerajinan kripik sukun di kedua daerah, yang pada waktu-waktu tertentu mengalami over supply dan belum terdapat alternatif pengelolaan dari buah sukun, selain pembuatan kripik. Ashley dan Garland 1994 telah melakukan studi perbandingan mengenai manfaat dari empat tipe usaha penginapan di Namibia, yaitu: 1 milik pribadi, 2 pribadi yang melakukan sharing pendapatan dengan masyarakat, 3 join venture kepemilikan, dimana masyarakat lokal memiliki lahan tempat dimana penginapan pribadi berdiri dan pemilik membayar jasa penyewaan kepada masyarakat, dan 4 milik masyarakat namun pengelolaannya dilakukan oleh usaha wisata. Studi ini menunjukkan bahwa penginapan dengan sistem joint venture memberikan profit yang paling tinggi bagi masyarakat dan hal ini akan menjadi insentif bagi masyarakat lokal untuk terus melakukan upaya konservasi. Sebaliknya penginapan pribadi tanpa adanya pembagian hasil akan mendapatkan sedikit dukungan dari masyarakat Ashley, 1995; Ashley dan Garland, 1994.

6.6. Dampak Negatif Aktifitas Wisata Bahari

Sebuah aktivitas baru dipastikan akan membawa dampak positif yang diharapkan dan berpotensi mendatangkan dampak negatif yang sesungguhnya bisa diperhitungkan dan dieliminasi. Dampak positif yang nyata terlihat adalah timbulnya aktivitas ekonomi dan peningkatan kualitas layanan publik. Dampak negatif yang terlihat dari aktivitas wisata bahari di kedua pulau dapat dilihat dari berbagai sisi. Sampah baik yang dihasilkan wisatawan maupun aktivitas sehari-hari warga masyarakat merupakan dampak negatif dari sisi lingkungan. Upaya Sudin Kebersihan di P. Untung Jawa sudah terlihat dengan adanya kegiatan membersihkan sampah yang rutin setiap hari dan fasilitas tempat sampah yang memadai, namun di P. Pramuka upaya untuk menanggulangi sampah belum banyak dilakukan. Dampak negatif dari sisi ekonomi yang terlihat adalah adanya kecenderungan kenaikan harga inflasi untuk produk-produk yang dibutuhkan oleh wisatawan dan juga dibutuhkan oleh masyarakat. Harga-harga makanan dan bahan bakar lebih tinggi. Peningkatan harga selain karena sebagian besar bahan makanan harus didatangkan dari daratan Jakarta juga dikarenakan wisatawan mau dan bersedia membayar lebih tinggi dari masyarakat lokal. Ada beberapa solusi untuk mengatasi masalah ini. Misalnya dengan menerapkan sistem harga yang berbeda antara harga untuk wisatawan dan harga untuk masyarakat lokal. Dampak negatif yang mulai terlihat adalah adanya displacement effect pada pembangunan sejumlah homestay. Pembangunan homestay yang lebih baru dan dekat dengan pantai di P. Untung Jawa menurunkan pendapatan pemilik homestay yang lebih dahulu berdiri. Sedangkan pembangunan homestay yang lebih baru dan lengkap fasilitasnya dibangun investor luar pulau di P. Pramuka juga lebih diminati wisatawan. Hal ini berakibat pada penurunan permintaan pada homestay milik masyarakat lokal yang sebelumnya telah berdiri.

6.7 Upaya Peningkatan Keuntungan Ekonomi Masyarakat

Beberapa hal dapat digunakan untuk meningkatkan keuntungan ekonomi dari sektor pariwisata dalam hal ini wisata alam, dalam hal keuntungan dan distribusi keuntungan secara geografis dan sosial. Beberapa upaya tersebut antara lain, adalah: 1. Membangun sarana dan prasarana wisata yang lebih lengkap guna memperpanjang masa tinggal dan pengeluaran belanja wisatawan, hal ini pun dapat dilakukan dengan membangun atraksi dan aktivitas wisata yang lebih baik dan melakukan kerjasama dengan asosiasi dengan program perjalanan. 2. Penyebaran pembangunan pariwisata dan keuntungannya secara geografis. 3. Mendirikan jejaring lintas sektoral yang lebih kuat, dengan cara mengintegrasikan pariwisata menjadi ekonomi lokal, regional dan nasional