Analisis Stakeholder KEBIJAKAN PENGELOLAAN

wisata serta pengaruh dan kekuatannya dapat dilihat pada Tabel 22 dan 23. Kepentingan stakeholder dalam kebijakan pengelolaan wisata dipengaruhi oleh faktor sosial, ekonomi dan budaya. Pengaruh stakeholder yang berbeda-beda dalam kebijakan ini dipengaruhi oleh politik, birokrasi dan struktural. Hasil dari kajian pada Tabel 21 dan 22 digunakan sebagai dasar dalam penyusunan matriks kepentingan dan pengaruh stakeholder dalam kebijakan pengelolaan wisata di Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu seperti yang ditunjukkan pada Gambar 18 dan 19. Hasil analisis stakeholder menetapkan beberapa stakeholder primer yang akan diikutsertakan dalam merumuskan kebijakan pengelolaan wisata bahari di wilayah Kepulauan Seribu. Pihak yang terlibat di kedua pulau tidak seluruhnya sama. Stakeholder primer di P. Untung Jawa adalah Bappekab, Sudin Pariwisata dan Sudin UKM dan Koperasi. Gambar 18. Matriks Kepentingan dan Pengaruh Stakeholder dalam Pengelolaan Wisata di Pulau Untung Jawa Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu Rendah Tinggi Tinggi Tingka t Pen gar uh Tingkat Kepentingan 5 34 1 2 6 89 10 7 Keterangan: 1. Bappekab 2. Sudin Pariwisata 3. Sudin Perikanan dan Kelautan 4. Sudin PU 5. Sudin Kebersihan 6. Sudin UKM dan Koperasi 7. Masyarakat Pengelola 8. Investor Luar Pulau 9. Pemilik Unit Usaha Lokal 10. Masyarakat Lokal Tabel 21. Analisis Stakeholder Wisata Bahari di Pulau Untung Jawa Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu Tahun 2008 Stakeholder Kriteria Evaluasi Keputusan Kepentingan Sikap Kekuatan Pengaruh Total S F P Keterlibatan Tingkat Keterlibatan Suku Dinas Pariwisata  Mengembangkan pariwisata  Melakukan promosi dan peningkatan atraksi wisata  Memberikan pelatihan kepada unit usaha dan tenaga kerja lokal 3 4 4 4 12 36 Terlibat Pengambil keputusan Badan Perencana Pembangunan Kabupaten Bappekab  Membuat masterplan dan rencana strategis pengembangan wisata  Melakukan koordinasi dengan instansi lain dalam mengembangkan wisata 3 3 4 5 12 36 Terlibat Pengambil keputusan Suku Dinas Perikanan dan Kelautan  Membina masyarakat nelayan  Rehabilitasi ekosistem laut  Koordinasi dengan sudin pariwisata mengembangkan wisata 2 3 4 3 10 20 Terlibat Pemberi pertimbangan Suku Dinas Pekerjaan Umum  Membangun sarana dan prasarana wisata  Meningkatkan fasilitas wisata 3 4 4 3 11 33 Terlibat Pengambil keputusan Suku Dinas Kebersihan  Mengelola kebersihan lingkungan dan sarana prasarana wisata 3 4 4 3 11 33 Terlibat Pengambil keputusan Suku Dinas UKM dan Koperasi  Pendampingan UKM  Pengembangan produk 3 3 4 3 10 30 Terlibat Pemberi pertimbangan 140 Tabel 21. Lanjutan Masyarakat pengelola wisata  Mengelola kegiatan wisata  Meningkatkan pendapatan masyarakat 3 4 3 2 9 27 Tidak Terlibat Pemberi pertimbangan Investor luar pulau  Membuka lapangan pekerjaan  Meningkatkan keuntungan 2 3 5 2 10 20 Terlibat Penerima informasi Pemilik Unit Usaha Lokal  Meningkatkan kesejahteraan  Meningkatkan aktivitas ekonomi 3 2 2 2 6 18 Tidak Terlibat Penerima informasi Masyarakat lokal  Memperoleh pekerjaan  Meningkatkan kesejahteraan 2 2 2 1 5 10 Tidak Terlibat Penerima informasi Keterangan: S: Sumberdaya Manusia, F: Finansial, P: Politik Tabel 22. Analisis Stakeholder Wisata Bahari di Pulau Pramuka Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu Tahun 2008 Stakeholder Kriteria Evaluasi Keputusan Kepentingan Sikap Kekuatan Pengaruh Total S F P Keterlibatan Tingkat Keterlibatan Suku Dinas Pariwisata  Mengembangkan wisata  Melakukan promosi dan peningkatan atraksi wisata  Memberikan pelatihan kepada unit usaha dan tenaga kerja lokal 3 4 4 4 12 36 Terlibat Pengambil keputusan Sudin Dinas Pekerjaan Umum  Membangun sarana dan prasarana wisata  Meningkatkan fasilitas wisata 2 3 4 3 10 20 Terlibat Pemberi pertimbangan 141 Tabel 22. Lanjutan Badan Perencana Pembangunan Kabupaten Bappekab  Membuat masterplan dan rencana strategis pengembangan wisata  Melakukan koordinasi dengan instansi lain dalam mengembangkan wisata 3 3 4 5 12 36 Terlibat Pengambil keputusan Suku Dinas Perikanan dan Kelautan  Membina masyarakat nelayan  Rehabilitasi ekosistem laut  Koordinasi dengan sudin pariwisata mengembangkan wisata 2 3 4 3 10 20 Terlibat Pemberi pertimbangan Suku Dinas Kebersihan  Mengelola kebersihan lingkungan dan sarana prasarana wisata 2 3 3 3 9 18 Tidak Terlibat Penerima Informasi Suku Dinas UKM dan Koperasi  Pendampingan UKM  Pengembangan produk unggulan 2 3 4 3 10 20 Terlibat Pemberi pertimbangan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu TNLKS  Mengelola TNLKS  Menetapkan kebijakan strategis terkait pengelolaan TNLKS 3 4 4 3 11 33 Terlibat Pengambil keputusan Investor luar pulau  Membuka lapangan pekerjaan  Meningkatkan keuntungan 3 3 5 2 10 30 Terlibat Pemberi pertimbangan Pemilik Unit Usaha Lokal  Meningkatkan kesejahteraan  Meningkatkan aktivitas ekonomi 3 2 3 2 7 21 Tidak Terlibat Pemberi pertimbangan Masyarakat lokal  Memperoleh pekerjaan  Meningkatkan kesejahteraan 2 2 2 1 5 10 Tidak Terlibat Penerima Informasi Lembaga Non Pemerintah LSM  memberikan pengetahuan dan pendampingan khusus tentang kawasan wisata dan konservasi,  melakukan kontak langsung dan kerjasama dengan masyarakat sasaran 3 4 4 2 10 30 Terlibat Pemberi pertimbangan Keterangan: S: Sumberdaya Manusia, F: Finansial, P: Politik 142 Sedangkan stakeholder primer di P. Pramuka adalah Bappekab, Sudin Pariwisata, Sudin UKM dan Koperasi, TNLKS serta LSM. Perbedaan mengenai keberadaan TNLKS dan LSM di kedua pulau dikarenakan kedua pihak ini hanya terdapat memiliki wilayah kerja di kawasan Kepulauan Seribu Utara dimana P. Pramuka berada. Pihak-pihak inilah yang selanjutnya dianggap berkompeten dalam merumuskan kebijakan pengelolaan wisata berbasis masyarakat lokal yang ada di kawasan Kepulauan Seribu. Gambar 19. Matriks Kepentingan dan Pengaruh Stakeholder dalam Pengelolaan Wisata di Pulau Pramuka Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu 8.6 Alternatif Rekomendasi Kebijakan Pengelolaan Wisata Bahari Tahapan akhir penelitian ini adalah merumuskan alternatif rekomendasi kebijakan pengelolaan wisata alam berbasis masyarakat lokal. Seluruh analisis yang telah dilakukan sebelumnya, yang meliputi analisis dampak ekonomi, Rendah Tinggi Tinggi Tingka t Pen gar uh Tingkat Kepentingan 3 4 1 2 7 6 11 5 9 8 10 Keterangan: 1. Bappekab 2. Sudin Pariwisata 3. Sudin Perikanan dan Kelautan 4. Sudin PU 5. Sudin Kebersihan 6. Sudin UKM dan Koperasi 7. TNKL 8. Investor Luar Pulau 9. Pemilik Unit Usaha Lokal 10. Masyarakat Lokal 11. LSM penilaian jasa lingkungan, analisis persepsi dan prefrensi serta SWOT, dipetakan dan dijadikan bahan diskusi lebih lanjut. Peserta diskusi mendalam ini adalah para stakeholder yang telah ditentukan sebelumnya. Konsep dari diskusi ini adalah bagaimana menerapkan pariwisata berkelanjutan sustainable tourism pada wisata alam berbasis masyarakat lokal, dimana kegiatan ini harus menjaga keseimbangan antara keuntungan yang dihasilkan tanpa mengorbankan sumberdaya alam, kebudayaan, atau ekologi. IFTO 1994 menyatakan terdapat empat kebutuhan utama untuk pemeliharaan jangka panjang dari daerah tujuan pariwisata, yaitu: 1 populasi harus tetap sejahtera dan mempertahankan identitas kebudayaan mereka, 2 daerah wisata harus tetap menarik bagi turis, 3 tidak ada yang dilakukan untuk merusak ekologi, dan 4 terdapat kerangka politik yang efektif. Adapun beberapa alternatif rekomendasi yang dihasilkan untuk pengelolaan wisata alam berbasis masyarakat lokal adalah sebagai berikut: Kebijakan 1. Mempertegas Kebijakan dan Penguatan Kelembagaan 1. Mempertegas dan memperjelas kebijakan pengembangan wisata dan sektor pendukungnya. Sejauh ini belum tersedia payung hukum dalam pengelolaan maupun pengembangan wisata alam di kawasan ini. Kebijakan yang jelas dan tegas diwujudkan dengan adanya Rencana Tata Ruang masterplan pengembangan wisata yang mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah. Selain masterplan, Pemda juga harus memiliki Rencana Strategi RENSTRA pengembangan sektor pariwisata untuk periode tertentu lengkap dengan roadmap mencapai target pengembangan tersebut. Sebagai acuan pengembangan objek wisata, Pemda juga harus memiliki Rencana Induk Pengembangan Objek Wisata RIPOW. Agar memiliki kekuatan hukum, sebaiknya dokumen kebijakan tadi diperkuat dengan Peraturan Daerah PERDA. 2. Memperkuat organisasi pengelola pariwisata, baik lembaga pemerintah maupun swasta. Berkaitan dengan lembaga pemerintah, Pemda harus memperjelas tupoksi dinas pariwisata, pengembangan SDM pariwisata, alokasi anggran yang memadai, pengembangan fasilitas lembaga pengelola dan lain-lain. Selain itu, Pemda harus menciptakan iklim yang kondusif agar pihak swasta mau investasi di sektor pariwisata, melakukan pembinaan dan kerjasama dengan pihak swasta dalam pengembangan pariwisata. Kebijakan 2. Pengembangan Sarana Transportasi dan Fasilitas Pendukung 1. Pemda harus membuat kebijakan yang terpadu untuk menyediakan sarana transportasi air yang layak, aman dan nyaman. 2. Mempercepat pembangunan bandara udara di P. Panjang, sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan aktivitas ekonomi dan jumlah wisatawan. Selanjutnya dalam pengoperasiannya, pemerintah harus memberikan insentif atau subsidi kepada pihak swasta agar mau berinvestasi di jasa layanan penerbangan, misal melalui pemberian keringanan pajak 3. Peningkatan atau pembangunan fasilitas pendukung kegiatan pariwisata seperti akomodasi, telekomunikasi, restoran, keuangan dan lain-lain. Pemerintah diminta untuk memberikan insentif kepada pihak swasta agar mau berinvestasi di sektor ini. Kebijakan 3. Membangun Sinergi Kebijakan di Bidang Pariwisata 1. Mengembangkan kebijakan yang komprehensif dan partisipatif. 2. Membangun sinergi kebijakan antara instansi terkait contohnya antara Sudin Pariwisata, Bappekab, Sudin Pekerjaan Umum, Sudin Perikanan dan Kelautan dan TNLKS. 3. Membangun sinergi dan koordinasi antara sektor publik Pemda dan TNLKS dan sektor swasta. 4. Membangun sinergi antara sektor publik, swasta, LSM dan masyarakat lokal. Kebijakan 4. Peningkatan Kualitas Sumberdaya Manusia 1. Bagi internal staf di Pemda, melalui: 1 peningkatan kapasitas staf di instansi terkait dengan pengembangan wisata melalui kursus, pendidikan lanjutan, studi banding ke berbagai daerah yang telah berhasil mengembangkan wisata dan 2 rekruitmen staf baru dengan latar belakang pendidikan yang mendukung pengembangan pariwisata khususnya ekowisata. 2. Bagi pelaku usaha, melalui: 1 pelatihan enterpreneurship Small Medium Enterpreneurship Training untuk meningkatkan kemampuan manajemen usaha, 2 meningkatkan keterampilan atau kreatifitas masyarakat untuk menghasilkan produk handicraft yang artistik dan bernilai jual, dan 3 pengembangan lembaga-lembaga keuangan mikro: koperasi, simpan pinjam dan BPR. 3. Bagi masyarakat umum, melalui: 1 peningkatan kesadaran untuk memelihara potensi wisata yang dimiliki, sehingga pada akhirnya diharapkan masyarakat sebagai pengelola dari kegiatan wisata tersebut dan pemerintah sebagai fasilitator dan 2 meningkatkan sikap masyarakat dalam memberikan pelayanan pada wisatawan sehingga tercipta suatu “good service”. 4. Bagi institusi pendidikan, melalui: 1 membuka lembaga pendidikan kepariwisataan dapat dilakukan oleh Pemda atau swasta dan 2 menjalin kerjasama dengan pihak asosiasi pariwisata guna menyalurkan lulusan. Kebijakan 5. Pengembangan dan Pemeliharaan Objek Wisata 1. Membangun zonasi secara partisipatif seperti yang telah dilakukan oleh TNLKS. 2. Membangun organisasi dan kelembagaan pengelola objek wisata di tingkat lokal. Hal penting yang harus diwujudkan, adalah: 1 organisasi pengelola di tingkat lokal, 2 aturan main rule of the game organisasi, 3 job description dari organisasi pengelola tersebut, dan 4 monitoring jalannya organisasi tersebut. 3. Mengembangkan sistem pendanaan lingkungan untuk menjaga kelestarian lingkungan, misalnya: 1 mengidentifikasi sumber dana potensial donor yang peduli terhadap objek wisata tersebut, 2 mengidentifikasi sumber dana di luar donor retribusi, tiket masuk, ecological fee yang dibebankan pada wisatawan, 3 mengembangkan mekanisme pengelolaan dana lingkungan yang terkumpul, dan 4 kejelasan alokasi penggunaan dana retribusi. Kebijakan 6. Promosi dan Pemasaran Pariwisata 1. Identifikasi pangsa pasar wisata, baik pasar domestik maupun asing, untuk wisata minat khusus, wisata budaya, sejarah dan lain-lain. 2. Melakukan promosi melalui leaflet, poster, pemasangan iklan media cetak, internet, penayangan iklan di media elektronik. 3. Melakukan promosi bersama kerjasama regional antara Pemda Provinsi DKI Jakarta. 4. Menjalin kerjasama dengan biro perjalanan baik di Jabotabek maupun di beberapa kota besar selain Jabodetabek. 5. Mendirikan Tourism Information Centre TIC di lokasi strategis.

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

9.1 Kesimpulan

1. Pariwisata alam bahari di Kepulauan Seribu memberikan dampak ekonomi yang nyata bagi masyarakat lokal. Aliran uang dari wisatawan ke masyarakat lokal menciptakan sejumlah UKM yang berimplikasi pada penyerapan tenaga kerja lokal. 2. Kontribusi ekonomi bagi masyarakat lokal masih relatif rendah, hal ini dikarenakan kebocoran ekonomi yang terjadi masih sangat besar, dimana sekitar 50 persen spending tourist terjadi di luar lokasi sehingga manfaat ekonomi yang dibawa oleh wisatawan belum maksimal. 3. Besarnya dampak ekonomi, langsung, tak langsung dan lanjutan, yang ditunjukkan oleh nilai tourism income multiplier lebih tinggi di wilayah Selatan P. Untung Jawa dibandingkan di wilayah Utara. Hal ini disebabkan lebih tingginya jumlah kunjungan dan adanya peran aktif dari Pemda sudin pariwisata. 4. Kebijakan Pemda selama ini kurang tepat karena hanya mengutamakan pengembangan wisata bahari di wilayah Selatan P. Untung Jawa. Wilayah Utara dengan potensi yang dimilikinya juga layak secara ekonomi untuk dikembangkan menjadi destinasi wisata bahari berbasis masyarakat lokal. 5. Dampak negatif yang paling terlihat dari kegiatan wisata ini adalah sampah, sedangkan dampak lain yang sedikit terasa adalah inflasi, displacement effect dan perubahan budaya masyarakat khususnya kaum muda. 6. Destinasi wisata di Utara dan Selatan memiliki karakteristik wisatawan yang berbeda. Wisatawan di wilayah Selatan, umumnya berasal dari Tangerang Banten, jumlah rombongan kurang dari 10 orang, tidak bermalam, tingkat pendidikan akhir rata-rata SMU, rata-rata pendapatan per bulan Rp 2 000 000 - Rp 5 000 000, pengeluaran per kunjungan kurang dari Rp 250 000 dan tipe interaksi dengan objek wisata adalah mass dan charter. Wisatawan di wilayah Utara, umumnya berasal dari Jabodetabek, jumlah rombongan antara 6 - 20 orang, tingkat pendidikan rata-rata S1 dan S2, rata-rata pendapatan per bulan Rp 5 000 000 - Rp 10 000 000 , pengeluaran per kunjungan antara Rp 250 000 - Rp 500 000 dan tipe interaksi dengan objek wisata adalah off beat dan incipient mass . 7. Fungsi permintaan rekreasi menunjukkan permintaan rekreasi ke P. Untung Jawa tidak responsif terhadap biaya perjalanan sedangkan kondisi sebaliknya bagi permintaan rekreasi ke P. Pramuka. 8. Nilai manfaat jasa lingkungan yang dirasakan oleh wisatawan nilainya jauh lebih tinggi di lokasi yang menawarkan kualitas alam lebih baik P. Pramuka. Secara keseluruhan, nilai manfaat jasa lingkungan untuk rekreasi per tahun jauh lebih tinggi di P. Untung Jawa 15.6:1 karena jumlah kunjungan wisatawan di jauh lebih tinggi di pulau ini 7:1. 9. Wisatawan bersedia membayar tarif masuk dalam bentuk dana konservasi, dimana nilai WTP yang lebih tinggi terdapat di lokasi wisata yang menawarkan kualitas alam yang lebih baik P.Pramuka. Rata-rata WTP per kunjungan adalah Rp 3 471 di P. Untung Jawa dan Rp 7 433 di P. Pramuka. 10. Peran aktif masyarakat dalam mengelola kawasan wisata sudah terlaksana dengan baik di wilayah Selatan P. Untung Jawa namun hal tersebut belum terjadi di wilayah Utara P. Pramuka.