61 dengan jenis lahan yang digunakan. Berikut adalah tabel jenis padi dan jenis lahan
yang digunakan:
Tabel 11. Jenis Padi Lokal dan Jenis Lahan yang Digunakan Jenis Lahan
Jenis Padi Lokal
Huma Pare Batu, Jamudin, Loyor, dan Gadog.
Sawah Tadah Hujan Pare Hawara, Cere Buni, dan Sadam.
Sawah Setengah Irigasi
Sri Kuning, Sri Mahi, Raja Denok, Raja Wesi, Para Nemol, Angsana, Para Terong, Tampeu, Pare Jambu,
Pare Peteu, Cere Layung, Cere Gelas, dan Cere Kawat.
Sumber: Tokoh Adat Kasepuhan Sinar Resmi, 2011
6.2.3.3 Aturan Kelembagaan Pangan Pascapanen Padi
Terdapat aturan dalam prosesi panen padi di masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi. Setelah dipanen, padi harus dijemur dengan cara digantung disekitar areal
lahan tanam menggunakan bambu yang disusun yang biasa disebut nglantay. Padi yang dipanen tersebut dipotong menggunakan ani-ani yang hanya memotong
bagian ujung bulir-bulir padi. Setelah dipotong, padi diikat sebesar satu genggam ikatan tangan lalu dijemur. Seteleh kering padi diikat kembali dengan aturan dua
ikat padi yang basah menjadi satu ikat padi yang kering. Padi yang kering tersebut diangkut dengan sebilah bambu dan dimasukan dalam leuit rumahtangga. Aturan
dalam memasuki leuit adalah tidak diperkenankan masuk leuit yang bersamaan dengan hari lahir yang punya leuit tersebut.
Masyarakat kasepuhan memiliki aturan tidak boleh menjaual padi karena mereka menganggap seperti menjual ibu sendiri. Salah satu bentuk pemberian
penghargaan terhadap padi maka dibangun tempat khusus untuk menyimpannya yang disebut leuit. Keberadaan leuit memiliki makna yang penting dalam menjaga
stok pangan masing-masing rumahtangga. Masing-masing rumahtangga setidaknya memiliki satu leuit yang memiliki kasapitas 400 pocong gabah kering.
62 Leuit
merupakan bagunan yang khusus digunakan sebagai tempat menyimpan padi. Seperti halnya bangunan lain yang ada di kasepuhan, leuit pun
memiliki aturan tersendiri. Aturan pendirian leuit mengikuti pola hitungan yang biasa digunakan oleh masyarakat adat. Hitungan tersebut dimulai dari tanggal
pertama yang disebut kuta yang dikhususkan untuk tanggal membangun kandang kambing atau kerbau. Tanggal kedua disebut kusang yang dikhususkan untuk
membangun kandang ayam. Tanggal ketiga disebut gelar yang ditujukan sebagai tanggal membangun masjid atau fasilitas publik. Tanggal keempat disebut naga
yang digunakan untuk membangun leuit. Tanggal kelima disebut jaya yang digunakan untuk membangun rumah. Arah leuit dikhususkan membujur dari
selatan ke utara dengan salah satu ujungnya terdapat satu pintu. Masing-masing pojok bangunan terdapat daun-daun tertentu yang dimaknai sebagai penjaga leuit
dari hama dan pencuri. Hasil penen padi selain disimpan pada masing-masing leuit rumahtangga,
masyarakat juga memberikan hasil panen ke leuit si jimat kasepuhan dengan aturan 100 : 2 yang berarti hasil panen 100 ikat memberikan ke leuit si jimat
sebanyak 2 ikat. Leuit si jimat digunakan sebagai cadangan pangan bagi masyarakat kasepuhan saat musim paceklik dan sebagai cadangan dalam berbagai
kegiatan kasepuhan seperti saren taun. Padi sebagai makanan pokok masyarakat disimbolkan sebagai Dewi Sri
ibu. Sesuai dengan aturan adat, padi tidak boleh dijual kecuali masih dalam bentuk pocong. Menurut filosofi masyarakat kasepuhan, padi itu seperti seorang
ibu sehingga bila dijual sama dengan menjual ibu sendiri. Kegiatan menumbuk
63 padi tidak boleh menggunakan mesin tetapi menggunakan halu dan ditumbuk di
lesung . Padi juga harus dimasak menggunakan kayu bakar.
Rangkaian seluruh kegiatan pertanian yang dilakukan oleh masyarakat kasepuhan sinar resmi antara lain:
1. Ngaseuk, merupakan dimulainya kegiatan menanam padi di huma dengan
memasukan benih kedalam lubang. 2.
Beberes mager, merupakan ritual untuk menjaga padi dari serangan hama. Kegiatan ini dilakukan oleh pemburu di lading milik kasepuhan dengan
diawali dengan pembacaan doa. Kegiatan ini dilaksanakan sekitar bulan Muharam.
3. Ngarawunan, merupakan ritual untuk meminta isi padi agar tumbuh subur
dan tidak ada gangguan. Kegiatan ini dilakukan oleh semua incu putu setelah padi berumur tiga sampai empat bulan.
4. Mipit, merupakan kegiatan memanen padi yang dilakukan lebih dahulu
oelh Abah sebagai pertanda masuknya musim panen. 5.
Nutu, merupakan kegiatan menumbuk padi pertama setelah panen. 6.
Nganyaran, merupakan kegiatan memasak nasi menggunakan padi hasil penen pertama, dua bulan setelah masa panen.
7. Tutup nyambut, merupakan kegiatan yang menandakan selesainya semua
aktivitas pertanian di sawah yang ditandai dengan acara selamatan. Tutup nyambut
juga dijadikan sebagai pertanda dimulainya masa untuk membajak sawah dan mempersiapkan lahan untuk ditanam kembali.
8. Saren taun, merupakan acara yang ditujukan untuk mensyukuri hasil
panen pada tahun tersebut. Acara tersebut berisi hiburan untuk masyarakat
64 yang telah bekerja dalam pertanian selama satu tahun. Sebulan sebelum
acara saren taun dimulai, sebelumnya ada musyawarah yang melibatkan seluruh incu putu untuk menentukan besarnya anggaran yang dibutuhkan.
6.2.3.4 Aturan Waktu Tanam Padi