Pelaksanaan Hak dan Kewajiban

64 Tabel 14. Distribusi Pemahaman Petani tentang Aturan Kemitraan Pemahaman Aturan Jumlah orang Persentase Mengetahui kewajiban sebagai petani mitra 32 64 Tidak mengetahui kewajiban sebagai petani mitra 18 36 Total 50 100 Tanggapan koperasi atas pelaksanaan kemitraan yaitu petani masih ada yang menjual seluruh hasil panennya ke tengkulak, sehingga petani tidak memenuhi kewajibannya menyerahkan 60 persen hasil panennya ke KKT Lisung Kiwari. Hal ini akan berdampak, baik bagi KKT maupun petani. Bagi KKT hal ini menyebabkan jumlah beras yang diproduksi tidak mencukupi permintaan, sedangkan pada petani yang menjual hasil panennya kepada tengkulak tidak mendapatkan fasilitas seperti sewa lahan, biaya garap, sarana produksi. Hal ini dikarenakan petani tidak melakukan kewajibannya menabungkan 60 persen hasil panennya ke KKT, sehingga petani tidak mempunyai simpanan sebagaimana syarat yang sudah ditetapkan sebelumnya. Selain itu, petani mitra juga terkadang ada yang sengaja menjualnya ke tengkulak karena ingin mendapatkan seluruh penjualan hasil panen dengan mengabaikan kewajibannya dalam kemitraan. Ketentuan sistem tabungan dan sanksi yang dikenakan sudah disampaikan oleh pihak LPS-DDR pada saat sosialisasi. Namun dalam pelaksanaannya ternyata masih ada petani yang tidak mematuhinya. Hal ini dikarenakan tidak adanya peraturan tertulis tentang kegiatan kemitraan khususnya pada kegiatan pemberdayaan. Aturan-aturan hanya disampaikan secara lisan pada kegiatan sosialisasi, sehingga para petani mitra menganggap tidak adanya aturan dan sanksi yang mengikat antara pihak-pihak yang bermitra.

6.3.6 Pelaksanaan Hak dan Kewajiban

Evaluasi kemitraan dilakukan dengan menilai pelaksanaan hak dan kewajiban dari pelaku kemitraan. Hak dan kewajiban ini disusun berdasarkan kesepakatan baik tertulis maupun yang tidak tertulis dari pelaksanaan kemitraan tersebut.Adapun pelaku yang terlibat dalam kemitraan ini yaitu LPS-DDR, petani serta lembaga pertanian pedesaan yaitu koperasi dan gapoktan. 65 Evaluasi ini dilakukan dengan melihat kesesuaian antara aturan yang berlaku dengan pelaksanaan atau realisasi kemitraan. Dari Lampiran 4, dapat diketahui bahwa masih ada pelaksanaan hak dan kewajban yang belum sesuai dengan aturan yang berlaku. Berdasarkan hak dan kewajiban yang masih tidak sesuai yaitu : 1. Pihak petani a Kurangnya partisipasi petani terhadap kegiatan kemitraan, terutama pada kegiatan pelatihan, penyuluhan dan pembinaan. Hal ini dapat dilihat pada kehadiran petani pada kegiatan tersebut. Kurangnya partisipasi petani disebabkan komitmen petani terhadap kemitraan masih rendah, selain itu materi pembinaan yang disampaikan sama saja dengan materi-materi yang diberikan oleh pihak lain seperti Dinas Pertanian Kabupaten Bogor pada saat pembinaan. Petani lebih memilih melakukan kegiatan di sawah pada saat kegiatan penyuluhan atau pelatihan diadakan. Petani hanya menunjuk perwakilannya untuk datang seperti istri dan anak mereka. Hal tersebut mereka lakukan demi mendapatkan uang yang diberikan saat pelatihan walaupun tidak menghadiri kegiatan tersebut. Ketidakhadiran petani mitra, menyebabkan transfer informasi dan teknologi pada petani mitra tidak merata. b Petani masih ada yang menjual seluruh hasil panennya ke tengkulak, sehingga petani tidak memenuhi kewajibannya menyerahkan 60 persen hasil panennya ke KKT Lisung Kiwari. Hal ini terjadi dikarenakan petani belum memahami aturan dalam kemitraan, sehingga tidak merasa berkewajiban untuk menyerahkan 60 persen hasilnya ke koperasi. Selain itu, petani terkadang ada yang sengaja menjualnya ke tengkulak karena ingin mendapatkan seluruh penjualan hasil panen dengan mengabaikan kewajibannya dalam kemitraan. 2. Pihak koperasi a Dari segi distribusi beras SAE, pihak koperasi belum mampu memenuhi permintaan beras SAE yang sudah disepakati. Hal ini dikarenakan faktor musim yang menyebabkan produksi padi menurun, pihak koperasi juga bermitra dengan lembaga lain yang kebutuhan berasnya harus terpenuhi 66 setiap bulannya. Selain itu adanya petani yang masih menjual hasil panennya ke tengkulak menyebabkan gabah yang diterima koperasi berkurang. Akibatnya pihak koperasi harus memenuhi kebutuhan para mitra, walaupun jumlahnya kurang, termasuk dengan LPS-DDR. b Dari segi kualitas beras SAE yang dihasilkan, terkadang masih belum memenuhi kriteria sesuai yang disepakati. Hal ini menyebabkan pihak LPS-DDR mendapat komplain dari konsumen mengenai kualitas beras SAE. Hal ini dikarenakan kelalaian dari pihak koperasi pada saat pengemasan dan pengendalian mutu beras. Selain itu, tempat penggilingan dan pengemasan yang kurang bersih yang menyebabkan terkadang dalam kemasan beras ada binatang lain yang ikut tercampur di dalamnya. 3. Pihak LPS-DDR a LPS-DDR sering terlambat dalam melakukan pembayaran beras SAE. Hal ini dikarenakan pihak LPS-DDR menunggu pembayaran dari konsumennya, rata-rata keterlambatan pembayaran dua minggu hingga satu bulan. Akibat dari keterlambatan ini akan berpengaruh terhadap arus kas dari koperasi termasuk untuk pembayaran penjualan hasil panen petani, serta kegiatan operasional koperasi lainnya. b Lahan yang disewakan untuk petani luasannya tidak sama, tidak sesuai dengan kesepakatan awal. Hal ini disebabkan tanah yang disewakan petakannya sudah ada sebelumnya, jika melakukan pemetakan ulang, maka membutuhkan biaya dan waktu yang lebih banyak. Selain itu, kondisi tanah yang didapatkan petani berbeda-beda, sebanyak 8 orang petani mengaku mendapatkan lahan yang kurang subur dan kekeringan ketika musim kemarau sehingga akan berpengaruh terhadap hasil yang didapatkan petani. c Respon LPS-DDR terhadap keluhan-keluhan petani kurang. Dalam memberikan respon terhadap keluhan petani pihak LPS-DDR dinilai kurang tanggap. Hal ini dikarenakaan tidak semua respon dapat ditanggapi oleh pihak LPS-DDR seperti keluhan petani mengenai pendamping yang tidak transparan terhadap uang petani mitra. Selain itu peran pendamping dalam merespon keluhan dari petani masih belum maksimal. Padahal 67 pendamping seharusnya menjadi pemberi solusi utama ketika terjadi permasalahan petani khususnya dalam hal teknis pembudidayaan padi sehat seperti masalah pengendalian hama, masalah saluran irigasi yang kekeringan airnya dan lain-lain. Namun dengan adanya keterbatasan dari pihak pendamping baik dari kemampuan teknis dan keberadaan pendamping yang hanya satu minggu sekali, maka penanganan keluhan petani belum maksimal. d Pendamping P3S tidak berada di lokasi setiap hari, pendamping hanya datang satu minggu sekali ke lokasi. Hal ini melanggar kesepakatan yang dijanjikan oleh LPS-DDR. Menurut salah satu pendamping P3S, ketiadaan pendamping di lokasi kemitraan dikarenakan kurangnya tenaga pendamping. Dua orang pendamping ditugaskan untuk mendampingi tiga desa dalam satu kecamatan. Sebenarnya hal tersebut bukan menjadi kendala karena letak dari tiga desa yang didampingi berdekatan masih dalam satu kecamatan. Selain itu, menurut salah satu pendamping P3S ada berbagai kesibukan lain yang mungkin dilakukan pendamping, karena ada beberapa pendamping yang mempunyai pekerjaan lain. Ketidaksesuaian pelaksanaan hak dan kewajiban dikarenakan lemahnya sistem perjanjian dalam kemitraan, sehingga masing-masing pihak belum sepenuhnya menjalankan hak dan kewajiban masing-masing. Sanksi pelanggaran hak dan kewajiban ini hanya diberlakukan untuk kewajiban 60:40, bagi petani yang tidak memenuhi kewajiban tersebut maka untuk musim berikutnya tidak akan mendapatkan fasilitas dalam kemitraan seperti penyediaan sarana produksi, bantuan biaya garap dan penyediaan sewa lahan. Ketidaksesuaian dalam pelaksanaan hak dan kewajiban yang lain biasannya diselesaikan secara musyawarah. Berdasarkan evaluasi pelaksanaan hak dan kewajiban, pelaksanaan kemitraan ini dinilai sudah cukup baik. Hal ini dibuktikan dengan 61,5 persen hak dan kewajiban sudah sesuai dengan kesepakatan yang ada.

6.3.7 Kendala-Kendala dalam Kemitraan