13
2.2 Kendala dalam Kemitraan Agribisnis di Indonesia
Meskipun kemitraan usaha agribisnis dipercaya sebagai salah satu alternatif untuk memberdayakan pelaku agribisnis kecil, tetapi pada kenyataannya
sulit untuk direalisasikan dengan baik. Banyak kendala- kendala yang terjadi pada pelaksanaan kemitraan agribisnis.
Permasalahan ataupun kendala yang muncul dalam kegiatan kemitraan dapat bersumber dari adanya ketidakadilan dalam pelaksanaan hak dan kewajiban.
Berbeda yang terjadi di Muara Angke, berdasarkan hasil penelitian Lopulalan 2003, kemitraan di bidang perikanan juga terdapat di Pulau Saparua. Kemitraan
yang terbentuk merupakan kerjasama antara nelayan kecil di Pulau Saparua dengan PT. Sarana Maluku Ventura. Dalam hal ini perusahaan membangun pola
kemitraan dengan sistem bagi hasil, dimana perusahaan memberikan bantuan modal usaha dalam bentuk mesin Yanmar TF 115 dan kakso long boat. Pola
kemitraan yang terbentuk adalah kemitraan modal ventura. Namun ternyata kemitraan yang terjadi belum memuaskan karena pelaksanaan kemitraan yang
cenderung top down. Keterlibatan nelayan dalam kemitraan masih didominasi oleh ketua kelompok, aspek pembinaan masih kurang bahkan koordinasi yang
dikembangkan perusahaan bersifat integrasi vertikal, sehingga setiap keputusan harus melalui proses yang bertahap-tahap serta kurang sesuai dengan kondisi di
lapang. Selain itu, pemasaran hasil tangkapan belum sesuai dengan kontrak perjanjian, nelayan mitra masih memasarkan ikan–ikan mereka kepada tengkulak
ataupun langsung ke konsumen akhir. Permasalahan yang sama juga ditemukan Febridinia 2010, walaupun
kemitraan yang dilaksanakan memberikan dampak positif bagi peternak tetapi masih banyak ditemukan permasalahan di lapang. Sesuai dengan kontrak
perjanjian CV. Tunas Mekar Farm memberikan bantuan pinjaman modal berupa DOC, pakan dan obat-obatan, sedangkan peternak mitra diharapkan menjual hasil
panen mereka kepada CV. Tunas Mekar Farm. Namun pada praktiknya peternak melakukan beberapa kecurangan seperti pakan yang seharusnya diberikan untuk
ternak, ternyata oleh petani mitra pakan tersebut dijual dan ternaknya diberi pakan dengan pakan yang lebih murah harganya, sehingga mutu pakan yang diberikan
peternak lebih rendah. Hal ini akan berpengaruh terhadap mutu ternak itu sendiri.
14
Selain dalam hal ketidakadilan dalam pelaksanaan hak dan kewajiban, kendala dalam kemitraan juga terjadi karena tidak adanya pembagian risiko. Hal
ini dikemukakan pula oleh Echánove dan Steffen 2005 yang menemukan bahwa perusahaan tidak terikat apapun dalam perjanjian pembagian risiko budidaya
akibat cuaca buruk ataupun serangan hama pengganggu. Oleh karena itu, petani harus membayar sendiri biaya asuransi tanamannya. Permasalahan serupa juga
ditemukan Febridinia 2010, dimana peternak tidak bisa membayar pinjamannya kepada pihak perusahaan dikarenakan gagal panen akibat penyakit maupun
kelalaian peternak sendiri. Peternak dianggap berhutang sehingga peternak yang terlibat dalam permasalahan ini tidak mendapatkan pinjaman lagi pada periode
selanjutnya. Dalam pelaksanaan kemitraan antara LPS-DDR dan petani padi sehat Desa
Ciburuy juga menghadapi berbegai macam kendala seperti dalam hal pelaksanaan hak dan kewajiban yang sepenuhnya belum sesuai dengan kesepakan yang sudah
ditentukan di awal kegiatan kemitraan berlangsung.
2.3 Evaluasi Kemitraan