Uji antimikroba kitosan dan kombinasi dengan ekstrak

4.3.2 Uji antimikroba kitosan dan kombinasi dengan ekstrak

Pengujian antimikroba kitosan merupakan tahap awal pada penelitian utama. Pengujian ini mengguji kitosan dengan variasi konsentrasi yaitu 1 dan 2 dalam larutan asam laktat 2, sedangkan untuk penambahan ekstrak divariasikan dengan konsentrasi 2, 4, 6 bv. Pengujian aktifitas antimikroba bertujuan untuk membuktikan apakah kitosan dan penambahan ekstrak bawang putih mampu meningkatkan sifat antimikroba. Bakteri yang digunakan adalah Bacillus cereus Gram positif dan Pseudomonas aeruginosa Gram negatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa aktifitas pertumbuhan bakteri pada 8 kombinasi larutan kitosan dan ekstrak terhadap bakteri uji memperlihatkan zona penghambat yang bervariasi. Hasil pengujian aktifitas bakteri kitosan dan penambahan ekstrak disajikan pada Gambar 10, sedangkan nilai diameter zona hambat disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Diameter zona penghambatan bakteri Sampel Diameter zona penghambatan mm Pseudomonas aureginosa Bacillus cereus Kitosan 1 7,42 dc 7,63 b Kitosan 1 + ekstrak 2 8,93 a 8,70 a Kitosan 1 + ekstrak 4 7,95 bc 8,17 ab Kitosan 1 + ekstrak 6 8,17 b 7,80 ab Kitosan 2 6,63 dc 6,27 c Kitosan 2 + ekstrak 2 6,78 dc 6,15 c Kitosan 2 + ekstrak 4 5,48 e 5,97 c Kitosan 2 + ekstrak 6 8,33 ab 5,93 c Nilai diameter penghambatan dengan notasi huruf yang sama menyatakan tidak berbeda nyata p0.05 Berdasarkan hasil analisa uji lanjut Duncan pada kedua bakteri tersebut terlihat bahwa pengaruh penghambatan bakteri dari kitosan 1 dan kitosan 2 berbeda nyata pada taraf 0.05. Hasil tersebut menunjukan bahwa kitosan 1 memiliki diameter penghambatan lebih besar dibandingkan kitosan 2 sebesar 7.42 mm dan 7.63 mm, hal ini membuktikan bahwa larutan kitosan 1 mampu menghambat pertumbuhan kedua jenis mikroba Lampiran 6 dan 7. Hasil uji Duncan untuk kitosan 1 dengan penambahan ekstrak bawang putih dan kitosan 1 tanpa ekstrak menunjukan bahwa kedua perlakuan memiliki perbedaan yang nyata p0.05. Hasil pengukuran diameter penghambatan kitosan 1 sebesar 8.93 mm P. aureginosa dan 8.70 mm B.cereus nilai penghambatan ini lebih besar dibandingkan dengan kitosan 2 berdiameter sebesar 6.78 mm P. aureginosa dan 6.15 mm B.cereus Hasil pengukuran penghambatan pada kedua bakteri uji menunjukan bahwa larutan kitosan 1 mampu menghambat pertumbuhan kedua mikroba pembusuk lebih baik dibandingkan dengan kitosan 2. Hasil yang sama terlihat pada kitosan 1 dengan penambahan ekstrak bawang putih 2, dimana memiliki diameter penghambatan bakteri P. aureginosa dan B. cereus masing-masing sebesar 8.93 mm dan 8.70 mm. Nilai penghambatan ini lebih besar dibandingankan dengan kitosan 2 dengan penambahan ekstrak. Besarnya penghambatan dapat dipengaruhi oleh kekentalan dari larutan kitosan, semakin tinggi konsentrasi kitosan maka larutan kitosan akan sulit berdifusi dalam agar, sehingga akan menurunkan luas daerah penghambatan. Semakin besar diameter daerah penghambatan menunjukan keefektifan bahan antimikroba dalam menghambat pertumbuhan bakteri. Penambahan antimikroba ekstrak bawang putih memperlihatkan peningkatan diameter penghambatan pada kedua bakteri uji, dibandingkan hanya menggunakan satu jenis bahan antimikroba larutan kitosan saja. Hal ini sejalan dengan pernyataan Paster et al. 2002 bahwa efek sinergi dari suatu senyawa antimikroba adalah campuran dari dua jenis atau lebih senyawa antimikroba akan memberikan aktifitas penghambatan yang lebih besar dibandingkan dengan jumlah kumulatif dari campuran kedua antimikroba tersebut. Peningkatan zona penghambatan dengan penambahan ekstrak menunjukan bahwa kitosan yang ditambahkan ekstrak tidak mempengaruhi interaksi antara gugus aktif dari ekstrak bawang putih dengan gugus fungsional dari kitosan, sehingga kitosan dapat bekerja untuk menghambat pertumbuhan mikroba dan penambahan ekstrak bawang putih mampu meningkatkan penghambatan pertumbuhan mikroba. Penambahan ekstrak bawang putih menunjukan komponen antimikroba yang terdapat pada bawang putih bekerja dengan baik, komponen utama antimikroba bawang putih adalah allisin dan turunanya seperti diallil disulfida dan diallil trisulfida. Miron et al 2000 menyatakan bahwa alisin memiliki permeabilitas yang tinggi dalam menembus membran fospolipid dinding sel bakteri. Gugus thiol pada allisin kemudian akan bereaksi dengan enzim-enzim yang mengandung sulfurhidril yang menyusun membran sel, hal ini diduga menyebabkan struktur dinding sel bakteri mengalami lisis. Allisin bekerja menghambat metabolisme dari bakteri Ankrie et al. 1997 Berdasarkan data yang diperoleh dari Tabel 6 telah memperlihatkan bahwa kitosan 1 dengan penambahan ekstrak 2 memiliki diameter penghambat berkisar antara 7.42 – 8.93 mm, hal menunjukan senyawa antibakteri kitosan dan penambahan ekstrak bawang putih tergolong dalam antimikroba dengan kekuatan yang sedang. Menurut Todar 1997 ketentuan kekuatan diameter penghambat pada antibiotik-antibakteri, apabila zona hambat lebih dari 20 mm maka dikelompokan pada bakteri yang sangat sensitif terhadap antimikroba yang di uji dan bila zona hambat berkisar antara 10-20 mm tergolong sensitif dan bila zona hambat berkisar antara 10–5 mm tergolong sedang, apabila zona hambat berkisar kurang dari 5 mm tergolong lemah. Diameter penghambatan bakteri dengan larutan kitosan 1 dan penambahan ekstrak bawang putih 2 menunjukan Pseudomonas aeruginosa Gram negatif lebih sensitif dibandingkan Bacillus cereus Gram positif, dikarenakan kitosan memiliki gugus amino bebas dalam larutan asam akan terprotonasi membentuk polikationik. Polikationik ini menunjukan kerapatan muatan yang tinggi bersifat polielektrolit kationik yang sangat efektif berinteraksi dengan biomolekul bermuatan negatif dan biomolekul permukaan seperti halnya permukaan sel bakteri yang bermuatan negatif. Bakteri yang bermuatan negatif seperti bakteri gram negatif yang mempunyai sisi hidrofilik, yaitu karboksil, asam amino dan hidroksil, dengan demikian kitosan efektif untuk menghambat bakteri gram negatif. Secara umum mekanisme dari larutan kitosan sebagai antibakteri yaitu dengan mengikat protein membran sel, diantaranya adalah glutamat. Gugus NH 2 pada kitosan mampu mengikat glutamat yang merupakan komponen membran sel sehingga metabolisme bakteri terhambat dan efeknya akan menghambat pertumbuhan bakteri, selain itu kitosan berikatan dengan membran pospolipid menyebabkan permeabilitas membran bagian dalam inner membrane akan meningkat. Meningkatnya permeabilitas inner membrane menyebabkan cairan sel keluar, khususnya untuk E. coli dimana setelah 60 menit, komponen enzim β galaktosidase dari inti sel akan terlepas kemudian akan mengalami lisis yang mengakibatkan seluruh metabolit yang terdapat pada sitoplasma akan keluar dan terjadi pembelahan sel atau regenerasi. Mekanisme kerja antibakteri kitosan melibatkan cross-lingkage antara polikationik kitosan dan anion pada permukaan bakteri yaitu dengan mengubah permeabilitas membran Simpson, 1997. Chung et al. 2004 mempelajari mekanisme antibakteri dari kitosan berdasarkan sifat hidrofilik dan analisis muatan negatif pada permukaan sel bakteri serta karakteristik penyerapan kitosan pada sel bakteri menggunakan transmission electron micrography TEM. Meskipun sifat hidrofilik diantara sesama bakteri gram negatif sama, tetapi distribusi dari muatan pada permukaan sel bakteri lainya berbeda, ternyata permukaan sel bakteri yang memiliki muatan negatif lebih banyak akan menghasilkan interakasi yang lebih baik dengan kitosan. Sedangkan Helender et al 2001 yang menunjukan dengan mikroskop elektron bahwa kitosan merusak pelindung luar dari bakteri gram negatif menyebabkan terjadinya perubahan sel dan menutupi membran luar bakteri dan struktur vesicular. Kitosan berikatan dengan membran luar menyebabkan kehilangan fungsi barier dari membran sel bakteri. Sifat ini memungkinkan kitosan diaplikasikan sebagai pelindung dan pengawet makanan. a b Gambar 10 Zona penghambatan antibakteri kitosan 1 dan kitosan 1 dengan penambahan ekstrak 2 pada bakteri B. cereus a dan P. aureginosa b

4.4 Aplikasi kitosan dan ekstrak pada bakso