Nilai daya iris Nilai Total Plate Count TPC

0.40 0.45 0.50 0.55 0.60 0.65 0.70 0.75 12 24 36 Lama penyimpanan jam N ila i K e k e n y a la n g s CK CKG KONTROL Keterangan : CK = Edible coating Kitosan 1 CKG = Edible coating Kitosan 1+ ekstrak bawang putih 2 KONTROL = Tanpa edible coating kitosan dan ekstrak Gambar 26 Grafik nilai kekenyalan bakso Tingkat kekenyalan pada grafik diatas memperlihatkan bahwa kontrol tanpa adanya pelapis kitosan menurunkan kekenyalan. Pencelupan bakso pada larutan kitosan mempengaruhi kekenyalan produk hal ini terlihat pada hasil sidik ragam nilai kekenyalan terhadap produk memberikan perbedaan yang nyata p0.05, sebaliknya kekenyalan produk tidak berbeda nyata dengan lama penyimpanan p0.05. Hasil uji sidik ragam dan uji Duncan dapat dilihat pada Lampiran 21. Lama penyimpanan akan menurunkan nilai kekenyalan produk yang disebabkan pertumbuhan mikroba pada permukaan bahan sehingga menimbulkan kerusakan dan mempengaruhi kekenyalan.

4.3.2.6 Nilai daya iris

Nilai daya iris shear adalah gaya yang diperlukan untuk memotong atau mengiris produk pangan yang sesuai dengan sifat gigitan pada sensor panel. Nilai daya iris pada produk selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 27. 1000 3000 5000 7000 9000 12 24 36 Lama Penyimpanan jam N ila i D a y a I ri s CK CKG KONTROL Keterangan : CK = Edible coating Kitosan 1 CKG = Edible coating Kitosan 1+ ekstrak bawang putih 2 KONTROL = Tanpa edible coating kitosan dan ekstrak Gambar 27 Grafik nilai daya iris bakso Edible coating pada produk mempengaruhi daya iris bakso hal ini juga terlihat pada hasil sidik ragam yang menunjukan bahwa nilai daya berbeda nyata p0.05 terhadap produk CK,CKG dan kontrol dan lama penyimpanan dan interksi antara produk dan daya iris Lampiran 22. Lama penyimpanan mempengaruhi daya iris produk dimana penyimpanan jam ke-0 berbeda dengan penyimpanan jam ke-12 dan berbeda dengan jam ke-24 dan jam ke-36. Edible coating pada produk CK memperlihatkan penurunan yang sangat tanjam pada jam ke 24, sedangkan penurunan daya iris untuk produk CKG memperlihatkan penurunan yang sangat tajam pada jam ke-36. Daya iris yang lebih tinggi disebabkan kemampuan kitosan membentuk gel dan bergabung dengan pati sehingga membentuk struktur yang lebih padat. Selama penyimpanan suhu ruang memperlihatkan penurunan mutu untuk semua sampel, penurunan daya iris produk disebabkan semakin melunaknya tekstur dimana sebagian besar disebabkan adanya aktifitas mikroba. Nutrisi yang mendukung dari produk dengan penyimpanan suhu ruang dapat mempercepat kerusakan produk oleh mikroba. Pelapis kitosan kurang dapat mempertahankan tekstur bakso dibandingan pelapis kitosan dengan penambahan ekstrak bawang putih. Pelapisan kitosan dengan penambahan bawang putih dapat menghambat penurunan kekerasan produk yang mempengaruhi daya iris produk.

4.3.2.7 Nilai Total Plate Count TPC

Hasil analisis TPC menunjukan bahwa bakso dengan pelapis kitosan produk CK dan CKG pada awal penyimpaan jam ke-0 belum memperlihatkan jumlah koloni. Hal yang sama juga terjadi pada penyimpanan jam ke-12 dimana belum adanya pertumbuhan mikroorganisme pada kedua produk CK dan CKG, pada kondisi ini dapat digambarkan bahwa dengan adanya pelapis mampu melindungi bakso dari kontaminasi mikroba. Kondisi berbeda terlihat pada kontrol dimana penyimpanan pada jam ke-0 dan ke-12 memperlihatkan terdapat pertumbuhan mikroba antara 2.75-7.14 log CFUgram 7.5x10 2 – 1.4x10 7 kolonigram. Peningkatan jumlah koloni pada jam ke-12 diduga koloni yang tumbuh pada media diduga adanya kontaminasi atau kurang aseptis dari perlakuan. Secara grafik nilai TPC bakso dengan edible coating selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 28. 2 4 6 8 10 12 12 24 36 Lama Penyimpanan jam lo g C F U g ra m CK CKG KONTROL Keterangan : CK = Edible coating Kitosan 1 CKG = Edible coating Kitosan 1+ ekstrak bawang putih 2 KONTROL = Tanpa edible coating kitosan dan ekstrak Gambar 28. Grafik nilai TPC Penyimpanan pada jam ke-0 sampai jam ke-12, mikroba bakso kontrol membelah dengan cepat menandakan fase pertumbuhan logaritmik. Pada fase pertumbuhan logaritmik kecepatan pertumbuhan sangat dipengaruhi oleh medium pertumbuhan meliputi pH, kandungan nutrisi serta kondisi lingkungan termasuk suhu dan kelembaban udara. Kondisi pertumbuhan mikroba tersebut kemudian berubah sejalan dengan meningkatnya lama penyimpanan. Penyimpanan jam ke-24 produk CK jumlah koloni 6.35 log CFUgram 2.27x10 6 kolonigram dan jumlah koloni CKG yaitu 6.31 log CFUgram 2.07x10 6 kolonigram. Jumlah koloni pada jam ke-24 membuktikan jumlah koloni mikroba telah melebihi standar SNI, tetapi berdasarkan pengamatan secara visual tidak terjadi perubahan, karena secara visual belum terlihat adanya lendir atau perubahan bau. Mikroba yang biasa terdapat dalam produk daging olahan diantaranya adalah pseudomonas yang bersifat proteolitik dan lipolitik karena mempunyai kemampuan untuk memproduksi enzim yang dapat menghidrolisis atau merusak protein dan lemak, kerusakan yang disebabkan oleh mikroba jenis ini adalah terbentuknya lendir pada permukaan bahan. Menurut Frazier dan Westhoff 1988, jumlah populasi mikroba pada saat terbentuknya lendir adalah 3.0 x 10 6 sampai 3.0 x 10 8 kolonigram sampel dan jumlah popilasi mikroba saat terditeksi bau kurang enak adalah 1.2x10 6 sampai 10 8 . Peningkatan jumlah koloni pada jam ke 24 diduga koloni yang tumbuh pada media diduga adanya kontaminasi atau kurang aseptis dari perlakuan, selain itu pada saat pengujian TPC dimulai konsentrasi pengenceran yang tinggi 10 -5 , sehingga menghasilkan nilai TPC yang besar. Meningkatnya jumlah mikroorganisme juga didukung dengan lamanya penyimpanan. umlah koloni pada produk CK dan CKG pada jam ke-24 lebih kecil dibandingkan dengan kontrol. Jumlah koloni pada kontrol tanpa pelapis telah melebihi standar SNI dan secara visual telah mengalami kerusakan. Bakso dengan kadar air yang cukup tinggi 70 serta a w yang relatif tinggi 0.90, merupakan produk pangan yang rentan akan kerusakan, edible coating kitosan dengan penambahan ekstak mampu dengan baik mempertahankan mutu bakso dengan cara meminimalisasi pertumbuhan mikroba, dimana kerusakan produk berawal pada permukaan produk. Kerusakan pada produk dengan pelapis memperlihatkan penurunan mutu pada jam ke 36.

4.3.2.8 Organoleptik atribut warna