Waktu dan Tempat Bahan dan Rancangan Percobaan

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan di laboratorium Rekayasa Proses Pangan, dan Laboratorium mikrobiologi Departement Ilmu dan Teknologi Pangan Fateta-IPB. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2007 –Maret 2008.

3.2 Bahan dan

Alat Bahan yang digunakan antara lain kitosan komersil, ekstrak bawang putih, bakteri uji Bacillus cereus dan Pseudomonas fluorescens, daging sapi segar. Media agar LB dan Media agar NA. Bahan tambahan lain diantaranya adalah pati sagu, garam, lada, MSG, Bahan kimia yang digunakan antar lain NaCl jenuh K 2 SO 4 , HgO, H 2 SO 4 pekat, NaOH pekat, H 3 PO 3, HCl 0,02 N. Alat yang digunakan antara lain food processor, timbangan, termometer, pH meter, labu kjedaral 100 ml, Erlenmeyer 125 m, cawan logam, cawan petri, oven, Texture Analyzer TA-XT2i, FTIR micro-cal Messmer, Scanning Electron Microscopy 5310LV JEOL, Chromometer CR200.

3.3 Metode Penelitian

Penelitian utama yang dilakukan adalah menguji aktifitas antimikroba kitosan dengan konsentrasi 1, 2 dan pengujian aktifitas antimikroba larutan kitosan 1, 2 dengan dengan penambahan ekstrak bawang putih pada konsentrasi 2, 4 dan 6. Aktifitas antimikroba terbaik direkomendasikan untuk diaplikasikan pada edible coating dan adonan dalam produk bakso. Tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 5.

3.3.1 Pembuatan ekstrak bawang putih dengan pelarut etil asetat

Pembuatan ekstrak dilakukan dengan melarutkan bubuk bawang putih dengan perbandingan 1:4 vv dengan pelarut etil asetat. Kemudian di shaker pada suhu ruang dengan kecepatan 35 rpm selama 24 jam. Setelah 24 jam, ekstrak disaring menggunakan kertas saring sehingga menghasilkan cairan berwarna kuning kemudian diuapkan untuk menghilakan pelarut menggunakan rotavapor pada suhu 50 °C.

3.3.2 Pembuatan larutan kitosan dengan penambahan ekstrak bawang putih

Pembuatan kitosan pada penelitian ini dilakukan dengan cara menimbang kitosan dengan konsentrasi terbaik dan ekstrak bawang putih 2, kemudian dilarutkan dengan asam laktat 2 sedikit demi sedikit sampai larut dan ditambahkan aquades mencapai konsentrasi kitosan yang sesuai.

3.3.3 Karakterisasi Kitosan

derajat deasetilasi kitosan Perhitungan derajat deasetilasi digunakan spektrum Fourier Transform Infrared FT-IR dengan membandingkan absorbansi panjang gelombang 1655 cm -1 absorbansi untuk gugus kabonil dan absorbansi pada panjang gelombang 3450 cm -1 absorbansi untuk gugus amina Baxter et al 1992. Lapisan tipis kitosan dihasilkan dengan melarutkan 2 g kitosan dalam larutan asam asetat 2. Larutan dikeringkan dengan pada suhu kamar di atas ‘glass plate’ keping kaca berbentuk bulat seperti koin berwarna merah. Puncak tertinggi diukur dari garis dasar yang dipilih untuk menentukan absorbansi yang dihitung dengan menggunakan rumus: 100 33 , 1 1 1 3450 1655 x x A A i deasetilas N ⎭ ⎬ ⎫ ⎩ ⎨ ⎧ ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − = − Dimana : A 1655 = Nilai absorbansi pada 1655 cm -1 A 3450 = Nilai absorbansi pada 3450 cm -1 3.3.4 Pengujian antimikroba kitosan dan ekstrak bawang putih 3.3.4.1 Persiapan Isolat bakteri uji Satu ose isolat bakteri E.coli dan Pseudomonas fluorescens masing- masing diinokulasi kedalam 5 ml media LB, lalu diinkubasi 37 °C selama 24 jam. Sebanyak 10 μL kultur 24 jam tersebut diambil dan inokulasikan kedalam 10 ml media LB dan diinkubasi pada suhu 37 °C selama 12 jam. 3.3.4.2 Uji Antibakteri metode difusi sumur agar Metode yang digunakan mengacu pada Carson dan Riley 1995. Kultur dengan jumlah bakteri 10 5 CFUml sebanyak 1 ml dimasukan kedalam cawan petri dan dituangkan media agar sebanyak 20 ml, dibiarkan membeku lalu dibuat sumur dengan diameter 8 mm. Sampel antibakteri dimasukan kedalam sumur, diinkubasi pada 37 °C dan diamati zona bening yang terbentuk setelah 20 jam.

3.3.5 Pengamatan mikrostruktur

Edible Coating dengan Scanning Electron Microscopy SEM Lin et al 2002 Pengukuran Scanning Electron Microscopy SEM dilakukan untuk melihat mikrostruktur edible coating. Analisis SEM menggunakan alat SEM 5310 LV JEOL. Edible coating sebelumnya dikeringkan dengan freeze drying selama 19 jam sampai kadar air 2 atau kurang. Edible coating dipotong dengan ukuran 0.5 x 0.5 cm, Setelah preparasi selesai di lakukan pelapis menggunakan emas Au atau logam didalam Magnetron Sputtering Device yang dilengkapi dengan pompa vakum, dimana pompa vakum terjadi loncatan logam emas ke arah sampel, sehingga melapisi sampel. Selanjutnya sempel yang telah dilapisi diletakan pada tempat sampel dalam mikroskop elektron dan dilakukan tembakan elektron kearah sampel, maka akan terekam ke dalam monitor dan dilakukan pemotretan. 3.3.6 Aplikasi kitosan pada bakso 3.3.6.1 Pembuatan Bakso Daging sapi segar yang telah dipisahkan lemak dan jaringan ikatnya kemudian dicuci bersih ditimbang 250 gram. Tahap pertama yaitu daging dimasukan ke dalam food processor dengan menambahkan 20 ww es batu atau air es, garam 3 ww, kemudian dihancurkan selama 3 menit. Tahap kedua adalah percampuran dan penggilingan daging dengan penambahan larutan kitosan dan larutan kitosan dengan penambahan ekstrak bawang putih pada proses yang terpisah kemudian masing- masing proses ditambahkan bahan pengisi tepung sagu 20, merica 0,3 proses ini dilakukan selama 2 menit. Setelah terbentuk adonan, adonan dibentuk bulat, kemudian dimasukan kedalam air panas pada suhu 70 °C selama 10 menit kemudian direbus kembali pada suhu 100°C sampai mengapung dan matang selama 15 menit. Pembuatan adonan bakso dapat dilihat pada Gambar 6, sedangkan penambahan kitosan dan ekstrak bawang putih dapat dilihat pada Gambar 7.

3.3.6.2 Edible coating kitosan dan ekstrak pada bakso

Bakso yang telah matang kemudian dicelupkan kedalam larutan kitosan selama 60 detik dengan konsentrasi terbaik. Hal yang sama juga dilakukan dengan penambahan ekstrak bawang putih pada larutan kitosan. Kemudian ditiriskan dan diangin- anginkan. Aplikasi edible coating dapat dilihat pada Gambar 8 .

3.3.6.3 Penyimpanan Produk

Bakso yang telah matang dengan perlakuan penambahan kitosan di dalam adonan A dan bakso yang telah ditambahkan edible coating B masing – masing perlakuan dibagi berdasarkan konsentrasi kitosan yang dikemas dalam kemasan plastik polipropilen, kemudian ditempatkan pada suhu ruang 25-30 °C. Penyimpanan dilakukan selama 2 hari. Pengamatan yang dilakukan setiap hari. Gambar 5 Tahapan penelitian Adonan bakso Kitosan komersil Kitosan dan ekstrak dengan aktifitas antimikroba terbaik Aplikasi pada bakso Edible coating bakso Analisis produk. Kitosan 1,2 + ekstrak bawang putih2, 4, 6 Pengujian: - Derajat deasetilisasi DD -Aktifitas antimikroba Gambar 6 Pembuatan bakso tanpa penambahan kitosan dan ekstrak bawang putih dalam adonan Daging 250 gram Penghancuran 3 menit Es 20 bb Garam 3 Pencampuran dan penggilingan 2 menit Sagu 20 Adonan bakso Pencetakan bakso Dimasukan kedalam air panas 70 °C 10 menit Perebusan bakso 100 °C 15 menit BAKSO Analisis produk. Gambar 7 Pembuatan bakso dengan penambahan kitosan dan ekstrak bawang putih Penghancuran 3 menit Es 20 bb Garam 3 Pencampuran dan penggilingan 2 menit Adonan bakso Pencetakan bakso Dimasukan kedalam air panas 70 °C 10 menit Perebusan bakso 100 °C 15 menit BAKSO Daging 250 gram - Sagu 10 - Kitosan 1 - Kitosan 1 dan Ekstrak 2 - Kontrol Analisa produk. Gambar 8 Diagram pembuatan bakso dengan edible coating kitosan dan ekstrak bawang putih 3.3.7 Pengujian pada Bakso 3.3.7.1 Pengukuran pH AOAC, 1984 pH meter terlebih dahulu dikalibrasi menggunakan larutan buffer pH 7. Sebanyak 5 gram contoh dihaluskan dan ditambahkan sedikit aquadest dan diaduk hingga merata. Kemudian elektroda ditempatkan ke dalam sampel sehingga dapat terbaca nilai pH yang diukur. Kitosan 1 Asam laktat 2 Pengenceran dengan aquadest Pencelupan bakso sesuai dengan konsentrasi 60 detik Bakso ditiriskan dan dianginkan Larutan kitosan coating Bakso berlapis edible - ekstrak bawang putih 2 - Kontrol Analisa produk.

3.3.7.2 Kadar Protein AOAC, 1984 Sampel ditimbang sebanyak 0,2 gram dimasukan kedalam labu kjedahl

100 ml dan ditambahkan 2 gram K 2 SO 4 , HgO 1:1 dan H 2 SO 4 pekat 2 ml. Dilakukan distruksi selama 30 menit sampai diperoleh cairan hijau jernih, setelah dingin ditambahkan air suling 35 ml dan NaOH pekat 10 ml sampai bewarna coklat kehitaman lalu didestilasi. Hasil destilasi ditampung dalam Erlenmeyer 125 ml yang berisi 5 ml H 3 PO 3. Hasil destilasi kemudian yang tertampung kemudian dititrasi dengan HCl 0,02 N dengan menggunakan indikator. Hal yang sama dilakukan untuk blanko. Persentase kadar Nitrogen dan Kadar protein kasar dapat dihitung dengan rumus. N = HCl – blako – N HCl x 14.007 x 100 Sampel kering mg N = N x 6.25 Faktor koreksi

3.3.7.3 Kadar Air AOAC 1999

Sampel bakso seberat 3 gram dimasukan ke dalam cawan logam yang telah diketahui beratnya. Cawan diisi sampel selanjutnya dimasukan ke dalam oven suhu 105 °C selama 4- 6 jam hingga berat cawan dan sampel konstan, kemudian ditimbang beratnya: Kadar air dihitung dengan rumus : Kadar air = bobot sampel awal – bobot sampel akhir x 100 Bobot sampel awal 3.3.7.4 Kadar Lemak AOAC, 1984 Labu lemak yang akan digunakan dikeringkan dan ditimbang. Sampel dalam bentuk tepung sebanyak 5 gram dimasukan kedalam selubung ekstraksi. Kemudian selubung yang sudah berisisampel dimasukan kedalam soxhlet. Kemudian soxhlet dan kondensor dipasang pada labu ekstraksi yang tealh ditimbang terlebih dahulu. Kemudian di tambahkan 50 ml dietil eter, lalu dipasangkan pada pemanas. Lakukan refluks selama 5 jam sempai pelarut yang turun kembali kedalam labu ekstraksi bewarna jernih. Kemudian solven dalam labu ekstraksi diuapkan dan labu ekstraksi tersebut beserta ekstrak lemak selanjutnya dikeringkan dalam oven pada suhu 100 °C selama 60 menit atau sampai beratnya tetap, lalu didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Kadar lemak dihitung dengan rumus: 100 x sampel gram ekstraksi labu dalam lemak gram Lemak = 3.3.7.5 Penentuan tekstur secara objektif Kekerasan dan kekenyalan bakso diukur dengan Texture Analyzer TA- XT2i menggunakan probe compress dengan cara memberikan tekanan sebanyak dua kali. Pada pemotongan pertama akan terbentuk kurva dengan puncak tertinggi menyatakan sebagai kekerasan sampel kemudian pada penekanan press berikutnya diperoleh kurva kedua. Nilai kekenyalan adalah perbandingan Time different dari kurva kedua dan kurva pertama. Sedangkan untuk daya iris menggunakan probe Warner- Bratzler Blande. Cara kerja alat ini adalah sebagai berikut pisau akan memotongsampel Pengaturan Texture Analyzer TA-XT2i sebagai berikut: Tabel 3 Pengaturan Texture Analyzer TA-XT2i Parameter Setting Mode Option Pre test speed Test speed Post test speed Distance Time Trigger type Force Measure force in compression TPA 2,0 mm s 5,0 mm s 5,0 mm s 30,0 mm 5,0 second Auto – 20.0 gram Gram

3.3.7.6 Pengukuran Aktifitas Air

Pengukuran dilakukan dengan a w meter yang sebelumnya dikalibrasi dengan larutan NaCl jenuh pada kertas saring dan diletakan diatas cawan. Nilai A w diset sampai dengan 0,7509. Sampel dipotong dengan ketebalan sekitar 0.2 cm dan diletakan dalam cawan pengukur, lalu ditutup dan dikunci. Alat dijalankan hingga tanda completed dan nilai a w terbaca.

3.3.7.7 Uji Warna

Pengukuran warna secara objektif menggunakan alat chromometer CR200 dengan notasi hunter Lab. Chromameter dikalibrasi dengan mengukur plate kalibrasi yang berwarna putih sebanyak tiga kali. Kemudian sampel diletakkan pada tempat pengukuran sampel, lalu ditekan tombol start dan akan diperoleh nilai L, a, dan b dari sampel. L menyatakan kecerahan sampel dengan kisaran nilai 0 sampai 100 putih. Semakin tinggi nilai L, maka semakin tinggi tingkat kecerahan sampel tersebut. 3.3.7.8 Analisis Total Mikroba Fardiaz, 1989 Analisis total mikroba dilakukan dengan metode TPC Total Plate Count. Sebanyak 5 gram sampel dimasukan dalam plastik tahan panas steril yang berisi 45 ml larutan pengencer steril. Sampel tersebut kemudian dihancurkan dengan menggunakan alat stomacher selama 120 detik sehingga dihasilkan sampel bakso dengan pengenceran 1 : 10. Campuran dikocok, diambil 1 ml kemudian dimasukan dalam tabung reaksi 9 ml larutan pengencer steril sehingga diperoleh pengenceran 10 -2 . Dengan cara yang sama dilakukan pengenceran 10 -3 ,10 -4 dan seterusnya. Setiap pengenceran dipipet secara aseptis 1 ml suspensi sampel dan dimasukan kedalam cawan petri steril. Selanjutnya ditambahkan 15 – 20 ml medium PCA Plate Count Agar steril bersuhu 45- 50 °C duplo. Setelah media membeku, cawan petri diinkubasi dengan posisi terbalik pada inkubator suhu 37 °C selama 2 hari. Perhitungan jumlah total mikroba dilakukan dengan metode Harrigan, dengan rumus : N = C [1 x n1 + 0.1 x n2] x d N = jumlah koloni per gram C = Jumlah total koloni yang tumbuh dalam cawan yang dihitung n1 = Jumlah cawan pada pengenceran pertama yang dihitung n2 = Jumlah cawan pada pengenceran kedua yang dihitung d = tingkat pengenceran pertama 3.3.7.9 Uji Organoleptik Rahayu, 1998 Batas umur simpan ditentukan berdasarkan hasil uji deskriptif sensori terhadap parameter mutu kritis. Penentuan mutu kritis didasarkan pada hasil uji organoleptik terhadap parameter, teksturkekerasan, kekenyalan dan tingkat penerimaan umum keseluruhan . Bakso yang diuji adalah bakso dengan formula kitosan X, bakso dengan formula edible coating kitosan Y. Uji organoleptik menggunakan panelis sebanyak 25 orang Uji yang dilakukan adalah uji hedonik atau uji kesukaan. Uji hedonik atau uji kesukaan merupakan salah jenis uji penerimaan. Skala hedonik dapat direntangkan menurut skala yang dikehendaki. Pada uji ini panelis diminta untuk mengemukakan tingkat kesukaan pada bakso, dengan 5 skala hedonik berurutan mulai dari 1 sangat tidak suka, 2 tidak suka, 3 netral, 4 suka dan 5 sangat suka. Pengujian terhadap uji hedonik harus dilakukan secara spontan. Untuk itu panelis dapat mengisi formulir isian Lampiran 26. Hasil uji organoleptik diolah dengan uji statistik nonparametrik, yaitu Kruskal Wallis yang bertujuan untuk mengetahui apakah antara perlakuan berbeda nyata Steel dan Torrie 1993. Apabila hasil analisis menunjukkan adanya pengaruh nyata maka dilanjutkan dengan uji Duncan yang bertujuan untuk mengetahui perlakuan mana saja yang memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap parameter yang diukur atau dianalisis. Model matematika uji tersebut adalah sebagai berikut : H = 1 12 + n n ∑ ni Rj - 3n+1 T = t-1 t t+1 Pembagi = 1- 1 1 + − n n n T , H’ = pembagi H Keterangan : n = total pengamatan n i = banyaknya pengamatan pada perlakuan ke-i R j = jumlah ranking dalam perlakuan ke-j

3.4 Rancangan Percobaan

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap faktorial dengan perlakuan perbandingan penambahan kitosan dan lama penyimpanan. Perlakuan dalam percobaan yaitu pada adonan dan edible coating Rancangan percobaan pada adonan bakso terdiri dari faktor penambahan kitosan 1, kitosan 1 dengan ekstrak bawang putih 2, serta kontrol dan lama penyimpanan 0, 12 dan 24 jam. Sedangkan rancangan percobaan edible coating kitosan bakso terdiri dari faktor penambahan kitosan 1, kitosan 1 dengan ekstrak bawang putih 2, serta kontrol dan lama penyimpanan 0, 12, 24 dan 36 jam. Masing- masing perlakuan adonan dan edible coating dilakukan dengan 3 kali ulangan Model statistika rancangan penelitian tersebut adalah sebagai berikut : Y ij = μ + τi + ε ij , dimana : i = 1,2,3,4,5,6 dan ulangan ke-j = 1,2,3 Y ijk = Nilai pengamatan pada saat percobaan ke-i yang memperoleh perlakuan ke- j μ = Nilai tengah umum τi = Pengaruh perlakuan ke- i ε ij = Pengaruh acak pada perlakuan ke i ulangan ke j Untuk melihat pengaruh faktor perlakuan digunakan analisis sidik ragam ANOVA pada taraf 0.05. Perlakuan yang memberikan respon nyata dilakukan uji lanjut menggunakan Uji Duncan. Analisis dilakukan dengan menggunakan software SPSS version 13.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Kitosan yang digunakan pada penelitian ini adalah kitosan komersil Gambar 9. Kitosan tersebut kemudian dilarutkan dalam asam organik yaitu asam laktat dengan konsentrasi 2 vv. Pemilihan pelarut kitosan yang digunakan untuk melarutkan kitosan yaitu asam laktat 2, hal ini sesuai dengan pernyataan Kim 2006 yang menyebutkan konsentrasi asam laktat yang terbaik untuk melarutkan kitosan adalah 2. Pemakaian pelarut asam laktat juga telah dilakukan pada pembuatan edible film kitosan dimana hasil pengujian dengan pelarut asam laktat 2 memperlihatkan penghambatan yang lebih besar dibandingkan pelarut asam asetat 1 Astuti, 2007. Tahap pertama pada penelitian ini adalah melarutkan kitosan dengan konsentrasi 1 dan 2 bv dalam larutan asam laktat 2. Gambar 9 Kitosan komersil

4.1 Karakteristik Kitosan

Persiapan sampel ini merupakan tahap pertama penelitian yang bertujuan untuk menggetahui karateristik kitosan khususnya daya antimikroba kitosan. Hasil pengujian karakteristik kitosan komersil yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.