194
IV. C. 2. d. Analisis Intrapersonal pada Suami Kasus 3
Kehadiran seorang anak dapat memberikan kebahagiaan dalam kehidupan rumah tangga Muskibin, 2005. Namun ketika anak yang diharapkan itu tidak
juga hadir dalam kehidupan rumah tangga, maka akan dapat menimbulkan kegelisahan, baik pada suami maupun pada istri.
Pada suami Kasus 3, kegelisahan karena belum memiliki anak muncul di saat 2 tahun pernikahannya. Kegelisahan itu muncul ketika ia melihat keluarganya
yang lain telah memiliki anak, bahkan kerabatnya yang baru menikah telah memiliki anak. Kegelisahan itu muncul dan suami merasa bingung dengan
keadaannya ini. Terkadang suami juga merasakan kemarahan karena ia yang sudah 6 tahun menikah belum juga memiliki anak. Kegelisahan karena belum
memiliki anak adalah hal yang wajar dirasakan oleh pasangan suami-istri terlebih jika usia pernikahannya telah lebih dari 1 tahun. Karena menurut Papalia Olds
1998, suatu keadaan dimana tidak terjadi kehamilan setelah minimal 12 bulan berhubungan seksual tanpa pelindung dapat digolongkan keadaan infertilitas
tidak subur. Namun kebingungan dan kemarahan yang dirasakan suami tidak
mebuatnya putus asa dan menganggap hidupnya tidak bermakna. Suami tetap optimis dalam menjalani hidup. Dalam Bastaman 2007 dikatakan mereka yang
menghayati hidup bermakna menunjukkan corak kehidupan yang penuh semangat dan gairah hidup serta jauh dari perasaan hampa dalam menjalani kehidupan.
Memang saat ini suami merasa hidupnya monoton dan kurang lengkap tanpa anak. Akan tetapi ia tetap menjalani hidupnya dengan penuh keoptimisan dan
Universitas Sumatera Utara
195 kegigihan dalam meraih tujuan hidupnya. Mereka yang menghayati hidup
bermakna memiliki tujuan hidup, baik tujuan jangka pendek maupun tujuan jangka panjang dalam Bastaman, 2007. Suami memiliki tujuan hidup yang jelas
yaitu ia ingin agar dirinya dapat bertanggungjawab kepada anaknya nanti. Namun karena saat ini ia belum memiliki anak, suami ingin bertanggungjawab lebih dulu
kepada istri. Suami ingin membahagiakan istri. Untuk tujuannya ini, suami berusaha agar ia bekerja lebih giat dan gigih. Dan untuk urusan anak, suami
berusaha melakukan semampunya dan berdoa kepada Tuhan agar dapat mengabulkan harapannya itu.
Dari suami Kasus 3, terlihat bahwa suami menganggap anak itu sebagai sesuatu yang berarti. Namun ketidakhadiran anak tidak mebuatnya kehilangan
arah dan putus asa. Bahkan suami dapat melihat hal positif yang dapat dipelajarinya dan menyadari ada hikmah di balik keadaannya ini. Hal ini sesuai
dengan ciri mereka yang menghayati hidup bermakna yaitu jika mereka pada suatu saat berada dalam situasi yang tidak menyenangkan atau mereka sendiri
mengalami penderitaan, mereka akan menghadapinya dengan sikap tabah serta sadar bahwa senantiasa ada hikmah yang “tersembunyi” di balik penderitaannya
itu dalam Bastaman, 2007. Suami juga tetap menjalani hidup ini dengan keoptimisan dan berusaha melakukan yang terbaik. Jadi keadaannya yang belum
memiliki anak tidak mempengaruhi suami dalam memaknai hidupnya. Suami tetap memaknai hidupnya sebagai keadaan yang bermakna.
Sumber-sumber makna hidup pada suami Kasus 3 daoat dilihat sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
196 1
Nilai-nilai Kreatif Creative Values Nilai-nilai kreatif Creative Values adalah “apa yang dapat diberikan bagi
kehidupan ini what we give to live”. Maksudnya melalui tindakan-tindakan kreatif atau menciptakan suatu karya seni atau bahkan dengan melayani orang lain
dapat dikatakan sebagai ungkapan rasa seseorang. Melalui karya dan kerja seseorang dapat menemukan arti hidup dan menghayati kehidupan secara
bermakna dalam Bastaman, 2007. Pada suami Kasus 3, ia melakukan pekerjaannya dengan gigih dan keoptimisan. Suami juga ingin membuat usahanya
sendiri. Suami ingin ketika ia memiliki anak nanti, ia dapat memenuhi kebutuhan anaknya sehingga ia harus bekerja lebih giat.
2 Nilai-nilai Penghayatan Experiential Values
Nilai-nilai penghayatan Experiential Values adalah “apa yang dapat kita ambil dari dunia ini” what we take from the world. Maksudnya dengan
mengalami sesuatu misalnya melalui kebaikan, kebenaran dan keindahan, dengan menikmati alam dan budaya, atau dengan mengenal manusia lain dengan segala
keunikannya, dengan mencintainya dalam Bastaman, 2007. Pada suami Kasus 3, hubungannya dengan keluarganya membuatnya lebih sabar dan kuat dalam
menghadapi keadaannya yang belum memiliki anak dan tetap optimis jika ia akan memiliki anak.
3 Nilai-nilai Bersikap Attitudinal Values
Nilai-nilai bersikap Attitudinal Values adalah “sikap yang diambil untuk tetap bertahan terhadap penderitaan yang tidak dapat dihindari” the attitude we
take toward unavoidable suffering. Ketika manusia menghadapi nasib buruk atau
Universitas Sumatera Utara
197 situasi menghambat yang tidak bisa diubahnya, dengan kata lain ketika menderita,
dia tetap bisa merealisasikan nilai yang bisa mengantarkannya kepada makna dalam Bastaman, 2007. Pada suami Kasus 3, ia lebih sabar dan
menyerahkannya kepada Tuhan. Karena ia optimis Tuhan memiliki rencana yang baik dan ia harus tetap berusaha dan berdoa dalam menunggu kehadiran anak
dalam rumah tangga mereka. 5
Nilai-nilai Pengharapan Hopeful Values Harapan adalah keyakinan akan terjadinya hal-hal yang baik atau
perubahan yang menguntungkan di kemudian hari. Harapan sekalipun belum tentu menjadi kenyataan dapat memberikan sebuah peluang dan solusi serta tujuan baru
yang menjanjikan yang dapat menimbulkan semangat dan optimisme dalam Bastaman, 2007. Pada suami Kasus 3, ia tetap berharap akan memiliki anak dan
harapan itu membuatnya tetap optimis jika nantinya ia akan dapat memiliki anak. Dari hasil wawancara, dapat disimpulkan bahwa pada suami Kasus 3,
sumber makna hidup yang dominan adalah nilai penghayatan Experiential Values. Suami merasakan hubungannya dengan keluarganya dapat membuatnya
optimis dalam menjalani keadaannya yang belum memiliki anak. Selain itu, keyakinannya akan ajaran agama membuat istri tetap yakin jika Tuhan akan
memberikan anak kepada mereka.
IV. C. 3. Analisis Interpersonal Kasus 3 Istri dan Suami a. Hubungan dengan Pasangan