174 kayak selebritis, perceraian gitu, kan. Itu jauh-jauhlah, ya. Enggak pernah
terpikir sampe ke situ.” K3.I, W2b. 180-188hal. 22-23. Karena itu istri berusaha untuk lebih baik lagi dalam hidupnya seperti mengurangi
sifat-sifat negatifnya dan lebih menerima pasangannya apa adanya. “Usaha, ya… kita berusaha untuk inilah, apa namanya… apa namanya, ya.
Usaha untuk meraih itu, ya… lebih ke mengurangi sifat yang jelek, gitu kan. Lebih nerima pasangan kita apa adanya. Apapun masalah itu… kita
selesaikan dengan… dengan… dengan baik-baik. Saling menghargailah, menghormati, dan yang terpenting saling mengasihi satu sama lain. Karena
yang mendasari kita itu membina rumah tangga itu kan kasih. Jadi, kasihlah yang harus dipupuk terus… terus kan. Supaya jangan dia hilang.
Kasih itulah satu sama lain, kan.” K3.I, W2b. 201-212hal. 23.
IV. C. 2. d. Analisis Intrapersonal pada Istri Kasus 3
Duval Miller 1980 mengatakan pernikahan adalah suatu hubungan yang diakui secara sosial antara pria dan wanita yang mensahkan hubungan
seksual dan adanya kesempatan mendapatkan keturunan dalam Patmonodewo, 2001. Kehadiran anak dapat memberikan kebahagiaan dalam kehidupan rumah
tangga Muskibin, 2005. Namun hal ini belum dapat dirasakan oleh istri karena sampai di 6 tahun usia pernikahannya, istri dan suami belum juga dapat memiliki
anak. Ketika pernikahan hampir berjalan 2 tahun, istri mulai merasakan
kegelisahan karena ia belum memiliki anak. Hal ini mulai dirasakan istri karena ia melihat pasangan lain yang baru menikah dapat dengan segera memiliki anak.
Kegelisahan ini merupakan hal yang wajar yang dirasakan istri karena keadaan di mana tidak terjadi kehamilan setelah minimal 12 bulan berhubungan seks tanpa
pelindung sudah digolongkan pada keadaan infertilitas Papalia Olds, 1998. Pada istri Kasus 3 di tahun pertama pernikahannya ia tidak terlalu
Universitas Sumatera Utara
175 mengkhawatirkan keadaannya yang belum memiliki anak. Akan tetapi ketika
pernikahannya menjelang usia 2 tahun, kegelisahan itu mulai ia rasakan. Terlebih ketika ia mengetahui bahwa kista yang ada padanya telah mengganggu dan harus
diangkat. Hal itu membuat istri merasa sedih dan takut. Namun kesedihan dan ketakutannya itu tidak ia tunjukkan kepada orang lain. Tetapi keluarga, baik
keluarga suami maupun keluarganya, tidak henti-hentinya memberikan dukungan dan semangat kepadanya. Dan ketakutan serta kesedihannya itu berubah menjadi
sikap optimis dalam menghadapi operasinya nanti. Mereka yang menghayati hidup bermakna, jika mereka pada suatu saat
berada dalam situasi yang tidak menyenangkan atau mereka sendiri mengalami penderitaan, mereka akan menghadapinya dengan sikap tabah serta sabar bahwa
senantiasa ada hikmah yang “tersembunyi” di balik penderitaannya itu dalam Bastaman, 2007. Keadaan istri yang belum memiliki anak dapat digolongkan
sebagai suatu keadaan yang tidak menyenangkan karena ia merasa ia akn lebih baik, bahagia, dan menyenangkan hidupnya jika ia memiliki anak. Namun di balik
itu semua, istri tetap dapat melihat hal positif yang ia dapat pelajari dari keadaannya yang tidak menyenangkan ini, yaitu ia merasa dapat berbakti kepada
orangtua, karena saat ini ibu mertuanya sedang sakit dan membutuhkan perawatan serta perhatian dari keluarganya.
Dalam Bastaman 2007 dikatakan bahwa mereka yang menghayati hidup bermakna memiliki tujuan hidup baik tujuan jangka pendek maupun jangka
panjang sehingga kegiatan-kegiatan mereka menjadi lebih terarah. Pada istri Kasus 3 dapat dilihat bahwa dalam keadaannya yang belum memiliki anak ini, ia
Universitas Sumatera Utara
176 tetap memiliki tujuan hidup yang jelas yang berusaha ia raih. Yang menjadi tujuan
hidup istri adalah ingin agar hubungannya dengan suaminya dapat langgeng sampai tua nanti. Dan dengan tujuan itu, istri berusaha untuk menjadi pribadi yang
lebih baik lagi yaitu dengan semakin memperbaiki diri, megurangi sifat-sifat negatif, dan mau menerima pasangan apa adanya, serta selalu saling mengasihi.
Istri berharap dapat terus mempertahankan hubungan pernikahannya dengan suaminya dan tidak ingin mengikuti trend masa kini yang sering bercerai.
Sumber-sumber makna hidup pada istri dapat dilihat sebagai berikut: 1
Nilai-nilai Kreatif Creative Values Nilai-nilai kreatif Creative Values adalah “apa yang dapat diberikan bagi
kehidupan ini what we give to live”. Maksudnya melalui tindakan-tindakan kreatif atau menciptakan suatu karya seni atau bahkan dengan melayani orang lain
dapat dikatakan sebagai ungkapan rasa seseorang. Melalui karya dan kerja seseorang dapat menemukan arti hidup dan menghayati kehidupan secara
bermakna dalam Bastaman, 2007. Pada istri Kasus 3 dapat dilihat bahwa ia melakukan kegiatan yang dapat mengembangkan minatnya dari dulu dengan
mengikuti les salon. Istri berharap nantinya ketika ia telah mahir dalam bidang salon ini, ia ingin membuka salonnya sendiri. Selain itu dengan mengikuti les
salon ini, istri dapat melupakan kesedihan ataupun perasaannya yang tertekan. 2
Nilai-nilai Penghayatan Experiential Values Nilai-nilai penghayatan Experiential Values adalah “apa yang dapat kita
ambil dari dunia ini” what we take from the world. Maksudnya dengan mengalami sesuatu misalnya melalui kebaikan, kebenaran dan keindahan, dengan
Universitas Sumatera Utara
177 menikmati alam dan budaya, atau dengan mengenal manusia lain dengan segala
keunikannya, dengan mencintainya dalam Bastaman, 2007. Pada istri Kasus 3, hubungannya dengan keluarga semakin membuatnya semangat dan optimis dalam
menghadapi keadaannya yang belum memiliki anak ini. Istri merasa selama ini, ia tidak pernah didesak untuk segera memiliki anak oleh keluarga, bahkan merekalah
yang selalu siap untuk memberikan dukungan kepadanya. Selain itu, ketika ia merasa sedih dan takut dengan keadaannya yang belum memiliki anak, ia selalu
berdoa kepada Tuhan dan dengan berdoa, istri merasa lega dan seperti mendapatkan kekuatan dari Tuhan.
3 Nilai-nilai Bersikap Attitudinal Values
Nilai-nilai bersikap Attitudinal Values adalah “sikap yang diambil untuk tetap bertahan terhadap penderitaan yang tidak dapat dihindari” the attitude we
take toward unavoidable suffering. Ketika manusia menghadapi nasib buruk atau situasi menghambat yang tidak bisa diubahnya, dengan kata lain ketika menderita,
dia tetap bisa merealisasikan nilai yang bisa mengantarkannya kepada makna dalam Bastaman, 2007. Pada istri Kasus 3, ia lebih pasrah dan yakin jika ia
kan memilii anak. Karena istri yakin Tuhan akan memberikan anak kepada mereka. Karena itulah istri tetap pasrah dan yakin sambil terus berusaha
melakukan pengobatan. 4
Nilai-nilai Pengharapan Hopeful Values Harapan adalah keyakinan akan terjadinya hal-hal yang baik atau
perubahan yang menguntungkan di kemudian hari. Harapan sekalipun belum tentu menjadi kenyataan dapat memberikan sebuah peluang dan solusi serta tujuan baru
Universitas Sumatera Utara
178 yang menjanjikan yang dapat menimbulkan semangat dan optimisme dalam
Bastaman, 2007. Pada istri Kasus 3, ia tetap berharap akan memiliki anak dan ia optimis jika kistanya itu diangkat, ia akan dapat memiliki anak.
Dari hasil wawancara, dapat disimpulkan bahwa pada istri Kasus 3, sumber makna hidup yang dominan adalah nilai penghayatan Experiential
Values. Istri merasakan hubungannya dengan keluarga suami dapat membuatnya optimis dalam menjalani keadaannya yang belum memiliki anak. Selain itu,
keyakinannya akan ajaran agama membuat istri tetap yakin jika Tuhan akan
memberikan anak kepada mereka.
Universitas Sumatera Utara
179
IV. C. 2. Suami IV. C. 2. a. Deskripsi Data