Konsep Kepemimpinan Dalam Islam

4฀ Islam. Jika pemimpin sewaktu-waktu mengabaikan aturan-aturan dalam syariat islam, maka pada saat itu ia harus di makzulkan. d. Pengemban Amanah Pemimpin adalah seseorang yang mengemban amanah dari Allah. Oleh karena itu ia memiliki sebuah tanggung jawab yang besar, dalam Al- Quran memmerintahkan pemimpin melaksanakan tugasnya untuk Allah Swt dan menunjukan sikap yang baik kepada para pengikutnya. e. Bermusyawarah dan Tidak Sombong Mejadi prinsip dasar dari sebuah kepemimpian Islam adalah terlaksananya musyawarah sebagai sarana untuk menyelesaikan masalah dalam kepemimpinan. Dengan prinsip dasar ini menjadikan sikap adil dan memberikan kebebasan berpikir bagi semua pihak yang ada dalam lingkup kepemimpinanya, oleh karena itu pemimpin islam bukanlah kepemimpinan tirani yang mengabaikan proses koordinasi atau musyawarah, namun ini menjadi wadah bertukar pemikiran dengan semua pihak yang terkait yang di laksanakan secara terbuka, objektif dan menjunjung tiggi rasa sling menghormati. Sehingga para pengikuit atau bawahan merasakan bahwa persoalan itu menjadi tujuan untuk kepentingan mereka bersama. f. Disiplin Konsisten dan Konsekwen Disiplin, konsisten, dan konsekwen adalah cirri dari kepemimpinan dalam Islam, sikap dan sifat-sifat seperti ini tentunya akan diwujudkan dalam semua tindakan maupun perbuatannya, karena ia yakin bahwa Allah 42 melihat apa yang dilakuknya, dan itu merupakan sikap dan sifat-sifat yang tidak boleh dilanggar. Selanjutnya Al-Ghazali mengatakan bahwa keberadaan pemimpin merupakan tuntunan bagi ketertiban dunia, karena itu merupakan tuntunan pula bagi ketertiban agama. Dengan kata lain kewajian mengangkat seorang kepala Negara atau pemimpin Negara tidak hanya berdasarkan pertimbangan dunia semata, tetapi juga harus berdasarkan pertimbangan agama. Kemudian dalam kitabnya al-Tibr al-฀asbuk fi nasihat al-฀uluk, Al-Ghazali mengemukakan bahwa allah telah memilih dua dari antara cucu-cucu Adam yaitu: pertama, para nabi yang bertugas menjelaskan kepada hamba-hamba Allah tentang jalan yang benar dan jalan yang akan membawa kebahagiaan di dunia maupun di akhirat dan kedua, para sultan yang bertugas menjaga agar hamba-hamba Tuhan tidak saling bermusuhan dan saling melangar hak yang lain, dengan kearifanya mengembangkan kesejahteraan mereka dan memandu mereka ke arah kedudukan terhormat, seperti kata ungkapan bahwa: “Sultan adalah bayangan Allah di muka bumi-Nya”. Maka itu menjadi keharusan kita tahu bahwa yang oleh Allah berikan peringkat sultan dan menjadikan bayangan-Nya diatas muka bumi itu wajib dicintai oleh semua mahluk Allah, dan mereka harus ikut, tunduk dan taat kepadanya, serta tidak dibenarkan untuk tidak mengikuti perintahnya. Dengan demikian maka kekuasaan kepala Negara, sultan atau raja tidah dating dari rakyat tetapi dari Allah berdasarkan pilihan-Nya, 43 Allah menganugrahkan kesultanan dan kerajaan kepada orang yang dikehendaki, seperti fiman allah dalam Q.s. Ali ‘Imran 26: ฀฀฀ ฀฀฀ ฀ ฀฀฀ ฀ ฀฀฀฀ ฀ ฀ ฀ ฀฀฀฀ ฀ ฀ ฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀ Katakanlah: Wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau ฀aha Kuasa atas segala sesuatu. Q.s. Ali ‘Imran:26 . Berdasarkan ayat yang disebutkan sebelumnya, Al-Ghazali berpendapat bahwa kekuasaan kepala Negara itu muqaddas suci, dan oleh karena itu wajib hukumnya bagi rakyat utuk taat kepada kepala Negara dan melaksanakan semua perintahnya. Hampir sependapat dengan Al-Ghazali, Ibn Taymiyah mengemukakan bahwa: Mendirikan suatu pemerintahan untuk mengelola urusan umat merupakan kewajiban agama yang paling agung, karena agama tidak mungkin tegak tanpa pemerintahan. Umat manusia tidak akan mampu untuk mencukupi semua kebutuhannya tanpa kerjasama dan saling membantu dalam kehidupan berkelompok, dn tiap kehidupan berkelompok atau bermasyarakat memerlukan seorang kepala atau pemimpin. Pendapat Ibn Taymiyah tersebut menunjukan bahwa sultan atau kepala Negara adalah wakil Tuhan di bumi yang bertugas mengatur dan membina kehidupan bermasyarakan dengan berpedoman kepada agama. Pendapat Ibn Taymiyah bersumber kepada penafsiran terhadap Al-Quran berikut ini: 44 ฀ ฀฀฀ ฀฀฀ ฀฀ ฀฀฀ ฀฀ ฀฀฀ ฀ ฀฀฀ ฀ ฀ ฀ ฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀ ฀฀฀฀฀฀฀ Hai orang yang beriman, taatlah kepada Allah, dan taatlah kepada Rasul, dan kepada Ulil Amri orang-orang yang berkuasa diantara kamu. Dan bila kamu berselisih tentang sesuatu di kalanganmu sendiri, hendaklah kamu mengembalikanya kepada Allah dan Rasul. Jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian, itu lebih baik dan penyelesaian yang paling indah Q.s. an-Nisa:59 Menurut Ibn Taymiyah surah al-Nisa ayat 59 ini ditujukan kepada rakyat dan rakyat diperintahkan supaya taat, tidak saja kepada Allah dan Rasul, tetapi juga kepada para pemimpin mereka. Rakyat diminta untuk melakukan segala perintahnya, selama tidak diperintahkan untuk berbuat maksiat atau melakukan perbuatan yang dilarang oleh agama, kemudian jika ada perbedaan pendapat diantara mereka, maka dalam mencari penyelesaian dianjurkan untuk kembali berpedoman kepada Allah Al-Quran dan Rasul Al-Sunnah. Kedua pemikir Islam di atas Al-Ghazali dan Ibn Taymiyah telah mengemukakan dari berbagai macam alasan yang menjadi dasar pendapat mereka mengapa seorang pemimpin dalam Islam diberikan hak otoritas dan kewenanganya dalam menjalankan amanah serta melaksanakan kekuasaanya. 47

BAB III GAMBARAN UMUM FILM BATLLE OF EMPIRES FETIH 1453

A. Sejarah Tokoh

Sultan Muhammad Al-Fatih atau yang didalam film Battle of Empires Fetih 1453 dikenal dengan sebutan Sultan Mehmed II lahir di Edrine pada Tanggal 29 Maret 1432. Beliau adalah sultan ke-7 Daulah Utsmaniyyah dan anak ke-3 dari tiga bersaudara. Diceritakan Sultan Murad II ayahnya, ketika menunggu kelahiran Sultan Mehmed II, menenangkan diri dengan membaca Al-Quran dan lahirlah anaknya saat bacaanya sampai pada surah Al-Fath, surat yang berisi janji-janji Allah Swt akan kemenangan kaum Muslim. Sebagai Anak laki-laki ketiga, Mehmed tidak diperkirakan siapapun untuk menjadi penganti Murad II menjadi sultan. Ketika berumur 2 tahun Mehmed II dikirim bersama kaka tertuanya Ahmed ke Amasya, yaitu kota tempat mempelajari pemerintahan sebagai keluarga kesultanan. Ketika berumur 6 tahun Mehmed II yang masih sangat belia diangkat menjadi gubernur di Amasya setelah kematian kakanya yang secara tiba-tiba, kemudian setelah 2 tahun memimpin kota Amasya mehmed bertukar tempat dengan kaka keduanya Ali untuk memimpin Manisa, dan kemalangan pun terjadi dikota yang sama yaitu di kota Amasya Ali pun dibunuk oleh seorang turki yang kemungkinan besar adalah kaki tangan Byzantium Romawi yang selalu menimbulkan kekacauan kepada Utsmani. Peristiwa yang menimpa kedua anaknya menjadika Murad II sangatterpukul, yang kemudian harapanyahanya dapat tertumpu pada Sultan Mehmed II. Maka saat itu juga Murad II memerintahkan Mehmed II untuk 48 kembali ke Edrine untuk mendapatkan pendidikan khusus dari para Ulama- ulama terbik pada zamannya, dan mempelajari berbagai macam disiplin ilmu yang berkaitan dengan Al-Quran, ilmu Fiqh, ilmu bayan, dan beberapa ilmu lainya seperti bahasa, Astronomi, Matematika, Kimia, Fisika, dan juga teknik perang militer. Untuk mempersiapkan Mehemed II untuk menjadi penganti dirinya Murad II memberikan tugas pembentukan kepribadian ini kepada Syaikh Ahmad Al-Kurani dan Syaikh Aaq Syamsuddin. Mehmed II mulai menghafal Al-Quran pada usia 8 tahun dan ia juga mempelajari etika belajar dari Syaikh Al-Kurani namun yang membentuk mental dan kepribadian Sultan Mehemed II adalah Syaikh Aaq Syamsuddin yang darinya tidak hanya diajarkan ilmu-ilmu yang dikuasai tetapi senantiasa mengingatkan akan kemuliaan Ahlu Bisyarah yang akan menaklukan Konstantinopel, dan menceritakan perjuangan Rasulullah Saw dan para sahabatnya dalam menegakan Islam. Proyeksi bahwa Mehmed II adalah sang penakluk Konstantinopel membawa inspirasi, motivasi dan pengaruh yang sangat besar bagi dirnya, digabungkan dengan watak dan keamuan kerasnya menjadikan Sultan Mehemed dalam umur 17 tahun dapat menguasai berbagai macam bahasa yaitu bahasa Turki dan Persia tyang sangat fasih, Arab, Prancis, Yunani, Serbia, Hebrew, dan latin. Selain kemapuan dalam berbahasa kemampuanya ditunjukan dalam ilmu Sejarah, Geografi, Syair dan Puisi, serta keahlianya dalam perangpun selalu menjadi buah bibir di kalangan Kesultanan, bahkan dikatakan bahwa mehmed selalu menghabiskan waktunya menunggangi kuda, bahkan Mehmed II 49 semenjak baligh tak pernah melewatkan shalat Tahajud terlebih melewatkan Shalat lima waktu. Kemudian tepat pada usia 19 tahun mehmed mengantikan Ayanya yang sudah meninggal krena sakit, saat itulah kemudian Mehmed II menjalankan manifestasi obsesinya sejak kecil yaitu menaklukan konstantinopel. Kebijakan ini diputuskanya sebagai kebijakan utama dalam pemerintahanya yang baru. Pernah dideskripsikan oleh Giacomo de Languschi, seorang penulis dari Italia pada zamanya tentang Sultan Mehmed II sebagai berikut: Penguasa Turki Utsmani Mehemed Bey adalah sorang pemuda yang berbadan kekar dan mempunyai perawakan besar, ahli dalam bidang persenjataan, lebih ditakuti daripata disegani, sedikit tertawa, sangat teliti dan berhati-hati dalam langkahnya, diberkahi kemurahan hati, gigih dalam menjalankkan rencananya, gagah dalam setiap usahanya, berhasrat untuk mencapai prestasi sebagaimana Alexander Macedonia. Setiap hari ia dibacakan sejarah kesatria Romawi dan kesatria lainya. Dia berbicara tiga bahasa, yaitu Turki, Yunani, dan Slavia. Dia bersungguh-sunguh mempelajari keadaan geografi Italia, dan mempelajari kota dimana Paus duduk dandimana kaisar duduk serta memiliki peta Eropa dangan Negara dan Provinsinya. Dan tak ada yang menarik baginya selain geografi dan urusan Militer serta dia lihai dalam menilai kondisi dan keadaan yang sedang dialami sebagian besar masyarakat di Barat. Bayak Sejarawan mengatakan bahwa motif utama penaklukan Konstantinopel adalah usaha Sultan Mehmed II dalam mewujudkan Bisyarah Rasullulah Saw yang menjadi Inspirator utama dalam hidupnya.