Film Sebagai Media Komunikasi Massa

2฀ wave Perancis, Jean-Luc Godard suatu ketika pernah mengatakan we were all critics before beginning to make films, and I loved all kinds of cinema. It was that cinema that made us, or me, at least want to make films. I knew nothing of life expect through cinema. Saya setuju dengan pendapat banyak pengamat bahwa film adalah salahsatu medium yang paling ampuh untuk mempengaruhi manusia, baik untuk tujuan baik maupun buruk. Dengan memahami sebuah film dengan baik akan membuat kita mampu mengambil hal-hal yang patut kita contoh serta membuang jauh hal-hal yang merugikan kita, hingga kita bisa menjadi manusia yang lebih baik. Oleh karena itu media bukan cuma menentukan realitas seperti apa yang akan dikemukakan namun media juga harus bisa memilah siapa yang layak dan tidak layak masuk menjadi bagian dari realitas itu. Dalam hal ini media bisa menjadi kontrol yang bisa mempengaruhi bahkan mengatur isi pikiran dan keyakinan di dalam masyarakat.

d. Film sebagai Media Dakwah

Secara singkat definisi dakwah adalah mengajak orang lain agar menjalankan perintah Allah SWT dan menjauhi larang-Nya. Namun secara syar’i, makna dakwah adalah menjalankan perintah Allah, baik berupa perkataan ataupun perbuatan, serta meninggalkan semua larangan Allah, baik perbuatan ataupun perkataan. Aktifitas dakwah tidak akan berjalan jika tidak menggunakan alat atau media wasilah. Terlebih di era informasi ini, di mana media semakin berkembang pesat diiringi berkembangnya ilmu pengetahuan dan 22 ilmu agama. Dan penggunaan media bertujuan untuk mengantisipasi perkembangan zaman tersebut. Salah satu media yang cukup berkembang pesat di abad ini adalah film. Film, sebagaimana yang dibahas pada bagian awal bab ini, merupakan salah satu jenis seni yang dapat memberikan pengaruh cukup besar kepada pola pikir masyarakat umum. Ini berarti film dapat menjadi media yang cukup efektif dalam menjalankan dakwah. Meminjam pandangan Baran, perkembangan suatu budaya mengikuti perkembangan media. Berawal dari budaya lisan, yang mana pada masa ini belum berkembang budaya menulis dan masih memiliki karakter kedekatan atau keintiman. Kemudian beralih kepada revolusi media yang semakin tinggi. Manusia semakin bebas dari batas ruang dan waktu. Dan ini menjadi tantangan sendiri bagi para da’i yang ingin berdakwah kepada khalayak yang saat ini semakin plural. Hal di atas mengindikasikan bahwa harus adanya sebuah upaya dan gaya baru di dalam berdakwah yang sesuai dengan perkembangan zaman. Ini sebagai upaya umat Islam untuk memperoleh visibilitas dan legitimasi di ruang publik nasional dan internasional. Islam bukanlah agam ritual semata. Sebagian orang juga telah menganggap Islam sebagah falsafah dan jalan hidup. Itu berarti upaya untuk mengajak orang lain untuk mengikuti agama Islam sebagai jalan hidup way of life individu maupun kehidupan sosial politik, harus dilakukan sebaik mungkin. 23 Melalui berbagai produk komunikasi di era global ini, yang salah satunya adalah film, setidaknya da’i dapat melakukan beberapa pendekatan dakwah melalui unsur-unsur komunikasi. Masing-masing unsur harus disinergikan dengan wacana keislaman, agar alur dakwah yang datang dari komunikator kepada komunikan melalui media komunikasi berjalan sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam. Hal ini penting dilakukan mengingat dinamika budaya yang semakin tinggi dan semakin heterogen dapat memungkinkan para da’i mengalami disorientasi terhadap nilai-nilai dan ajaran Islam yang ingin disampaikan. Islamisasi melalui media film, juga merupakan wacana penting di era digital ini. Hal ini dikarenakan sifat dari penikmat film yang tergolong gencar memakai budaya konsumsi kontemporer. Islam, dalam kasus ini, dapat ditampilkan dengan segar, menarik, hybrid dan modern dalam rangka menjadikan Islam sebagai agama yang relevan dengan budaya yang saat ini sedang didominasi kaum kapitalis. ฀. Tinjauan Umum Semiotika 1. Konsep Semiotika Semiotika sebagai suatu model dari ilmu pengetahuan sosial memahami dunia sebagai sistem hubungan yang memiliki unit dasar yang disebut dengan ‘tanda’. Dengan demikian, semiotik mempelajari hakikat tentang keberadaan suatu tanda.