107
öä3s9 öä3ãΨƒÏŠ
u’Íuρ ÈÏŠ
∩∉∪
Yang artinya: “Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku. Adegan pendukung selanjutnya adalah wajah Saikh Samsuddin yang
terlihat sangat bangga memiliki murid seperti Sultan yang memegang teguh prinsip dan nilai-nilai toleransi antar umat beragama, Saikh Samsuddin
divisualisasikan dengan
wajah tersenyum
kemudian melanjutkan
perjalanannya mengiringi sultan masuk ke dalam kota konstantinopel. Adegan ini memperlihatkan bahwasanya senyuman Saikh adalah senyuman seorang
guru yang bangga terhadap muridnya yang mengamalkan nilai-nilai yang telah ia ajarkan.
Adegan pendukung selanjutnya memperlihatkan Sultan Mehmed II memasuki pintu gerbang Gereja Haggia Sophia yang dikawal oleh pasukan
Yenisseri yang berada di luar ruangan yang terlihat sedang mengawasi keadaan di dalam Gereja yang dipenuhi oleh penduduk Konstantiopel. Terlihat dalam
adegan ini Sultan sebagai seorang penakluk memiliki karisma yang kuat dengan membawa pedangnya yang menambah kewibawaan seperti seorang
kesatria penakluk. Adegan ini mengunakan pencahayaan Back Light karena degan efek seperti ini sutradara ingin mengambarkan kewibawaan dan Sultan
adalah pembawa pencerahan untuk penduduk Konstantinopel setelah bentengnya ditaklukan.
Adegan selanjutnya adalah penduduk Konstantinopel yang Nampak ketekutan saat melihat Sultan masuk kedalam ruangan Gereja. Terlihat sultan
sangat menghormati penduduk Konstantinopel dengan tidak membawa pasukannya yang telah berlumuran darah karena usai berperang untuk tidak
108 memasuki tempat peribadatan umat Kristiani. tergambar sultan tidak
menyuruh pengawal dan pasukannya untuk bersama-sama memasuki Gereja. Dalam adegan sebelumnya sultan telah menyuruh pengawalnya untuk tetap
berada diluar. Dalam adegan ini Sifat pemberani digambarkan oleh sutradara, tergambar Sultan memasuki ruangan yang penuh sesak oleh penduduk
konstantinopel sendiri tidak ditemani pengawal ataupun pasukanya. Adegan pendukung selanjutnya adalah ekspresi para penduduk yang
cemas dan terlihat ketakutan, megambarkan suasana dalam kecemasan penduduk setelah pemerintahan Kaisar Constantine berhasil ditaklukan oleh
Sultan, teknik kamera yang digunakan dalam adegan ini mengunakan teknik Medium Close-Up, karena Sutradara inin memperlihatkan kesamaan ekspresi
yang dialami para penduduk dalam tempat dan suasana yang sama. Kemudian dalam adegan pendukung pda tabel ke-8 dengan mengunakan tehnik Camera
Tracking dari adegan sebelumnya diperlihatkan seorang balita yag sedang menangis di pangkuan ibunya yang membuat kondisi memperihatinkan
penduduk Konstantinopel terlihat dalam adegan ini sehingga pemaknaan yang disampaikan terlihat lebih nyata.
Adegan selanjutnya ketika Sutan hendak meneneangkan selruh penduduk Konstantiopel yang berada di dalam Gereja. Terlihat ekspersi sultan
yang penuh keprihatinan melihat kondisi dan keadaan yang di alami penduduk Konstantinopel setelah ditaklukan. Kemudian sultan berusaha menenagkan
para penduduk dengan sebuah jaminan darinya kepada seluruh penduduk Konstantinopel yang ada di dalam ruangan, sultan memberikan jaminan
kepada mereka tentang harta yang mereka miliki tidak akan dirampas dan
109 mereka bebas memeluk Agama yang mereka yakini. Sang Narator membuat
narasi dari monolog yang diucapkan Sultan Mehmed II sebagai berikut: “Jangan takut. Mulai saat ini hidup kalian, harta kalian, adalah bagian
dari kami juga. Dan kalian bebas hidup sesuai dengan keyakinan kalian”
Pesan yang di sampaikan di atas adalah pesan untuk Selrurh Penduduk yang ada di Konstantinopel, melalui pesan ini narator ingin menyampaikan
gaya kepemimpinan Sultan Mehmed yang menjadikan nilai-nilai kemanusiaan dan kebebasan hak asasi manusia yang menjadi pondasi awal pembangunan
kota Konstantinopel, yang pada saat ini pahan tersebut dikenal dengan paham Sekulerisme.
Adegan pada durasi 02:28:50 didalam kolom ke-9 memperlihatkan sebuah wajah yang teramat bahagia, yang tidak bisa mengerti lagi kenapa
sultan memberikan hadiah seperti ini atas penaklukan Kota. Raut wajah dari penduduk dan seorang Pendeta terlihat sangat bahagia ketika Sultan
mengatakan janjinya, karena pada pemerintahan Kaisar Constantine XI malah justru berbalik dengan keinginan mereka untuk memeluk Agama Kristen
Ortodoks tanpa intervensi dari Agama Kristen Katolik. Adegan pendukung selanjutnya memperlihatkan wajah seorang balita
dan seorang ibu yang kemudian tersenyum atas kegembiraanya mendengar perkataan Sultan, Divisualisasikan dari yang semula mereka tertunduk dalam
keadaan ketakutan hingga mereka tersenyum setelah sultan berjanji kepeda mereka. Adegan ini memperlihatkan suatau penerimaan dari penduduk
konstantinopel atas pergantian tongak kepemimpinan.
110 Kemudian pada adegan tambahan selanjutnya digambarkan sultan
megendong seorang balita dan balita itu mencium pipi sultan. Sutradara ingin memperlihatkan sisi sultan yang memiliki sifat kelembutan dan menyayangi
setiap orang yang lemah. Pada adegan ini Back Sound yang dipadukan dengan gambar membuat adegan berkesan dengan akhir yang bahagia bagi penduduk
Konstantinopel. Kemudian pada adegan pendukung selanjutnya dengan teknik kamera moving up diperlihatkan sebagian bentuk pada bagian atap bangunan
Gereja Haggia Sophia yang menjadi cirri khas bangunan bergaya eropa yang menjadi saksi sejarah peradaban islam pada masa itu.
4. Fokus Permasalahan Elemen Kepemimpinan Dalam Film
Tabel 10.4 Analisis Adegan Utama Melalui Tabulasi Analisis Film Steve Campsal
No Elemen
Temuan Analisis 1. Mise En Scene
What :
Dapat diperhatikan pada simbol kostum. Sultan Mehemed II merupakan salah satu tokoh yang berasal dari kerajaan Turki Utsmani
dari Timur. Beliau merupakan representasi di mana kekhalifahan Utsmani menjunjung tinggi simbol-simbol agama Islam.
Dikatakan bahwa Jubah dan mahkota yang dikenakan Sultan Mehmed II ketika itu merupakan simbol keagungan dan kecerdasan
secara intelektual. Kibaran bendera panji-panji pepernagan Ak Sancak yang bertuliskan
dua kalimat sahadat adalah representasi dari perjuangan dakwah islam yang selelu menemani sultan kemanapun beliau berjalan. Dengan
pedang turun temurun dari kekalifahan Utsmani yang dicertitakan sebagai pedang sang penakluk dan termasuk 10 pedang paling
bersejarah didunia setelah pedang Zulfikar. Kuda perang yang di hiasi lempengan besi, pasukan yang berbaris. Pintu gerbang yang tinggi dan
sepatu yang dikenakan sultan serta Gestur pada sultan yang tenang dan berjalan tegap. Penduduk yang ketakutan dan pasukan sultan, seorang
pendeta dan anak kecil dengan latar ruangan gereja Hagia Sophia pada siang hari.
What effect :
Efek yang muncul dari serangkaian perpaduan mise en scene adalah perwujudan setting shot on location yang luas merepresentasikan
kondisi Gereja Haggia Sophia yang cukup luas dan muat untuk sebagian
111
penduduk. Penunjuk status sosial Seorang Sultan, penunjuk ruang dan waktu peristiwa. Pencahayaan yang maksimal, pembangunan karakter
kebijakan dan ketegasan yang memadai, serta pemeran yang yang mampu membangun sebuah narasi berdasarkan kisah yang realistis.
What Meaning :
Sistem makna yang ditampilkan adalah melalui pendekatan denotasi konotasi. Dalam adegan denotasi yang muncul adalah mahkota, jubah,
panji-panjibendera, kuda perang, pedang, sepatu, gestur, pintu gebang,gereja, pendeta, seorang anak kecil. Adapun penjelasan makna
denotasi dan konotasi pada adegan sudah dipaparkan di atas.
How :
Pembangunan mise en scene biasanya dilakukan dengan teknik yang relative sesuai keadaan. Pada adegan ini, tampaknya sutradara
memfokuskan pada dua aspek yaitu setting dan pemain. Setting yang kuat di gerbang dan gereja merupakan sebuah konstruksi mise en scene
yang difokuskan. Pemilihannya pun tidak sembarangan, ini bertujuan agar mood yang dibangun dapat dirasakan oleh penonton. Begitupun
pada pemilihan pemeran utama. Pemeran dalam adegan ini sudah mengalami seleksi atau dilakukan Casting sehingga telah teruji
kemampuanya. Sehinnga karakter yang melekat pada pemain sangat baik dan sesuai dengan karakter yang yang ada pada narasi.
Purpose :
Dengan melihat adegan di atas, tampaknya tujuan dari sutradara adalah untuk memvisualisasikan Sultan Mehmed II dengan berbagai
atributnya, mood yang mengkhawatirkan pada penduduk telah membangun
karakter Sultan
yang sangat
penting untuk
merepresentasikan sejarah secara utuh.
2. Editing
Pada adegan ini, unsur editing lebih didominasi bentuk cut, di mana perpindahan dari shot satu ke shot dua terjadi secara langsung tanpa jeda
efek editing lainnya. Pada bagian Monolog Sultan di dalam Gereja, terdapat sebuah shot pendek yang membuat tempo aksi yang disajikan
terkesan sebentar. Sedangkan efek Green Screen yang mendominasi editing dalam adegan ini, membuat adegan menjadi lebih berisi dan
memiliki latar yang bagus.
Penggunaan editing jump cut juga tampak sering digunakan pada adegan ini. Hal ini ingin menunjukkan bahwa serangkaian peristiwa
memperlihatkan posisi yang berbeda-beda yang terjadi pada objek.
3. Shot Types
Terdapat beberapa tipe shot dalam adegan ini. Pertama, medium long shot. Medium long shot digunakan ketika pasukan Turki Utsmani
berbaris dan menyambut Sultan di depan gerbang benteng Konstantinopel. Kedua adalah Medium shot yang menampilkan mayat
dari Kaisar Constsntine XI dengan Notras dan jajaranya sedang membungkung dihadapan sultan. kemudian, tipe shot ini juga digunakan
ketika Sultan sedang memasuki gerbang Hagia Sophia..
112
Ketiga adalah medium close up yang digunakan ketika shot Sultan sedang menunggangi kuda dan ketika penduduk yang berada di gereja
ketekutan bersama seorang pendeta. Kemudian Close Up digunakan untukSultan pada saat mengendong seoarng anak balita. Pembangunan
karakter yang cukup signifikan ini, memunculkan sebuah mood yang membawa penonton juga merasakan apa yang sedang Sultan Mehmed II
rasakan dengan mimik, tatapan matanya, serta senyuman yang terlihat dari bibirnya.
Adapun pada potongan adegan, tipe shot yang digunakan adalah Long Shot, di mana objek diperlihatkan seluruh bagian tubuhnya, selain
itu untuk memperlihatkan semua objek yang berada di tempat Sultan Mehmed Memasuki gerbag Gereja Hagia Sophia.
4. Camera Angle
Sudut kamera. Tipe sudut.
Tipe sudut kamera yang tampak pada adegan ini adalah tipe high angle, di mana objek diperlihatkan tampak lebih kecil daripada setting. Hal ini
memunculkan kesan bahwa seseorang tersebut sedang terintimidasi, kecil, bahkan lemah Anggle ini tedapat ketika Sultan melihat mayat
kaisar Constantine dari atas kuda
5
. Kemiringan
Dalam adegan ini, teknik kemiringan kamera tidak digunakan. Hal ini bisa menimbulkan makna bahwa narasi dan kisah dalam adegan ini
masih stabil. Ketinggian
Dalam adegan ini, ketinggian kamera tidak digunakan oleh sutradara. Objek dan kamera masih sejajar.
5. Camera
Movement Pergerakan kamera dalam adegan ini di dominasi oleh teknik tilt up
yang digunakan untuk memperlihatkan objek yang lebih tinggi dari objek utama terutama pada saat adegan sultan memasuki gerbang kota
dan tilt Down digunakan pada saat memasuki Pintu gereja Hgia Sophia yang begitu megah. Kemudian Tilt Up digunakan untuk Bumper Out
pada akhir adegan yang memperlihatkan bagian atap bangunan Gereja.
6. Lighting
Kualitas cahaya pada adegan ini megunakan pencahayaan yang dikenal dengan sebutan soft light atau denga kata lain cahaya membuat
objek tampak lebih tipis. Hal ini menjadi tanda bahwa sutradara ingin menampakkan sepenuhnya objek yang ada di gereja dengan
menghilangkan bayangan objek. Arah pencahayaan pada adegan ini adalah back lighting, di mana
sutradara mencoba memperlihatkan objek yang misterius. sehingga objek tampak kurang jelas dari arah depan. Dalam adegan ini objek
Sultan dan seluruh properti yang ada di dalamnya memiliki bayangan, sehingga objek Sultan dan komponen lain tampak kurang jelas.
Kemudian saat percakapan barulah sutradara mengunakan arah pencahayaan frontal lighting yang bermkasud memperlihatkan dengan
5
Adegan dapat dilihat pada durasi 02:26:47