Semiotika Kepemimpinan Muhammad Fatih Dalam Film Battle Of Empires Fetih 1453

(1)

Diajukan Kepa Untuk Memenuhi Sya

JURUSAN KO

FAKULTAS ILM

UNIVERSITAS IS

SKRIPSI

pada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikas Syarat-Syarat Mencapai Gelar Sarjana Komunikas

(S.Kom.I)

Oleh :

DANG KRISSANDY NIM : 108051000139

OMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLA

ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNI

S ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATU

JAKARTA

1435H/ 2014 M

asi asi Islam

LAM

NIKASI

TULLAH


(2)

(3)

(4)

฀engan ini peneliti menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli peneliti yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 jenjang sarjana di UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang peneliti gunakan dalam penulisan ini telah peneliti

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli peneliti

atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka peneliti bersedia

menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 15 September 2014


(5)

Empires฀Fetih฀1453

F฀lm ฀attle of Empires Fetih 1453 adalah sebuah f฀lm yang memuat cer฀ta

sejarah perjuangan Sultan Muhammad Al-Fat฀h dalam merebut kota

Konstant฀nopel, f฀lm ฀n฀ adalah f฀lm termahal yang pernah d฀buat d฀ Turk฀ sepanjag

sejarah pada tahun 2011. Ada 13 negara yang pertama kal฀ menyambutnya

d฀antaranya ya฀tu Mes฀r, Turk฀, Arab, Kzakastan, Azerbe฀zan, Inggr฀s, Amer฀ka,

Pranc฀s, German, Macedon฀a, Georg฀a dan Rus฀a. Hal ฀n฀ membukt฀kan, bahwa

f฀lm-f฀lm dalam l฀ngkup Negara Turk฀ sekelas dengan f฀lm Hollywod. F฀lm yang

mengangkat tentang sejarah kepem฀mp฀nan dalam Islam yang dapat menar฀k

perhat฀an ฀n฀, d฀ter฀ma oleh banyak kalangan d฀ dun฀a. Terlepas dar฀ perseteruan

antara dun฀a Barat dengan dun฀a Islam, ฀attle of Empires Fetih 1453

dapat

d฀jad฀kan acuan bahwa betapa pent฀ngnya mel฀hat s฀s฀ la฀n dar฀ sebuah proses pesan

dalam komun฀kas฀ massa dalam pembuatan sebuah f฀lm.

Penel฀t฀an ฀n฀ bertujuan t฀dak la฀n untuk menemukan baga฀mana n฀la฀-n฀la฀

kepem฀mp฀nan Sultan Muhammad Al-Fat฀h terv฀sual฀sas฀ oleh f฀lm ฀attle of

Empires Fetih 1453?

dalam dua adegan khusus saat kond฀s฀ peperangan telah

berakh฀r saat gerbang kota Konstant฀nopel telah berhas฀l d฀taklukan. Aspek tekn฀s

sepert฀ apa yang d฀gunakan s฀neas dalam mengemas gaya kepem฀mp฀nan dalam

Islam pada saat ฀tu. Secara konvens฀, makna apa yang coba d฀perl฀hatkan s฀neas

dalam membangun kepem฀mp฀nan Sultan Muhammad Al-Fat฀h melalu฀ s฀nemat฀k

f฀lm ฀attle of Empires Fetih 1453.

Sem฀ot฀ka sebaga฀ salah satu metode yang d฀gunakan untuk p฀sau anal฀s฀s

mengena฀ makna dar฀ tanda-tanda, sangat cocok dalam mengkaj฀ berbaga฀ pesan

dalam f฀lm ฀n฀. Chr฀st฀an Metz, Barthes dan Steve Champsall menjad฀ tokoh

pent฀ng yang memperkenalkan metode sem฀ot฀ka f฀lm.sem฀ot฀ka f฀lm mel฀hat

baga฀mana tanda dan makan d฀ dalam f฀lm ฀n฀ dapat memv฀sual฀sas฀kan berbaga฀

gambaran berbeda bag฀ para penonton dan penel฀t฀.

F฀lm ฀attle of Empires Fetih 1453

memperl฀hatkan berbaga฀ macam

kepem฀mp฀nan yang ada dalam kekuasaan dua kubu d฀antara Eropa dan T฀mur.

Namun Kepem฀mp฀nan Sultan Mehmed II dar฀ keturunan kekhal฀fahan Utsman฀

perlu d฀kaj฀ secara sem฀os฀s. Karena banyak s฀mbol dan tanda yang

memperl฀hatkan berbaga฀ gambar dan pesan s฀mbol฀k. Faktor ฀n฀ yang menjad฀kan

f฀lm ฀attle of Empires Fetih 1453 d฀anggap memuat s฀mbol-s฀mbol kepem฀mp฀nan

yang beg฀tu dom฀nan j฀ka d฀bedah dengan anal฀s฀s sem฀ot฀k.

Has฀l penel฀t฀an membukt฀kan bahwa kepem฀mp฀nan Sultan Muhammad

Al- Fat฀h dalam penaklukan kota Konstant฀nopel mem฀l฀k฀ tanda-tanda dan kode

yang muncul dalam beberapa adegan f฀lm. Melalu฀ unsur s฀nemat฀k f฀lm, penel฀t฀

menemukan Tanda

(sign) dan Kode

(code)

serta Konvens฀

(Convention) yang

tedapat pada elemen Kepem฀mp฀nan Sultan Muhammad Al-Fat฀h yang membangun

makna d฀ dalam f฀lm. Elemen yang terl฀hat d฀ dalam f฀lm, d฀perl฀hatkan dalam

beberapa sekuen, adegan dan shot f฀lm yang ada pada duras฀ tertentu d฀ dalam f฀lm.

Kata kunc฀: F฀lm, Sultan Mehmed II,

฀attle of Empires Fetih 1453,

Konstantinopel, Sem฀ot฀k, Kepem฀mp฀nan, tanda dan Convention


(6)

฀ATA PENGANTAR

฀لرَّحِيم ฀لرَّحْمَنِ

฀للَّهِ بِسْمِ

฀lhamdulillah wa Syukurillah

puji syukur penulis panjatkan atas semua nikmat

dan karunia yang Allah berikan selama ini, yang tak henti-hentinya memberikan

kekuatan yang luar biasa disaat penulis merasakan lelah dan jenuh menghadapi

semua kesulitan dalam penyusunan skripsi ini, sehingga skripsi yang berjudul

Semiotika Kepemimpinan Sultan Muhammad ฀l-Fatih Dalam Film The Battle of

Empires Fetih 1453

telah selelsai disusun.

Sholawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada Rasulullah Nabi

Besar Muhammad SAW yang yang membawa kita dari zaman kegelapan menuju

zaman yang terang benderang dan penuh dengan pengetahuan seperti pada saat ini

dan semoga kita semua mendapat syafaatnya. Amin ya rabbal alamin.

Penulis menyadari bahwa kesempurnaan hanyalah milik Allah semata

karena sesungguhnya tanpa kehendak-nya segala sesuatu tidak mungkin terjadi.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada

semua pihak yang telah membantu, baik secara langsung ataupun tidak langsung.

Betapa pun hebatnya manusia, tak ada yang bisa melakukan segala sesuatunya

sendiri tanpa bantuan orang lain. untuk itu perkenankanlah penulis secara khusus

dengan hormat dan bangga menyampaikan ucapan terima kasih yang sangat

mendalam kepada:

1. Bapak Dr. H. Arief Subhan MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan

Ilmu Komunikasi.


(7)

3

฀. Bapak M.A, Dr. Suprapto, M.Ed, Ph.D. selaku Wadek I bidang akademik,

Bapak Drs. Jumroni, M.Si, selaku Wadek II bidang administrasi umum, dan

Bapak Drs.

Sunandar, M.Ag, selaku Wadek III bidang kemahasiswaan

3. Bapak Rachmat Baihaky, M.A. selaku Ketua Jurusan Komunikasi Penyiaran

Islam dan Ibu Fita Fathurokhmah, M.Si selaku Sekertaris jurusan yang telah

banyak membantu penulis dalam kelengkapan administrasi.

4. Bapak Dr. Rulli Nasrullah M.Si selaku Dosen Pembimbing skripsi yang telah

banyak membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini, yang tidak

henti-hentinya meluangkan waktu, fikiran dan tenaga dalam memberikan arahan dan

bimbingan disela-sela kesibukan beliau.

5. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah

memberikan ilmu, pengalaman dan wawasan serta kontribusi yang tak ternilai

harganya. Semoga menjadi amal ibadah yang tak akan terputus. dan tidak lupa

pula kepada seluruh staff dan karyawan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, juga

para staff perpustakaan Fakultas maupun Universitas yang telah memberikan

pelayanan kepada penulis selama menjalani studi di kampus.

6.

Kepada Tedy Sudira ayahanda penulis dan R. Eli Sumiati Ibunda penulis dan

keluarga besar penulis yang dengan kasih sayangnya tak pernah kenal lelah

dalam mendidik dan membesarkan anak-anaknya dan selalu memberikan

motivasi, doa dan seluruh pengorbanannya baik moril maupun materil.

Sehingga penulis bisa seperti sekarang ini. Jasa kalian tidak dapat dibayar

dengan apapun didunia ini.


(8)

4

7.

Kepada pamanku Don Don Jr, dan bibiku Ade Octavia Suryani, sebagai orang

tua waliku di Ciputat, yang selalu mengingatkan penulis tentang arti penting

dari sebuah kejujuran.

8. Kawan-kawan satu kepengurusan di HMI KOMFAKDA periode ฀011-฀01฀

Terima kasih selalu menemani dan bersabar kepada penulis yang tak bosan

mengingatkan rapat harian yang diadakan setiap hari jumat.

9. Teman-teman seperjuangan angkatan ฀008, Khususnya teman-teman satu

Kelas KPI E Multitalent Iqbal Maulana, Rangga Ts, Akmal Fauzi, Muhammad

Rizki, Rizka Khadafi, Jati Samudera, M Dhiya Bule, dan teman-teman KKN

Let’s go terima kasih banyak selama ini telah memberikan dukungan, doa, dan

motivasi selama kita menjalani studi di kampus ini. Semoga jalan hidup yang

kita ambil, tidak akan memutuskan ikatan silaturrahim kita selama ini dan

selalu akan tetap baik selamanya.

฀min ฀llahumma ฀min

Akhir kata, hanya do’a dan harapan yang dapat penulis panjatkan, semoga

semua kebaikan kalian senantiasa Allah balas dengan limpahan karunia dan

keberkahan bagi kita semua.

฀min ฀min Yaa Rabbal ‘alamiin…

Jakarta, 15 September ฀014


(9)

v

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Masalah dan Fokus Permasalahan ... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6

D. Metodologi Penelitian ... 7

E. Tinjauan Pustaka ... 9

F. Sistematika Penulisan ... 10

BAB II KERANGKA TEORITIS ... 12

A. Tinjauan Umum Film ... 12

B. Tinjauan Umum Semiotika ... 24

C. Pengertian Pemimpin dan Konsep Kepemimpinan Dalam Islam 35 BAB III GAMBARAN UMUM FILM Battle of Empires Fetih 1453 ... 47

A. Sejarah Tokoh ... 47

B. Profil Sutradara ... 50

C. Sinopsis Film Battle of Empires Fetih 1453 ... 52

D. Profil Aktor Film Battle of Empires Fetih 1453 ... 57


(10)

vi

B. Pengantar Adegan Yang Diteliti ... 67

C. Narasi Adegan Yang Diteliti ... 95

D. Semiotik Kepemimpinan Dalam Adegan Utama ... 99

E. Interpretasi ... 112

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 116

A. Kesimpulan ... 119

B. Saran ... 121

DAFTAR PUSTAKA ... 123


(11)

vii

Tabel 1.2 Skema Genre Induk Primer dan Sekunder ... 18 Tabel 2.2 Peta Tanda Rolland Bhartes ... 28 Tabel 3.2 Tabulasi Analisis Film Steve Campsall ... 32 Tabel 1.4 Visualisasi Sekuen 1 Pembuatan Benteng dan Konflik Eksternal . 67 Tabel 2.4 Ikon, Indeks, Simbol Pada Adegan Pembuatan Benteng dan

Konflik Eksternal ... 69 Tabel 3.4 Visualisasi Sekuen 2 Pengepungan Pertama dan Konflik Internal 74 Tabel 4.4 Ikon Indeks, Simbol, pada Adegan Pengepungan Pertama dan

Konflik Internal. ... 76 Tabel 5.4 Ikon, Indeks, Simbol Pada Pengepungan Ke-Dua dan Serangan

Besar-besaran ... 88 Tabel 6.4 Visualisasi Adegan Pengepungan dan Serangan Besar-besaran .... 88 Tabel 7.4 Tabulasi Analisis Tanda Denotasi, Konotasi dan Mitos Dalam

Skenario ... 97 Tabel 8.4 Ikon, Indeks dan Mitos Pada Adegan Utama ... 98 Tabel 9.4 Analisis Adegan Utama Melalui Tabulasi Analisis Film Steve

Campsall ... 99 Tabel 11.4 Konvensi dalam Adegan Utama... 107


(12)

viii

Gambar 1.3 Faruk Aksoy ... 43

Gambar 2.3 Penghasilan Film Battles of Empires Fetih 1453 di Delapan Negara ... 44

Gambar 3.3 Deverim Evin Sebagai Sultan Muhammad Al-Fatih ... 51

Gambar 4.3 Ibrahim Chelikol Sebagai Ulubatli Hassan ... 52

Gambar 5.3 Recep Aktug Sebagai Constantine XI ... 53

Gambar 6.3 Cengiz Coskun Sebagai Gustiani... 54

Gambar 7.3 Dilek Serbest Sebagai Halill Pasha ... 55


(13)

A. Latar ฀elakang Masalah

Film bermula pada akhir abad ke-฀9 sebagai teknologi baru, tetapi

konten dan fungsi yang ditawarkan masih sangat jarang. Film kemudian

berubah menjadi alat presentasi dan distribusi dari hiburan yang lebih tua,

menawarkan cerita, panggung musik, drama, humor, dan trik teknis bagi

konsumsi populer. Film juga hampir menjadi media massa yang sesungguhnya

dalam artian bahwa film mampu menjangkau populasi dalam jumlah besar

dengan cepat, bahkan di wilayah pedesaan. Sebagai media masa, fim

merupakan bagian respon terhadap penemuan waktu luang, waktu libur dari

kerja, dan sebuah jawaban atas tuntutan cara menghabiskan waktu luang

keluargayang sifatnya terjangkau dan (biasanya) terhormat.

Menurut Paul Johnson, media massa tanpa disadari atau bahkan

menyadari betul-betul telah melakukan salah satu “dosa besar”. Salah satunya

adalah “pembunuhan karakter”, dramatisasi fakta palsu atau distorsi informasi.

Dalam sebuah film biasanya mengandung banyak lambang atau simbol

yang berarti. Menurut Deddy Mulyana, lambang atau simbol adalah sesuatu

yang digunakan untuk menunjuk sesuatu lainnya, berdasarkan kesepakatan

sekelompok orang. Lambang meliputi pesan verbal, perilaku non-verbal dan

objek yang maknanya disepakati bersama.

฀atlle of Empires Fetih 1945 merupakan sebuah film bertemakan

sejarah peradaban islam yang menceritakan tentang pembebasan Bizantium

(Romawi Timur) dengan ibukotanya Konstantinopel (Istambul) oleh seorang


(14)

pemuda yang mengukirkan namanya dalam sejarah dunia dengan prestasi dan

pencapaian yang tidak pernah ada pada masa sebelumnya.

Film ini dibuat mulai September 2009 dan baru selesai Januari 20฀฀.

sehingga film ini baru dapat di tayangkan pada tanggal ฀7 Februari 20฀฀,

dengan ฀3 Negara yang pertama kali menyambutnya yaitu: Mesir, Turki, Uni

Emirat Arab, Kazakstan, Ajerbaizan, Inggris, Amerika Serikat, Perancis,

Jerman, Georgia, Macedonia, dan Rusia.

Film yang dibintangi oleh Devrim Evin sebagai pemeran Sultan

Al-Fatih ini disutradarai oleh Faruk Asoy dengan beberapa aktor lainnya seperti

Ibrahim Celikkol sebagai Ulubatli Hasan, Recep Aktug sebagai Constantine

XI, dan lain sebagainya yang sebagian besar berasal dari kebangsaan Turki.

Film ini didominasi dengan gaya dan strategi kepemimpinan Sultan

Muhammad Al-Fatih yang berusaha merebut tanah Konstantinopel dari

kekuasaan bangsa Romawi yang belum dapat dibebaskan ayahnya Sultan

Murad II semasa hidupnya.

Sultan Muhammad Al-Fatih atau juga yang dikenal sebagai Sultan

Mehmed II merupakan seorang pemimpin tangguh yang sudah dari kecil

menerima banyak pemahaman agama. Beliau dilahirkan pada tanggal 26

Rajab tahun 833 H. Pada usia 2฀ tahun, ia mampu menguasai 6 bahasa dan

ahli bidang strategi perang, sains, matematika. Sisi lain dibalik kesuksesan dan

jiwa kstarianya, ternyata yang paling membuat beliau tangguh luar dalam

adalah ketekunannya dalam shalat Tahajud. Sejak kecil, Sultan Murad II, yaitu

ayah dari Sultan Muhammad Al-Fatih sangat menekankan pentingnya

pendidikan agama. Sehingga tidak sedikit para ulama yang didatangkan untuk


(15)

mendidik beliau, yang diantaranya adalah Syekh Ahmad bin Ismail

Al-Kuroniy, seorang pakar fikih yang juga memiliki pengetahuan yang dalam

dalam bidang ilmu Nahwu, Ma’ani, dan Bayan.

Perselisihan diantara wazir-wazir ketika Sultan Muhamad Al-Fatih

menjabat, sehingga kepercayaan masyarakat terhadap kepemimpinan Sultan

Muhammad Al-Fatih menimbulkan banyak kontroversi dan rasa ketidak

percayaan masyarakat terhadapnya. Namun dengan penuh rasa percaya diri

dan penuh pertimbangan dalam memerintah Sultan Muhamad Al-Fatih

berhasil membawa pasukanya membebaskan tanah yang dijanjikan Rasulullah

saw. Dalam lisannya yaitu:

لَتُفْتَحَنَّ

الْقُسْطَنْطِينِيَّةُ

فَلَنِعْمَ

الأَمِيْرُ أَمِيْرُهَا وَلَنِعْمَ

الْجَيْشُ

ذَلِكَ

الْجَيْشُ

Kota konstantinopel akan jatuh ke tangan Islam. Pemimpin yang

menaklukanya adalah sebaik-baiknya pemimpin dan pasukan yang berada

dibawah komandonya adalah sebaikbaiknya pasukan

Oleh karena itu, ekspedisi Sultan Mehmed II bin Murad, Sultan

ketujuh Utsmani, bukanlah ekspedisi yang biasa, ekspedisinya yang dipimpin

kali ini adalah ekspedisi kerinduan selama 825 tahun. Ekspedisi ini adalah

puncak dari kekerasan niatnya menaklukan Konstantinopel, yaitu nama yang

telah memenuhi benaknya selama 23 tahun lamanya.

Sejarah kepemimpinan islam menjadi sebuah percontohan di negara

yang menegakan syariat islam, hal ini dibuktikan oleh negara Iran yang

menjadikan syariat islam sebagai acuan dalam sebuah kepemimpinan yang

taat dengan prinsip-prinsip dan nilai-nilai Islam, tetapi memang harus diakui

bahwa film-film sejarah tentang kepemimpinan islam atau kisah kisah heroik


(16)

para pejuang islam tidak banyak dikenal, karena film tentang sejarah islam

tidak seterkenal film Hollywood yang mudah di jumpai dalam siaran Televisi

di Indonesia saat ini, seperti film

Troy, Gladiator, 300, The Patriot, Class of

the Titans, dan Lord of The Ring. sehingga tidak banyak anak bangsa

Indonesia yang tahu kisah-kisah perjuangan Islam yang sesungguhnya.

Dalam film ini banyak menceritakan sejarah yang sesungguhnya, dan

tidak ada yang disembunyikan, seperti pembuatan Meriam terbesar pada masa

itu, Muhammad Al-Fatih Menjadi Imam saat Salat berjama’ah sebelum

melakukan penyerangan, dan yang lebih menarik lagi pada saat Sultan

Muhammad Al-Fatih berpidato untuk memanaskan semangat juang

pasukanya. Salah satu kalimat dalam pidatonya adalah “Kemenangan hanya

akan diraih oleh Iman” tentunya adegan heroik saat penaklukan

Konsatantinopel terjadi dengan visualisasi yang cukup memukau.

Film ini berakhir dengan statemen dari Sultan Muhamad Al-Fatih yang

berbunyi: “Harta kalian adalah bagian dari kami dan kalian bebas hidup

sesuai dengan keyakinan kalian”. Faruk Aksoy sutradara film “Battle Of

Empire Fetih ฀453” mengemas statement terakhir sultan Muhammad Al-Fatih

dengan visualisasi dan warna gambar yang menyejukan sehingga pemimpin

islam yang diriwayatkan Rassulullah Saw, terlihat ramah, bijak dan memiliki

pemikiran yang modern.

Dalam film ” ฀attle Of Empire Fetih 1453” terdapat kata-kata, gambar

dan tulisan yang dimaksudkan pembuat film untuk menunjukkan nilai-nilai

Kepemimpinan yang ada di dalam film, karena itu melalui penelitian ini,

penulis akan mencoba meneliti bagaimana penggambaran nilai-nilai


(17)

kepemimpinan yang terkandung di dalam film ”฀attle Of Empire Fetih 1453”

dengan menggunakan analisis Semiotika menurut teori Roland Barthes.

Maka dari itu penulis mengambil judul

“Semiotika Kepemimpinan

Sultan Muhammad Al-Fatih dalam Film

฀he Battle Of Empire Fetih

1453”

.

฀. Masalah dan Fokus Permasalahan

฀. Masalah

Masalah pada penelitian ini mengacu pada representasi

kepemimpinan dalam islam

atau seorang tokoh sejarah seperti Sultan

Muhamad Al-Fatih pada penggunaan simbol – simbol dalam rangkaian

gambar atau adegan (scene) film yang berhubungan dengan

kepemimpinan dalam film ฀attle Of Empire Fetih 1453.

2. Fokus Permasalahan

Agar penelitian tidak mengarah kepada hal lain di luar konteks

penelitian, maka peneliti memfokuskan permasalahan pada tiga hal

berikut:

a. Bagaimana tanda

(sign) dan kode

(code) kepemimpinan Sultan

Muhammad Al-Fatih dalam Film ฀attle of Empires Fetih 1453 ?

b. Bagaimana elemen kepemimpinan Sultan Muhammad Al-Fatih dalam

Film ฀attle of Empires Fetih 1453 ?

c. Bagaimana konvensi (convention) kepemimpinan Sultan Muhammad

Al-Fatih melalui Film ฀attle of Empires Fetih 1453 ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian


(18)

Sesuai dengan rumusan masalah penelitian di atas, maka tujuan

penelitiannya sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui bagaimana tanda

(sign) dan kode

(code)

kepemimpinan Sultan Muhammad Al-Fatih dalam Film

฀attle of

Empires Fetih 1453 ?

b. Untuk menemukan apa saja elemen kepemimpinan Sultan Muhammad

Al-Fatih dalam Film ฀attle of Empires Fetih 1453 ?

c. Untuk mengetahui bagaimana konvensi

(convention) yang muncul

dalam kepemimpinan Sultan Muhammad Al-Fatih melalui Film ฀attle

of Empires Fetih 1453 ?

2. Manfaat Penelitian

฀. M฀nf฀฀t Teoritis

฀) Memberi gambaran bagaimana penggambaran nilai-nilai

Kepemimpinan dalam film

฀attle of Empires Fetih 1453

yang

disajikan untuk sebuah tontonan di masyarakat.

2) Memperkaya wawasan tentang persoalan Kepemimpinan di

masyarakat.

3) Menjadi landasan dan gambaran penelitian bagi peneliti

selanjutnya yang akan melakukan penelitian tentang semiotika

film.

b. M฀nf฀฀t Pr฀ktis

฀) Memberi wacana baru tentang pentingnya peran kritik, saran, dan

pesan dalam sebuah karya film bagi dunia perfilman di Indonesia


(19)

2) Bagi sineas muda Indonesia bisa membuat film yang berkualitas,

bermanfaat, tanpa menyinggung suatu kelompok manapun.

D. Metodologi Penelitian

Semiotika merupakan salah satu analisis isi yang menggunakan

pendekatan analisis isi kualitatif, dengan menggunakan paradigma kritis,

diharapkan muncul sebuah hasil penelitian yang mendalam dan faktual, karena

dengan paradigma kritis, peneliti berpeluang untuk membuat

interpretasi-interpretasi alternatif dalam melakukan interpretasi-interpretasi terhadap simbol-simbol

yang muncul di dalam film.

Maka peneliti berusaha menggambarkan fakta-fakta mengenai

bagaimana visualisasi yang disajikan di dalam film

฀attle Of Empires Fetih

1453 dapat merepresentasikan tentang kepemimpinan dalam pandangan Islam

secara utuh melalui tanda-tanda yang disebut Barthes sebagai

Denotative dan

Conotative Sign

melalui skema analisis film yang dikemas secara detail oleh

Steve Campsall dengan memperjelas elemen-elemen serta

komponen-komponen filmnya berdasarkan teori bahasa film Christian Metz.

1. Objek Penelitian dan Unit Analisis

Objek penelitian ini adalah film Battle Of Empire Fetih 1453 yang

disutradarai oleh Faruk Aksoy. Sedangkan unit analisisnya adalah

potongan gambar visual yang terdapat pada film Battle Of Empire Fetih

1453 yang berkaitan dengan rumusan masalah penelitian.


(20)

Dalam penelitian ini data-data dikumpulkan dibagi menjadi dua

bagian yang mengamati langsung data-data yang sesuai dengan pertanyaan

penelitian. Adapun instrument penelitiannya adalah:

a. Data Primer, berupa dokumen elektronik satu keeping DVD

Original

film ฀attle of Empires Fetih 1453 dengan teks bahasa Indonesia.

b. Data Sekunder, berupa dokumen tertulis, yaitu seperti resensi film

฀attle of Empires Fetih 1453 baik dari majalah, artikel di internet, dan

buku-buku yang relevan dengan penelitian.

3. Analisis Data

Setelah data primer dan sekunder sudah terkumpul, kemudian

dikaitkan dengan rumusan masalah. Kemudian film “฀attle Of Empires

Fetih 1453” dilakukan analisis dengan menggunakan model teknik analisis

semiotika film Christian Metz yaitu dengan cara mencari makna dalam

film yang akan diteliti, serta menggunakan tabulasi analisis film Steve

Campsall sebagai pelengkap dari unsur-unsur film

, yaitu seperti :

a. Sign

Unit makna terkecil yang dapat kita jumpai dimanapun kita berada,

dapat kita dengar, kita rasa, kita hirup, dapat pula kita tafsirkan dan

turut menentukan makna keseluruhan.

b.

Code

Sekumpulan tanda yang nampak secara alami dan membentuk makna

keseluruhan.

c. Elements

Seluruh aspek dan komponen dalam produksi film dan dapat

memunculkan berbagai representasi makna.


(21)

d. Denotative Sign

Terdapat pada signifikasi tahap pertama, yaitu makna paling nyata dari

tanda.

e.

Conotative Sign

Istilah yang digunakan Barthes untuk menunjukkan signifikasi tahap

kedua. Hal ini menggambarkan interaksi yang terjadi ketika tanda

bertemu dengan perasaan atau emosi dari penonton serta nilai-nilai dari

kebudayaannya.

f.

Convention Sign

Merupakan rujukan dalam menilai suatu pekerjaan atau kebiasaan

yang sudah umum di dalam masyarakat dan biasanya eksistensinya

muncul dalam sebuah konsensus.

E. Tinjauan Pustaka

Judul yang digunakan dalam skripsi ini memang banyak kemiripan

dengan judul-judul skripsi yang lain yang mencoba menganilisis film-film, dan

objek lainnya, seperti skripsi-skripsi berikut ini

, Semiotika Kepemimpinan

Sallahuddin Al Ayyubi dalam Film Kingdom of Heaven

yang ditulis oleh

Muhammad Zidni Rizky dengan NIM : ฀0905฀000฀40 mahasiswa Jurusan

Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas

Syarif Hidayatullah Jakarta. Pisau analisis yang digunakan yaitu mengunakan

pendekatan AJ. Greimas. Hasil penelitian ini adalah mengetahui nilai-nilai

Kepemimpinan dan pesan yang disampaikan dalam film.


(22)

Dan penulis juga menjadikan skripsi dengan judul

Analisis Semiotik

Film In the Name of God

, yang ditulis oleh Hanni Taqiyya dengan NIM:

(฀0705฀002739), mahasisiwi Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam

Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi lulusan tahun 20฀฀ UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta,. Pada skripsinya tersebut, Hani menggunakan

pendekatan Roland Barthes. Adapun wacana yang ingin dibangun berbeda,

yakni mengenai konsep jihad yang mengatasnamakan tuhan.

Dari ke-dua skripsi diatas tidak ada satupun yang menganalisa film

dengan judul

Semiotika Kepemimpinan Sultan Muhammad Al-Fatih dalam

Film Fetih 1453

, penulis juga akan menjelaskan kesamaan dan perbedaan

dengan salah satu judul skripsi diatas yaitu skripsi Muhammad Zidni Rizky

yang sama-sama meneliti sebuah film yang fokus penelitiannya pada

Nilai-nilai Kepemimpinan yang terkandung didalam film tersebut, dan

perbedaanya yaitu teori yang di pakai peneliti memakai teori Roland Bathez

sedangkan Muhammad Zidni Rizky memakai teori AJ. Greimas

F. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah pembaca dalam melihat gambaran dan uraian

mengenai pembahasan-pembahasan tertentu di dalam skripsi ini, maka dari

itu, peneliti menyusun sistematika penulisan ini ke dalam lima bab. Dalam

bab-bab tersebut mengandung beberapa sub bab yang akan dipaparkan

secara terperinci, adapun sistematika penulisan dapat dilihat sebagai berikut:


(23)

฀A฀ I

:

Pendahuluan, terdiri dari Latar Belakang Masalah,

Masalah dan Fokus Permasalahan, Tujuan Penelitian,

Manfaat

Penelitian, Metodologi Penelitian, Tinjauan

Pustaka,

Sistematika Penulisan.

฀A฀ II

:

Landasan Teori, yang meliputi tinjauan umum film yang

berisi seputar konsep film sebagai media komunikasi

massa, definisi, unsur film, strukrur film, jenis dan

klasifikasi film. Tinjauan umum semiotika yang meliputi

konsep dasar semiotika, semiotika dalam film, semiotika

Roland Barthes, definisi, pengertian Kepemimpinan dan

konsep Kepemimpinan dalam pandangan Islam.

฀A฀ III

:

Gambaran umum film Fetih 1453, tentang sutradara film,

serta profil pemain dan kru produksi film

Fetih 1453

฀A฀ IV

:

Analisis Semiotika Kepemimpinan Sultan Muhammad

Al-Fatih dalam film

Fetih 1453, dikorelasikan dengan

pandangan

Islam terhadap Nilai-nilai Kepemimpinan,

serta pesan yang ingin

disampaikan melalui film

tersebut.


(24)

2

A. Tinjauan Umum Film

1. Definisi

Ada beberapa tokoh yang mendefinisikan film dengan berbagai

macam pemikiranya. Menurut Prof. Dr. Azhar Arsyad, M. A, film

merupakan kumpulan dari beberapa gambar yang berada di dalam frame,

dimana frame demi frame diproyeksikan melalui lensaproyektor secara

mekanis sehingga pada layar terlihat gambar itu menjadi hidup. Film

bergerak dengan cepat dan bergantian sehingga memberikan daya tarik

tersendiri.

Lain halnya, menurut Askurai baskin, film merupakan salah satu

bentuk media komunikasi masa dari berbagai macam teknologi dan

berbagai unsur-unsur kesenian. Film jelas berbeda dengan seni sastra, seni

lukis, atau seni memahat. Seni film sangat mengandalkan teknologi

sebagai bahan baku untuk memperoduksi maupun ekshibisi kehadapan

penontonnya.

Sedangkan menurut Kamus Bahasa Indonesia (KBI), film

didefinisikan sebagai selaput tipis yang dibuat dari seluloid untuk tempat

gambar negatif (yang akan dibuat potret) atu untuk tempat gambar positif

(yang akan dimainkan di bioskop) gambar hidup.

Pada saat ini film telah menjadi media bertutur manusia, sebeuah alat

komunikasi, menyampaikan kisah. Jika sebelumnya bercerita dilakukan

dengan lisan, lalu tulisan, kini muncul satu media lagi dengan gambar


(25)

bergerak yang menceritakan tentang kehidupan. Disinilah kita menyebut film

sebagai representasi dunia nyata. Eric Sasono menulis, disbanding media lain,

film memiliki kemampuan untuk meniru kenyataan sedekat mungkin dengan

kenyataan sehari-hari.

2. Unsur Film

Ada dua unsur yang membantu kita untuk memahami sebuah film

diantaranya adalah unsur naratif dan unsur sinematik. keduanya saling

berkesinambungan dalam membentuk sebuah film, unsur ini saling

melengkapi, dan tidak dapat dipisahkan dalam proses pembentukan film.

a. Unsur Naratif

Unsur naratif berhubungan degan aspek cerita atau tema film. Oleh

karena itu setiap film tidak akan pernah lepas dari unsur naratif. Unsur ini

meliputi pelaku cerita atau tokoh, permasalahan dan konflik, tujuan, lokasi

dan waktu.

฀) Pemeran/Tokoh

Dalam film, ada dua tokoh penting untuk membantu ide cerita

yaitu pemeran utama dan pemeran pendukung. Pemeran utama adalah

bagian dari ide cerita dalam film yang diistilahkan protagonis, dan

pemeran pendukung di sebut dengan istilah antagonis yang biasanya

dijadikan pendukung ide cerita dengan karakter pembuat masalah

dalam cerita menjadi lebih rumit atau sebagai pemicu konflik dalam

cerita.

2) Permasalahan dan Konflik

Permasalahan dalam cerita dapat diartikan sebagai penghambat

tujuan, yang dihadapi tokoh protagonis untuk mencapai tujuannya,


(26)

biasanya di dalam cerita disebabkan oleh tokoh antagonis.

Permasalahan ini pula yang memicu konflik antara pihak protagonis

dengan antagonis. Permasalahan bisa muncul tanpa disebabkan pihak

antagonis.

3) Tujuan

Dalam sebuah cerita, pemeran utama pasti memiliki tujuan atau

sebuah pencapaian dari karakter dirinya, biasanya dalam cerita ada

sebuah harapan dan cita-cita dari pemeran utama, harapan itu dapat

berupa fisik ataupun abstrak (non-fisik).

4) Ruang/Lokasi

Ruang dan lokasi menjadi penting untuk sebuah latar cerita,

karena biasanya, latar lokasi menjadi sangat penting untuk mendukung

suatu penghayatan sebuah cerita.

5) Waktu

Adanya penempatan waktu dalam cerita dapat membangun

sebuah cerita yang berkesinambungan dengan alur cerita, karaena

dengan adanya waktu, alur cerita dapat terasa lebih realistis karena

telah membantu adanya suasana antara pagi, siang, sore, ataupun

malam.

b. Unsur Sinematik

Unsur sinematik adalah unsur yang membantu ide cerita untuk

dijadikan sebuah produksi film. Karena unsur sinematik merupakan


(27)

aspek-aspek teknis dalam sebuah produksi film. Ada empat elemen yang

mendukung unsur sinematik, diantaranya yaitu:

฀)

฀ise-en-scene

Dapat dikatakam sebagai mata kamera, karena ia meliputi

segala hal yang ada di depan kamera.

฀ise-en-scene

memiliki empat

elemen pokok yaitu, seting atau latar, tata cahaya, kostum dan

make-up, dan akting atau pergerakan pemain

2) Sinematografi

Sinematografi adalah perlakuan terhadap kamera dan filmnya

serta hubungan antara kamera dengan obyek yang akan di ambil

gambarnya.

3)

Editing

Proses penyatuan dan pemberian efek pada sebuah gambar

(shot) ke gambar (shot) lainnya.

4) Suara

Segala hal dalam film yang mampu kita tangkap melalui indera

pendengaran.

3. Jenis-Jenis Dan Klasifikasi Film

a. Jenis Film

Film memiliki beberapa jenis penyampaian pesan dan penyampain

makana itu semua tergantung seperti apa cara penyampaian yang akan di

buat. Pratista membagi film menjadi tiga jenis yakni: film dokumenter,

film fiksi, dan film eksperimental.

Pembagian ini didasarkan atas cara penyampainya yaitu , naratif

(cerita) dan non-naratif (non cerita). Film fiksi memiliki struktur naratif


(28)

yang jelas, sementara film documenter dan eksperimental tidak memiliki

struktur narasi yang jelas.

Berikut ini penjelasan deskripsinya:

฀) Film Dokumenter

Film dokumenter berhubungan dengan orang-ornang, tokoh,

peristiwa dan lokasi yang nyata. Film dokumenter tidak menciptakan

suatu peristiwa atau kejadian namun merekam peristiwa yang

sungguh-sungguh terjadi atau otentik. Film dokumenter juga tidak

memiliki tokoh antagonis maupun protagonis.

2) Film Fiksi

Film fiksi terikat oleh plot. Dari sisi cerita, film fiksi sering

menggunakan cerita rekaan di luar kejadian nyata serta memiliki

konsep pengadegan yang telah di rancang sejak awal. Struktur film

biasanya terikat dengan kausalitas. Cerita juga biasanya memiliki

karakter (penokoohan) seperti antagonis dan protagonis, jelas sangat

bertolak belakang dengan jenis film dokumenter.

3) Film Eksperimental

Film eksperimental merupakan jenis film yang sangat berbeda

dengan dua jenis film lainnya. Film eksperimental tidak memiliki plot

namun tetap memiliki struktur. Strukturnya sangat dipengaruhi oleh

insting subyektif sineas seperti gagasan, ide, emosi, serta pengalaman

batin mereka. Film-film eksperimental umumnya berbentuk abstrak

dan tidak mudah dipahami. Hal ini disebabkan karena mereka

menggunakan simbol-simbol personal yang mereka ciptakan sendiri.


(29)

Sebelumya kita telah membagi film menjadi tiga jenis yaitu film

dokumenter, film fiksi dan film eksperimental. Pembagian tersebut bisa

dikatakan klasifikasi film paling umum. Sebenarnya banyak metode yang

bisa kita gunakan untuk meng-klasifikasi sebuah film dimulai dengan cara

proses produksinya, distribusinya, aktor-aktris favorit, sutradara favorit,

bahkan berdasarkan penulis novel.

Namun ada metode yang paling mudah dan sering digunakan untuk

mengklasifikasi film yakni berdasarkan genre. Genre secara umum

membagi film berdasarkan jenis dan latar ceritanya. Istilah genre berasal

dari bahasa Perancis yang bermakna “bentuk” atau “tipe”. Pada dasarnya

istilah genre mengacu pada istilah Biologi yakni,

genus

yaitu sebuah

tingkatan klasifikasi untuk flora dan fauna yang tingkatannya berada di atas

spesies.

Dalam film, genre merupakan jenis dari sekelompok film yang

mempunyai karakter atau pola sama (khas) seperti

setting, isi dan subyek

cerita. Dari klasifikasi tersebut lahirlah genre-genre populer seperti aksi,

petualangan, drama, komedi, horor, film noir, roman dan sebagainya.

Genre tentunya berfungsi untuk memudahkan klasifikasi sebuah

film, dan genre juga membantu kita memilah film-film yang telah

diproduksi sesuai dengan spesifikasinya. Selain itu fungsi genre membantu

penonton untuk tidak salah memilih film apa yang akan disaksikannya

nanti.

Macam genre bisa mencapai ratusan dan bervariasi, sebagai catatan

setiap film yang diproduksi kebanyakan film itu menggunakan kombinasi

dari beberapa genre sekaligus, kombinasi genre ini sering diistilahkan


(30)

sebagai genre

hibrida (campuran), tetapi walaupun begitu biasanya film

tersebut tetap memiliki satu atau dua genre yang dominan.

Terdapat genre-genre besar yang diproduksi semenjak

perkembangan film dan yang menjadi titik tolak dari semua perkembangan

genre-genre besar tersebut adalah Hollywood.

Untuk mempermudah pembahasan dan mengklasifikasikan film,

maka berikut ini adalah skema dari genre-genre besar yang dibagi menjadi

dua genre induk, primer dan sekunder.

Tabel 1.2.

Skema Genre Film Induk Primer dan Sekunder.

฀enre Induk Primer

฀enre Induk Sekunder

Aksi

Drama

Epik Sejarah

Fantasi

Fiksi-ilmiah

Horor

Komedi

Kriminal dan Gangster

Musikal

Petualangan

Perang

Western

Bencana

Biografi

Detektif

Film noir

Melodrama

Olahraga

Perjalanan

Roman

Superhero

Supernatural

Spionase

Thriller

฀) Genre Induk Primer

Genre ini merupakan genre-genre pokok yang telah ada dan

populer sejak awal perkembangan film di tahun ฀900-an hingga

฀930-an. Beberapa jenis genre induk primer, masih berkembang saat ini,

namun beberapa yang lain jauh lebih populer dan sukses di masa lalu.

Di antaranya genre musikal, epik sejarah, perang, serta western.


(31)

Berbeda dengan genre induk primer, genre induk sekunder

merupakan pengembangan dari genre induk primer yang memiliki

karakter dan ciri-ciri khusus dibandingkan dengan genre induk primer.

c. Film Sebagai Media Komunikasi Massa

Film bermula pada akhir abad ke-฀9 sebaai teknologi baru, tetapi

konten dan fungsi yang di tawarkan masih sangat jarang. Film kemudian

berubah menjadi alat presentasi dan distribusi dari tradisi hiburan yang

lebih tua, menawarkan cerita,penggung, music, drama, humor, dan trik

teknis bagi konsumsi popular. Film juga hampir menjadi media massa

yang sesungguhnya, dalam artian bahwa film mampu menjangkau

populasi dalam jumlah besar, bahkan sampai ke pedesaan.

Komunikasi massa diadopsi dari istilah bahasa inggris

mass

comuniction sebagai kependekan dari

mass media communication

(komunikasi media massa) artinya komunikasi yang menggunakan media

massa atau komunikasi yang mass mediated.

Film merupakan salah satu bentuk media komunkasi massa dari

berbagai teknologi dan unsur dari kesenian. Seni film sangat

mengandalkan teknologi sebagai bahan baku sebagai bahan baku

produksinya maupun dalam hal ekshibisi ke hadapan penontonya.

Penyebaran informasi dilakukan melalui media elektronik,

merupakan suatu kegiatan yang memuat hasil penelitian atau pengkajian

dengan dengan cara memanfaatkan teknologi sehingga mampu menarik

minat pengguna untuk memanfaatkanya dengan format yang menarik dan

mudah dipahami tetapi tetap informatif.


(32)

Media elektronik saat ini dikenl sebagai media komunikasi yang

merupakan bagian dari media massa, media massa yang tergolong

kedalam media elektronik diantaranya adalah radio dan televisi.

Film pada dasarnya merupakan salah satu hasil produk teknologi

modern yang bisa dijadikan sebagai salah satu saluran dalam proses

komunikasi massa. Dalam film, biasanya terdapat pesan-pesan atau

informasi yang ingin disampaikan kepada para penontonnya.

Film merupakan alat komunikasi massa yang muncul pada akhir

abad ke-฀9. Film merupakan alat komunikasi yang tidak terbatas ruang

lingkupnya di mana di dalamnya menjadi ruang ekspresi bebas dalam

sebuah proses pembelajaran massa. Kekuatan dan kemampuan film

menjangkau banyak segmen sosial, yang membuat para ahli film memiliki

potensi untuk mempengaruhi membentuk suatu pandangan dimasyarakat

dengan muatan pesan di dalamnya. Hal ini didasarkan atas argument

bahwa film adalah potret dari realitas di masyarakat. Film selalu merekam

realitas yang tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat dan kemudian

memproyeksikanya ke dalam layar

Film tidak hanya berfungsi menyampaikan pesan kepada khalayak

penontonnya tetapi secara aktif mengkonstruksi persepsi khalayak

penontonnya berdasarkan muatan pesan yang dikandungnya. Sekaligus

film adalah cerminan masyarakat dimana film tersebut dibuat. Sebuah film

bagi seseorang yang sungguh-sungguh mencintai sinema tidak hanya

sebagai hiburan semata atau media penyampai pesan saja, namun film

dapat dijadikan media untuk belajar tentang kehidupan. Sineas besar new


(33)

wave Perancis, Jean-Luc Godard suatu ketika pernah mengatakan we were

all critics before beginning to make films, and I loved all kinds of cinema.

It was that cinema that made us, or me, at least want to make films. I knew

nothing of life expect through cinema.

Saya setuju dengan pendapat banyak pengamat bahwa film adalah

salahsatu medium yang paling ampuh untuk mempengaruhi manusia, baik

untuk tujuan baik maupun buruk. Dengan memahami sebuah film dengan

baik akan membuat kita mampu mengambil hal-hal yang patut kita contoh

serta membuang jauh hal-hal yang merugikan kita, hingga kita bisa

menjadi manusia yang lebih baik.

Oleh karena itu media bukan cuma menentukan realitas seperti apa

yang akan dikemukakan namun media juga harus bisa memilah siapa yang

layak dan tidak layak masuk menjadi bagian dari realitas itu. Dalam hal ini

media bisa menjadi kontrol yang bisa mempengaruhi bahkan mengatur isi

pikiran dan keyakinan di dalam masyarakat.

d. Film sebagai Media Dakwah

Secara singkat definisi dakwah adalah mengajak orang lain agar

menjalankan perintah Allah SWT dan menjauhi larang-Nya. Namun secara

syar’i, makna dakwah adalah menjalankan perintah Allah, baik berupa

perkataan ataupun perbuatan, serta meninggalkan semua larangan Allah,

baik perbuatan ataupun perkataan.

Aktifitas dakwah tidak akan berjalan jika tidak menggunakan alat

atau media (wasilah). Terlebih di era informasi ini, di mana media

semakin berkembang pesat diiringi berkembangnya ilmu pengetahuan dan


(34)

ilmu agama. Dan penggunaan media bertujuan untuk mengantisipasi

perkembangan zaman tersebut.

Salah satu media yang cukup berkembang pesat di abad ini adalah

film. Film, sebagaimana yang dibahas pada bagian awal bab ini,

merupakan salah satu jenis seni yang dapat memberikan pengaruh cukup

besar kepada pola pikir masyarakat umum. Ini berarti film dapat menjadi

media yang cukup efektif dalam menjalankan dakwah.

Meminjam pandangan Baran, perkembangan suatu budaya

mengikuti perkembangan media. Berawal dari budaya lisan, yang mana

pada masa ini belum berkembang budaya menulis dan masih memiliki

karakter kedekatan atau keintiman. Kemudian beralih kepada revolusi

media yang semakin tinggi. Manusia semakin bebas dari batas ruang dan

waktu.

Dan ini menjadi tantangan sendiri bagi para da’i yang ingin

berdakwah kepada khalayak yang saat ini semakin plural.

Hal di atas mengindikasikan bahwa harus adanya sebuah upaya dan

gaya baru di dalam berdakwah yang sesuai dengan perkembangan zaman.

Ini sebagai upaya umat Islam untuk memperoleh visibilitas dan legitimasi

di ruang publik nasional dan internasional.

Islam bukanlah agam ritual semata. Sebagian orang juga telah

menganggap Islam sebagah falsafah dan jalan hidup. Itu berarti upaya

untuk mengajak orang lain untuk mengikuti agama Islam sebagai jalan

hidup (way of life) individu maupun kehidupan sosial politik, harus

dilakukan sebaik mungkin.


(35)

Melalui berbagai produk komunikasi di era global ini, yang salah

satunya adalah film, setidaknya da’i dapat melakukan beberapa

pendekatan dakwah melalui unsur-unsur komunikasi. Masing-masing

unsur harus disinergikan dengan wacana keislaman, agar alur dakwah yang

datang dari komunikator kepada komunikan melalui media komunikasi

berjalan sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam.

Hal ini penting dilakukan

mengingat dinamika budaya yang semakin tinggi dan semakin heterogen

dapat memungkinkan para da’i mengalami disorientasi terhadap nilai-nilai

dan ajaran Islam yang ingin disampaikan.

Islamisasi melalui media film, juga merupakan wacana penting di

era digital ini. Hal ini dikarenakan sifat dari penikmat film yang tergolong

gencar memakai budaya konsumsi kontemporer. Islam, dalam kasus ini,

dapat ditampilkan dengan segar, menarik,

hybrid dan modern dalam

rangka menjadikan Islam sebagai agama yang relevan dengan budaya yang

saat ini sedang didominasi kaum kapitalis.

฀. Tinjauan Umum Semiotika

1. Konsep Semiotika

Semiotika sebagai suatu model dari ilmu pengetahuan sosial

memahami dunia sebagai sistem hubungan yang memiliki unit dasar yang

disebut dengan ‘tanda’. Dengan demikian, semiotik mempelajari hakikat

tentang keberadaan suatu tanda.


(36)

Secara sederhana semiotika mempelajari sistem-sistem, aturan-

aturan, konvensi-konvesi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut

mempunyai arti.

Studi sestematis tentang tanda-tanda dikenal semiologi. Arti

harfiahmya adalah “kata-kata mengenai tanda-tanda”. Kata

semi

dalam

semiologi berasal dari

semeion

(bahasa latin), yang artiya ‘tanda’.

Semiologi telah dikembanagkan unuk menganalisis tanda-tanda.

Menurut Ferdinand de Saussure didalam bukunya Coursein

General Linguistik. Bahasa adalah suatu sistem tanda yang

mengekpresikan ide-ide (gagasan-gagasan) dan arena itu dapat

dibandingkan dengan sistem tulisan, huruf-huruf untuk orang bisu-tuli,

simbol-simbol keagamaan, aturan-aturan sopan santun, tanda-tanda

kemiliteran, dan sebagainya. Semua itu merupakan hal yang sangat

penting dari keseluruhan sistem tersebut. Suatu ilmu yang mempelajari

tanda-tanda kehidupan dalam masyarakat bersifat dapat dipahami. Hal itu

merupakan bagian dari psikologi social atau berkaitan dengan psikologi

umum. Saussure menyebutkannya sebagai semiologi (dari bahasa Latin

semion: tanda). Semiologi akan menjelaskan unsure yang menyusun suatu

tanda dan bagaimana hukum-hukum itu mengaturnya.

Untuk menyederhanakannya kemudian Umberto Eco dalam

bukunya

A Theory of Semiotics Menjelaskan dan mempertimbangkan

bahwa semiotika berkaitan degan segala hal yang dapat dimaknai

tanda-tanda. Suatu tanda adalah segala sesuatu yang dapatdimaknai) sebagai

penggantian yang signifikan untuk sesuatu lainnya. Segala sesuatu ini


(37)

tidak terlalu mengharuskan perihal adanya atau mengaktualisasikan perihal

diaman dan kapan suatu tanda memaknainya. Jadi, semiotika ada dalam

semua kerangka (prinsip), semua disiplin studi, termasuk dapat pula

digunakan untuk menipu bila segala sesuatu tidak dapat dipakai untuk

menceritakan tanda tersebut sebagai “kebohongan”, dalam tanda itu

sendiri. Menurut Saussure, persepsi dan pandangan kita tentang realitas,

dikonstruksikan oleh kata-kata dan tanda-tanda lain yang digunakan dalam

koteks social.

2. Konsep Semiotika Rolland ฀arthes

Semiotika juga menaruh perhatian pada Ideologi yang menguasai

budaya sebuah kelompok pemakai tanda, sebab dalam ideologi itu terdapat

sejumlah asumsi yang memungkinkan penggunaan tanda.

Ideologilah yang

mengarahkan budaya. Dan ideologilah yang pada akhirnya menentukan

visi atau pandangan satu kelompok budaya terhadap realitas. Karena itu

jika berbicara tentang simbol, secara tidak langsung juga berbicara tentang

ideologi.

Untuk menemukan ideologi dalam suatu tanda perlu diketahui

konteks dimana tanda itu berada dan menurut budaya si pemakai. Sebab

sebuah tanda dapat berubah-ubah maknanya sesuai dengan konteksnya,

baik konteks itu adalah kalimat, wktu, tempat, maupun budaya. Sebuah

simbol akan berubah maknanya bahkan dalam salah konteks (waktu atau

tempat) yang relative sama tapi dalam konteks budaya (peradaban) yang

berbeda. Konteks di sini juga dapat berupa konteks bahasa verbal dan

non-verbal, linguistic dan non-linguistik.


(38)

Rolland Barthes merupakan salah satu tokoh yang cukup

berkontribusi dalam kajian semiotika. Teorinya tentang semiologi dan

mitologi merupakan pendalaman dari teori

linguistik dan

semiologi milik

Saussure. Secara historis, Barthes merupakan salah satu tokoh pemikir

strukturalis. Intelektual dan kritikus sastra Prancis yang satu ini, dianggap

sebagai eksponen penerapan strukturalisme dan semiotika pada studi

sastra.

.

Dalam hal semiotika, kunci analisis dari Barthes adalah mengenai

konotasi dan denotasi. Barthes mendefinisikan sebuah tanda (sign) sebagai

sebuah sistem tanda yang di dalamnya mengandung unsur ekspresi (E)

dalam hubungannya (R) dengan isi (C).

Konsep semiotika Barthes dikenal Fiske sebagai Signifikasi dua

tahap (two order signification). Di mana kunci dari signifikasi ini terletak

pada konsep

connotative yang dibuat Barthes dalam model semiotikanya.

Melalui model ini, Barthes menjelaskan bahwa signifikasi tahap pertama

merupakan hubungan antara signifier (ekspresi) dan signified (isi) di dalam

sebuah tanda terhadap realitas eksternal. Itulah yang kemudian disebut

oleh Barthes sebagai denotasi, yang mana merupakan makna paling nyata

dari tanda (sign).

Denotasi merupakan tingkat pertandaan yang menjelaskan

hubungan antara tanda dan rujukannya pada realitas, yang menghasilkan

makna yang eksplisit, langsung dan pasti. Sedangkan konotasi adalah

tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan antara penanda dan


(39)

petanda, yang didalamnya beroperasi makna yang bersifat implisit dan

tersembunyi.

฀. Signifier (penanda)

2. Signified (petanda)

3. Denotative Sign (tanda denotatif)

4. Connotative Signifier (penanda

konotatif)

5. Connotative Signified (petanda

konotatif)

6. Connotative Sign (tanda konotatif)

Tabel 2.2

Peta tanda Roland ฀arthes

.

Dari peta Barthes di atas terlihat bahwa tanda denotatif (3) terdiri

atas penanda (฀) dan petanda (2). Akan tetapi, pada saat bersamaan tanda

denotatif adalah juga penanda konotatif (4). Dengan kata lain, hal tersebut

merupakan unsur material : hanya jika anda mengenal tanda

“sign”,

barulah konotasi seperti harga diri, kegarangan dan keberanian menjadi

mungkin.

Jadi dalam konsep Barthes, tanda konotatif tidak sekedar memiliki

makna tambahan namun juga mengandung kedua bagian tanda denotatif

yang melandasi keberadaannya. Sesungguhnya, inilah sumbangan Barthes

yang berarti bagi penyempurnaan semiologi Saussure yang berhenti pada

penandaan dan tatanan denotative. Konotasi dan denotasi sering dijelaskan

dalam istilah tingkatan representasi atau tingkatan mana. Secara ringka,

denotasi dan konotasi dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Denotasi adalah interaksi antara signifier dan signified dalam sign, dan

antara sign dengan referent (object) dalam realitas eksternal.


(40)

b. Konotasi adalah interaksi yang muncul ketika

sign

bertemu dengan

perasaan atau emosi pembaca/pengguna dan nilai-nilai budaya mereka.

Makna menjadi subjektif atau intersubjektif. Tanda lebih terbuka

dalam penafsirannya pada konotasi daripada denotasi.

Secara sederhana, denotasi dijelaskan sebagai kata yang tidak

mengandung makna atau perasaan-perasaan tambahan. Maknanya disebut

makna denotatif. Makna denotatif memiliki istilah lain seperti makna

denotasional, makna referensial, makna konseptual atau makna ideasional.

Sedangkan konotasi adalah kata yang mengandung arti tambahan,

perasaan tertentu, atau nilai rasa tertentu disamping makna dasar yang

umum. Konotasi atau makna konotatif desebut juga makna konotasional,

makna emotif atau makna evaluatif.

Denotasi dan konotasi tidak bisa dilihat secara terpisah atau berdiri

sendiri. Sebuah tanda yang kita lihat pasti suatu denotasi. Makna denotasi

adalah apa yang kelihatan pada gambar, dengan kata lain gambar dengan

sendirinya memunculkan denotasi. Denotasi dengan sendirinya akan

menjadi konotasi dan untuk selanjutnya konotasi justru menjadi denotasi

ketika konotasi tersebut sudah umum digunakan dan dipahami bersama

sebagai makna yang kaku.

3. Konsep Semiotika Film

Christian Metz merupakan salah satu kritikus film yang berasal

dari Perancis. Bukunya yang berjudul Language and Cinema memberikan

pemahaman mengenai film sebagai satuan bahasa yang berbeda dari

bahasa tutur. Semua komponen dalam film merupakan serangkaian kode


(41)

yang merepresentasikan sebuah budaya, sejarah dan nilai-nilai. Bagi Metz

teori film adalah teori yang mengkaji wacana-wacana sejarah film,

masalah ekonomi film, estetika film dan semiotika film.

Kontribusi penting Metz dalam memahami film terletak pada

bagaimana dia memperkenalkan sebuah konsep

cinematis instutitution.

Melalui konsep tersebut Metz mengenalkan, bahwa pengertian film tidak

terbatas pada aspek industri yang memproduksi sebuah film saja,

melainkan juga aspek lain di luar itu, sehinggan penonton dapat menjadi

salah satu bagian dari film dengan cara memposisikan penonton sebagai

kesatuan film yang berfungsi sebagai mesin kedua, yaitu bergerak dalam

wilayah psikologis.

Melalui konsep ini, Metz memaparkan setidaknya ada 3 mesin

utama dalam memaknai film secara utuh sebagai bahan penelitian, yaitu

outer machine (film sebagai industri), inner machine (psikologi penonton),

third machine (penulis naskah film - kritikus, sejarahwan, teoretikus).

Dalam kutipan buku Allex Sobur yang bejudul Semiotika

Komunikasi Oey Hong Lee mengatakan bahwa film adalah alat

komunikasi massa kedua yang muncul setelah surat kabar, sehingga

pertumbuhan film pada abad ke ฀9 sangat pesat bahkan dalam perkataan

lain unsur-unsur yang merintangi perkembanagan surat kabar sudah dibuat

leyap. Peryataan tersebut mengindikasikan bahwa film saat ini mengalami

perkembangan yang begitu pesat, film tidak hanya dijadikan sebagai alat

hiburan sematata, melainkan untuk bergagai kepentingan politik, ekonomi,


(42)

propaganda, dan berbagai kepentingan lainya yang terkadang sulit untuk

kita deteksi.

Maka dari itu, semiotika sebagai sebuah disiplin ilmu yang

mengkaji tanda-tanda dan sistem simbolik memiliki kaitan erat dengan

film sebagai sebuah produk tanda. Di lain pihak, para ahli melihat film

sebagai salah satu media yang dapat mempengaruhi para khalayaknya.

Dan dari sinilah asal mula dilakukannya berbagai penelitian terhadap

simbol dan ikon dalam film, dan pengaruhnya terhadap masyarakat yang

menyaksikan film tersebut

.

4.

Konsep Semiotika Steve Campsall

Steve Campsall berasal dari Inggris, yang juga salah seorang

pengajar studi bahasa Inggris dan media di The Beauchamp College.

Campsall membuat tabel analisis film yang mengadopsi pemikirian dari

salah seorang tokoh semiotik film yakni Christian Metz. Ia mempunyai

pandangan bahwa film merupakan kesatuan yang terdiri dari bahasa dan

makna, yang kemudian diartikan oleh Campsall sebagai

฀oving Image

Text : “Film Language”.

Menurutnya

Film Language

ia ciptakan karena ia berpendapat

bahwa film mempunyai cara tersendiri atau bahasa tersendiri yang

digunakan dalam menyampaikan pesan kepada para penontonnya. Mulai

dari sutradara, produser, editor dan juga semua kru bekerja untuk

menciptakan sebuah makna tersebut melalui gambar bergerak seperti

dalam film.


(43)

Di dalam tabel analisis film yang dibuat oleh Campsall, terdapat

banyak komponen yang harus diperhatikan oleh kita sebagai peneliti. Hal

ini dapat dilihat melalui skema analisis film berikut ini:

Tabel 3.2.

Tabulasi Analisis Film

Analysing Moving Image Texts: “Film Language”

Signs, Codes and

Conventions

Semiotika, merupakan sebuah jalan untuk

menjelaskan bagaimana tanda itu diciptakan.

Di dalam film, tanda-tanda tersebut diciptakan

oleh para sineas film atau sutradara. Apa yang

kita dengar, kita lihat dan kita rasakan

merupakan sesuatu yang dapat kita persepsikan

dan mengandung sebuah ide. Ide tersebutlah

yang kemudian disebut dengan ‘meaning’.

Salah satu contoh pemaknaan penting,

misalnya kata-kata pengecut, memiliki lawan

heroik. Situasi ini memungkinkan penafsir

memiliki pendapat yang berbeda, dan ini

dinamakan

Binary Opposite. Ada beberapa

komponen dalam memahami semiotika film.

-

Signs

(tanda): unit makna terkecil yang

bisa kita tafsirkan dan turut

menentukan makna keseluruhan.

-

Code

(kode): dalam semiotika, sebuah

kode adalah sekumpulan tanda yang

nampak, “pas”, sekaligus “alami”

dalam membentuk makna keseluruhan.

-

Convention

(konvensi):

istilah

konvensi itu penting. Ia merujuk pada

suatu cara yang sudah umum dalam

mengerjakan sesuatu. Dan kita sering

mengaitkan sesuatu yang konvensional

dengan hasil yang pasti, dan

menganggapnya natural.

Perlu kita ketahui pula bahwa tipe tanda dan

kode setidaknya terbagi atas 3:

-

Ikon :

tanda dan kode yang dibuat

untuk menunjukkan sesuatu yang

melekat atau identik pada sesuatu.

-

Indeks

: sistem penandaan yang

menggunakan unsur kausalitas atau

sebab-akibat


(44)

-

Simbol

: pemaknaan terhadap sesuatu

yang melepaskan secara total makna

denotasi pada sesuatu tersebut.

Hal lain yang juga penting untuk memahami

tanda adalah melalui konvensi. Konvensi

merupakan suatu kesepakatan umum yang

melekat dalam masyarakat dan dijadikan jalan

dalam melakukan suatu pekerjaan. Biasanya

konvensi terwujud dalam suatu perbuatan.

Mise-En-Adegan

฀ise-En-Adegan

menjawab

beberapa

pertanyaan penting di dalam sebuah film.

Pertanyaan tersebut meliputi efek apa? Makna

apa? Bagaimana dia memproduksi? Mengapa

dia memproduksi? Dan apa tujuan yang ingin

dicapai? Namun, sebenarnya Mise-En-Adegan

merupakan segala sesuatu yang dihadirkan

para Director atau sutradara ke dalam

adegan-adegan, dan rekaman-rekaman yang termuat di

dalam kamera melalui aspek Setting, Kostum,

Tata Rias, dan Pencahayaan.

Editing

Editing merupakan suatu proses memotong

dan menggabungkan beberapa potongan film

menjadi satu. Membuat film tersebut menjadi

cerita yang bersambung, dapat dipahami,

realistis, mengalir dan naratif.

Shot Types

Shot merupakan pengambilan gambar untuk

membangun sebuah potongan gambar yang

naratif dan memberikan makna tersendiri

terhadap objeknya. Biasanya

shot terkait

dengan pengambilan kamera. Seperti Close Up

(CU),

Point of View (POV) dan

฀iddle Shot

(MS).

Camera Angle

Sudut kamera, biasanya selalu menciptakan

makna-makna yang signifikan dengan kondisi

atau situasi objek. Seperti sudut kamera

POV

high angle shot yang mencerminkan

superioritas atau kekuasaan.

Camera Movement

Pergerakan kamera merupakan suatu bentuk

penciptaan makna yang dinamis. Perpindahan

dari

zoom out ke

zoom in misalnya, memiliki

nilai dan dinamika makna sendiri.

Lighting

Pencahayaan merupakan salah satu aspek

penting dalam film. Pencahayaan dapat

menimbulkan suasana dan

mood yang

menegaskan makna. Kegelapan di hutan

misalnya menciptakan makna ketakutan dan


(45)

kengerian.

Dieges And Sound

Dieges atau

diagenic sound

di dalam film

merupakan ‘dunia film’. Dia merupakan

bagian dari setiap aksi yang di jalankan aktor.

Misalnya suara musik yang mengiringi

jalannya aktor dan lainnya.

Visual Effects / SFX

SFX merupakan gambar generasi komputer

(CGI)

yang

mana

tujuannya

untuk

menciptakan sebuah realitas dan makna

melalui efek-efek gambar dan suara.

Narrative

Naratif, merupakan unsur film yang memuat

cerita dan kisah khusus di dalam film.

฀enre

Genre adalah ragam dari naratif yang sedang

dibicarakan di dalam film.

Iconography

Ikonografi merupakan aspek penting dari

genre. Hal inilah yang menjadi simbol-simbol

pendukung genre. Seperti padang pasir yang

mendukung karakter koboi.

The Star System

Bintang-bintang film tertentu bisa menjadi

bagiam penting dalam ikonografi dan menjadi

penegas makna. Bisa menjadi penegas karakter

dan aksi.

Realism

Media dapat menyuguhkan tingkat realitas

yang sangat tinggi, sehingga sesuatu terkesan

benar-benar nyata. Dengan layar yang jernih,

jelas, sound yang kuat, dan ruang yang sengaja

dibuat gelap, pemirsa dapat merasakan

atmosfer realitas yang tinggi.

Tabulasi diatas menunjukan keseluruhan kompleksitas yang terdapat di

dalam semiotika film. Di dalam tabel tersebut juga banyak mengandung

komponen-komponen yang kita jadikan acuan untuk meneliti atau mengkaji lebih

dalam suatu sistem tanda di dalam sebuah film.

C. Pengertian Pemimpin dan Konsep Kepemimpinan Dalam Islam

1. Pengertian Pemimpin


(46)

Kata pemimpin berasal dari kata pimpin. Secara harfiah pemimpin

dapat diartikan dengan kata pelopor, atau orang yang dapat menuntun,

membimbing, mengambil langkah awal, memberikan contoh dan

menggerakan oranglain. Atau secara istilah pemimpin adalah orang yang

mampu mempengaruhi orang lain yang ada di sekelilingnya.

Untuk menjadi seorang pemimpin tidaklah mudah. Pemimpin

haruslah meiliki kelebihan dari orang yang dipimpinnya, dan harus

berpikir lebih spesial dari orang-orang yang dipimpinya. Menurut Arifin

Abdurrahman dalam Bukunya “Teori Pengembangan dan Filosofi

Kepemimpinan Kerja” mengatakan bahwa kelebihan pemimpin itu berada

dalam tiga hal yaitu, kelebihan akal dan rasio, kelebihan secara rohani, dan

kelebihan secara jasmani.

Berikut ini adalahh penjelasan kelebihan dari

pemimpin yag memiliki katergori sempurna:

a. Kelebihan akal dan rasio:

Seoramg pemimpin harus mengetahui hakekat tujuan dari pada

organisasi yang dipiminya, serta memiliki visi kedepan, seorang

pemimpin harus mengerti dasar-dasar organisasi yang dipimpinya,

seorang pemimpin mengetahui bagaimana cara menjalankan roda

organisasi dengan lebih efektif dan efisien sehinga tujuan organisasi

tercapai dengan maksimal.

b. Kelebihan secara rohani :

Kelebihan secara rohani yaitu kelebihan yang memiliki sifat-sifat

tentang keluhuran budi pekerti, memiliki ketinggian moral,serta memiliki


(47)

watak kesederhanaan yang dapat dijadikan contoh bagi setiap orang-orang

yang dipimpinnya.

c. Kelebihan secara Jasmani:

Kelebihan dalam jasmani bukan berarti memiliki kelebihan dalam

rupa/wajah yang rupawan, karena masih banyak orang yang salah

mengartikan kelebihan secara jasmani dalam unsur pemimpin dan

kepemimpinan, tetapi yang dimaksudkan kelebihan secara jasmani adalah

memiliki fisik yang lebih kuat, lebih sempurna, sehat dan memiliki

ketahanan tubuh yang melebihi dari orang-orang yang dipimpinnya.

Pemimpin yang memiliki kategori sempurna adalah ia yang

meililiki ketiga hal tersebut di atas, maka benar adanya jika pemimpin dalam

menjalankan roda kepemimpinanya harus memiliki kelabihan-kelebihan,

karena jika tidak iapun akan mengalami banyak kesulitan dalam menjalankan

kepemimpinannya.

Kepemimpinan dalam bahasa inggris disebut dengan kata

Leadership

berasal dari kata

to lead (memimpin), leader (pemimpin), dalam bahasa arab

kepemimpinan meiliki kata yang berbeda yaitu berasal dari kata (

qadda –

yaquudu – qiyaadatan ) yang artinya menuntun.

Menurut Prof. Kembal Young

seperti yang dikemukakan oleh Kartini Kartono bahwa kepemimpinan adalah

bentuk dominasi yang didasari oleh kemampuan pribadi yang sanggup

mendorong atau megajar orang lain berbuat sesuatu berdasarkan acceptance

(penerimaan) oleh kelompoknya dan memiliki keahlian khusus dan tempat

khusus untuk mencapai tujuan.

Menurut Taylor, yang dikemukakan oleh


(48)

bawahan untuk bersama-sama bekerja menuju suatu tujuan yang diinginkan

oleh semua dan dianggap penting untuk self expressi ( ekspresi diri ).

Oleh karena itu tujuan kepemimpinan tak lain adalah menjamin

terwujudnya pencapain sebuah tujuan, dengan cara mengorganisir dan

mengatur sebuah institusi, lembaga, atau sebuah sistem yang sudah terbentuk,

dengan kepemimpinan sebagai fasilitas yang memberikan jalan untuk orang

lain yang terorganisir dapat berproses dalam sebuah organisasi formal agar

mencapai tujuan yang sudah ditetapkan.

Berikut ini adalah penjelasan dari

tipe-tipe kepemimpinan yang ada:

a. Kepemimpinan Otoriter

Proses kepemimpinan otoriter adalah pemimpin yang beranggapan

bahwa

leadership adalah sesuatu yang menjadi haknya, ia berpendapat

bahwa hanya dengan kepemimpinanya ia dapat melakukan apapun tentang

segala sesuatu yang harus dikerjakan tanpa adanya

pertimbangan-pertimbangan lain yang mungkin akan menghambat, biasanya setiap

pekerjaan yang dia kehendaki kepada bawahanya selalu diawasi dengan

sangat ketat dan terkadang dapat menimbulkan ketegangan-ketegangan di

kalangan para bawahanya.

b. Kepemimpinan Demokratis

Tipe kepemimpinan ini menjadikan bawahan sebagai orang-orang

yang bisa diajak kerjasama, untuk turut serta memberikan pendapat, saran

bahkan sampai kritik pada masa kepemimpinanya, pemimpin semacam ini

sering meminta pendapat pada bawahanya dalam mencari solusi kerja

terbaik, sehingga bawahanya merasa tidak hanya menerima instruksi kerja

saja tapi mereka dibimbing untuk melakukan pekerjan tanpa harus dipaksa


(49)

untuk bekerja sehingga menjadi tanggung jawab mereka untuk

menyelesaikan pekerjaanya, namun ketika anggota-angota yang

dipimpinya tidak memiliki kcakapan dan kecerdasan untuk bekerja sama

dengan pemimpinya, maka kemungkinan akan terjadi kegagalan dalam

melakukan pekerjaanya.

c. Kepemimpinan Paternalistis

Kepemimpinan ini menjadikan pemimpin sebagai seorang bapak

ataupun ibu, karena pemimpin dengan gaya paternalistis biasanya

memiliki sifat melindungi dan menjaga kepentingan bawahnya sebagai

bentuk rasa kasih sayang yaitu dengan penjagaan yang ketat. Biasanya

kepemimpinan semacam ini kurang menguntungkan anggotanya karena

akan membentuk lemahnya kepercayaan diri dan tidak bisa

mengembangkan diri dalam melakukan pekerjaanya karena pemimpin

tidak memberikan kesempatan pada anggotanya untuk berinisiatif dan

mengambil keputusan.

d. Kepemimpinan Laissez-Faire

Pada umumnya kepemimpinan jenis ini akan menciptakan suasana

dimana para anggotanya frustasi, bekerja malas-malasan, dan terkesan

main-main dengan pekerjaanya, karena anggota merasakan kurangnya

campur-tangan pemimpin dalam setiap keputusan maupun kebijakan yang

mereka ambil, biasanya pemimpin hanya akan memberikan informasi jika

hanya dimintai, pemimpin cenderung tidak berperan aktif dalam pencarian

solusi agar kinerja anggotanya lebih efektif atau mengatur jalanya roda

organisasi.


(50)

e. Kepemimpinan Kharismatik

Tipe kepemimpinan kharismatik ialah dimana seorang pemimpin

memiliki pengaruh yang besar kepada anggotanya, biasanya pemimpin

seperti ini memberikan daya tarik yang luarbiasa, sehingga para

anggotanya tunduk dan patuh tanpa tekanan dan paksaan dari orang yang

memimpinnya, biasanya tipe pemimpin seperti ini memiliki

keistimewaan-keistimewaan, misalnya memiliki kecerdasan yang lebih, memiliki

kekuatan super, pemberani dan lain sebaginya.

f. Kepemimpinan Otokratik

Tipe kepemimpinan seperti ini selalu mengandalkan kekuasaan

yang dianggapnya sebagai kekuatan, karena itu pemimin tipe ini tidak

segan-segan memaksa bawahnya/anggotanya untuk tunduk dan patuh

terhadapnya, karena perintahnya bersifat mutlak dan absolud. Pemimpin

selalu berperan sebagai pemimpin tungal seperti seorang raja, setiap

perintah yang ditetapkanya biasanya tidak melalui konsultasi dengan

siapapun.

g. Kepemimpinan Populistik

Kepemimpinan populistik adalah tipe kepemimpinan di mana

seorang pemimpin mampunmenjadi pemimpin masyarakat, ia memegang

nilai-nilai kemasyarakatan dan ketradisionalan, tipe kepemimpinan seperti

ini bias diterima oleh masyarakat tertentu atau kelompok tertentu, namun

belum tentu dapat diterima oleh masyarakat lain, karena pemahaman akan

nilai-nilai tradisional dan masyarakat yang satu dengan yang lainnya tidak

sama yang terkadang tidak dapat diphami oleh masyarakat ataupun

pemimpin kelompok masyarakat lain.


(51)

h. Kepemimpina Administratif

Adalah tipe kepemimpinan dimana seorang pemimpin mampu

menjalankan tugas-tugas administrasi secara efektif. Dengan

kepemimpinan seperti ini akan muncul pengembangan pada hal-hal yang

berhubungan dengan kerjasama antar manusia, dan hal-hal yang

menyangkut masalah-masalah teknis dan manajemen, biasanya tipe

kepemimpinan seperti ini dapat menghadapi masalah secara cepat, lugas,

dan rasional.

2. Konsep Kepemimpinan Dalam Islam

Dalam pandangan Islam, At-Tabrasi dalam tafsirnya mengemukakan

bahwa kata imam mempunyai makna yang sama dengan khalifah. Hanya saja

kata imam digunakan untuk keteladanan. Karena ia diperoleh dari kata yang

mengandung arti depan, berbeda dengan khalifah yang terambil dari kata

"belakang".

Para pakar, setelah menelusuri

Al Qur'an dan

Hadits menetapkan

empat sifat yang harus dipenuhi oleh nabi yang pada hakikatnya pemimpin

utamanya. Yang pertama Ash Shidq yang berarti kebenaran dan kesungguhan

dalam bersikap, berucap, serta berjuang melaksanakan tugasnya. Kedua,

Amanah, yaitu kepercayaan yang menjadikan dia memeliharaa sebaik-baiknya

apa yang diserahkan kepadanya, baik dari Tuhan maupun dari orang-orang

yang dipimpinnya. Ketiga, Fathanah, yaitu kecerdasan yang melahirkan

kemampuan menghadapi dan menanggulangi persoalan yang muncul seketika

sekalipun. Keempat, Tabligh, yaitu penyampaian yang jujur dan bertanggung

jawab atau diistilahkan dengan keterbukaan.


(52)

Dalam pandangan islam,seorang pemimpin adalah orang yang

diberikan amanat oleh Allah SWT untuk memimpin rakyatnya. Dimana ia

akan dimintai pertanggung jawabanya kelak di akhirat. Beberapa ahli

menyimpulkan bahwa ada beberapa cirri penting yang menggambarka

kepemimpinan islam. Veitzal Rivai menyebutkan ada enam cirri

kepemimpinan dalam islam

yaitu:

a. Setia Kepeda Allah

Diantara pemimpin dan yang dipimpin terikat dengan kesetiaan

kepada Allah, yang bararti sebuah kepemimpinan yang dijalankan itu

merupakan suatu perwujudan dari seseorang kepada Allah, bukan karena

ambisi ingin menjadi seorang pemimpin saja, jadi semua perilaku dalam

kepemimpinanya merujuk kepada aturan-aturan maupun syriat-syariat

yang sudah ditetpkan Allah SWT.

b. Tujuan Islam Secara Menyeluruh

Menjadi satu kewajiban bagi seorang pemimpin untuk mampu

melihat bahwa tujuan organisasi bukan hanya untuk sekedar tujuan dari

kepentingan sebuah kelompok, apalagi hanya kepentingan satu orang saja,

tetapi akan lebih baik jika kepentingan kelompok dan perorang tersebut

dapat memenuhi kepentingan dalam lingkup yang lebih luas yaitu

kepentingan islam secara keseluruhan.

c. Menjunjung Tinggi syariat dan Akhlak Islam

Pemimpin itu harus terikat dengan peraturan yang terkandung di

dalam syariat Islam, oleh karena itu syarat seseorang menjadi pemimpin

adalah orang yang mampu memegang teguh aturan-aturan di dalam syariat


(53)

Islam. Jika pemimpin sewaktu-waktu mengabaikan aturan-aturan dalam

syariat islam, maka pada saat itu ia harus di makzulkan.

d. Pengemban Amanah

Pemimpin adalah seseorang yang mengemban amanah dari Allah.

Oleh karena itu ia memiliki sebuah tanggung jawab yang besar, dalam

Al-Quran memmerintahkan pemimpin melaksanakan tugasnya untuk Allah

Swt dan menunjukan sikap yang baik kepada para pengikutnya.

e. Bermusyawarah dan Tidak Sombong

Mejadi prinsip dasar dari sebuah kepemimpian Islam adalah

terlaksananya musyawarah sebagai sarana untuk menyelesaikan masalah

dalam kepemimpinan. Dengan prinsip dasar ini menjadikan sikap adil dan

memberikan kebebasan berpikir bagi semua pihak yang ada dalam lingkup

kepemimpinanya, oleh karena itu pemimpin islam bukanlah

kepemimpinan tirani yang mengabaikan proses koordinasi atau

musyawarah, namun ini menjadi wadah bertukar pemikiran dengan semua

pihak yang terkait yang di laksanakan secara terbuka, objektif dan

menjunjung tiggi rasa sling menghormati. Sehingga para pengikuit atau

bawahan merasakan bahwa persoalan itu menjadi tujuan untuk

kepentingan mereka bersama.

f. Disiplin Konsisten dan Konsekwen

Disiplin, konsisten, dan konsekwen adalah cirri dari kepemimpinan

dalam Islam, sikap dan sifat-sifat seperti ini tentunya akan diwujudkan

dalam semua tindakan maupun perbuatannya, karena ia yakin bahwa Allah


(1)

123

DAFTAR PUSTAKA

Macquail, Denis, Teori Komunikasi Massa, (Salemba Humanika, 2011)

Mulyana Deddy, Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2007

Campsal, Steve - 27/06/2002 (Rev, 17/12/2005; 14;18;24) Media - GCSE Film Analysis Guide (3)-SJC.

Azhar Arsyad, Media Pengajaran, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2003). Baskin Askurifai, Membuat Film Indie Itu Gampang, (Bandung:Kataris, 2003) Tim Peyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Bahasa Indonesia (Jakarta: Pusat

Bahasa, 2008)

Himawan Pratista, Memahami Film.

Wiryanto, Teori Komunikasi Massa, (Jakarta: Grasindo, 2000).

Vivian John, Teori Komunikasi Massa, edisi kedua, (terj.) oleh Tri Wibowo B.S (Jakarta: Kencana Prenanda Media, 2006)

Fawwaz bin Hulayyil as-Suhaimi, Begini Seharusnya Berdakwah, (Jakarta: Darul Haq, 2008).

Badruttamam Nurul, Dakwah Kolaboratif Tarmizi Taher (Jakarta Selatan: Grafindo Khazanah Ilmu, 2005).

Eric, Mau Dibawa Ke Mana Sinema Kita?.

Bakti Andi Faisal, Globalisasi: Dakwah Cerdas Era Globalisasi: Antara Tantangan dan Harapan (Lecture at Palembang).

Sobur Alex, Analisis Teks Media:Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, ---Analisis Semiotik, dan Analisis Framing. (Bandug: Remaja Rodakarya,2006)

Kriyantono Rahmat, Teknik Praktis Riset Komunikasi, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006).

Zoest dalam Panuti Sudjiman dan Aart van Zoest, Serba-Serbi Semiotika, (Jakarta: Gramedia, 1992)

Felix y. Siauw, Muhammad Al-Fatih 1453 (AlFatih Press Cetakan ke-1, Maret 2013).

Christomy Tommy, Semiotika Budaya, ( Depok : Universitas Indonesia, 2004 ) Sobur Alex, Semiotika Komunikasi (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2004).


(2)

124

AS. Haris Sumandiria, Bahasa Jurnalistik; Panduan Praktis Penulis dan Jurnalistik, (Bandung: simbiosa Rekatama Media, 2006).

Abdurahman, Arifin, Teori Pengembangan dan Filosofi Kepemimpinan Kerja, Bharata, Jakarta, 1971.

Mulkanasir, BA., S.Pd., MM, Administration And Management Leadership, Atma Kencana Publishing, 2011, Bogor.

Bin Nuh, Abd. Dan Bakry Omar, Kamus Arab Indonesia – Inggris-Indonesia Inggris, PT. Mutiara Sumber Widya, 2001, Jakarta,

Kartini Kartono, Dr,Pimpinan dan Kepemimpinan, PT. Raya Grafindo Persada, Jakarta, 1994.

Panglaykim, Management Suatu Pengantar, PT. Pembangunan, Jakarta, 1980. H. Mulkanasir, BA., S.Pd., MM, Administration And Management Leadership,

Atma Kencana Publishing, 2011.

Rivai, Veitzal, Prof.m Dr.,M.B.A, Kiat Memimpin Dalam Abad ke-21, Murai Kencan, Jakarta, 2004.

Dr. Husni Rahim Sistem Otoritas dan Aministrasi Islam, PT Logos Kencana Ilmu. 1998, Jakarta.

Sumber Lain:

http://www.imdb.com/media/

Fetih 1453 - Wikipedia, the free encyclopedia http://en.wikipedia.org/wiki/Fetih_1453

http://rosid.net/fetih-1453-menjawab-kerinduan-film-tentang-sejarah-kebesaran-islam/

http//tweeter@devrim_evin. Turkish State theatre aktor/Direktor. Oyuncu/İstanbul http://www.turkishculture.org/whoiswho/theater/devrim-evin-2780.htm

http://tr.wikipedia.org/wiki/Cengiz_Co%C5%9Fkun- https://www.google.co.id/search?q=Dilek+Serbest&tbm-


(3)

Cover Film Battle of Empires Fetih 1453


(4)

Lampiran 2:


(5)

(6)