43
pernikahan bukan reaksi dasar dalam memaafkan. Perempuan memiliki kecenderungan lebih sering mengungkit kesalahan dan mendiskusikannya
dibandingkan pria. Akibatnya, sering kali istri yang menaikan isu-isu permasalahan sebagai diskusi dan yang mengambil peran untuk memulai diskusi
tentang masalah demand, sedangkan suami lebih sering berada dalam peran
untuk menghindari diskusi withdraw. Dalam konteks ini, tingginya intesi suami
untuk menghindari diskusi maka akan menjadi bahan bakar yang menyebabkan siklus destruktif dari
demand-withdraw, kemudian mengarah pada perdebatan yang tidak efektif.
Sejalan dengan temuan sebelumnya oleh Gonzales et al., dalam Fincham et al., 2002 pria dan wanita cenderung berbeda dalam merespon konflik
bereaksi secara afektif maupun konitif lalu kemudian berefek secara langsung ataupun tidak langsung terhadap
forgiveness. Wanita melaporkan lebih banyak perasaan marah, rusaknya hubungan dan kesulitan untuk memaafkan sedangkan
pria menunjukan hanya sedikit perubahan saat intervensi dilakukan dalam penelitian mengenai
forgiveness. Sebuah penelitian eksperimental oleh Wade dan Goldman 2006
membagi subjek penelitian dalam komposisi kelompok berdasarkan jenis kelamin, kemudian masing-masing kelompok diberikan intervensi untuk memengaruhi
kemampuan memaafkan. Penelitian ini membuktikan bahwa perempuan lebih dapat menurunkan rasa dendam dibanding laki-laki. Karena laki-laki lebih sulit
untuk melakukan empati terhadap individu yang telah menyakitinya.
44
2.8. Usia
Usia didasarkan pada teori perkembangan psikososial oleh Erikson dalam Papalia et al., 2008 yang berkaitan dengan prinsip-prinsip perkembangan psikologi dan
sosial. Teori ini merupakan bentuk pengembangan dari teori psikoseksual yang dicetuskan oleh Sigmund Freud. Erikson membagi tahapan perkembangan
psikososial menjadi delapan tahapan seperti yang tertera dalam tabel di bawah ini.
Tabel 2.3 Tahapan Perkembangan Psikososial Erikson
Tahap Perkiraan Usia
Krisis Psikososial
I 12 - 18 bulan
Trust vs Mistrust percaya vs tidak percaya II
1218 bulan - 3 tahun Autonomy vs Doubt kemandirian vs keraguan
III 3 tahun
– 6 tahun Initiative vs Guilt inisiatif vs rasa bersalah
IV 6 tahun
– pubertas Industry vs Inferiority ketekunan vs rasa
rendah diri V
Puber - dewasa muda Identity vs Role Confusion identitas vs
kekacauan identitas VI
Dewasa muda ± 18 tahun
– 40 tahun Intimacy vs Isolation keintiman vs isolasi
VII Dewasa madya ± 40
tahun – 65 tahun
Generativity vs Self Absorption generativitas vs stagnasi
VIII Dewasa akhir tua ±
65 ke atas Integrity vs Despair integritas vs
keputusasaan
sumber: Papalia, 2008
Karena penelitian akan dilakukan pada subjek dengan usia antara 21 tahun untuk perempuan 23 tahun untuk laki-laki sampai 60 tahun saja, maka yang
dipakai hanya tahap perkembangan ke VI dan VII saja, yaitu usia dewasa muda dan dewasa madya, dengan penjelasan sebagai berikut:
45
a. Dewasa Muda
Akhir usia belasan sampai usia dua puluhan, individu memasuki usia dewasa muda, dimana menurut Erik Erikson dalam Miller, 2012,
individu tersebut memasuki periode perkembangan intimacy vs
isolation. Pada usia ini, Erikson beranggapan, bahwa kita belajar bagaimana membentuk hubungan intim yang dilakukan menjadi abadi.
b. Dewasa Madya
Saat ini frekuensi bergaul dengan teman dan manambah jumlah teman akan berkurang, terutama pertemanan dengan lawan jenis, karena individu
telah terlibat hubungan pernikahan dan berkeluarga, memiliki banyak teman dan menghabiskan banyak waktu bersama teman dinilai sebagai
perilaku yang beresiko dalam Miller, 2012. Variabel usia dalam konteks
forgiveness sering diperhitungkan, salah satunya dalam penelitian Enright dan Sobkoviak dalam Girard Mullet 1997
yang menemukan bahwa kecenderungan memaafkan akan membentuk fungsi menanjak saat disandingkan dengan variabel usia. Kemudian Helb dan Enright
dalam Girard Mullet 1997 juga menyatakan bahwa kecenderungan memaafkan dipengaruhi oleh kematangan, semakin matang semakin mudah untuk
memaafkan. Menurut Markman 2012 ada tiga hal yang dapat menjadi alasan mengapa
usia dapat memengaruhi forgiveness, yaitu:
46
1. Orang dewasa cenderung lebih religius ketika mereka semakin tua. Orang-
orang yang religius cenderung mengampuni orang lain lebih sering daripada mereka yang tidak religius.
2. Studi menunjukkan bahwa orang dewasa yang lebih tua mengalami
interaksi negatif yang lebih sedikit daripada orang dewasa muda. Selain itu, karena pengalaman hidup mereka, orang dewasa madya tidak seperti
orang dewasa muda yang mudah marah dalam interaksi negatif. 3.
Orang dewasa yang lebih tua memiliki skor agreeableness yang lebih
tinggi dan skor neurotisme yang lebih rendah daripada orang dewasa
muda. Faktor-faktor di atas menjadi kombinasi yang membuat individu dengan usia
dewasa madya lebih mudah untuk memaafkan orang lain daripada individu dengan usia dewasa muda.
2.9. Kerangka Berpikir
Secara umun harapan seseorang untuk menikah adalah mendapatkan kebahagiaan dengan pernikahan yang kekal dan harmonis. Namun kenyataannya harapan-
harapan dalam pernikahan tersebut tidak selalu mudah untuk diwujudkan. Hambatan dalam mewujudkan harapan muncul ketika permasalahan hadir
ditengah kehidupan pernikahan. Masalah terjadi ketika pasangan melakukan kesalahan yang sangat mungkin menyebabkan seorang individu merasa sakit hati
Fincham et al., 2004, permasalahan semacam ini sering juga disebut konflik. Merosotnya nilai pernikahan, membuat perceraian seringkali dipilih sebagai jalan
keluar bagi pasangan yang menghadapi konflik, khususnya pada masyarakat