Pengujian proporsi varians pada masing-masing variabel independen

100

BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

Pada bab ini, peneliti akan memaparkan secara lebih lanjut mengenai hasil penelitian yang dilakukan. Dalam bab ini akan dimuat kesimpulan, diskusi dan saran.

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil uji hipotesis penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis mayor dalam penelitian ini diterima. Artinya ada pengaruh yang signifikan antara kualitas hubungan trust, intimacy, commitment dan satisfaction, apology, kepribadian honesty-humility, emotionality, extraversion, agreeableness, conscientiousness, dan openness to experience, variabel demografis gender dan usia terhadap forgiveness dalam pernikahan. Besar kontribusi yang diberikan IV secara keseluruhan terhadap DV adalah 41,8. Kemudian pada hipotesis minor, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari 13 variabel bebas yang diuji pengaruhnya terhadap forgiveness dalam pernikahan , hanya ada tiga variabel yang pengaruhnya signifikan. Dimensi satisfaction dari kualitas hubungan, apology dan dimensi extraversion dari kepribadian HEXACO memiliki nilai koefisien regresi yang signifikan . Meskipun hanya tiga variabel yang dinyatakan signifikan pengaruhnya terhadap forgiveness dalam pernikahan, ada beberapa variabel lain yang memiliki sumbangan pengaruh yang signifikan berdasarkan proporsi varians yaitu trust, intimacy, honesty-humility, dan conscientiousness. Variabel-variabel tersebut 101 memiliki sumbangan varians yang berbeda-beda dalam pengaruhnya terhadap forgiveness dalam pernikahan, dimana sumbangan varians terbesar didapat dari dimensi intimacy pada variabel kualitas hubungan.

5.2 Diskusi

Hasil dari penelitian yang telah dilakukan membuktikan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara IV terhadap DV. Kemudian diketahui juga bahwa variabel satisfaction, apology dan extraversion berpengaruh signifikan terhadap forgiveness dalam pernikahan. Pengaruh ketiga variabel tersebut adalah pengaruh dengan arah positif, artinya semakin tinggi skor satisfaction, apology dan extraversion seseorang maka semakin tinggi pula skor forgiveness yang dimiliki orang tersebut. Berdasarkan hasil penelitian, dimensi dari kualitas hubungan yaitu satisfaction memiliki pengaruh yang signifikan terhadap forgiveness dengan arah yang positif. Jadi dapat disimpulkan, semakin tinggi tingkat kepuasan seseorang dalam hubungan pernikahannya maka semakin mudah seseorang melakukan pemaafan dalam pernikahannya. Sedangkan tiga dimensi lain dari kualitas hubungan, yaitu trust, intimacy dan commitment tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap forgiveness. Hasil tersebut sesuai dengan penelitan yang dilakukan oleh Mirzadeh dan Fallahchai tahun 2012 yang menyatakan bahwa terdapat hubungan signifikan antara kepuasan pernikahan dengan pemaafan. Seorang yang lebih puas dengan pernikahannya akan lebih jarang terlibat negative verbal behavior dengan pasangannya sehingga masalah lebih mudah diatasi. Hubungan antara kepuasan 102 dan pemaafan terletak pada kecenderungan individu untuk melakukan perbaikan, kedekatan individu dengan pasangan dan kerjasama yang baik antara mereka dengan pasangan. Kualitas hubungan khususnya kepuasan sangat berpengaruh terhadap forgiveness, setidakhnya terdapat tujuh alasan yang menyebabkan seseorang memaafkan karena pengaruh kualitas hubungan yang dimilikinya. Tujuh alasan itu adalah individu merasa harus mempertahankan hubungannya dengan orang yang berarti dalam hidup, memiliki orientasi jangka panjang yang memotivasi untuk melupakan rasa sakit hati, biasanya minat mereka dapat disatukan dan memudahkan mendapatkan solusi, orientasi bersama yang meningkatkan kesediaan untuk melakukan hal yang menyenangkan bagi pasangannya, memiliki kenangan indah bersama pasangannya, individu merasa konflik yang terjadi adalah untuk kebaikannya, kemudian dalam hubungan yang berkualitas orang yang bersalah akan cenderung meminta maaf dan mengungkapkan penyesalan serta memulihkan hubungan pasca konflik McCullough et al., 1998. Selain itu Fincham 2009 juga menyatakan bahwa kepuasan memengaruhi bagaimana perspektif orang yang tersakiti terhadap kejadian menyakitkan. Mereka lebih mudah memaafkan karena tidak menghiraukan detail kejadian menyakitkan yang mereka alami dan cenderung lebih memiliki banyak kenangan indah bersama pasangan. Maka individu yang merasa puas dengan hubungan dalam pernikahannya akan cenderung lebih mudah memberikan maaf kepada pasangannya. 103 Kemudian penelitian ini juga menunjukan hasil bahwa variabel apology memiliki pengaruh yang signifikan terhadap forgiveness dengan arah positif. Jadi dapat disimpulkan, semakin sering lengkap pasangan melakukan permintaan maaf maka semakin mudah seseorang memaafkan pasangannya. Hal yang sama pentingnya dengan memberikan maaf adalah kemauan meminta maaf. Seseorang akan sulit memaafkan jika orang yang bersalah tidak minta maaf dan berupaya memperbaiki kesalahannya. Beberapa penelitian Darby, Schlenker Ohbichi dalam Wardhati Faturohcman, 2008 menemukan bahwa meminta maaf sangat efektif dalam mengatasi konflik interpersonal, karena permintaan maaf merupakan sebuah penyataan tanggung jawab tidak bersyarat atas kesalahan dan sebuah komitmen untuk memperbaikinya. Penelitian lain yang menguatkan bahwa apology berpengaruh terhadap forgiveness adalah penelitian oleh Takaku et al. 2001. Pelaku yang meminta maaf akan menunjukan sebuah ketulusan dan kemampuan untuk dipercaya sehingga konflik dengan pasangan lebih mudah terselesaikan. Kemudian McCullough et al. 1998 juga menjabarkan sebuah mekanisme dari pemaafan, proses memaafkan akan lebih cepat jika pelaku melakukan pengakuan dan permintaan maaf ditambah lagi apabila hubungan yang dijalani menemukan kepuasan. Selanjutnya, hasil penelitian ini menemukan variabel dari kepribadian yaitu extraversion memiliki pengaruh yang signifikan terhadap forgiveness dengan arah positif. Jadi dapat disimpulkan, semakin tinggi skor kepribadian terbuka pada seseorang maka semakin mudah seseorang melakukan pemaafan 104 dalam pernikahannya. Sedangkan lima dimensi lain dari variabel kepribadian HEXACO, yaitu honesty-humility, emotionality, agreeableness, conscientiousness, dan opennes to experience tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap forgiveness. Pengaruh extraversion terhadap forgiveness ini sejalan dengan beberapa penelitian yang mengkorelasikan kepribadian dengan forgiveness. Pada penelitian McCullough, Bellah, Kilptrick dan Johnson 2001 diketahui bahwa kepribadian extrversion tidak memiliki kecenderungan untuk menyimpan rasa dendam. Kemudian dalam penelitian Hafnidar 2013 juga diketahui bahwa individu dengan skor extraversion tinggi memiliki skor forgiveness yang tinggi pula. Individu dengan skor extraversion tinggi berarti memiliki kepribadian yang hangat dan emosi yang positif. Extraversion memiliki ciri pribadi yang ramah, hangat dan asertif Friedman Schustack, 2008 serta cenderung penuh kasih sayang, senang berbicara, dan menyenangkan Feist Feist, 2010. Karakter-karakter yang dimiliki oleh seorang extraversion cenderung mempermudahnya untuk memaafkan dan melepas rasa dendam. Hal itu juga dikarenakan dalam kepribadian extraversion terdapat sikap empati maka individu yang memiliki kepribadian extraversion dapat memahami dan melihat sudut pandang orang lain yang berbeda dari sudut pandang diri sendiri dan mencoba untuk mengerti faktor apa saja yang melatarbelakangi perilaku seseorang. Termasuk memahami dan memaklumi perbuatan yang