Penalaran Deduktif
2. Penalaran Deduktif
Penalaran deduktif didasarkan atas prinsip, hukum, teori atau putusan lain yang berlaku umum untuk suatu hal ataupun gejala. Berdasarkan atas prinsip umum tersebut, ditarik kesimpulan tentang sesuatu yang khusus merupakan bagian dari hal atau gejala di atas. Dengan kata lain, penalaran deduktif bergerak dari sesuatu yang umum kepada yang khusus. Metode penalaran deduktif ini menerapkan generalisasi, kesimpulan-kesimpulan umum yang diperoleh dari generalisasi diterapkan untuk meramalkan fenomena.
Penalaran deduksi bersifat spesifikasi (pengkhususan). Dalam induksi kita perlu mengumpulkan bahan atau fakta secara memadai sebelum sampai pada suatu kesimpulan. Semakin banyak dan baik kualitas fakta Penalaran deduksi bersifat spesifikasi (pengkhususan). Dalam induksi kita perlu mengumpulkan bahan atau fakta secara memadai sebelum sampai pada suatu kesimpulan. Semakin banyak dan baik kualitas fakta
Berikut ini secara umum dapat dilihat contoh penalaran dalam paragraf penalaran deduktif (umum ke khusus). Contoh 1 dalam bentuk paragraf,
Ibu Ida penasaran dengan pernyataan yang tertulis dalam modul mata kuliah Teori Belajar Berbahasa. Dalam modul itu
dinyatakan bahwa keterampilan menyimak diperoleh anak lebih
dahulu daripada keterampilan berbicara. Untuk membuktikan
kebenaran pernyataan itu, ia mengamati perilaku berbahasa anak- anak. Ia pun melaukan “wawancara” informan dengan beberapa ibu yang memunyai anak kecil. Dari “penelitian kecil” yang dilakukan, ia menyimpulkan bahwa keterampilan anak dalam menyimak ternyata dikuasai lebih dahulu daripada
keterampilan berbicara .
Contoh, 2 dalam bentuk pernyataan,
Pertama, Semua makhluk akan mati.
Manusia adalah makhluk.
Karena itu, semua manusia akan mati
Kedua, Logam jika dipanaskan akan memuai. Besi adalah logam. Karena itu, jika dipanaskan besi akan memuai.
Contoh di atas merupakan bentuk penalaran deduktif. Proses penalaran itu berlangsung dalam tiga tahap. Pertama, generalisasi sebagai pangkal bertolak (pernyataan pertama merupakan generalisasi bersumber dari keyakinan atau pengetahuan yang sudah diketahui dan diakui kebenarannya). Kedua, penerapan atau perincian generalisasi melalui kasus atau kejadian tertentu . Ketiga, Contoh di atas merupakan bentuk penalaran deduktif. Proses penalaran itu berlangsung dalam tiga tahap. Pertama, generalisasi sebagai pangkal bertolak (pernyataan pertama merupakan generalisasi bersumber dari keyakinan atau pengetahuan yang sudah diketahui dan diakui kebenarannya). Kedua, penerapan atau perincian generalisasi melalui kasus atau kejadian tertentu . Ketiga,
a. Silogisme
Silogisme merupakan cara penalaran yang formal. Penalaran dalam bentuk silogisme sebenarnya jarang ditemukan atau dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Kita lebih sering mengikuti polanya saja, meskipun kadang-kadang secara tidak sadar.
Penalaran silogisme umumnya terdiri atas dua premis (pernyataan) yang dihubung-hubungkan satu sama lain. Kemudian, bergerak menuju kepada suatu kesimpulan. Kalimat pertama berisi pernyataan umum, atau biasa disebut premis mayor (MY), sedangkan kalimat kedua berisi pernyataan khusus dan terbatas, yang disebut premis minor (Mn). Dan kalimat ketiga adalah konklusi atau kesimpulan yang ditarik dari dua premis sebelumnya.
Contoh, My : Setiap manusia akan mati. Mn : Si Budi adalah manusia. K : Si Budi juga akan mati.
Silogisme yang tersusun seperti di atas, kalimat pertama (premis mayor) bersifat uiversal (umum), yaitu berisi pernyataan yang dianggap meliputi semua bagian dari suatu golongan tertentu. Kalimat kedua (premis minor) bersifat partikular (khusus), yaitu berisi pernyataan yang merupakan bagian tertentu dari golongan tadi. Kalimat ketiga berisi konklusi (kesimpulan) bahwa apa yang benar bagi semua bagian, juga akan benar bagi bagian tertentu yang lainnya.
Silogisme terdiri atas tiga jenis, yaitu silogisme kategorial, silogisme kondisional atau hipotesis (pengandaian), dan silogisme alternatif (pilihan). Selanjunya, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, jika kita ingin bernalar dengan menggunakan silogisme.
1) Silogisme Kategorial
a) Sebuah silogisme hanya terdiri atas tiga proposisi: premis mayor, premis minor, dan kesimpulan.
b) Jika sebuah silogisme mengandung sebuah premis yang positif dan sebuah premis negatif (menggunakan kata tidak atau bukan), kesimpulannya harus negatif.
Contoh,
Premis Mayor: Semua guru SD yang telah mencapai golongan III tidak perlu mengikuti
Program D II Guru SD.
Premis Minor: Razad adalah guru SD yang telah mencapai golongan III.
Kesimpulan : Karena itu, Razad tidak perlu mengikuti
Program DII Guru SD.
c) Dari dua buah premis yang negatif tidak dapat ditarik kesimpulan. Contoh,
Premis Mayor: Indonesia bukan negara agama.
Premis Minor : Rocky adalah orang yang tidak beragama.
Kesimpulan : Jadi, Rocky adalah orang Indonesia.
d) Premis mayor yang benar belum tentu menghasilkan kesimpulan yang benar jika proses penyimpulannya keliru. Contoh,
Premis Mayor : Manusia adalah makhluk berakal
budi.
Premis Minor : Jumad bodoh.
Kesimpulan : Jadi, Jumad bukan manusia.
2) Silogisme Kondisional atau Hipotesis (Pengandaian) Contoh,
Premis Mayor: kalau rupiah mengalami devaluasi, harga-harga barang akan naik.
Premis Minor : Rupiah mengalami devaluasi. Kesimpulan : Harga-harga barang akan naik.
3) Silogisme Alternatif atau Pilihan
Contoh,
Premis Mayor: penyebab kegagalan panen sekarang kekurangan air atau hama.
Premis Minor : penyebab kegagalan panen sekarang bukan hama. Kesimpulan : Sebab itu, kegagalan panen sekarang
adalah kekurangan air.
(Dikutip dari Suparno, 2002: 1.45- 1.46)
b. Entimem
Dalam praktik percakapan ataupun karangan, biasanya kita tidak secara formal dan kaku memakai silogisme. Kita tidak menyebutnya premis mayor, premis minor, dan konklusinya secara persis sebagaimana susunan silogisme dalam contoh-contoh yang telah dikemukakan di atas. Biasanya digunakan metode penalaran deduktif secara spontan tanpa mengharuskan menyatakan secara lengkap susunannya yang formal. Yang diperlukan adalah secara lengkap susunannya yang formal. Yang diperlukan adalah hasil penalaran. Bentuk ini dinamakan entimem. Contoh,
“Anda telah memenangkan sayembara ini, karena itu Anda berhak \ menerima hadiahnya”.
Pernytaan di atas sesungguhnya hasil dari penalaran silogisme, yang kalau dipenggal menjadi dua kalimat.
(1) Anda telah memenangkan sayembara ini, dan
(2) Karena itu Anda berhak mendapat hadiahnya. Perhatikan kalimat (2) merupakan kesimpulan. Hal itu ditandai oleh kata-kata atau ungkapan karena itu. Dengan demikian, kalimat (1) merupakan salah satu premisnya. Jadi, kalimat ”Anda telah memenangkan san yembara ini”, dan “karena itu, Anda berhak menerima hadiahnya”. Adalah bentuk singkat silogisme yang disebut
entimem. Dalam entimem itu ada premis yang dihilangkan, tetapi sudah dipahami.