Dimensi Etis ZIS
C. Dimensi Etis ZIS
Dari gambaran di atas, tampaklah yang dibayarkan untuk menunaikan perintah zakat adalah harta (al-amwal) dengan segala jenis dan bentuknya. Ini menunjukkan betapa harta tersebut memiliki kedudukan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Wajarlah jika al- Qur’an menyebutnya dengan mata’ yang berarti sumber kenikmatan dan kesenangan dalam kehidupan
duniawi (Q.S:3;14). Jelaslah bahwa Islam sangat menganjurkan ummatnya untuk mencari kekayaan yang sebanyak-banyaknya. Namun harus diingat bahwa pemilik mutlak harta itu adalah Allah SWT sedangkan manusia hanyalah sebagai pengemban amanah untuk mengelola dan memanfaatkannya pada jalan kebaikan. Tentu saja sebagai pemegang amanah manusia akan diminta duniawi (Q.S:3;14). Jelaslah bahwa Islam sangat menganjurkan ummatnya untuk mencari kekayaan yang sebanyak-banyaknya. Namun harus diingat bahwa pemilik mutlak harta itu adalah Allah SWT sedangkan manusia hanyalah sebagai pengemban amanah untuk mengelola dan memanfaatkannya pada jalan kebaikan. Tentu saja sebagai pemegang amanah manusia akan diminta
Berkaitan dengan konsep pemilikan dan tanggungjawab di atas, maka kitab suci mengajarkan fungsi sosial harta. Dalam al- Qur’an ada ditemukan ungkapan, “…dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu, bagi yang meminta dan orang yang tidak memiliki apa-apa. (Q.S: al-Zariyat / 59:19).
Dalam konteks inilah sering dipahami menurut ajaran Islam hak milik pribadi sangat diakui dan dilindungi oleh hukum, namun pada milik pribadi tersebut terdapat hak milik orang lain yang harus dikeluarkan baik melalui institusi zakat, infaq dan sadaqah (pemberian suka rela tanpa ada ketentuan).
Lebih dari itu pemberian harta kepada orang yang membutuhkan bukanlah hanya sekedar manifestasi keimanan seseorang kepada Tuhannya, melainkan satu bentuk komitmen sosial muslim terhadap muslim lainnya. Singkatnya, zakat dalam Islam bukan hanya mengandung dimensi etis teologis tetapi juga etis sosial ekonomi.
Adalah menarik ternyata dikalangan umat Islam muncul kecenderungan untuk melihat zakat tidak lagi semata-mata kewajiban seorang muslim untuk mengeluarkan hartanya dalam kerangka mendapat perkenan (rida) Allah saja, melainkan juga dipahami sebagai bentuk komitmen terhadap sesama manusia. Zakat telah dihubungkan dengan persoalan ekonomi.
Ketika zakat dihubungakn dengan masalah ekonomi, maka konsekuensinya adalah sumber pendapat zakat akan semakin besar karena sector ekonomi yang terus berkembang. Paling tidak sumber-sumber zakat dalam perekonomian modern adalah, zakat profesi, zakat perusahaan, zakat surat-surat berharga, zakat perdagangan mata uang, zakatb hewan ternak yang diperdagangkan, zakat madu, zakat investasi property, zakat asuransi, Ketika zakat dihubungakn dengan masalah ekonomi, maka konsekuensinya adalah sumber pendapat zakat akan semakin besar karena sector ekonomi yang terus berkembang. Paling tidak sumber-sumber zakat dalam perekonomian modern adalah, zakat profesi, zakat perusahaan, zakat surat-surat berharga, zakat perdagangan mata uang, zakatb hewan ternak yang diperdagangkan, zakat madu, zakat investasi property, zakat asuransi,
Jika seluruh potensi zakat ini dapat diberdayakan semaksimal mungkin, maka cukup banyak harta umat Islam ini yang dapat dikumpulkan untuk selanjutnya dimanfaatkan dalam rangka peningkatan kesejahteraan umat Islam sendiri.
Realitas yang tidak bisa ditolak bahwa secara sosiologis terdapat sekelompok manusia yang hidup serba kekurangan dan pada sisi lain terdapat sekelompok manusia yang hidup serba mewah. Di sini diperlukan pemikiran rasional bagaimana mengangkat derajat kehidupan orang miskin menjadi lebih baik. Dengan demikian zakat dipahami sebagai realokasi sumber- sumber ekonomi. Ketika zakat dilihat sebagai satu bentuk realokasi sumber-sumber ekonomi, maka pengelolaan dan penggunaannya harus dilakukan sedemikian rupa, sehingga menghasilkan manfaat konsumtif atau produktif yang maksimal.
Seperti apa yang telah disebut Mannan di muka, zakat dapat berfungsi secara moral, sosial dan ekonomi. Fungsi moral zakat agar menjadikan orang tidak rakus, tamak, serta fungsi sosialnya untuk mengikis kesenjangan ekonomi antara si kaya dengan si miskin dan fungsi ekonominya agar harta tidak terakumulasi pada segelintir orang, haruslah diterjemahkan dalam bentuk yang lebih konkrit dengan cara memberdayakan zakat secara maksimal. Untuk itulah para pakar telah merumuskan, bagaimana zakat itu benar-benar sebagai satu bentuk kebijaksanaan ekonomi untuk memberdayakan orang yang tidak mampu. Diantara upaya yang dilakukan adalah melalui BAZ dan LAZ.
19 Lihat lebih luas dalam, Didin Hafidhuddin, op.cit. h. 91-121
Melalui BAZ dan LAZ ini diharapkan zakat umat Islam bisa terkonsentrasi pada sebuah lembaga resmi. Dari lembaga inilah mengalir kebijakan-kebijakan sehingga zakat bisa disalurkan tidak hanya dalam bentuk yang bersifat konsumtif sesaat, tetapi lebih penting dari itu bagaimana zakat bisa memberdayakan pengusaha kecil dengan suntikan-suntikan dana (qard al- hasan) , atau yang bersifat peningkatan sumber daya manusia melalui pemberian bea siswa dan sebagainya.
Sayangnya sampai hari ini zakat masih mengandung satu persoalan yang cukup serius, yaitu masalah kepercayaan umat. Fenomena di masyarakat menunjukkan mereka tidak begitu percaya terhadap BAZ. Untuk membangkitkan kepercayaan ummat Islam terhadap BAZ, maka ada beberapa langkah yang perlu dilakukan. Pertama, Perlunya dilakukan transformasi pemahaman dan pemikiran umat Islam terhadap zakat sebagai konsep ibadah kepada zakat sebagai konsep mu`amalah yang memiliki peran yang signifikan dalam membangun kehidupan ekonomi umat Islam. Kedua, Sosialisasi BAZ di tengah-tengah umat Islam dengan melibatkan para ulama, para da`i, diiringi dengan publikasi yang menunjukkan transparansi pengelolaan zakat oleh BAZ dengan memanfaatkan media massa. Lebih lanjut dari itu, BAZ harus mampu menunjukkan mustahiq yang berhasil menjadi muzakki atas pembinaan BAZ. Ini penting untuk memotivasi ummat untuk lebih yakin terhadap BAZ. Ketiga, membangun kerja sama dengan masjid-masjid yang pada gilirannya amil tradisional yang di masjid menjadi perpanjangan tangan BAZ. Kerja sama ini juga bisa dilakukan dengan lembaga amil Zakat diperusahaan-perusahaan, BUMN, baik negeri maupun swasta. Keempat, orang-orang yang berada di BAZ harus memiliki track record yang positif di mata umat. Mereka harus memiliki integritas (siddiq), public Sayangnya sampai hari ini zakat masih mengandung satu persoalan yang cukup serius, yaitu masalah kepercayaan umat. Fenomena di masyarakat menunjukkan mereka tidak begitu percaya terhadap BAZ. Untuk membangkitkan kepercayaan ummat Islam terhadap BAZ, maka ada beberapa langkah yang perlu dilakukan. Pertama, Perlunya dilakukan transformasi pemahaman dan pemikiran umat Islam terhadap zakat sebagai konsep ibadah kepada zakat sebagai konsep mu`amalah yang memiliki peran yang signifikan dalam membangun kehidupan ekonomi umat Islam. Kedua, Sosialisasi BAZ di tengah-tengah umat Islam dengan melibatkan para ulama, para da`i, diiringi dengan publikasi yang menunjukkan transparansi pengelolaan zakat oleh BAZ dengan memanfaatkan media massa. Lebih lanjut dari itu, BAZ harus mampu menunjukkan mustahiq yang berhasil menjadi muzakki atas pembinaan BAZ. Ini penting untuk memotivasi ummat untuk lebih yakin terhadap BAZ. Ketiga, membangun kerja sama dengan masjid-masjid yang pada gilirannya amil tradisional yang di masjid menjadi perpanjangan tangan BAZ. Kerja sama ini juga bisa dilakukan dengan lembaga amil Zakat diperusahaan-perusahaan, BUMN, baik negeri maupun swasta. Keempat, orang-orang yang berada di BAZ harus memiliki track record yang positif di mata umat. Mereka harus memiliki integritas (siddiq), public
Penjelasan ini hanya ingin menunjukkan, bahwa nilai-nilai keadilan, persaudaraan, kepeduliaan antar sesama yang dikandung pada perintah zakat harus diikuti dengan pengelolaan yang baik dan profesional. Tanpa upaya seperti ini, cita sosial yang dikandung zakat tidak akan berfungsi dengan baik.
Dalam uraian yang cukup panjang, Qardawi mengatakan bahwa, zakat merupakan lambang pensyukuran nikmat, pembersihan jiwa, pembersihan harta dan pemberian hak Allah, hak masyarakat, dan hak orang yang lemah. Pandangan ini mengharuskan bahwa zakat itu harus dipungut dari orang- orang yang telah terkena kewajiban zakat.
D.Rangkuman
1. Zakat dalam Islam merupakan sebuah ajaran sosial al-Qur’an dalam kerangka mewujudkan keadilan sosial ekonomi dengan cara menghindarkan akumulasi kekayaan pada segelintir orang.
2. Dimensi etis yang dikandung zakat adalah, secara moral zakat berfungsi untuk membersihkan jiwa dan harta pemiliknya, mengikis sifat tamak dan rakus serta memupuk rasa persaudaraan. Aspek sosial yang ingin dicapai oleh ajaran zakat adalah 2. Dimensi etis yang dikandung zakat adalah, secara moral zakat berfungsi untuk membersihkan jiwa dan harta pemiliknya, mengikis sifat tamak dan rakus serta memupuk rasa persaudaraan. Aspek sosial yang ingin dicapai oleh ajaran zakat adalah
3. Dalam tinjauan ekonomi, zakat merupakan satu bentuk kebijaksanaan ekonomi dengan melakukan realokasi sumber- sumber ekonomi melalui pemberdayaan zakat agar tidak hanya berfungsi secara konsumtif melainkan juga produktif.