Majikan – Buruh : Hubungan Kontraktual

A. Majikan – Buruh : Hubungan Kontraktual

Satu pertanyaan dapat diajukan di sini, apakah sebenarnya yang menghubungkan seorang karyawan dengan perusahan yang dalam hal ini majikan ? jawabannya adalah kontrak antara perusahan sebagai pengguna tenaga kerja dengan para karyawannya. Dikatakan demikian karena seorang karyawan suatu perusahaan menjatuhkan pilihannya pada perusahaan tertentu adalah berdasarkan kemauannya sendiri dan bukan karena paksaan. Biasanya kontrak tersebut diwujudkan dalam bentuk surat lamaran dari karyawan.

Apabila seorang karyawan telah mengikatkan dirinya dengan perusahaan berarti ia setuju untuk :

 Menerima kewenangan formal organisasi (Perusahaan).  Memikul tanggungjawab tertentu.  Menerima penugasan dan penempatan pada salah satu satuan kerja

di perusahaan tersebut.  Mengerahkan segala pengetahuan, keterampilan, kemampuan,

tenaga, dan waktu demi keberhasilan perusahan tersebut.  Taat dengan berbagai ketentuan formal yang ditentukan oleh perusahaan. Menunjukkan loyalitas, dedikasi dan komitmen

kepada organisasi. 3

Di samping kewajiban karyawan tersebut, mereka juga memiliki hak yang harus ditunaikan, dihargai, dan dipenuhi oleh perusahan :

 Pengakuan harkat dan martabatnya sebagai manusia.  Upah yang adil, wajar dan setara.  Penugasan sesuai dengan skill.  Pelayanan yang simpatik.  Lingkungan kerja yang sehat dan nyaman.  Peningkatan mutu hidup karyawan.  Penilaian kerja yang objektif. 4

Menurut Sony Kerap, yang menjadi hak karyawan dalam perusahaan adalah :

 Hak atas pekerjaan dalam makna sikap hormat terhadap harkat dan martabat manusia (karyawan) karena dalam makna lain, hak atas

pekerjaan berarti hak atas kehidupan.  Hak atas upah yang adil dalam pengertian upah minimun yang layak, bagi penghidupan yang layak. Atas upah yang layak tersebut

pasar dapat ikut menentukan tingkat upah yang sebenarnya berlaku.  Hak untu bersyarikat. Ini menjadi penting berangkat dari asumsi, karyawan itu selalu berada dalam posisi yang lemah. Untuk itulah

serikat pekerja menjadi kekuatan yang efektif dalam memperjuangkan hak-hak mereka.

 Hak atas perlindungan keamanan dan kesehatan. 5

3 Sondang P Siagian, Etika Bisnis, (Jakarta, Pustaka Binaman Pressindo, 19960) h. 178

4 Ibid, h. 178

K. Bertens menyebut kewajiban karyawan terhadap perusahaan ada tiga. Pertama, kewajiban ketaatan. Ketaatan merupakan sebuah konsekuensi dari hubungan kontraktual tersebut, namun tidak berarti seluruh perintah atasan harus ditaati. Dalam tingkat tertentu, karyawan boleh untuk tidak taat jika, 1). Perintah itu mengarah pada perbuatan yang bertentangan dengan moral. 2). Perintah yang tidak wajar kendati dari segi etika tidak ada persoalan. 3). Perintah yang lahir di luar kesepakatan bersama. Kedua, Kewajiban Konfidensialitas. Kewajiban ini maksudnya kewajiban untuk menyimpan informasi yang bersifat konfidensial –dan karena itu rahasia-yang telah diperoleh dengan menjalankan sebuah profesi. Ketiga, Kewajiban loyalitas. Kewajiban ini terlihat dalam bentuk dukungan yang penuh dari

setiap karyawan dalam rangka mencapai tujuan-tujuan perusahaan. 6

Dalam perspektif bisnis Islam, nilai-nilai moral yang diungkap di atas memiliki pijakan yang jelas dan tegas dalam ajaran kitab suci. Penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia merupakan ajaran al-

Qur’an karena pada hakikatnya manusia dihadapan Allah memiliki kedudukan yang sejajar. Inilah yang telah kita sebut di muka dengan persamaan (al-musawah) atau egalitarian.

Bahwa seorang karyawan harus taat pada atasan selama pada hal-hal yang dibenarkan syari`at, harus memiliki kewajiban konfidensialitas, harus loyal kepada atasan dan mengerahkan segala kemampuan dan keterampilan yang dimiliki untuk mendukung tujuan perusahaan adalah nilai-nilai yang juga memiliki referent dalam ajaran Islam.

Berkaitan dengan upah dalam ungkapan yang cukup padat, Rasul SAW pernah menyatakan, Bayarlah upah buruhmu sebelum kering keringatnya. Begitu pentingnya doktrin ini sampai-sampai pemerhati buruh/ pekerja muslim Indonesia yang bernama Eggy Sujana (Pengurus pusat PPMI) menjadikannya sebagai judul buku yang diterbitkan oleh organisasi pekerja muslim tersebut. Tentu saja hadis ini mengandung interpretasi yang bermacam-macam. Bisa dikatakan hadis itu menunjukkan pembelaan Islam terhadap kaum buruh, yang selalu saja berada pada posisi yang lemah. Seperti yang pernah disinyalir oleh Sony Kerap, para majikan (pimpinan) seringkali

5 A. Sonny Keraf dan Robert Haryono Imam, Etika Bisnis : Membangun Citra Bisnis Sebagai Profesi Luhur, (Yogyakarta; Kanisius, 1995), h.120-125

6 K.Bertens, Pengantar Etika Bisnis, (Yogyakarta : Kanisius, 2000), h.171-173 6 K.Bertens, Pengantar Etika Bisnis, (Yogyakarta : Kanisius, 2000), h.171-173

Bisa juga ditafsirkan bahwa hadis tersebut mengandung perintah, agar majikan tidak menunda-nunda upah karyawannya karena hal tersebut berkaitan erat dengan pemenuhan kebutuhan hidup para karyawan. Lebih penting dari itu, majikan harus memberi upah yang pantas dan adil bagi karyawannya.

Namun disnilah masalahnya, apa yang dimaksud dengan adil tersebut. Secara tradisional, keadilan itu dapat di bagi kepada tiga, keadilan legal, keadilan distributif dan keadilan komutatif. Keadilan legal dalam konteks bisnis berarti bahwa setiap orang berhak mendapatkan perlakuan hukum yang sama dalam bidang usaha, berhak memperoleh dan dijamin haknya. Keadilan distributif menyangkut perlakuan yang sama kepada setiap orang baik menyangkut hal-hal yang baik atau menguntungkan ataupun yang tidak menguntungkan. Setiap pelaku bisnis berhak memperoleh apa yang menjadi haknya sesuai dengan imbalan jasa yang diberikan. Sedangkan keadilan komutatif mengandung pengertian bahwa setiap perusahan harus

memberikan upah atau gaji sesuai dengan jasa yang mereka sumbangkan. 8 Ada lagi teori keadilan yang dikembangkan oleh John Rawls yang sering

disebut keadilan sebagai fairness, terkadang disebut dengan keadilan distributif dan keadilan egaliter. Disini setiap orang memiliki kedudukan yang sama, bebas dan rasional dalam membicarakan hak dan kewajiban, sehingga masing-masing pihak dapat menentukan kebutuhan hidupnya secara fair. Dalam konteks upah, bisa saja sebelum terdapat kontrak, majikan dan buruh harus menyepakati terlebih dahulu upah yang akan dibayar.

Agaknya, adil yang merupakan pesan implisit dari hadis di atas merupakan sebuah nilai yang perlu diterjemahkan agar aplikatif. Lebih mudah memahaminya jika dibantu dengan mengungkap lawan katanya yaitu zalim (gelap, teraniaya). Artinya, upah yang diberikan majikan mungkin sangat minimal sehingga, buruh tersebut tidak dapat memenuhi kebutuhan pokoknya sehari-hari, akhirnya buruh itu menjadi teraniaya. Dalam konteks hari ini, jika pemerintah telah menetapkan UMR (upah minimun Regeional), majikan tidak boleh menetapkan upah buruhnya di bawah standar minimun tersebut.

Seperti yang telah diuraikan di muka, hubungan antara perusahaan dengan karyawan adalah hubungan yang bersifat kontraktual yang

7 Ibid,. 8 Ibid, h. 106-107. Bandingkan, K.Bertens, op.cit, h.89-90 7 Ibid,. 8 Ibid, h. 106-107. Bandingkan, K.Bertens, op.cit, h.89-90

Hubungan antara karyawan dan majikan akan berjalan dengan harmonis, jika masing-masing pihak menjalankan hak dan kewajibannya secara dewasa dan bertanggungjawab. Sesunguhnya suatu kontrak merupakan sebuah perjanjian, untuk itu ia harus dipenuhi. Pernyataan ini penting karena sifatnya yang sangat mendasar bagi penyelenggaraan kegiatan bisnis, termasuk dalam pemeliharan hubungan majikan dengan karyawan (buruh).

Berkaitan dengan konsep Islam, kontrak yang disebut dengan aqad dan `ahd (janji) merupakan sesuatu yang harus ditunaikan karena sangat berhubungan dengan amanah (kepercayaan). Banyak ayat-ayat al- Qur’an yang memerintahkan umatnya untuk menunaikan amanah dan janji. Diantaranya dapat dilihat pada surah al- nisa’ :58 yang artinya, “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu untuk menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya”. Dalam surah al-Ma`arij: 32 yang artinya “Dan orang-orang yang memelihara amanat- amanat (yang dipikulnya) dan janji- janjinya”. Pada surah al-Isra’ :34 Allah berfirman, “Dan sempurnakanlah janji, sesungguhnya janji itu akan diminta pertanggungjawaban”.

Pelanggaran terhadap kontrak (aqad) yang telah disepakati antara majikan dan buruh, tidak saja akan menjadikan hubungan keduanya tidak harmonis, melainkan lebih dari itu ada pihak-pihak yang dirugikan. Jika pelanggaran itu dilakukan oleh karyawan, akibatnya yang mengalami kerugian adalah perusahaan dan pada gilirannya ia juga akan terkena akibatnya. Apabila yang melanggar adalah majikan, dan ini yang lebih sering terjadi, maka yang dirugikan adalah buruh. Akibatnya terjadi apa yang disebut dengan eksploitasi terhadap buruh yang menjadikan haknya menjadi berkurang.

Dalam bahasa al- Qur’an, perbuatan tersebut disebut dengan khianat yang bermakna al-naqs (pengurangan) terhadap hak-hak salah satu pihak. Dalam surah al-anfal ayat 27 dinyatakan, “Hai orang-orang yang beriman, Janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasulnya dan mengkhianati amanah-amanah di antara sesama kamu, seda ng kamu mengetahuinya”. Para mufassir menyatakan, pada hakikatnya, pelanggaran terhadap amanah yang berlangsung antara sesama manusia berarti juga melanggar amanah Allah dan Rasulnya.

Jika demikian hubungan yang perlu dibangun antara majikan dan buruh adalah saling percaya dengan sama-sama menjaga amanah dengan cara menunaikan hak dan kewajiban secara bertanggungjawab. Hasilnya tentu positif, akan terbangun hubungan yang harmonis penuh pengertian dan Jika demikian hubungan yang perlu dibangun antara majikan dan buruh adalah saling percaya dengan sama-sama menjaga amanah dengan cara menunaikan hak dan kewajiban secara bertanggungjawab. Hasilnya tentu positif, akan terbangun hubungan yang harmonis penuh pengertian dan

Untuk lebih jelasnya di bawah ini akan diberikan beberapa contoh kasus berkaitan dengan hubungan majikan dan buruh.

Kasus I. Perintah Atasan.

Indrawati bekerja untuk perusahaan PT Konstruksi ABC. Pak Taufiq Rachman atasan langsungnya, telah membuat kalkulasi untuk sebuah proyek pembangunan dan dalam tender PT Konstruksi ABC akan memperoleh keuntungan proyek pembangunan atas dasar kalkulasi tersebut. Walaupun kontrak sudah ditandatangani, atasan Indrawati meminta kepadanya untuk mencek lagi perhitungannya. Dalam menjalankan tugas ini, Indrawati menemukan sebuah kekhilafan. Akibatnya, perusahaan akan mengalami kerugian kecil dengan proyek ini dan tidak memperoleh keuntungan yang diharapkan. Indrawati melaporkan temuan ini kepada atasannya. Pak Taufiq menyuruhnya untuk tidak memperhatikan kekhilafan tersebut dan meminta untuk tidak menceritakannya kepada siapapun. Kalau tidak, ia langsung dipecat. Pak Taufiq sendiri tidak melaporkan kekhilafan tersebut kepada direksi perusahaan.

Kasus II. Membeli Gorden Dan Karpet

Pak Ali dan Mbak Susi adalah karyawan PT.Maju Terus. Pak Ali adalah manager gedung perkantoran dan Susi sekretaris Direktur. Ruang kerja direktur membutuhkan gorden dan karpet baru. Ali pergi ke toko Senang di mana ia sudah menjadi pelanggan sejak bekerja pada PT Maju Terus. Direktur menyuruh mbak Susi untuk menemani pak Ali, karena ia berpendapat bahwa Mbak Susi mempunyai selera yang tepat dalam memilih warna gorden dan karpet yang dianggap cocok. Pemilik toko membuat kwitansi yang menunjukkan harga 20 % lebih tinggi dari harga gorden dan karpet yang disebut oleh pemilik toko. Mbak Susi berbisik menunjukkan keheranannya. Ali menjawab bahwa hal itu biasa saja dan nanti Susi juga akan mendapatkan sebagian dari “komisi” tersebut.

Dari dua kasus di atas terlihat beberapa persoalan etis yang berkaitan pola hubungan majikan dan buruh. Pada kasus I, sebenarnya sikap yang di Dari dua kasus di atas terlihat beberapa persoalan etis yang berkaitan pola hubungan majikan dan buruh. Pada kasus I, sebenarnya sikap yang di