Manusia Dalam al- Qur’an :Basyar, Insan dan al-Nas

A. Manusia Dalam al- Qur’an :Basyar, Insan dan al-Nas

Istilah basyar yang disebut 27 kali dalam al- Qur’an memberikan referent pada manusia sebagai makhluk biologis. Kata ini dirangkaikan dengan frasa mislukum sebanyak tujuh kali dan kata misluna sebanyak

1 Nur Ahmad Fadil Lubis, “Mewujudkan Pribadi Muslim (Insan Kamil) ; Suatu Kajian Epistemologis” dalam, Aktualisasi Pemikiran Islam, Farid Nasution (ed), (Medan, Widyasarana,

1993) .h.129

2 Ibid.,h. 133 2 Ibid.,h. 133

seyogyanya memahami persamaan Rasul dengan manusia. 3 Kata insan disebut sebanyak 65 kali dalam al- Qur’an dan istilah ini

digunakan dalam kitab suci dalam tiga konteks. Pertama, insan dihubungkan dengan keistimewaannya sebagai khalifah pemikul amanah. Kedua, insan dihubungkan dengan predisposisi negatif dalam dirinya. Ketiga, insan dihubungkan dengan peroses penciptaan manusia. Kecuali kategori ketiga, semua konteks insan merujuk pada sifat-sifat

psikologis dan spritual. 4 Pada kategori pertama, keistimewaan manusia adalah sebagai

wujud yang berbeda dari makhluk hewani. Menurut al- Qur’an, insan adalah makhluk yang diberi ilmu (26:4,5) dan diajarkan bahasa konseptual (55:3). Insan diberikan kemampuan untuk mengembangkan ilmu dengan daya nalarnya, dengan menalar perbuatannya sendiri (79:35), proses terbentuknya bahan makanan (80:24-36) dan penciptaannya (86:5). Dalam hubungan inilah, setelah Allah menjelaskan sifat insan yang labil, Allah berfirman: (Q.S:41;53).

Artinya : Akan kami perlihatkan kepada mereka (insan) tanda-tanda kami di alam semesta dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelas bagi mereka itu kebenaran (al-haq).

Dengan mempergunakan istilah insan, al- Qur’an menjelaskan bahwa manusia adalah makhluk yang mengemban amanah (33:72). Menurut Fazlur Rahman ,amanah itu adalah menemukan hukum alam, menguasainya atau dalam istilah al- Qur’an mengetahui nama - nama semuanya, dan kemudian menggunakannya dengan inisiatif moral

insani, untuk menciptakan tatanan dunia yang baik. 5 Beberapa mufassir menjelaskan makna amanah sebagai predisposisi untuk beriman dan

mentaati petunjuk Allah. Amanah inilah yang dalam ayat-ayat lain

3 Ibid., h. 134, Lihat juga, Jalaluddin Rakhmat, “Konsep –Konsep Anthropolgis “, dalam Kontekstualisasi Doktrin Islam Dalam Sejarah, Budy Munawwar Rahman (ed),

(Jakarta:Paramadina, 1994),H.75-77

4 Nur Ahmad fadil lubis, Loc.cit.,

5 Fazlur Rahman, Tema-Tema Pokok al- Qur’an , terj.Anas Mahyuddin, (Bandung: Pustaka, 1983),h. 28 5 Fazlur Rahman, Tema-Tema Pokok al- Qur’an , terj.Anas Mahyuddin, (Bandung: Pustaka, 1983),h. 28

Berkaitan dengan amanah yang dipikul oleh manusia, insan juga dihubungkan dengan konsep tanggungjawab (75:36;75:3;50:6). Ia diwasiatkan untuk tetap berbuat baik (29:8;31:14;14:15) dan seluruh amal perbuatannya akan dicatat untuk diberi imbalan atau balasan. Karena itu, insanlah yang dimusuhi syetan (17:53) dan yang ditentukan nasibnya dihari kiamat (75:10,13,14). Dalam menerapkan amanah Tuhan ini, insan sangat dipengaruhi oleh lingkungannya. Bila ditimpa musibah, ia cenderung menyembah Allah dengan khidmat, bila ia mendapat keberuntungan cenderung sombong, takabbur bahkan musyrik (10:12;11:9;17:67,83).

Pada katagori kedua, kata insan dihubungkan dengan predisposisi negatif. Menurut al- Qur’an, manusia itu cenderung zalim dan kafir (14:34;22:66), tergesa-gesa (17:11;21:37), bakhil (17:100), bodoh (33:72), suka berbantah dan berdebat (18:54;16:4), resah, gelisah, susah dan menderita (84:6;90:4), tidak berterimakasih (100:6), dan suka

berbuat dosa (96:6;75:5) serta meragukan hari kiamat (19:66). 6 Bila dihubungkan dengan sifat-sifat manusia pada katagori

pertama, insan menjadi makhluk paradoksal yang berjuang mengatasi konflik antara dua kekuatan yang saling bertentangan yaitu kekuatan untuk mengikuti fitrah (memikul amanah Allah) dan kekuatan untuk mengikuti predisposisi negatif. 7 Kedua kekuatan ini digambarkan

dengan katagori ketiga ayat-ayat insan. Adalah menarik mencermati proses penciptaan manusia atau asal kejadian manusia itu dinisbahkan pada konsep insan dan basyar sekaligus. Sebagai insan manusia diciptakan dari tanah liat, sari pati tanah (15:26;55:14;23:12;32:7). Demikian pula, basyar berasal dari tanah liat (15:28;38:71;30:20) dan air (25:54). Ini menunjukkan bahwa peroses penciptaan manusia menggambarkan secara simbolik karakteristik basyari dan karakteristik insani. Menurut Yusuf Qardhawi, manusia adalah gabungan dari kekuatan tanah dan hembusan ilahi, yang pertama unsur material dan yang kedua unsur rohani atau yang pertama unsur basyari dan yang kedua unsur insani..Keduanya harus bergabung dalam keseimbangan.”Tidak boleh seorang muslim mengurangi hak-hak

6 Nur Ahmad fadil Lubis, op.cit, h. 134 7 Lois Lohaiy, Manusia Makhluk Paradoksal, (Jakarta: Gramedia, 1984), h. 212-213 6 Nur Ahmad fadil Lubis, op.cit, h. 134 7 Lois Lohaiy, Manusia Makhluk Paradoksal, (Jakarta: Gramedia, 1984), h. 212-213

`aqqad. Term kunci yang paling banyak dipakai al- Qur’an adalah al-nas yang disebut sebanyak 240 kali dalam berbagai surah. Penyebutan al-nas tampaknya mengacu kepada manusia sebagai makhluk sosial.Dari segi jumlah, tampaknya al- Qur’an mengisyaratkan pentingnya manusia sebagai makhluk sosial. Indikasi manusia sebagai makhluk sosial dapat dilihat pada frasa yang digunakan al-Qur ’an seperti ungkapan wa mina al-nas (diantara sebagian manusia), al- Qur’an memperkenalkan tipologi kelompok. Ada manusia yang bertaqwa (2:2,4,5), kafir (2:6,7) dan munafiq (2:8-20). Disamping itu al- Qur’an juga mengidentifikasi manusia sebagai makhluk yang hanya memikirkan kehidupan dunia (2:200), berdebat tentang Allah tanpa ilmu dan petunjuk (22:3), memusuhi kebenaran (2:204) dan banyak tipe-tipe lain.

Frasa yang lain adalah ungkapan aksar al-nas (kebanyakan manusia) yang mengisyaratkan kepada kita bahwa sebagian besar manusia memiliki kualitas yang rendah dalam bidang ilmu pengetahuan (7:127;12:21,28,68), enggan berterimakasih (40:61;2:243;12:38), tidak mau beriman (11:17;12:103;13:1), melalaikan ayat-ayat Allah (10:92) dan harus menanggung azab penderitaan (22:18). Tipologi terakhir ini dipertegas al- Qur’an dengan frasa qalil mina al-nas (sedikit manusia) yang menunjukkan sedikitnya manusia yang benar-benar beriman kepada Allah (4:66;38:24;2:88). Menyimpulkan pernyataan terakhir ini dapat dilihat pada firman Allah yang terdapat pada surah al-an`am ayat:116 dimana Allah menyatakan:

Artinya: Jika kamu ikuti kebanyakan manusia yang ada di bumi,mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Dari uraian di atas tampak bahwa al- Qur’an memandang manusia sebagai makhluk biologis, psikologis dan sosial. Manusia sebagai basyar berkaitan dengan unsur fisik- material, hingga pada keadaan ini manusia secara alami tunduk (muyassar) pada takdir Allah sama seperti tunduknya matahari, hewan, dan tumbuh-tumbuhan. Namun manusia, meskipun dalam cakupan takdir ilahi, insan dan al-nas diberi kekuatan untuk memilih (ikhtiyar) sesuai dengan kemampuan dan kesempatan yang dianugerahkan Allah kepadanya. Pada diri manusia ada predisposisi negatif dan positif sekaligus. Menurut al-Qur`an, kewajiban manusialah untuk memenangkan predisposisi positif. Ini bisa Artinya: Jika kamu ikuti kebanyakan manusia yang ada di bumi,mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Dari uraian di atas tampak bahwa al- Qur’an memandang manusia sebagai makhluk biologis, psikologis dan sosial. Manusia sebagai basyar berkaitan dengan unsur fisik- material, hingga pada keadaan ini manusia secara alami tunduk (muyassar) pada takdir Allah sama seperti tunduknya matahari, hewan, dan tumbuh-tumbuhan. Namun manusia, meskipun dalam cakupan takdir ilahi, insan dan al-nas diberi kekuatan untuk memilih (ikhtiyar) sesuai dengan kemampuan dan kesempatan yang dianugerahkan Allah kepadanya. Pada diri manusia ada predisposisi negatif dan positif sekaligus. Menurut al-Qur`an, kewajiban manusialah untuk memenangkan predisposisi positif. Ini bisa

B .Kebutuhan dan Tujuan Hidup Manusia

Al- Qur’an menggambarkan manusia sebagai makhluk biologis, psikologis dan sosial. Ketiga dimensi harus terjalin secara integral dalam diri manusia. Tidak boleh yang satu mendominasi yang lainnya. Seperti, kecenderungannya sebagai makhluk biologis lebih menonjol dari dimensi psikologisnya. Jika ini terjadi, manusia bisa jatuh pada derajat yang paling bawah bahkan lebih rendah dari binatang.

Disamping itu multi dimensi manusia yang digambarkan al- Qur’an juga menunjukkan bahwa ia memiliki kebutuhan yang bermacam- macam. Sebagai makhluk biologis misalnya, manusia membutuhkan hal-hal yang dapat menyehatkan dan melindungi tubuhnya .Sebagai makhluk psikologis manusia membutuhkan hal-hal yang dapat menyuburkan pertumbuhan intelektual dan rohaninya. Sebagai makhluk sosial manusia membutuhkan bersosialisasi dengan makhluk lainnya.

Secara garis besar, kebutuhan manusia itu dapat dibagi kepada dua, kebutuhan psikis (kejiwaan) dan kebutuhan pisik (jasmani).Ingin terhormat ingin bahagia adalah contoh kebutuhan psikis. Sedangkan ingin kenyang, ingin memiliki rumah, ingin punya mobil adalah contoh kebutuhan jasmani.

Kebutuhan manusia itu bertingkat-tingkat. Pada tingkat pertama, primary needs (kebutuhan primer), manusia membutuhkan sandang, pangan, dan papan. Dikatakan primer, karena apabila tidak terpenuhi, menimbulkan kerusakan pada diri manusia., bahkan dapat membawa kematian. Tingkat kedua, Secondary needs (kebutuhan sekunder) adalah kebutuhan pendukung bagi kebutuhan primer. Manusia membutuhkan kendaraan untuk memudahkannya mencari nafkah. Manusia membutuhkan makanan tambahan, kue , roti untuk melengkapi makanan pokok dan sebagainya. Namun kebutuhan tingkat kedua itu muncul apabila kebutuhan primer telah terpenuhi. Demikianlah seterusnya sampai kebutuhan tingkat ketiga, tertiary needs) dalam bentuk kesenangan dan perhiasan hidup manusia. Walaupun manusia telah Kebutuhan manusia itu bertingkat-tingkat. Pada tingkat pertama, primary needs (kebutuhan primer), manusia membutuhkan sandang, pangan, dan papan. Dikatakan primer, karena apabila tidak terpenuhi, menimbulkan kerusakan pada diri manusia., bahkan dapat membawa kematian. Tingkat kedua, Secondary needs (kebutuhan sekunder) adalah kebutuhan pendukung bagi kebutuhan primer. Manusia membutuhkan kendaraan untuk memudahkannya mencari nafkah. Manusia membutuhkan makanan tambahan, kue , roti untuk melengkapi makanan pokok dan sebagainya. Namun kebutuhan tingkat kedua itu muncul apabila kebutuhan primer telah terpenuhi. Demikianlah seterusnya sampai kebutuhan tingkat ketiga, tertiary needs) dalam bentuk kesenangan dan perhiasan hidup manusia. Walaupun manusia telah

Menurut Abraham Maslow kebutuhan manusia itu dibagi kedalam lima kebutuhan dasar yaitu;(1). Kebutuhan biologis (fa`ali) seperti makan dan minum.(2), kebutuhan akan keselamatan dan rasa aman.(3), kebutuhan akan rasa memiliki, rasa cinta dan bersosialisasi.(4). Kebutuhan akan harga diri yang berbentuk ingin dihormati, ingin dipuji dan sebagainya. (5). Kebutuhan akan aktualisasi diri. Selain kebutuhan dasar ini Ia juga menyebut kebutuhan lainnya

seperti keinginan untuk memahami serta kebutuhan akan seni. 9 Menurut Malinowski yang ada dalam diri manusia adalah

kebutuhan-kebutuhan biologisnya, seperti reproduksi, kenyamanan tubuh, keamanan, kebutuhan akan gerak serta kebutuhan untuk tumbuh dan berkembang.

Tampaknya kedua pakar di atas sangat menyadari bahwa kebutuhan yang disebut pertama adalah kebutuhan yang paling penting. Artinya, kebutuhan akan rasa aman akan dibutuhkan jika kebutuhan makan dan minum telah dipenuhi. Sebaliknya jika kebutuhan pertama tidak terpenuhi, maka kebutuhan-kebutuhan berikutnya tidak begitu penting.

Selanjutnya jika kebutuhan-kebutuhan di atas dianalisa, tampak sekali bahwa kebutuhan-kebutuhan tersebut sangat bersifat material. Ironisnya seringkali kebahagian manusia itu ditentukan sejauh mana ia mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan materialnya, tanpa memperhatikan kebutuhan yang paling asasi yang bersifat immateri. Mungkin ini disebabkan oleh pandangan yang dipengaruhi filsafat positivistik dan materialistik.

Kebutuhan asasi itu ternyata ditemukan dalam konsep ajaran Islam .Dalam khazanah keilmuan Islam (Filsafat Hukum Islam), kebutuhan-kebutuhan tersebut disebut dengan al-daruriyat (kebutuhan perimer), al-hajiyat (sekunder) dan al-tahsinat (tertier). Bedanya hanyalah, Islam memandang kebutuhan primer tidak terbatas pada hal-hal yang bersifat material, tetapi melingkupi hal-hal yang bersifat immaterial, seperti kebutuhan terhadap agama dan kebebasan dalam

8 Suherman Rosyidi, Pengantar Teori Ekonomi, Pendekatan Kepada Teori Ekonomi Mikro dan Makro, (Jakarta: rajawali Pers, 1999),h.28-29

9 Usman Pelly dan Asih Menanti, Teori-Teori Sosial Budaya, (Jakarta: Dirjen Pendidikan Tinggi, 1994),h .2 9 Usman Pelly dan Asih Menanti, Teori-Teori Sosial Budaya, (Jakarta: Dirjen Pendidikan Tinggi, 1994),h .2

Dalam pandangan Islam, kebutuhan terhadap agama serta kebebasan dalam menjalankannya adalah kebutuhan yang paling asasi. Kebutuhan terhadap makan dan minum, walaupun tetap penting namun dalam pandangan Islam tetap merupakan instrumen atau alat untuk mendukung terpenuhinya kebutuhan agama (kepercayaan) agar menjadi lebih baik.

Dengan demikian, segala hal-hal yang mengancam terhadap kebutuhan agama ini harus dihindari. Malah dalam tingkat tertentu, apabila posisi agama terancam, umatnya diperintahkan oleh kitab suci untuk mengorbankan jiwa raganya serta harta yang dimilikinya. Ini menunjukkan, betapa kebutuhan terhadap agama sangat penting, sampai-sampai kebutuhan terhadap keamanan diri harus dikorbankan.

Sampai di sini sebenarnya Islam melihat kebutuhan manusia yang paling hakiki adalah memenuhi dorongan hati nuraninya untuk selalu tunduk dan patuh pada pencipta. Dan ini merupakan fitrah kemanusiaan yang tidak dapat begitu saja ditolak. Sejak manusia berada di alam rahim, kepadanya telah dibisikkan untuk pasrah dan tunduk (hanifan musliman) kepada Allah SWT, pada waktu itu manusia menerimanya tanpa ada paksaan. Inilah yang sering disebut para pakar dengan perjanjian perimordial.

Dengan demikian tugas manusia di dunia ini tidak lebih memenuhi perjanjian tersebut. Atas dasar ini pulalah segala aktivitas manusia dalam kehidupan sosial ,politik bahkan ekonomi adalah dalam kerangka ibadah dan mencari keridhaan Tuhannya (mardatillah).

Pandangan ini bukan menafikan kebutuhan manusia terhadap harta benda. Lebih salah lagi jika dinyatakan bahwa Islam lebih mementingkan kebutuhan rohani daripada jasmani. Keduanya menempati posisi yang sejajar dan saling menentukan. Pemenuhan kebutuhan rohani tidak akan sempurna tanpa didukung dengan terpenuhinya kebutuhan jasmani. Bahkan sebagian ibadah Islam, pelaksanaannya sangat tergantung kepada harta,seperti zakat, infaq, sadaqah terlebih lagi haji. Demikian pula sebaliknya, pemenuhan manusia terhadap kebutuhan jasmani, tanpa terpenuhinya kebutuhan rohani, akan menjadikan manusia akan mengalami keterpecahan pribadi

(split personality ), dan sangat rentan terhadap penyakit kejiwaan lainnya seperti depresi, alienasi, stress dan sebagainya.

Jelaslah keseimbangan kebutuhan jasmani dan rohani manusia sangat menentukan dalam pencapaian tujuan ekonomi Islam seperti yang disebut oleh Akram dan Hasanuzzaman dengan istilah human falah (manusia sejahtera). Pandangan ini didasarkan pada satu pemikiran bahwa dalam kaca mata Islam manusia bukan hanya sebagai makhluk biologis tetapi juga makhluk spritual sekaligus makhluk sosial.

Sebagai tujuan akhir, segala aktivitas yang dilakukan baik dalam bidang sosial, politik terlebih dalam bidang ekonomi adalah semata- mata mencari perkenan Tuhan (keridhaan Tuhan). Ini akan terlihat lebih jelas bagaimana konsep Islam terhadap harta dan kerja.